Vous êtes sur la page 1sur 19

BAB I PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering ditemukan. Penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak. Dilaporkan bahwa sejak dua dekade terakhir prevalens asma meningkat, baik pada anak-anak maupun dewasa. Asma mempunyai dampak negatif pada kehidupan penderitanya termasuk untuk anak, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan olah raga, maupun aktivitas seluruh keluarga. Prevalens total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).1,2,3,4 Terdapat variasi prevalens, angka perawatan dan mortalitas asma, baik regional maupun lokal.5 Tidak mudah untuk membandingkan kejadian asma di berbagai negara karena perbedaan tersebut belum jelas apakah prevalens memang berbeda atau karena perbedaan kriteria diagnosis. Berbagai penelitian yang ada saat ini menggunakan definisi penyakit asma yang berbeda sehingga untuk

membandingkannya perlu mengetahui kriteria yang dipergunakan oleh peneliti tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, telah dilaksanakan penelitian multisenter di beberapa negara menggunakan definisi asma yang sama, dengan menggunakan kuesioner baku. Salah satu penelitian multisenter yang dilaksanakan yaitu International Study of Asthma and Allergy in Children (ISAAC). Dengan menggunakan kuesioner baku, prevalens dan berbagai faktor risiko yang mempengaruhinya dapat dibandingkan. 5 Masalah epidemiologi lain yang ada saat ini adalah mortalitas asma yang relatif tinggi. Beberapa waktu yang lalu penyakit asma tidak merupakan penyebab kematian yang berarti. Namun belakangan ini dilaporkan dari berbagai negara terjadi peningkatan kematian karena penyakit asma, juga pada anak.1,2 Serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai berat dan mengancam kehidupan. Berbagai faktor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma antara lain aktivitas fisik, alergen, infeksi, perubahan mendadak suhu udara atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, dan lain sebagainya. Selain itu, berbagai faktor dapat

mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma di suatu tempat, seperti umur, gender, ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut

mempengaruhi prevalens asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan, dan status asma.1,2,3

BAB II LAPORAN KASUS

2.1. Identitas pasien Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Suku/Agama MRS : NMP : 3 tahun 2 bulan : Perempuan : Babakan Sukawati : Bali/Hindu : 31-07-2011

Tgl pemeriksaan : 01-08-2011

2.2. Heteroanamnesis Keluhan Utama : sesak nafas Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang diantar oleh orang tuanya ke UGD RS Sanjiwani Gianyar dengan keluhan sesak napas. Sesak napas dikatakan muncul sejak 18.00 WITA (31/07/2011) 3 jam SMRS. Sesak dikatakan muncul tiba-tiba, nafas pasien dikatakan bertambah cepat. Saat bernafas dikatakan dada pasien bergerak naik turun dengan cepat dengan tulang rusuk seperti terdorong keluar dan kulit dada seperti tertarik kedalam. Hidung kembang kempis disangkal oleh ibu pasien. Sesak juga dikatakan berlangsung terus menerus dan menetap. Sesak dikatakan tidak membaik dengan perubahan posisi. Sesak nafas juga disertai bunyi nafas ngikngik yang timbul tidak lama setelah keluhan sesak muncul. Sesak dikatakan sangat menganggu pasien dan membuat dia tidak bisa tidur. Adanya keluhan suara nafas grokgrok disangkal. Kebiruan pada wajah, tangan, dan kaki pasien disangkal oleh orang tua pasien. Pasien masih dapat mengucapkan kalimat namun sepenggal-sepenggal. Pasien dikatakan juga mengalami batuk dan pilek sejak 1 minggu SMRS (24/07/2011) sebelum keluhan sesak muncul. Batuk dikatakan muncul kadang-

