Vous êtes sur la page 1sur 19

1 SMF Ilmu Penyakit Dalam

PRESENTASI KASUS I. IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Agama Alamat : Ny. Yanti Aryanti : 40 tahun : Perempuan : Islam : Lemah Wungkuk, Cirebon, Jawa Barat

II. ANAMNESIS ( 4 Agustus 2012 )

Keluhan Utama : Sesak nafas. Keluhan Tambahan : Mual, muntah, batuk berdahak. Keluhan Penyakit Sekarang : Seorang Perempuan berusia 40 tahun, datang ke IGD RSUD Gunung Jati pukul 05.00 WIB dengan keluhan utama sesak nafas diketahui sekitar 2 hari yang lalu hilang timbul. Os diberikan terapi nebulizer dan diberi Salbutamol dan Ambroksol oleh dokter jaga IGD RSUD Gunung Jati. Setelah diberikan terapi keluhan Os membaik dan Os pulang ke rumah. Namun pada siang hari keluhan kambuh kembali. Keluhan juga disertai dengan batuk berdahak berwarna putih sejak 3 hari dan juga keluhan disertai dengan mual dan muntah. Riwayat Penyakit Dahulu : Asthma dan Gatritis. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada kekuarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien
8

Laporan Kasus | Asma Bronkhial

2 SMF Ilmu Penyakit Dalam

III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum


1.

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang : Compos Mentis : - Tekanan darah : 110/80 mmHg - Frekuensi nadi : 120 x/ menit - Frekuensi napas : 40 x/ menit - Suhu : 36,7,0 C (suhu aksila) Vital Sign :

2.Kesadaran
3.

Pemeriksaan Khusus Kepala Mata Leher Thorax : Normocephal, rambut tidak mudah dicabut : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), injeksi silliar (-/-), reflex cahaya (+/+), pupil bulat isokor : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-), Pembesaran Thyroid (-). Massa (-), Deviasi trakea (-) : statis dan dinamis, Tidak ada kelainan kulit, tidak ada massa, tidak ada pelebaran vena, tidak ada sikatrik. Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris, Taktil fremitus kanan dan kiri simetris Perkusi : Sonor di kedua lapang paru Batas paru hati Batas paru lien Batas kanan jantung Batas kiri jantung : ICS 6 Linea Midclavicula Dextra Peranjakan paru (+) : ICS VII Linea Axila Anterior Sinistra : ICS V Linea sternalis dextra : ICS VI Linea Midklavikula sinistra Inspeksi : Bentuk thorak normal, thorak kanan dan kiri simetris pada keadaan

Batas pimggang jantung : ICS II Linea Parasternalis sinistra Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (+/+), Rhonki (+/+) Cor : Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi, tidak ada fibrasi Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Laporan Kasus | Asma Bronkhial 8

3 SMF Ilmu Penyakit Dalam

Abdomen

: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: datar, simetris, massa (-) : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-) hepar/ lien tak teraba membesar, undulasi (-) : timpani diseluruh kuadran abdomen, nyeri ketok (-) shifting dullnes (-) : Bising usus (+) normal : udem -/-, sianosis -/-

Ekstremitas : Akral hangat Atas Bawah: udem -/-, sianosis -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Darah GDS UREUM KREATININ SGOT SGPT WBC HGB PLT MCV MCH MCHC RDW MPV PDW RBC HCT PCT G2JPP Rontgen Thorax PA 04-08-2012 87 mg/dL 15,8 0,97 22 17 10,3 13,5 276 87 FL 28,5 pg 32,7 a/dL 13,3 q 7,2 m3 14,6 % 4,73 41,2 % .199 % 06-08-2012 107 mg/dL 24,9 0,98 14 19 11,0 12,3 29,2 pg 33,8 a/dL 11,7 % 7,6 m3 11,3 % 4,23 36,5 % 0,243 % 118

