Vous êtes sur la page 1sur 28

LAPORAN INDIVIDU Project Based Learning (PJBL) ANTENATAL BLEEDING Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah blok

Reproduksi

Disusun Oleh: Yunike Anggi Kalista 0910723041

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012 PLASENTA PREVIA Definisi Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah u terus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah u terus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000). Menurut Prawiroharjo (1992), plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan ja lan lahir (prae = di depan ; vias = jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa i alah plasenta yang implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi sel uruh atau sebagian ostium internum. Menurut Cunningham (2006), plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagi an bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan s aat pembentukan segmen bawah rahim. Klasifikasi Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu : 1. Plasenta previa totalis : seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasent a 2. Plasenta previa lateralis/parsialis : sebagian pembukaan jalan lahir ter tutup plasenta 3. Plasenta previa marginalis : pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan 4. Plasenta letak rendah : plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawa h uterus, tapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta ber ada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba p ada pembukaan jalan lahir. Karena klasifikasi tidak didasarkan pada keadaan anat omik melainkan fisiologis, maka klasifikasi akan berubah setiap waktu. Epidemiologi Placenta Previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamil an tunggal. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berk isar 1,7 sampai dengan 2,9%. Di Negara maju insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan USG dalam obstetric yang memungkinkan deteksi lebih dini, i nsiden plasenta previa bisa lebih tinggi. Plasenta Previa terjadi kira-kira 1 di antara 200 persalinan. Di Rumah sakit Cipto Mangunkusumoi, terjadi 37 kasus Plas enta Previa diantara 4781 persalinan yang terdaftar atau kira-kira 1 diantara 12 5 persalinan terdaftar. (Bagian obstetric dan ginekologi FK UnPad)

Patofisiologi Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau beker ja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakiba t fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya, apalag i kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak d apat diikuti oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat ini dimul ai terjadi perdarahan darah berwarna merah segar. Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta da ri dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak mampuan serabu t otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak seb agai serabut otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini perdarahan terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan m ulai. ( Wiknjosostro, 1999 : 368 )

Etiologi dan Faktor Resiko Penyebab pasti dari plasenta previa belum diketahui sampai saat ini. Tetapi berk urangnya vaskularisasi pada segmen bawah rahim karena bekas luka operasi uterus, kehamilan molar, atau tumor yang menyebabkan implantasi placenta jadi lebih ren dah merupakan sebuah teori tentang penyebab plasenta previa. Selain itu, kehamil an multiple / lebih dari satu yang memerlukan permukaan yang lebih besar untuk i mplantasi placenta mungkin juga menjadi salah satu penyebab terjadinya placenta previa. Dan juga pembuluh darah yang sebelumnya mengalami perubahan yang mungkin mengurangi suplai darah pada daerah itu, faktor predisposisi itu untuk implanta si rendah pada kehamilan berikutnya. Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah m encakup: 1. Perdarahan (hemorrhaging) 2. Usia lebih dari 35 tahun 3. Multiparitas 4. Pengobatan infertilitas 5. Multiple gestation 6. Erythroblastosis 7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya

8. 9. 10. 11.

Keguguran berulang Status sosial ekonomi yang rendah Jarak antar kehamilan yang pendek Merokok

Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mengakiba tkan terjadinya plasenta previa adalah: 1. Melebarnya pertumbuhan plasenta: Kehamilan kembar (gamelli) Tumbuh kembang plasenta tipis 2. Kurang suburnya endometrium: Malnutrisi ibu hamil Melebarnya plasenta karena gamelli Bekas seksio sesarea Sering dijumpai pada grandemultipara. 3. Terlambat implantasi: Endometrium fundus kurang subur Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang si ap untuk nidasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Manifestasi klinis Perdarahan tanpa nyeri Perdarahan berulang Warna perdarahan merah segar Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah Waktu terjadinya saat hamil His biasanya tidak ada Rasa tidak tegang saat palpas DJJ terdengar Teraba jaringan plasenta dalam vagina Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul Presentase abnormal

Sedangkan Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya ada lah: 1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang 2. Darah biasanya berwarna merah segar 3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas 4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin 5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fata l, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak. Pemeriksaan Diagnostik USG (Ultrasonographi) Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapis i cervik tidak biasa diungkapkan Sinar X Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh jani n. Pemeriksaan laboratorium Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal Pengkajian vaginal Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika mem ungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesudah 34 minggu). Pem eriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Doubl e setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi de ngan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar. Isotop Scanning Atau lokasi penempatan placenta

