Vous êtes sur la page 1sur 1

* * * Asal Usul Kota Surabaya ***

Dahulu, hiduplah seekor baya atau buaya dan seekor sura (hiu) yang saling bermusuhan. Kedua hewan yang sama-sama ganas, kuat, dan tangkas tersebut hampir setiap waktu berkelahi, tetapi tidak ada yang kalah maupun menang. Meskipun perilaku kedua binatang buas sebenarnya mengganggu ketenteraman, namun tak satu pun hewan yang berani menghentikan pertikaian mereka. Pada suatu hari, si Baya dan si Sura (julukan buaya dan hiu) merasa bosan karena mereka terus-terusan berkelahi. Dan akhirnya mereka bersepakat untuk berdamai. Setelah keduanya berdamai, Lalu mereka mengambil keputusan untuk membagi kekuasaan. Aku sepenuhnya berkuasa di dalam air. Semua mangsa yang ada di dalam air menjadi bagianku. Sementara kamu sepenuhnya berkuasa di daratan. Jadi, mangsamu hanya yang berada di daratan, usul Sura. Mendengar usul Si Sura, Si Baya pun setuju. Sejak itulah, si Baya dan si Sura tidak pernah lagi berkelahi. Binatang-binatang lain yang ada di sekitar mereka pun hidup tenteram dan damai. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama. Gara-garanya adalah Si Sura beberapa kali mencari mangsa di sungai, bukan di laut. Suatu hari, ketika si Sura mencari mangsa di sungai, si Baya akhirnya memergokinya. Tentu saja si Baya marah sekali melihat perilaku Si Sura. Siapa yang melanggar perjanjian? Hai, Baya, apakah kamu ingat isi perjanjian kita dulu bahwa akulah yang berkuasa di wilayah air? Bukankah sungai ini juga ada airnya? kata si Sura. Mendengar pernyataan si Sura, si Baya menjadi kesal dan bersikeras untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya. Karena merasa tertipu, si Baya membatalkan perjanjian tersebut dan menantang si Sura untuk saling mengadu kekuatan. Akhirnya, pertarungan sengit pun terjadi kembali antara kedua binatang itu. Mereka bertarung mati-matian untuk mempertahankan wilayah mereka. Terkaman dan gigitan dalam pertarungan tersebut terus terjadi, luka di antara kedua binatang itu pun telah keluar. Air sungai yang semula jernih pun langsung berubah menjadi merah akibat darah yang keluar dari luka mereka. Dan pada detik detik terakhir si Baya terus berupaya melakukan perlawanan. Usahanya tidak sia-sia dan ia berhasil menggigit ekor si Sura hingga hampir terputus. Si Sura pun menjerit kesakitan lalu melarikan diri menuju lautan. Si Baya merasa bahagia karena berhasil mempertahankan wilayah kekuasaannya. Untuk mengenang peristiwa tersebut, masyarakat setempat memberi daerah tersebut nama Surabaya, yaitu diambil dari gabungan kata Sura dan Baya. Oleh pemerintah setempat, ikan Sura dan Buaya dijadikan lambang kota Surabaya dan cerita tersebut menjadi cerita rakyat Surabaya hingga kini.

Vous aimerez peut-être aussi