Laporan Kasus | Asma Bronkhial

4 SMF Ilmu Penyakit Dalam

Kesan: Corakan bronkovaskular tidak lebih dari 2/3 lapangan paru Sinus kostofrenikus lancip CTR < 50 % V. DIAGNOSIS KERJA Asma Bronkhial VI. PENATALAKSANAAN 1. IVFD D5% 16 gtt/menit 2. O2 3L/menit 3. Ventolin nebulizer 3x1
4. Ranitidin 2x1 amp 5. Dexametasone 3x1 amp

6. Aminophilin 2x1 amp VII. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad fungtionam PEMERIKSAAN HARIAN
Laporan Kasus | Asma Bronkhial

: ad bonam : ad bonam

5 SMF Ilmu Penyakit Dalam

Tanggal

Hasil Pemeriksaan

Instruksi Pengobatan

05/08/2012 Keluhan utama : Sesak napas Keluhan tambahan : Batuk berdahak Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg N : 80 kali/menit RR : 24 kali/menit Suhu: 35,3 0C Kesadaran : ComposMentis Mata : CA -/- SI -/Leher : dalam batas normal Thorax : Pulmo VBS +/+ Rh +/+ Wh +/+ Cor BJ I/II reguler G ( - ) M ( - ) Abdomen: Bising Usus (+ ) Asites (-) NT/ NL/NK: -/-/Ekstremitas : Akral dingin E ( - ) S ( - ) 06/08/2012 Keluhan utama : batuk berdahak Keluhan tambahan : Sesak napas 1 kali pada pagi hari Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg N : 84 kali/menit RR : 28 kali/menit Suhu: 36,2 0C Kesadaran : ComposMentis Mata : CA -/- SI -/Leher : dalam batas normal Thorax : VBS +/+ basal) Wh -/BJ I/II reguler G ( - ) M ( - ) Abdomen : Bising Usus (+) Asites (-)
Laporan Kasus | Asma Bronkhial

IVFD Dekstrose 5% 16 gtt/mnt Medikamentosa: Ventolin nebulizer 3x1 Ranitidin 2x1 Dexametasone 3x1 Aminophilin 2x

RL + Aminophilin Ventolin nebulizer 3x1 Ranitidin 2x1 Dexamethasone 3x1 (pada bagian Ambroksol 3x1 BTA sputum (-) Ro thorak (-)
8

Rh +/-

6 SMF Ilmu Penyakit Dalam

NT/NL/NK: -/-/Ekstremitas : E ( - ) S ( - ) 07/08/2012 Keluhan utama : batuk berdahak Keluhan tambahan : sesak nafas terakhir pukul 19.00 wib Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg N : 76 kali/menit RR : 20 kali/menit Suhu: 35,4 0C Kesadaran : ComposMentis Mata : CA -/- SI -/Leher : dalam batas normal Thorax : VBS +/+ Rh +/+ Wh +/+ BJ I/II reguler G ( - ) M ( - ) Abdomen : Bising Usus (+) Asites (-) NT/NL/NK: -/-/Ekstremitas : Akral hangat E ( - ) S ( - ) 08/08/2012 Keluhan utama : Sesak napas terakhir pkl 18.00 wib kemarin Keluhan berkurang Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg N : 80 kali/menit RR : 24 kali/menit Suhu: 36 0C Kesadaran : ComposMentis Mata : CA -/- SI -/Leher : dalam batas normal Thorax : VBS +/+ Rh +/+ Wh -/BJ I/II reguler G ( - ) M ( - ) Abdomen : Bising Usus (+)
Laporan Kasus | Asma Bronkhial 8

Terapi lanjutkan

tambahan

Batuk

berdahak

Terapi lanjutkan

7 SMF Ilmu Penyakit Dalam

Asites (-) NT/NL/NK: -/-/Ekstremitas : Akral hangat E ( - ) S ( - )