Amniocentesis Jika 35 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untu k menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadir an phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomend asikan jika paru-paru fetal sudah mature. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan pada kasus plasenta previa terbagi menjadi dua bagian yakni: 1. Penatalaksanaan Konservatif, bila: Kehamilan kurang dari 37 minggu Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb dalam batas normal) Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (menempu perjalanan tidak lebih dari 15 menit) Perawatan konservatif dapat berupa: Istirahat Memberikan hematilik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia Memberikan anti biotik bila ada indikasi Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit Bila selama tiga hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan pengawasan kons erpatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ad a perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama. 2. Penanganan aktif, bila: Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan Umur kehamilan 37 minggu atau lebih Anak mati Penanganan aktif dapat berupa: Persalinan per vaginam Persalinan per abdominal Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pemeriksaan dalam didapatkan: a. Plasenta previa marginalis b. Plasenta previa letak rendah c. Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan servik sudah ma tang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan dan hanya s edikit perdarahan maka lakukan amniotomi dan drips oksitosin pada partus per vag inam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi p erdarahan banyak, lakukan sectio caesarea. ASKEP 1. Pengkajian Pengkajian fisik memberikan data yang sangat bernilai sebagai dasar asuhan keper awatan. Pemeriksaan tersebut meliputi inspeksi, auskultasi dan palpasi. Pemeriks aan fisik mungkin akan dilakukan oleh salah satu orang atau lebih dan harus dise suaikan kemajuan persalinan. Hal tersebut meliputi evaluasi, tanda-tanda vital, kontraksi, pemeriksaan. Pengkajian dilakukan meliputi : Data dasar Identifikasi klien Riwayat kehamilan dan persalinan lalu klien tidak pernah mengalami opera si seksio Riwayat kesehatan sekarang: a. Keluhan utama: keluhan nyeri karena masa pembedahan, peningkatan kebutuh an istirahat, tidur dan penyembuhan (sedjo Winarso Marjono, 1998) b. Riwayat persalinan: kegagalan untuk melanjutkan persalinan, presentase b okong dan letak lintang

a. No

Riwayat kehamilan Anak Ke Jenis Keluhan

Tri Bulan I, Ii, Iii (Aterm,Prematur, Dll)

Kehamilan Berakhir

b. Riwayat persalinan Riwayat persalinan Anak ke Cara melahirkan Ditolong oleh

: Tanggal lahir, BBL, Jenis Kelamin, AS

c. Riwayat psikologis: tingkat kesehatan, gembira, respon keluarga terhadap kelahiran (Doenges, 1999) Pemeriksaan fisik Tanda-tanda vital, karakter lochea, fundus uteri, payudara, abdomen (keadaan luk a insisi), kandung kencing, kebersihan diri dan genital Pemeriksaan penunjang Test laboratorium: Jumlah darah lengkap terutama hemoglobin dan hematokr it (Doenges, 2001) Pelvimetri rontgen (Wiknjosastro, 1994) Diagnosa Keperawatan 1. Diagnosa Keperawatan : Penurunan cardiac output yang berhubungan dengan perdarahan dalam jumlah berlebih Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam penurunan cardiak output t idak terjadi atau teratasi Kriteria Hasil : volume darah intra vaskuler dan cardiac output dapat diperbaiki sampai nadi, TD, nilai Hemodinamik, serta nilai laboratorium menunjukkan tanda normal. Intervensi : a. Kaji dan catat TTV, TD, serta jumlah perdarahan Rasional : pengkajian yang akurat mengenai status hemodinamik merupakan dasar un tuk perencanaan, intervensi, evaluasi b. Bantu Pemberian pelayanan kesehatan atau mulai sarankan terapi cairan IV atau terapi transfusi darah sesuai kebutuhan Rasional : memperbaiki volume vaskular membutuhkan terapi IV dan intervensi farm akologi. Kehilangan volume darah harus diperbaiki untuk mencegah komplikasi sepe rti infeksi, gangguan janin dan gangguan vital ibu hamil. 2. Diagnosa Keperawatan : Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya penget ahuan mengenai efek perdarahan dan menejemennya Tujuan : Ansietas dapat berkurang setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam Kriteria hasil : pasangan dapat mengungkapkan harapannya dengan katakata tentang manajemen yang sudah direncanakan, sehingga dapat mengurangi kecemasan pasangan . Intervensi : a. Terapi bersama pasangan dan menyatakan perasaan .