kadang dan terdapat dahak. Adanya batuk berdarah disangkal. Sedangkan pilek dikatakan disertai ingus berwarna kekuningan dan kental. Ibu pasien bahwa anaknya mengalami keluhan demam sumer-sumer. Demam dikatakan muncul sejak 1 minggu SMRS (24/07/2011) sebelum keluhan sesak muncul, bersaman dengan keluhan batuk dan pilek. Pasien dikatakan lebih rewel dari biasanya. Nafsu makan pasien dikatakan menurun sejak gejala batuk dan pilek muncul. Adanya keluhan muntah disangkal oleh orang tua pasien. Kebiasaan BAB dan BAK dikatakan tidak terganggu. Riwayat Pengobatan Pasien sempat dibawa berobat kepuskesmas untuk mengobati keluhan batuk, pilek, dan panasnya (28/07/2011) dan diberikan 2 macam obat yaitu berupa sirup dan puyer. Namun keluhan batuk dan pilek dikatakan tidak membaik, tetapi keluhan panas dikatakan mulai menurun. Kemudian 3 hari setelahnya keluhan sesak muncul.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah mengalami keluhan batuk pilek disertai sesak dengan nafas berbunyi ngik-ngik yang sama sebelumnya dan pernah dirawat di RSUP Sanglah pada umur 1 tahun, saat itu pasien dikatakan diberikan asap (nebulizer) untuk mengurangi sesaknya dan keluhan sesaknya membaik. Semenjak itu keluhan sesak tidak pernah dialami pasien lagi hingga saat ini.

Riwayat Penyakit Keluarga Ayah pasien memiliki riwayat sakit asma sejak masih kecil. Keluhan asma dikatakan sangat jarang kambuh dan semenjak menikah tidak pernah kambuh lagi. Ayah kandung dari ibu pasien juga memiliki riwayat asma.

Riwayat Sosial dan Lingkungan Pasien merupakan anak pertama dan tunggal. Pasien tinggal bersama dalam satu rumah dengan kedua orang tuanya. Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dan ibu pasien sebagai ibu rumah tangga. Status sosial keluarga pasien termasuk dalam golongan menengah kebawah. Lingkungan tempat tinggal pasien dikatakan bersih dengan ventilasi yang cukup, namun cukup padat. Adanya kebiasaan merokok pada anggota keluarga disangkal. Pasien tidur menggunakan bantal dan kasur yang terbuat dari busa.

Riwayat Persalinan Pasien lahir dengan persalian normal dan ditolong oleh bidan. Pasien lahir cukup bulan, segera menangis dengan berat badan lahir 3200 gram dan panjang badan 45 cm. Adanya kelainan fisik tertentu saat lahir disangkal.

Riwayat Imunisasi Pasien memperoleh imunisasi dasar lengkap di Puskesmas berupa imunisasi BCG 1 kali, Polio 4 kali, DPT 3 kali, Hepatitis B 3 kali, dan Campak 1 kali.

Riwayat Nutrisi ASI Susu formula Bubur Susu Bubur Nasi Makanan Dewasa : 0 bulan 2 tahun : 4 bulan 2 tahun : 4 bulan 6 bulan : 6 bulan 1 tahun : 1 tahun sekarang

Riwayat Tumbuh Kembang Tumbuh kembang pasien baik sesuai dengan tahapan usianya.

2.3. Pemeriksaan Fisik ( 01/08/2011) Status Present Keadaan Umum : tampak sakit sedang Kesadaran Nadi RR : E4V4M5 (13/13) : 128 kali/menit, reguler, isi tidak cukup : 48 kali/menit, reguler, tipe torakoabdominal

Temperatur aksila : 37,1C Berat Badan Panjang Badan : 14 kg : 90 cm

Berat Badan Ideal : 15 kg Status Gizi Menurut Waterlow Menurut CDC 2000 BB/U PB/U BB/PB : persentil 25 50 : tepat pada persentil 25 : persentil 25 50 : 93.33% (gizi baik)

Status General Kepala Mata THT : normosefali : konjungtiva pucat (-), sklera kuning (-), reflek pupil +/+ isokor : Telinga Hidung Tenggorok Bibir Leher Toraks Cor : Inspeksi : precordial bulging (-), iktus kordis tidak tampak : iktus kordis teraba di ICS V, MCL sinistra, : kuat angkat (-), thrill (-) Auskultasi : S1 S2 normal reguler, murmur (-) : sekret (-) : nafas cuping hidung (-), sekret (+), hiperemis +/+ : tonsil T1/T1 hiperemis +/+

: sianosis (-) : pembesaran kelenjar getah bening (-)