DISKUSI Dari anamnesis yang dilakukan kepada pasien didapatkan keluhan berupa sesak napas dan batuk berdahak. Pasien mengaku mempunyai riwayat penyakit asma dan gastritis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital pasien yaitu; TD=110/80 mmHg, RR=40 x/menit, N =120x/menit, suhu=36,7 oC. Pada pemeriksaan perkusi jantung didapatkan dalam batas normal dengan batas kiri jantung di ICS 6 linea mid-klavikula sinistra, batas kanan jantung di ICS 5 linea sternalis dextra, batas pinggang jantung di ICS 2 linea parasternal sinistra. Pada pemeriksaan auskultasi jantung terdengar BJ I/II reguler, tidak terdengar bunyi tambahan jantung. Pada pemeriksaan auskultasi terdengar bunyi rhonki halus saat inspirasi
Laporan Kasus | Asma Bronkhial 8

8 SMF Ilmu Penyakit Dalam

hampir di seluruh lapang paru dan terdengar bunyi whezzing pada saat ekspirasi. Pada perkusi abdomen terdengar timpani di seluruh kuadran dengan shifting dullness (-) dan undulasi (-). Tidak terdapat nyeri tekan pada epigastrium dan tidak terdapat nyeri lepas dan nyeri ketok di seluruh kuadran. Tidak terdapat edema pada kedua ekstremitas inferior. Dari pemeriksaan penunjang darah rutin dan kimia darah, dalam rentang normal. Gambaran foto thoraks normal. Dari anamnesis, PF, dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosis kerja mengarah pada: 1. 2. Asma bronkial Bronkitis kronis

Berdasarkan anamnesis (gejala klinis,faktor resiko, dan riwayat penyakit dahulu), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini didiagnosis dengan Asma bronkial karena pasien mengeluh adanya sesak napas dan batuk berdahak disertai dengan bunyi whezzing dan rhonki pada kedua paru.

Laporan Kasus | Asma Bronkhial

9 SMF Ilmu Penyakit Dalam

ASMA BRONKIAL I. PENDAHULUAN Istilah asma telah dikenal sejak lama, literatur ilmiah dari berbagai negara telah cukup menjelaskan tentang asma tetapi meskipun demikian para ahli masih belum sepakat definisi tentang asma itu sendiri. literatur tertua menyatakan bahawa kata asma berasal dari Azo atau azein yang berarti bernafas dengan sulit. Hippocrates juga menyatakan bahwa terjadinya dypsnea berkorelasi dengan meningkatnya umur. Definisi asma yang saat ini banyak dipakai di indonesia yaitu Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik : 1. Obtruksi saluran nafas yang bersifat reversible baik secara spontan maunpun secara farmakologis. 2. Inflamasi saluran pernafasan bersifat kronis 3. peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan. Karakteristik ini menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma seperti batuk, mengi dan sesak nafas. Obstruksi saluran nafas ini berlangsung secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap selama pengobatan, pada suatu ketika dapat pula menjada akut atau mendadak sehingga menimbulkan kesulitan bernafas. Berat ringannya obstruksi saluran nafas tergantung pada diameter lumen saluran nafas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Hipotesis dianggap akibat peningkatan respon terhadap berbagai rangsang didasari oleh inflamasi saluran pernafasan. Status asmatikus adalah episode serangan asma yang tidak membaik dengan terapi bronkodilator. II. EPIDEMIOLOGI Insiden terjadinya asma dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada negara maju seperti Amerika dan Inggris insiden terjadinya asma adalah 5 % dari populasi, ini merupakan jumlah yang cukup banyak. Untuk kanada, Australia dan Spanyol, kunjungan pasien dengan asma bronkiale meliputi 1-12%9. Jumlah ini tidak mutlak karena tiap negara mempunyai
Laporan Kasus | Asma Bronkhial 8