Rasional : kehadiran perawat dan pemahaman secara empati merupakan alat terapi y ang potensial untuk mempersiapkan pasangan untuk menanggulangi situasi yang tida k diharapkan b. Menentukan tingkat pemahaman pasangan tentang situasi dan manajemen yang sudah direncanakan. Rasional : hal yang diberikan perawat akan memperkuat penjelasan dokter dan untu k memberitahu dokter jika ada penjelasan yang penting c. Berikan pasangan informasi tentang menajemen yang sudah direncanakan. Rasional : pendidikan pasien yang diberikan merupakan cara yang efektif mencegah dan menurunkan rasa cemas. Pengetahuan akan mengurangi ketakutan akan hal-hal y ang tidak diketahui SOLUSIO PLASENTA Definisi Solusio plasenta disebut juga sebagai abruptio plasenta atau ablatio plasenta ad alah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri sebelum janin l ahir. Biasanya terjadi pada triwulan ketiga walaupun dapat pula terjadi setiap d alam kehamilan. Apabila terjadi sebelum 20 minggu mungkin akan didiagnosis denga n abortus imminens. Plasenta dapat terlepas seluruhnya disebut solusio plasenta totalis, sebagian disebut solusio plasenta parsialis, atau hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang sering disebut ruptur sinus marginalis. Epidemiologi Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 di antara 50 persalinan. Di rumah sakit Dr. Gipto Mangunkusumo antara tahun 1968-1971 Solusio plasenta terjadi pada kira-ki ra 2,1 % dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14 % Solusio plasenta sedang , dan dan 86% Solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang di diagnosi s, mungkin karena penderita selalu terlambat datang ke rumah sakit; atau tanda-t anda dan gejalanya terlampau ringan, sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya. Patofisiologi Solusio placenta dimulai dengan perdarahan dalam desidua basalis, kemudian terja di hematom dalam desidua yang mengangkat lapisan-lapisan di atasnya. Hematom ini makin lama makin besar sehingga placenta terdesak dan akhirnya terlepas. Jika p erdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan placenta, belum mengganggu peredaran darah antara uterus dan placenta, sehingga tanda dan gejalanya pun tidak jelas. Setelah placenta lahir baru didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang teregang oleh kehamilan itu tak mampu untuk berkontraksi lebih untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan ak hirnya seluruh placenta akan terlepas. Sebagian akan menyelundup di bawah selapu t ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kanton g ketuban, atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut otot uterus. Bila ekst ravasasi berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan berbercak ungu at au biru, disebut uterus couvelaire. Uterus seperti ini sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak rombop lastin akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intra vaskuler dimana-mana, menyebabkan sebagian besar persediaan fibrinogen habis. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah p ada uterus maupun alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat n ekrosis tubuli ginjal mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekr osis korteks ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal. Nasib janin tergantu ng dari luasnya placenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terl epas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang lep as, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatakan gawat janin. Waktu adalah hal yang sangat menentukan dalam beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio placenta s ampai persalinan selesai, makin hebat komplikasinya.

Etiologi dan Factor resiko Penyebab utama dari solusio plasenta belum diketahui secara pasti. Meskipun demi kian, beberapa hal yang termasuk dibawah ini diduga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh antara lain : Hipertensi esensial atau preeklampsi, pada penelitian di parkland, ditemukan bah wa terdapat hipertensi pada separuh kasus plasenta berat, dan separuh dari wanit a yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hiperte nsi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terjadi solusio plasenta cenderung ber hubungan dengan adanya hipertensi pada ibu. Faktor trauma, trauma pada perut adalah faktor resiko mayor untuk solusio plasen ta. Trauma dapat berkaitan dengan kekerasan rumah tangga dan kecelakaan kendaraa n bermotor. Faktor usia Ibu, makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. Kebiasaan merokok, Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus Solusio plasenta sampai dengan 25%. Ini dapat diterangkan pada Ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter menjadi luas dan beberapa abnormalitas pada mik rosirkulasinya. Riwayat Solusio plasenta sebelumnya, hal yang sangat penting dan menentukan prog nosis Ibu dengan riwayat Solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadi an ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya. Faktor Resiko : Peningkatan usia dan paritas Preeklampsia Hipertensi kronis KPD preterm Kehamilan kembar Hidramnion Merokok Pencandu alkohol Trombofilia Pengguna cocain Riwayat solusio plasenta Mioma uteri Faktor pencetus : Versi luar atau versi dalam Kecelakaan Trauma abdomen Amniotomi ( dekompresi mendadak ) Lilitan talipusat - Tali pusat pendek Manifestasi klinis Solusio plasenta ringan Terjadi ruptura sinus marginalis / sebagian kecil plasenta yang lepas, perdaraha n sedikit / terjadi bisa pervaginam dan berwarna kehitaman, perut agak sakit ata u tegang, bagian janin masih mudah diraba. Solusio plasenta sedang Terjadi pelepasan plasenta lebih dari 1/4 bagian atau kurang dari 2/3 bagian, sa kit perut berlebihan, perdarahan pervaginam, dinding uterus tegang dan nyeri tek an sehingga janin sukar diraba, ibu syok dan gawat janin, kelainan pembekuan dar ah & ginjal. Solusio plasenta berat Plasenta lepas lebih dari 2/3 bagian, terjadi tiba-tiba, ibu syok dan janin suda meninggal, terjadi perdarahan pervaginam, kelainan pembekuan darah & payah ginj al. Gejala solusio plasenta

