Vous êtes sur la page 1sur 7

AL SUNNAH

1. Definisi
Al Sunnah menurut istilah syara adalah ucapan, perbuatan
atau pengakuan Rasulullah Saw.
Sunnah Qauliyah artinya adalah hadis Nabi Saw. Yang
disabdakan sesuai dengan tujuan dan kondisi. Seperti sabda
beliau: Laa dharara walaa dhiraara (tidak boleh berbuat sesuatu
yang membahayakan), Fis saa-imati zakatun (Pada binatang
yang digembalakan itu ada kewajiban zakat), dan sabda beliau
tentang laut Huwa ath thahuuru maa-uhu al hillu maytatuhu
(air laut itu suci dan halal bangkainya) dan lain-lain.
Sunnah Filiyah adalah perbuatan Rasulullah Saw., seperti
shalat lima waktu dengan cara dan rukun-rukunnya, pelaksanaan
ibadah haji, keputusan berdasarkan seorang saksi dan
pengambilan sumpah dari pihak penuduh yang dilakukan oleh
Nabi Saw.
Sunnah Taqririyah adalah penetapan Rasulullah Saw. Atas
ucapan atau perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat;
dengan diam atau tidak ada penolakan, persetujuan, atau
anggapan baik dari beliau. Sehingga penetapan dan persetujuan
itu dianggap sebagai perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah
sendiri. Seperti riwayat: Dua orang sahabat pergi melakukan
perjalanan. Ketika tiba waktu shalat, mereka tidak mendapatkan
air, maka mereka bertayamum kemudian mengerjakan shalat.
Sesaat kemudian mereka mendapatkan air, maka salah seorang
di antara mereka mengulang shalat, sedang yang lain tidak.
Ketika mereka menceritakan kejadian itu kepada Rasulullah,
beliau membenarkan apa yang diperbuat oleh keduanya. Beliau
bersabta kepada yang tidak mengulang shalatnya,Engkau telah
melaksanakan sunnah dan shalatmu sudah cukup, dan bersabda
kepada yang mengulang, Engkau mendapat pahala dua kali.

2. Kekuatannya sebagai hujjah
Umat Islam sepakat bahwa ucapan, perbuatan dan penetapan
Rasulullah yang mengarah pada hukum atau tuntutan dan sampai
kepada kita dengan sanad yang sahih yang mendatangkan
kepastian atau dugaan yang kuat atas kebenarannya adalah
hujjah bagi umat Islam. Ia adalah sumber yang digunakan oleh
para mujtahid untuk menetapkan hukum syara atas perbuatan
orang-orang mukallaf. Artinya, hukum yang terkandung di dalam
al Sunnah sejalan dengan hukum yang terkandung dalam al
Quran adalah undang-undang yang harus diikuti.
Bukti atas kekuatan al Sunnah sebagai hujjah sangat banyak,
antara lain:
Pertama: Nash-nash al Quran. Karena Allah Swt. Sering kali
dalam ayat-ayat al Quran memerintahkan untuk taat kepada
Rasul-Nya, menjadikan taat kepada Rasul sebagai bukti ketaatan
kepada-Nya. Dia memerintahkan kepada umat islam untuk
mengembalikan perselisihan pendapat yang terjadi di antara
mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia tidak memberikan
alternative lain kepada umat Islam ketika Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu hukum. Dia juga tidak menganggap
beriman bagi mereka yang tidak puas dan tidak menerima atas
keputusan Rasul. Semua ini adalah bukti dari Allah bahwa
penetapan hukum yang dilakukan Rasulullah adalah penetapan
hukum yang dilakukan Rasulullah adalah penetapan hukum
Tuhan yang wajib diikuti. Seperti dalam firman Allah Swt.:
~ W-ONOgC -.-
[OcO-4 W p)
W-O-4O> Ep) -.- OUg47
4jOg^- ^@g
32. Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,
Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Kedua: Kesepakatan para Sahabat ra., baik semasa hidup maupun
sepeninggal Rasulullah Saw. akan kewajiban mengikuti sunnah Rasul.
Di masa hidup Nabi, para sahabat telah melaksanakan hukum,
menjalankan perintah dan (menjauhi) larangan Nabi Saw.; halal dan
haram. Dalam melaksanakan kewajiban mengikuti, mereka tidak
membedakan antara hukum yang berasal dari wahyu Allah berupa al
Quran atau hukum yang keluar dari Nabi sendiri. Oleh karena itu
Muadz bin Jabal berkata, Bila aku tidak menemukan hukum yang aku
jadikan putusan maka aku putuskan dengan sunnah Rasulullah.
Demikian juga pada saat Rasulullah telah wafat, bila mereka tidak
menemukan hukum atas suatu yang terjadi pada mereka, maka
diputuskan dengan merujuk kepada Sunnah Rasulullah. Ketika Abu
Bakar tidak hafal sunnah mengenai suatu kejadian, dia bertanya kepada
umat Islam, Apakah di antara kalian ada yang hafal sunnah dari Nabi
kita mengenai kejadian ini? Demikian juga yang dilakukan oleh Umar,
para sahabat yang bertugas menyampaikan fatwa dan member putusan
hukum, para tabiin dan tabiit tabiin; karena tidak diketahui salah
seorang di antara mereka yang menyalahi keesepakatan bahwa ketika
penukilan sunnah Rasul itu sahih, maka wajib untuk diikuti.
Ketiga: Allah Swt. dalam al Quran telah menetapkan berbagai
kewajiban yang masih bersifat global, hukum dan petunjuk
pelaksanaannya tidak terperinci.
3. Hubungan al Sunnah dengan al Quran
Hubungan al Sunnah kepada al Quran dari segi kedudukannya
sebagai hujjah dan rujukan dalam mengeluarkan hukum syara
adalah menjadi pengiring al Quran. Artinya seorang mjtahid
dalam membahas suatu kejadian tidak boleh merujuk kepada al
Sunnah kecuali setelah tidak dapat menemukan hukumnya dalam
al Quran. Karena al Quran adalah sumber pertama hukum syara.
Jika al Quran menetapkan suatu hukum, maka harus diikuti Dan
jika tidak, maka merujuk kepada al Sunnah, jika ditemukan maka
harus diikuti.
Adapun hubungannya kepada al Quran dari segi hukum yang
dibawahnya, tidak lebih dari salah satu di antara tiga hal berikut:
Al Sunnah menetapkan dan menguatkan hukum yang
dibawa al Quran, sehingga hukum itu mempunyai dua
sumber dan dua dalil; ayat al Quran dan sunnah Rasul.
Al Sunnah memerinci dan menjelaskan keglobalan hukum
yang dibawa al Quran, membatasi kemutlakannya dan
takhsis keumumannya.
Al Sunnah juga menetapkan dan membentuk hukum yang
tidak dijelaskan oleh al Quran. Sehingga hukum itu
ditetapkan berdasarkan dalil al Sunnah, bukan al Quran.