10 SMF Ilmu Penyakit Dalam

karakteristik multi faktor yang tidak sama sehingga insiden terjadinya asma pun menjadi berbeda. Untuk indonesia antara 5 s/d 7 %. Perbandingan antara anak perempuan dan anak laki-laki 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan ini sama dan pada fase menopause perbandingan antara perempuan dan laki-laki relatif tidak jauh berbeda saat anak. Prevalensi terjadinya asma lebih banyak pada anak kecil dari pada orang dewasa. III. PATOGENESIS Patogenesis dan etiologi dari asma masih belum banyak diketahui dengan pasti tetapi beberapa literatur mencoba menawarkan hipotesis yang mungkin dapat menjelaskan terjadinya asma. Dasar hipotesis yang berkembang saat ini adalah mekanisme inflamasi dan mekanisme respon saluran pernafasan yang berlebihan. 1. Asma sebagai reaksi inflamasi Asma sebagai penyakit inflamasi saluran pernafasan. Proses inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi), rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensoris), dan functio laesa (fungsi yang terganggu) serta adanya tanda infiltrasi sel radang. Keenam hal ini dijumpai pada seluruh jenis asma tanpa membedakan alergenik ataukah non alergenik. Pada ketua tipe besar dari asma baik alergenik dan non alergenik dijumpai adanya inflamasi dan hiperreaktivitas saluran nafas. Mekanisme terjadinya terbagi menjadi 2 jalur utama yaitu. 1. Jalur imunologi yang didominasi oleh IgE dan jalur syaraf otonom. Pada jalur ini masuknya alergen akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cell) untuk selanjutnya hasilnya akan disampaikan pada sel Th (T helper cells). Sel T helper inilah yang memberikan stimulus untuk melalaui interleukin dan sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel radang lain seperti sel mastosit, makrofag. Stimulus juga diberikan pada sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit dan limfosit untuk mengeluarkan mediator radang seperti histamin, prostaglandin, leukotrin, Platelets activating factor, bradikinin, tromboxan, dan lainnya. Mediator-mediator ini mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran nafas, infiltrasi sel vaskular, sekresi mukus, sehingga menyebabkan hiperreaktivitas saluran nafas.
8

Laporan Kasus | Asma Bronkhial

11 SMF Ilmu Penyakit Dalam

2. Jalur non alergenik juga merangsang sistem saraf autonom sehingga terjadi inflamasi 2. Hiperreaktifitas saluran nafas Pada penderita asma saluran pernafasan sangat peka terhadap rangsangan berupa bahan iritan, zat kimia, dan kegiatan fisik. Pada jenis asma alergenik kepekaan terhadap bahan yang spesifik cukup terlihat. Hal yang menyebabkan hipereaktivitas saluran nafas adalah : a. Inflamasi saluran nafas Sel-sel inflamasi dan mediator radang berkaitan erat dengan terjadinya asma. Hipotesis ini didukung pada pemberian anti inflamasi dapat menurunkan gejala asma dan menurunkan reaksi hipersensitivitas. b. Kerusakan epitel Reaksi inflamasi menghasilkan struktur epitel yang mengalami kerusakan dari yang ringan sampai yang berat sehingga meningkatkan penetrasi sel alergen yang mengakibatkan iritasi pada sistem saraf autonom sehingga ujung saraf mudah terangsang. c. Mekanisme neurologis Pada penderita asma terjadi peningkatan respon saraf parasimpatis. d. Gangguan intrinsik Otot polos saluran nafasdan hipertrofi diduga berperan dalam hiperreaktivitas saluran nafas. e. Obstruksi saluran nafas Meskipun bukan faktor yang utama, obstruksi saluran nafas diduga berperan dalam hipereaktivitas saluran nafas