Pulmo : Inspeksi

: bentuk simetris, gerakan dada simetris statis dan dinamis, retraksi(+) subkostal, interkostal, dan

suprasternal Palpasi : gerak dada simetris : VF N/N Perkusi Auskultasi Abdomen : Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : sonor/sonor : vesikular +/+, ronki +/+, wheezing +/+ : distensi (-) : bising usus (+) normal : timpani : turgor kulit kembali cepat, nyeri tekan (-), Hepar/lien tidak teraba Ekstremitas : hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik

2.4. Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan darah lengkap (31/07/2011)


Pemeriksaan WBC LYMP MONO GRA RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT Nilai 18,8 1,8 0,4 89,7 5,70 14,2 41,0 92,9 31,5 33,9 645 Remark H N N H N N N N N N H Normal 4,5-10,9 1,0-4,4 0,0-1,5 1,8-7,7 4-5,2 12-16 38-48 80-100 27-32 31-38 150-440

Thorak foto AP (31/07/2011)

Kesan Cor dan Pulmo tak tampak kelainan

2.5. Diagnosis Kerja Asma Episodik Jarang Serangan Sedang Rinotonsilofaringitis suspek infeksi bakteri dd infeksi virus 2.6. Rawat inap IVFD D5 NS 14 tts/menit Nebulizer ventolin 1 ampl encerkan 4 ml 2 X @ 10 menit Dexametason 3 x 1 ampl IV Aminophylin 75 ml dalam D5% 14 tts/menit Parasetamol syrp 3 x 1 cth Cefotaxim 3 x 400 mg Ambroxol 3 x cth 1

2.7. Follow Up Tanggal 01/08/2011 (03.00) Perkembangan Pasien S: menerima pasien dari IRD dengan keluahan sesak nafas (pk. 03.00 WITA), sesak (+) tidak membaik dengan perubahan posisi, batuk(+) pilek (+) panas (-), muntah (-), ma/mi (+), BAK/BAB (+) O: St. Present Nadi: 112x/menit RR : 32x/menit Tax : 36.8C St. General Kepala: normosefali Mata: pucat-/-, ikt -/-, Rp+/+ isokor THT: NCH (-), sekret (+), T1/T1 hiperemis (+) Toraks: simetris (+), retraksi (+) subcostal Cor: S1 S2 N reg mur (-) Pulmo: bves+/+, rales +/+, wh +/+ Abdomen : distensi (-), BU (+) N Hepar/lien ttb Ekstremitas : hangat Ass: Asma Episodik Jarang Serangan Sedang Rinotonsilofaringitis suspek infeksi bakteri dd infeksi virus S: sesak (+), batuk(+) jarang, pilek (+) berkurang, panas (-), muntah (-), ma/mi (+), BAK/BAB (+) Tatalaksana Th/ IVFD D5 NS 14 tts/menit Nebulizer combivent 1 ampl encerkan 4 ml Dexametason 3 x 1 ampl IV Parasetamol syrp 3 x 1 cth Cefotaxim 3 x 400 mg Ambroxol 3 x cth 1 Mx Vs Keluhan

02/08/2011

Th/ IVFD D5 NS 14 tts/menit Nebulizer combivent stop Dexametason 3 x 1 ampl

O: St. Present Nadi: 98x/menit RR : 32x/menit Tax : 36.4C St. General Kepala: normosefali Mata: pucat-/-, ikt -/-, Rp+/+ isokor THT: NCH (-), sekret (-)T1/T1 hiperemis (+) Toraks: simetris (+), retraksi (-) Cor: S1 S2 N reg mur (-) Pulmo: bves+/+, rales +/+, wh -/Abdomen : distensi (-), BU (+) N Hepar/lien ttb Ekstremitas : hangat

IV Parasetamol syrp 3 x 1 cth Cefotaxim 3 x 400 mg Ambroxol 3 x cth 1 Mx Vs Keluhan

03/08/2011

Ass: Asma Episodik Jarang Serangan Sedang Rinotonsilofaringitis suspek infeksi bakteri dd infeksi virus S: sesak (-), batuk(+), pilek (-) panas Th/ (-), muntah(-), ma/mi(+), BAK/BAB Obat lanjut (+) Aff infus Mx O: Vs Keluhan St. Present Nadi: 94x/menit RR : 24x/menit Tax : 36.5C St. General Kepala: normosefali Mata: pucat-/-, ikt -/-, Rp+/+ isokor THT: NCH (-), sekret (-)T1/T1 hiperemis (+) Toraks: simetris (+), retraksi (-)

