Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[1] Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.[2] Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.[3]
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Definisi 2 Syarat 3 Sumber 4 Budi pekerti 5 Karsa 6 Moral 7 Pembagian Akhlak o 7.1 Akhlak Baik (Al-Hamidah) 7.1.1 1. Jujur (Ash-Shidqu) 7.1.2 2. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi) 7.1.3 3. Malu (Al-Haya') 7.1.4 4. Rendah hati (At-Tawadlu') 7.1.5 5. Murah hati (Al-Hilmu) 7.1.6 6. Sabar (Ash-Shobr) o 7.2 Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah) 8 Ruang Lingkup Akhlak o 8.1 Akhlak pribadi o 8.2 Akhlak berkeluarga o 8.3 Akhlak bermasyarakat o 8.4 Akhlak bernegara o 8.5 Akhlak beragama 9 Referensi
[sunting] Definisi
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktuwaktu saja.[4] Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.[2] Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.[2] Dalam Encyclopedia Brittanica[5], akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.[2]
[sunting] Syarat
Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.[2] 1. Perbuatan yang baik atau buruk. 2. Kemampuan melakukan perbuatan. 3. Kesadaran akan perbuatan itu 4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk
[sunting] Sumber
Akhlak bersumber pada agama.[2] Peragai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[2] Pembentukan peragai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya.[2] Lingkungan yang paling kecil adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk. Secara terminologi akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[2] Para ahli seperti Al Gazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Peragai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[2]
harmonis hubungan antara keluarga.[2] Keharmonisan akan menimbulkan rasa nyaman dalam kalbu dan tentram dalam hati.[2] Perasaan hati itu sering disebut dengan nama hati kecil atau dengan nama lain yaitu suara kata hati, lebih umum lagi disebuut dengan nama hati nurani.[2] Suara hati selalu mendorong untuk berbuat baik yang bersifat keutamaan serta memperingatkan perbuatan yang buruk dan brusaha mencegah perbuatan yang bersifat buruk dan hina.[2] Setiap orang mempunyai suara hati, walaupun suara hati tersebut kadang-kadang berbeda. [6]. Hal ini disebabkan oleh perbedaan keyakinan, perbedaan pengalaman, perbedaan lingkungan, perbedaan pendidikan dan sebagainya. Namun mempunyai kesamaan, yaitu keinginan mencapai kebahagiaan dan keutamaan kebaikan yang tertinggi sebagai tujuan hidup.[2]
[sunting] Karsa
Dalam diri manusia itu sendiri memiliki karsa yang berhubungan dengan rasio dan rasa.[2] Karsa disebut dengan kemauan atau kehendak, hal ini tentunya berbeda dengan keinginan.[2] Keinginan lebih mendekati pada senang atau cinta yang kadang-kadang berlawanan antara satu keinginan dengan keinginan lainnya dari seseorang pada waktu yang sama, keinginan belum menuju pada pelaksanaan.[2] Kehendak atau kemauan adalah keinginan yang dipilih di antara keinginankeinginan yang banyak untuk dilaksanakan.[2] Adapun kehendak muncul melalui sebuah proses sebagai berikut[7]:
Ada stimulan kedalam panca indera Timbul keinginan-keinginan Timbul kebimbangan, proses memilih Menentukan pilihan kepada salah satu keinginan Keinginan yang dipilih menjadi salah satu kemauan, selanjutnya akan dilaksanakan.
Perbuatan yang dilaksanakan dengan kesadaran dan dengan kehendaklah yang disebut dengan perbuatan budi pekerti.[1]
[sunting] Moral
Moral, etika dan akhlak memiliki pengertian yang sangat berbeda. Moral berasal dari bahasa latinyaitu mos, yang berarti adat istiadat yang menjadi dasar untuk mengukur apakah perbuatan seseorang baik atau buruk [8]. Dapat dikatakan baik buruk suatu perbuatan secara moral, bersifat lokal. Sedangkan akhlak adalah tingkah laku baik, buruk, salah benar, penilaian ini dipandang dari sudut hukum yang ada di dalam ajaran agama. Perbedaan dengan etika, yakni Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Etika terdiri dari tiga pendekatan, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika [9]. Kaidah etika yang biasa dimunculkan dalam etika deskriptif adalah adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Sedangkan kaidah yang sering muncul dalam etika normatif, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma, serta hak dan kewajiban. Selanjutnya yang termasuk kaidah dalam metaetika adalah ucapan-ucapan yang dikatakan pada bidang moralitas. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa etika adalah ilmu, moral adalah ajaran, dan akhlak adalah tingkah laku manusia [10].
jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.[1]
[sunting] Referensi
^ a b c d e f g h i j k l m Ahmad A.K. Muda. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality Publisher. Hal 45-50 2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae Mubarak, Zakky, dkk. 2008. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi, Buku Ajar II, Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat. Depok: Lembaga Penerbit FE UI.Hlm. 20-39 3. ^ Rahmat Djanika, 1992:27 4. ^ Bertens, K. 2000. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 76 5. ^ Ensiklopedia Brittanica 6. ^ Robert C. Solomon. 1985. Introducing Philosophy: A Text with Reading, (third edition), New York: Hacourt Brace Jovanovich, Hlm. 65 7. ^ C.A, Van Peursen. 1980. Susunan Ilmu Pengetahuan J. Drost, Jakarta:Gramedia, Hlm. 109. 8. ^ Charles F. Andrain. Kehidupan Politik dan perubahan Sosial, (Terjemahan Luqman Hakim), Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.Hlm 69 9. ^ Anton Bakker. 1984. Metode-Metode Filsafat, Jakarta: Ghalia Indonesia.Hlm. 48 10. ^ Irving Copi. 1976. Introduction to Logic, New York: The Miridian Library.Hlm. 27
1.
Artikel ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.