Laporan Kasus | Asma Bronkhial

12 SMF Ilmu Penyakit Dalam

MEDIATOR KIMIA PADA ASMA Mediator Primer Histamin Efek Kontraksi otot polos bronkial Induksi permeabilitas vaskular Serotonin (5-hydroxytryptamine) Basofil kallikrein dari anafilaksis Mediator sekunder Leukotrienes (LT) Prostaglandin (PG) Stimulasi reseptor iritan Bronkhokonstriksi Memicu formasi kinin Efek LTC4, LTD4, LTE4 (SRS-A) bronkhokonstriksi PGD2, PGF2 alfa, efek bronkokonstriksi PGE2, PGE1, PGI1, bronkodilator Tromboxan A2 Platelet activating factors IV. PATOFISIOLOGI Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi dari spasme otot bronkus, sumbat mukosa, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama periode ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas pada fase tersebut. Sehingga udara pada distal terperangkap dan tak dapat di ekspirasikan, kemudian terjadi peningkatan volume residu, kapasaitas residu fungsional dan penderita akan bernafas dengan volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan ini kita sebut dengan hiperinflasi yang bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaran gas dapat terjadi, hiperinflasi memerlukan bantuan otot bantu pernafasan. Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata pada seluruh lapangan paru, ada daerah paru yang hipoventilasi sehingga mengalami hipoksia. Ditandai dengan penurunan PaO2 merupakan kelainan yang bersifat subklinis pada asma. Untuk mengatasi kejadian ini tubuh berusaha mengkompensasi dengan meningkatkan ventilasi sehingga terjadi hiperventilasi. Akibat dari hiperventilasi terjadi pengeluaran CO2 yang berlebihan sehingga PaCO2 menurun akhirnya terjadilah apa yang disebut dengan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang akut terjadi hipersekresi mukus sehingga menutup alveolus dan media pertukaran gas menjadi lebih sedikit. Hipoksia semakin berat dirasakan dan tubuh berusaha mengkompensasi dengan menambah kapasitas hiperventilasinya yang terjadi adalah peningkatan produksi CO2 tetapi terjadi keadaan hipoventilasi sehingga retensi CO2 menyebabkan kadar CO2 menjadi tinggi (hiperkapnia) dan kemudian asidosis respiratorik
Laporan Kasus | Asma Bronkhial 8

PGD2 meningkatkan produksi mukus Bronkhokonstriksi Bronkhokonstriksi

13 SMF Ilmu Penyakit Dalam

menyusul kemudian. Hipoksia yang berlangsung lama akan menuju terjadinya asidosis metabolik dan terjadi shunting yaitu peredaran darah paru tanpa melalui sistem pertukaran gas yang baik dan keadaan-keadaan ini memperburuk hiperkapnia yang telah ada. V. KLASIFIKASI Asma mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan yang lain. Karakteristik ini tergantung pada etiologi dari asma itu sendiri. Dahulu asma dibagi dalam 2 hal besar yaitu asma alergenik atau asma intrinsik dan asma non alergenik atau non alergi. Asma yang bersifat alergenik pada umumnya dijumpai pada anak-anak mekanisme yang menjelaskan adalah reaksi immunologi berupa hipersensitivitas terhadap alergen, sedangkan non alergenik umumnya terjadi pada orang dewasa. Saat ini kedua klasifikasi tidak lagi dipakai karena pada beberapa pasien dapat datang berobat dengan ke-2 jenis asma sehingga perlu ada klasifikasi yang lebih spesific untuk menjelaskan tentang asma. Kesepakatan para ahli membagi kedalam 6 kategori berdasarkan etiologi dari asma itu sendiri yaitu : 1. Asma ekstrinsik atopik 2. Asma ekstrinsik non atopik 3. Asma kriptogenik 4. Asma karena kegiatan jasmani 5. Asma yang berkaitan dengan penyakit bronko pulmonar 6. dan lain lain. Sedangkan berdasarkan tingkat kegawatan asma terbagi dalam : 1. Asma ringan 2. Asma sedang 3. Asma berat 4. Asma pada kehamilan

VI. GEJALA KLINIK Gambaran asma secara klasik adalah episodik batuk, mengi dan sesak nafas. Pada periode awal gejala sering tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma tipe alergenik sering disertai
Laporan Kasus | Asma Bronkhial