10

Cor: S1 S2 N reg mur (-) Pulmo: bves+/+, rales +/+ berkurang, wh -/Abdomen : distensi (-), BU (+) N Hepar/lien ttb Ekstremitas : hangat Ass: Asma Episodik Jarang Serangan Sedang Rinotonsilofaringitis suspek infeksi bakteri dd infeksi virus S: sesak (-), batuk(+) berdahak sulit Th/ dikeluarkan, pilek (-) panas (-), Cefotaxim puyer 3 x 400 muntah(-), ma/mi(+), BAK/BAB (+) mg Parasetamol syrp 3 x 1 cth Ambroxol 3 x 1 cth O: Atarox 2 x 1 cth St. Present Nadi: 88x/menit BPL RR : 22x/menit Tax : 36.0C St. General Kepala: normosefali Mata: pucat-/-, ikt -/-, Rp+/+ isokor THT: NCH (-), sekret (-),T1/T1 hiperemis (+) Toraks: simetris (+), retraksi (-) Cor: S1 S2 N reg mur (-) Pulmo: bves+/+, rales +/+, wh +/+ Abdomen : distensi (-), BU (+) N Hepar/lien ttb Ekstremitas : hangat Ass: Asma Episodik Jarang Serangan Sedang Rinofaringitis suspek infeksi bakteri dd infeksi virus

04/08/2011

11

BAB III PEMBAHASAN

Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Pasien merupakan seorang anak perempuan berumur 3 tahun. Datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak dikatakan muncul tiba-tiba dan tidak membaik dengan perubahan posisi menunjukan sesak berasal dari sistem pernafasan. Pasien dikatakan bernafas cepat disertai nafas berbunyi ngik-ngik. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan respiratory rate pada pasien meningkat yaitu 48 kali permenit dan dari pemeriksaan torak didapatkan retraksi hal ini menunjukan pasien mengalami sesak. Dari pemeriksaan auskultasi paru didapatkan suara tambahan berupa wheezing dan ronki pada seluruh lapangan paru. Keluhan yang didapat dan pemeriksaan fisik ini sangat cocok dengan gejala asma. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Untuk mengurangi keluhan sesaknya pasien diberikan Nebulizer ventolin dan drip aminofilin, pemberian bronkodrilator ini dikatakan berhasil dimana dapat dilihat retraksi dan respiratory rate sebelum diberikan yaitu retraksi subkostal, interkostal, suprasternal dan RR 48 X/menit menjadi retraksi

subcostsal dan dengan RR 32 X/menit. Asma merupakan penyakit kronik yang bersifat episodik yang timbul diakibatkam adanya inducer (indoors allergens), Enhencer ( rhinovirus, infeksi saluran nafas atas dan infeksi saluran nafas bawah) dan trigger (olah raga, udara dingin, dll). Pada pasien dikatakan juga mengalami batuk, pilek dan panas sejak 1 minggu SMRS (24/07/2011) sebelum keluhan sesak muncul Dari pemeriksaan hidung didapatkan sekret hiperemis (+) dan pada pemeriksaan tonsil didapatkan

12

hiperemis (+). Hal ini menunjukan terdapat faktor pencetus yang menyebabkan kambuhnya asma pasien ini. Gambar 1. Faktor yang Berperan dalam Terjadinya Asma5

Pasien ini memiliki riwayat pernah mengalami keluhan batuk pilek disertai sesak dengan nafas berbunyi ngik-ngik yang sama sebelumnya dan pernah dirawat di RSUP Sanglah pada umur 1 tahun, saat itu pasien dikatakan diberikan asap (nebulizer) untuk mengurangi sesaknya dan keluhan sesaknya membaik. Semenjak itu keluhan sesak tidak pernah dialami pasien lagi. Sesak nafas yang muncul saat ini merupakan sesak yang kedua kalinya. Kemungkinan saat yang pertama tersebut pasien mengalami penyakit bronkiolitis karena terjadi saat usia 1 tahun. Sekitar 40-50% bayi yang dirawat dengan bronkiolitis karena RSV akan menderita mengi di kemudian hari. Peran virus respiratori pada mengi dijelaskan dengan kesamaan respons inflamasi yang ditunjukkan pada serangan asma dan infeksi virus. Pada anak dengan bronkiolitis mengi akan lebih sering terjadi dan berat berhubungan dengan peningkatan kadar antibodi IgE terhadap RSV dan virus parainfluenza. Hal tersebut akan meningkatkan pelepasan mediator
13