4. Pembagian al Sunnah menurut Sanad
Al Sunnah ditinjau dari segi yang meriwayatkan dari Rasul
terbagi menjadi 3(tiga):

a. Sunnah Mutawatirah.
Adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah oleh
sekelompok perawi yang menurut kebiasaan, masing-masing
tidak mungkin sepakat untuk berbohong, karena jumlah mereka
yang banyak, kejujuran, dan perbedaan pandangan serta
lingkungan mereka.
Yang termasuk sunnah ini antara lain: Sunnah sebangsa
perbuatan, mengenai pelaksanaan shalat, puasa, haji, adzan dan
lain-lain yang termasuk syiar agama yang diterima kaum
muslimin dari Rasulullah secara langsung.
b. Sunnah Masyhurah.
Adalah sunnah yang diriwayatkan oleh seorang sahabat, dua
orang atau banyak yang tidak sampai kepada hitungan mutawatir.
Kemudian diriwayatkan dari seorang atau dua orang rawi oleh
kelompok mutawatir.
Diantara sunnah ini adalah sebagian hadis Rasulullah yang
diriwayatkan dari umar bin Khatthab, Abdullah bin Masud, atau
Abu Bakar as Shiddiq,
c. Sunnah Aahad
Adalah sunnah yang diriwayatkan oleh perorangan yang tidak
sampai pada hitungan mutawatir. Artinya, satu, dua, atau
beberapa orang rawi meriwayatkan dari Rasul kemudian
diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang sepadan dan demikian
seterusnya sehingga sampai kepada kita dengan sanad seperti
itu.



5. Petunjuk hukum al Sunnah; pasti atau dugaan
Dari segi datangnya, Sunnah Mutawatirah adalah pasti dari
Rasul. Karena banyaknya periwayatan memberikan ketetapan
dan kepastian akan kebenaran berita. Sedangkan Sunnah
Masyhurah adalah pasti dari seorang atau beberapa sahabat
yang meriwayatkannya dari Rasul, karena banyaknya
periwayatan dari mereka.
Adapun Sunnah Aahad dugaan dari Rasul, karena sanadnya
tidak memberikan kepastian.
Dari segi petunjuk hukumnya, ketiga sunnah di atas adalah
pasti jika nashnya tidak memerlukan takwil dan dugaan jika
nashnya memerlukan takwil.

Ucapan dan Perbuatan Rasul
Yang tidak termasuk hukum syara.
Ucapan dan perbuatan yang keluar dari Rasul adalah hujjah
bagi umat Islam yang wajib diikuti apabila diucapkan atau
dilakukan dalam kapasitas beliau sebagai Utusan Allah yang
bertugas membuat hukum syara secara umum dan sebagai
tuntutan.
1. Hal-hal yang keluar dari Rasul sesuai watak manusiawi; seperti
berdiri, duduk, berjalan, tidur, makan, minum, adalah bukan
hukum syara. Karena tidak bersumber dari tugas kerasulan,
tetapi dari sifat manusiawi. Tetapi apabila perbuatan
manusiawi itu memiliki dalil bahwa tujuannya adalah sebagai
tuntunan, maka dengan dalil tersebut, perbuatan itu termasuk
hukum syara
2. Hal-hal yang keluar dari Rasul sesuai pengetahuan manusia,
kecerdasan dan pengalaman dalam kehidupan duniawi; seperti
sewa menyewa, pertanian, mengatur pasuka, strategi
peperangan, resep obat penyakit atau yang semacamnya, juga
bukan termasuk hukum syara. Karena tidak bersumber dari
tugas kerasulan, melainkan dari pengalaman duniawi dan
kemampuan pribadi.
3. Hal-hal yang keluar dari Rasul yang berdasarkan dalil syara
hal itu berlaku khusus bagi beliau dan bukan termasuk
peneladanan, maka bukanlah hukum syara yang umum.

Vous aimerez peut-être aussi