14 SMF Ilmu Penyakit Dalam

bersin-bersin dan pilek. Walaupun awalnya batuk tanpa sekret dalam perjalanannya terjadi sekret yang berwarna mukoid sampai dengan purulen. Pada sebagian penderita gejala klinis hanya batuk tanpa disertai mengi atau dikenal dengan cough variant asthma bila hal ini muncul maka konfirmasi dengan pemeriksaan spirometri dan lakukan bronkodilator tes atau uji provokasi bronkus dengan metakolin. Pada asma alergenik sering tidak jelas adanya hubungan antara paparan alergen dengan gejala asma yang timbul. Terlebih pada penderita yang memberikan respon terhadap pencetus non alergenik sperti faktor cuaca, asap rokok ataupun infeksi saluran pernafasan atas. Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa dijumpai adanya keluhan batuk, sesak, mengi dan rasa tidak enak pada dada. Terdapat riwayat alergi dalam keluarga ataupun pada diri penderita sendiri seperti rinitis alergi, dermatitis alergi. Gejala asma sering timbul pada malam hari tetapi dapat muncul pada setiap waktu tergantung pada ada tidaknya faktor pencetus. Faktor pencetus pada asma antara lain : a. Infeksi virus pada saluran pernafasan atas. b. Paparan alergen tertentu c. Paparan terhadap bahan iritan seperti asap rokok, dan minyak wangi. d. Kegiatan jasmani seperti lari yang melelahkan e. Emosional f. Obat-obatan tertentu seperti aspirin, beta bloker, dan anti inlamasi non steroid g. Lingkungan kerja h. Polusi udara i. Pengawet makanan seperti sulfit. j. Lainnya seperti kehamilan dan sinusitis. Hal yang membedakan antara asma dan penyakit paru lainnya adalah pada saat serangan asma dapat hilang dengan ataupun tanpa obat-obatan. VII. PEMERIKSAAN FISIK Perhatian pertama adalah pada keadaan umum pasien, pasien dengan kondisi yang sangat berat akan duduk tegak. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan ; 1. penggunaan otot-otot bantu pernafasan 2. Frekuensi nafas > 30 kali per menit 3. Takikardia > 120 x/menit
Laporan Kasus | Asma Bronkhial 8

15 SMF Ilmu Penyakit Dalam

4. Pulsus Parokdoksus >12 mmHg 5. wheezing ekspiratoar

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Spirometri Cara yang sederhana adalah uji bronkodilator nebulizer golongan adrenerjek beta. Uji ini dilakukan menggunakan spirometri sebelum dan sesudah penggunaan bronkhodilator, bila didapatkan peningkatan VEP1 atau KVP lebih dari 20% maka didiagnosis sebagai asma, tetapi bila tidak memenuhi kriteria ini diagnosis asma belum tentu gugur memerlukan tes konfirmasi yang lain. Pemeriksaan menggunakan spirometri selain menegakkan diagnosis juga dapat menilai derajat obstruksi yang ada dan efek pengobatan yang telah dilakukan. b. Uji provokasi bronkhus Tes ini jarang dilakukan di indonesia. Tes ini untuk memprovokasi bronkus agar efek asma bisa dibaca, tes ini menggunakan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik. Bila terjadi penurunan VEP1 sebesar 20% maka dianggap bermakna. Uji jasmani dilakukan dengan meminta penderita berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80 sd 90 % kemudian dievaluasi. Jika terjadi penurunan arus puncak ekspirasi minimal 10% maka dapat dinyatakan positip. c. Pemeriksaan sputum Sputum eosinofil merupakan ciri dari asma, menggunakan kristal Charcot-leyden, dan spiral Curschmann.
8