inflamasi. Selain itu juga virus RSV juga akan mengubah jalur saraf yang menyebabkan terjadinya hiperresponsif dari saluran nafas.(5) Pada pasien ini terdapat riwayat asma yang ditemukan pada ayah pasien dan Ayah kandung dari ibu pasien juga memiliki riwayat asma. Hal ini menunjukan bahwa pasien memiliki kemungkinan besar untuk terjadinya asma. Gambar 2. Alur Diagnosis Asma Anak5

Sesuai dengan alur diagnosis diatas pasien terdapat sebut dapat dikatakan mengalami penyakit asma dimana pasien datang dengan keluhan batuk dan mengi. Keluhan seperti ini telah dialami sebelumnya, sesak timbul akibat adanya ISPA, terdapat riwayat atopi dalam keluarga dan yang terpenting adalah keluhan sesak berkurang setelah pemberian bronkodilator.
14

Tabel 3. Penilaian Derajat Serangan Asma5

Serangan asma yang dialami pasien ini adalah serangann asma sedang hal ini disimpulkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu: pasien masih dapat mengucapkan penggalan kalimat, tidak detemukan tanda-tanda sianosis sentral, wheezing terdengar sepanjang exspirasi dan awal inspirasi, ditemukan adanya retraksi pada subkostal, interkostal, dan suprasternal, tanpa adanya pernafasan cuping hidung, ditemukan juga adanya takikardi dan takipneu pada pasien ini.

15

Tabel 4. Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Anak5


Parameter klinis Frekuensi serangan Lama serangan Asma Episodik Jarang < 1x / bulan < 1 minggu Asma Episodik Sering > 1x / bulan > 1 minggu Asma Persisten Sering Hampir sepanjang tahun, tdk ada remisi Biasanya berat Gejala siang dan malam Sangat terganggu Tidak pernah normal Perlu PEF/FEV1 < 60% Variabilitas > 50%

Intensitas serangan Di antara serangan Tidur dan aktivitas Pemeriksaan fisis diluar serangan Obat pengendali Uji faal paru (di luar serangan) Variabilitas faal paru

Biasanya ringan Tanpa gejala Tidak terganggu Normal (tidak ditemukan kelainan) Tidak perlu PEF/FEV1 > 80% Variabilitas > 15%

Biasanya sedang Sering ada gejala Sering terganggu Mungkin terganggu (ada kelainan) Perlu PEF/FEV1 60-80% Variabilitas > 30%

Asma yang dialami oleh pasien ini adalah asma dengan episodic jarang. Dimana keluhan sesak baru muncul dua kali dengan jarak 1 tahun dan hanya muncul saat keluhan batuk dan pilek muncul. Pasien dapat tertidur pulas dimalam hari dan aktifitas fisiknya tak terganggu. Pasien juga tidak memerlukan obat pengendali serangan asma. Pemeriksaan penunjang yang dilkukan pada pasien adalah pemeriksaan DL dan Thorax AP ujntuk menyingkirkan diferentnsial diagnosis lainnya yaitu peneumonia. Dari hasil DL didapatkan peningkatan WBC hal ini menunjukan adanya serangan infeksi yang dapat disebabkan oleh rinotonsilofaringitisnya dan kemungkinan adanya pneumonia. Dari pemeriksaan thorax foto didapatkan kesan cord an pulmo dalam batas normal, dimana tidak terdapat adanya infiltrat ataupun konsolidasi yang dapat mengkonfirmasi adanya pneumonia. Pada pasien ini diberikan terapi berupa IVFD D5 NS 14 tts/menit, Nebulizer ventolin 1 ampl encerkan 4 ml 2 X @ 10 menit, Dexametason 3 x 1 ampl IV, Aminophylin 75 ml dalam D5% 14 tts/menit, Parasetamol syrp 3 x 1 cth, Cefotaxim 3 x 400 mg, dan Ambroxol 3 x cth 1