Jika darah masih sedikit maka tidak selalu terjadi perdarahan pervaginam. Gejala awal : - nyeri abdomen - uterus tegang - nyeri tekan uterus Darah berwarna kehitaman Perdarahan banyak sehingga terjadi syok & janin sudah meninggal Gejala Klinis Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya dar ah yang keluar. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang (uterus en b ois). Palpasi sukar karena rahim keras. Fundus uteri makin lama makin naik Bunyi jantung biasanya tidak ada Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertamb ah) Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia Pemeriksaan diagnostic Pemeriksaan laboratorium Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukos it. Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pad a solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, m aka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fib rinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%). Pemeriksaan plasenta Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku y ang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter . Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain : Terlihat daerah terlepasnya plasenta Janin dan kandung kemih ibu Darah Tepian plasenta Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin Penatalaksanaan medis Tindakan gawat darurat Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta bertamb ah luas yang manifestasinya adalah : Perdarahan bertambah banyak Uterus tegang dan atau fundus uteri semakin meninggi Gawat janin Maka hal tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus sege ra diambil adalah memasang infus dan mempersiapkan tranfusi. TERAPI EKSPEKTATIF Pada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif. PERSALINAN PERVAGINAM

Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhi r. Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan maka segera lakukan amniotomi denga n tujuan untuk: Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan mencegah komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan DIC) Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti da pat merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif dalam membu ka servik) Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tida k segera diikuti dengan tanda-tanda persalinan. SEKSIO SESAR Indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anak. Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu singka t, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3 4 cm. Atas indikasi ibu maka janin mati bukan kontraindikasi untuk melakukan ti ndakan seksio sesar pada kasus solusio plasenta. Menurut Jenisnya: Solusio plasenta ringan Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, per utnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat d irawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat. Solusio plasenta sedang dan berat Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah j elas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pen gakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila s erviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin d alam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan unt uk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan. PENGOBATAN Umum : a. Transfusi darah Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaiman keadaan umum pender ita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat ditegakkan itu berar ti perdarahan telah terjadi sekurangkurangnya 1000ml. b. Pemberian O2 c. Pemberian antibiotik. d. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi. Khusus : a. Terhadap hipofibrinogenemi Substitusi dengan human fibrinogen 10 gr atau darah segar dan menghentikan fibri nolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjut nya jika perlu 100.000 iu / jam dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan me ningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%. Jadi apabila kadar fibrinogen sangat r endah atau tidak ada sama sekali, diperlukan sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis fibrinogen darah 150mg%. Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%, diberikan IV perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen, transfusikan darah segar yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per 1000ml.Sehingga dengan transfusi dara h lebih dari 2000ml, kekurangan fibrinogen dalam darah dapat diatasi. b. Untuk merangsang diuresis : manitol, diuresis yang baik lebih dari 30- 4 0cc/jam. c. Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat pe rsalinan sedapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila persalinan tidak sele sai atau diharapkan tidak akan selesai dalam waktu 6 jam setelah pemecahan selap

ut ketuban dan infus oksitosin , satu-satunya cara adalah dengan melakukan secti o caesaria. d. Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim. Alasan : Bagian placenta yang terlepas meluas Perdarahan bertambah Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah Komplikasi Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplika si yang dapat terjadi pada ibu: a. Syok hemoragik b. Gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta dan pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemi a karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang m endadak yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi g injal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan protei nuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran uri n yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. hipovolemia, se cepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah. c. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus Couvelaire). Pada solusio plasenta yang b erat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium dan terka dang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontrakti litas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin: 1. Fetal distress 2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan 3. Hipoksia dan anemia 4. Kematian ASKEP Pengkajian a. Anamnesis Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menun jukkan tempat yang dirasa paling sakit Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (n on-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna keh itaman. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi). Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu t erlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain. Riwayat Kehamilan Atau Persalinan Yang Lalu c. Riwayat kehamilan : No Anak Ke Jenis Keluhan Tri Bulan I, Ii, Iii Kehamilan Berakhir (Aterm,Prematur, Dll)