Laporan Kasus | Asma Bronkhial

16 SMF Ilmu Penyakit Dalam

d. Pemeriksaan eosinofil total Pada pemeriksaan darah dijumpai kadar eosinofil yang tinggi. e. Uji kulit Tujuannya untuk menunjukkan antibodi spesifik dalam tubuh. f. Pemeriksaan kadar IgE total dan kadar IgE sputum Tujuan pemeriksaan ini untuk menyokong dugaan atopi pada penderita. g. Foto dada Pemeriksaan foto thorak untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran nafas yang lain seperti pneumothorax, pneumomediatinum, atelektasis dan lainnya. Pemeriksaan Thorax foto umum dilakukan dengan indikasi kecurigaan adanya pneumoni atau pasien asma yang setelah 6-12 jam dilakukan pengobatan intensif tidak membaik. h. Monitor Irama Jantung Pemeriksaan EKG tidak dilakukan secara rutin pada pasien asma, EKG dilakukan apabila terdapat kemungkinan diagnosa banding Asma Cardiale ataupun gawat jantung lain yang kemungkinan menyertai Asma umumnya dilakukan pada penderita lansia dan atau umur 45 tahun. i. Analisa gas darah Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila kita mencurigai adanya gangguan asam basa dalam tubuh. Gangguan asam basa dicurigai pada asma yang berat atau SpO2 tidak membaik >90%.
8

Laporan Kasus | Asma Bronkhial

17 SMF Ilmu Penyakit Dalam

IX. DIAGNOSIS BANDING a. Bronkitis kronik b. Emfisema paru c. Gagal jantung kiri d. Emboli paru X. PENATALAKSANAAN Berdasarkan patogenesis terjadinya asma maka pengobatan memakai perspektif yang berbeda yaitu : a. Mencegah ikatan alergen-IgE Minghindari paparan alergen Hiposensitisasi dengan menyuntikkan alergen dengan dosis tertentu sehinnga tubuh memproduksi IgG (Blocking antibodi) sehihingga mencegah ikatan alergen dengan Ig E pada sel mast. b. Mencegah pelepasan mediator radang Natrium kromolin sering digunakan dengan tujuan mencegah spasme bronkus yang dicentuskan alergen. Fungsi kromolin adalah stabilisasi membran sel mast digunakan untuk terapi profilaksis. c. Melebarkan saluran nafas dengan bronkodilator Simpatomimetik a) Agonis beta 2 (salbutamol), terbutalin, fenoterol, prokaterol merupakan obat pilihan yang diberikan secara inhaler. b) Efinefrin dapat digunakan pada serangan asma berat sebagai pengganti beta 2 agonis Aminofilin Derivat Xantin yang dipakai pada serangan asma akut mempunyai efek bronkodilator. Kortikosteroid
8

Laporan Kasus | Asma Bronkhial

18 SMF Ilmu Penyakit Dalam

Bukan termasuk bronkodilator tetapi berperan dalam mekanisme patofisiologi asma. Anticholinergik Ipatropin Bromida dipakai sebagai suplemen beta 2 agonis. d. Mengurangi respon dengan jalan meredam inflamasi saluran nafas. Kesimpulan histopatologis para ahli membuktikan bahwa terdapat proses infiltrasi sel radang dan mediator sehingga memerlukan peredam menggunakan Natrium kromolin dan kortikosteroid.

Laporan Kasus | Asma Bronkhial

19 SMF Ilmu Penyakit Dalam

DAFTAR PUSTAKA 1. Frances K. Widmann, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, hal. 25, EGC, 1994. 2. William F. Ganong, MD, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 14, hal 487, EGC, 1995. 3. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Buku I, Edisi 4, lal 231, 244, 245, EGC, 1995. 4. Guyton, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 7, Bagian II, hal 154, 216, EGC, 1994. 5. Dr. H. Trabani Rab, Ilmu Penyakit Paru, hal 171, 175, Hipokrates, 1996.

6. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson.1994. Patofisiologi konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 4.Jakarta: EGC.

7. Kumar, Abbas, Fausto. 2005. Robin and Cotran Pathologic Basics of Disease 7th

Edition : Elseiver Saunders

8. Kasper Dennis L. et.al. 2004. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition:

McGraw-Hill Professional

Laporan Kasus | Asma Bronkhial

Vous aimerez peut-être aussi