16

Pemberian cairan pada pasien asma disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Cairan intravena diberikan bila pasien muntah dan tidak dapat minum, panas, distres nafas untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Pemilihan cairan D5 NS pada kasus dipertimbangkan sebagai cairan maintenance untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada pasien dengan distres nafas.3 Pada saat serangan obat yang digunakan adalah obat golongan bronkodilator. Yang sering digunakan 2 agonis yang dapat diberikan sendiri atau bersama-sama dengan ipratropium bromida. Pada serangan asma yang ringan obat inhalasi yang diberikan hanya 2 agonis saja meskipun ada juga yang menambahkan dengan ipratropium bromida. Schuch dalam penelitiannya mendapatkan bahwa dengan menggunakan 2 agonis saja dapat meningkatkan FEV1 dan menghilangkan gejala serangannya, sedangkan penambahan ipratropium bromida akan

meningkatkan FEV 1 yang lebih tinggi lagi. Pada serangan asma yang berat, PNAA menganjurkan pemberian 2 agonis bersama-sama dengan ipratropium bromida. Pada pasien ini diberikan nebulizer ventolin sebanyak 2 X dan dilanjutkan dengan pemberian nebulizer combivent keesokan harinya. Telah diketahui secara luas bahwa obat antiinflamasi yang sering digunakan adalah golongan steroid. Sebagai dasar pada asma adalah inflamasi, sehingga pengendalian dengan obat antiinflamasi sangat dianjurkan pada asma yang episodik sering dan persisten. Namun harus disadari penggunaan kortikosteroid jangka panjang bila diberikan peroral atau parenteral dapat mengganggu tumbuh kembang anak secara keseluruhan selain efek samping lain yang mungkin timbul seperti hipertensi dan moon-face. Untuk itu pemberian perinhalasi sangat dianjurkan. Jenis terapi inhalasi yang diberikan dapat disesuaikan dengan usia pasien, meskipun patokan ini tidak berlaku secara kaku5. Pada pasien diberikan steroid parenteral untuk menekan proses inflamasi. Pemberian ambroxol pada pasien merupakan terapi simtomatik. Ambroxol merupakan mukokinetik dan sekretolitik yang bertujuan untuk mengeluarkan lendir

17

yang kental dan lengket dari saluran pernapasan. Sedangkan dekstrometorfan adalah antitusif yang berfungsi untuk menekan batuk.5 Antibiotik diberikan apabila terdapat perubahan pada kondisi umum penderita, peningkatan leukosit atau pergeseran hitung jenis atau tersangka sepsis. Pemberian antibiotik secara rutin tidak menunjukkan pengaruh pada perjalanan asma. Namun infeksi virus yang dapat menjadi predisposisi terjadinya infeksi sekunder dapat menjadi alasan untuk memberikan antibiotika. Pada kasus, diberikan antibiotika berupa Cefotaxime 3 x 400 mg dengan pertimbangan adanya kenaikan jumlah leukosit pada pemeriksaan darah rutin. Sedangkan sub-bagian respirologi RSUP Sanglah menganjurkan pemberian antibiotik berupa Ampisilin 100 mg/kgBB/hari setiap 6 jam.2,3 Kriteria pulang pada asma adalah bila tidak diperlukan pemberian oksigen selama 10 jam terakhir (ditandai dengan saturasi oksigen menetap di atas 93% atau stabil selama 4 jam), retraksi dada minimal, mampu makan/minum dan perbaikan tanda klinis yang lain. Pada kasus, pasien dipulangkan dengan tanda klinis yang sudah mengalami perbaikan seperti tidak adanya lagi retraksi dan mampu makan serta minum kembali dengan baik dan tidak memakai oksigen.2

18

DAFTAR PUSTAKA 1. Kliegman, R. M. Berham, R. E. (2002), Nelson Essentials of Pediatrics, 4th ed, W. B. Saunders Company, Philadelphia 2. Kliegman, R. M. Jenson, H. B. Marcdante, K. J. Behrman, R. E. (2006), Nelson Essentials of Pediatrics, 5th ed, Elsevier Saunders, Philadelphia. 3. Judarwanto W : Asma Dan Manifestasi Ekstrapulmonal, didapat dari http://alergianak.bravehost.com (Akses : 19 Desember 2006). 4. 5. Soetjingsih. Ranuh IGN : Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta, 1995. Purniti, NPS. Subanada, IB. Asma. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Denpasar: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2011. Hlm 499 506.

19

Vous aimerez peut-être aussi