d. Riwayat persalinan Riwayat persalinan Anak ke Cara melahirkan Ditolong oleh

: Tanggal lahir, BBL, Jenis Kelamin, AS

b. Inspeksi Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin. Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu). c. Palpasi Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan. Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (woode n uterus) baik waktu his maupun di luar his. Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang. d. Auskultasi Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung ter dengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bil a plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian. e. Pemeriksaan umum Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cep at, kecil dan filiformis. f. Pemeriksaan laboratorium Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukos it. Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pad a solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, m aka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fib rinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%). g. Pemeriksaan plasenta Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku y ang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter . h. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain : Terlihat daerah terlepasnya plasenta Janin dan kandung kemih ibu Darah Tepian plasenta Diagnosa Keperawatan 1. Diagnosa Keperawatan : Defisit Volume Cairan B/D Pendarahan D/D Tekanan Darah Meningkat, Nadi Meningkat, Oliguria, Penurunan BB, Membran Mukosa Kering Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam kondisi klien menunjukkan hidrasi yang adekuat dan tanda2 defisit cairan menurun. Kriteria hasil: TD dan nadi dalam keadaan normal Mempertahankan tingkat dehidrasi adekuat Intervensi

Pantau TD dan nadi tiap 15 menit Kaji tingkat ansietas klien Ukur suhu tiap 4 jam Posisikan klien pada miring kiri bila tepat Rasional Peningkatan TD dan nadi dapat menandakan retensi urine Ansietas menubah TD dan nadi Dehidrasi dapat berakibat pada peningkatan suhu tubuh Meningkatkan aliran darah balik vena dengan memindahkan tekanan dari ute rus gravid terhadap vena inferior dan aorta desenden 2. Diagnosa Keperawatan : Nyeri Pada Uterus B/D Ketidakmampuan Iterus Berko ntraksi Optimal D/D Lepasnya Plasenta, Perdarahan, Rahin Teregang Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam tanda-tanda nyeri pada kli en menurun Kriteria Hasil: - Mengindentifikasi sumber nyeri - Mengugkapkan hilangnya nyeri atau nyeri berkurang Intervensi Tentukan di mana lokasi nyeri Evaluasi TD dan nadi Ubah posisi klien Lakukan nafas dalam Rasional Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyamanan s ecara langsung Pada banyak klien nyeri dapat menyebabkan gelisah serta peningkatan td d an nadi Merileksasikan otot dan mengalihkan perhatian dari sensasi nyeri Menurunkan regangan dan mengurangi nyeri 3. Diagnosa Keperawatan : Resiko Tinggi Terhdapa Cidera Janin B/D Solisio P lasenta Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam resiko cedera pada janin m enurun Kriteria Hasil : - Menunjukkan pertumbuhan janin pada batas normal - Mencapai kehamilan pada masanya dengan ukuran tepat untuk usia gestasi Intervensi Tentukan Penyalahgunaan Zat Seperti Alkohol, Merokok Dan Obat-Obatan Auskultasi Dan Laporkan Irama Jantung Berikan Informasi Tentang Kebutuhan Diet, Sumber Vitamin, Mineral Rasional Penyalahgunaan Zat Beresiko Terhadap Janin Menandakan Kesejahteraan Janin Malnutrisi Memperberat Ketidakadekuatan Perkembanan Neonatus Dan Sel Ota k Janin ABORTUS Definisi Abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobo t 500 gram atau kurang, dari ibunya yang kira kira berumur 20 sampai 22 minggu k ehamilan (Moore, 2001). Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Liewollyn, 2002). Klasifikasi dan Manifestasi Klinis a. Abortus spontanea Abortus spontanea adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan atau terjadi dengan sendirinya. Aborsi ini sebagian besar terjadi pada gestasi bulan kedua dan keti ga.

Abortus spontan terdiri dari beberapa jenis yaitu: 1. Abortus Imminen s Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamil an sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Gejala-gejala abortus imminens antara lalin : a) perdarahan pervagina pada paruh pertama kehamilan. Perdarahan biasanya terjadi beberapa jam sampai beberapa hari. Kadang-kadang ter jadi perdarahan ringan selama beberapa minggu. b) nyeri kram perut. Nyeri di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis. Untuk pemeriksaan penunjang abortus imminen digunakan Sonografi vagina, pemeriks aan kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (HCG) serum, dan kadar proges teron serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk mema stikan apakah terdapat janin hidup intrauterus. Selain itu, juga digunakan tekhn ik pencitraan colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup. Jika konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar h arus diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila janin dan plasenta dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretas e. Ultrasonografi abdomen atau probe vagina dapat membantu dalam proses pengambi lan keputusan ini. Apabila di dalam rongga uterus terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka dianjurkan dilakukan kuretase. Penanganan abortus imminens meliputi : a. Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyeb abkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. b. Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progest asional sintetik peroral atau secara intramuskular. Walaupun bukti efektivitasny a tidak diketahui secara pasti. c. Pemeriksaan ultrasonografi 2. Abortus Insipiens Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 m inggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Gejala-gejala abortus insipiens adalah: a) rasa mules lebih sering dan kuat b) perdarahan lebih banyak dari abortus imminens c) Nyeri karena kontraksi rahim kuat yang dapat menyebabkan pembukaan. Peng eluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam o vum, disusul dengan kerokan. Penanganan Abortus Insipiens meliputi : 1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan asp irasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat dilakukan, maka segera lakukan : Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu) Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus 2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu : Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil kon sepsi Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intraven a (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permeni t untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan 3. Abortus Inkompletus Abortus Inkompletus merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan

sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasen ta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkompletus. Pada abortus yang le bih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipov olemia berat. Gejala-gejala yang terpenting adalah : a) Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangs ung terus b) Servux sering tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang d ianggap corpus allienum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan kontra ksi. Tetapi setelah dibiarkan lama, cervix akan menutup. Penanganan abortus inkomplit : 1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, ev aluasi dapat dilakukan secara digital atau dengancunam ovum untuk mengeluarkan h asil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergome trin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per oral. 2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan : a. Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi denga n kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedi a. b. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskul er (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu). 3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu: a. Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiolog ik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspuls i hasil konsepsi b. Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjad i ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg) c. Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus. d. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. 4. Abortus kompletus Pada jenis abortus ini, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada pen derita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus suda h banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diper iksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap. Klien deng an abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia b erat maka perlu diberikan transfusi darah. b. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat) Abortus provokatus adalah peristiwa menghentikan kehamilan sebelum janin dapat h idup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kand ungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi bel um 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus h idup. 1. Missed abortion Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahu i, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone progesterone p ada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion. Gejala missed abortion adalah : a. tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau set elah pengobatan. b. Gejala subyektif kehamilan menghilang, c. mamma agak mengendor lagi, d. uterus tidak membesar lagi malah mengecil, e. tes kehamilan menjadi negative

f. gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenorhoe berlangsung terus. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besamy a sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadan g-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehin gga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan. Tindakan pengeluaran janin, tergant ung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mula i turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari 1 b ulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan ka rena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengand ung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan. Sekarang kecenderungan untuk menyelesaikan missed abortus dengan oxitocin dan an tibiotic. Setelah kematian janin dapat dipastikan 2. Abortus Habitualis Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturu t turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya b erakhir sebelum 28 minggu. Epidemiologi Frekuensi Abortus sukar ditentukan karena Abortus buatan banyak tidak dilaporkan , kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang hanya disertai geja la dan tanda ringan, sehingga pertolongan medic tidak diperlukan dan kejadian in i dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi Abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat menc apai angka 50% bila diperhitungkan wanita yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indone sia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun 5 00.000-750.000 abortus spontan. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta Abortus dilaku kan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian : 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand Di perkotaan Abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh bidan/ perawat, 19 -25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri. Sedangkan di pedesaan Abortus dila kukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 17-22 % dilakukan sendiri. Cara Abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah berturut-turut: kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%) sertas prostaglandin / suntikan ( 4%). Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%), jamu/ob at tradisional (33%), alat lain (17%) dan pemijatan (79%). Data dan lapangan menunjukkan bahwa ternyata sekitar 70-80% wanita yang meminta tindakan aborsi legal ternyata dalam status menikah, karena tidak menginginkan k ehamilannya. Sisanya antara lain dan kalangan remaja puteri, yang walaupun lebih sedikit namun menunjukkan kecenderungan meningkat, terutama di kota besar atau di daerah tertentu seperti di Sulawesi Utara dan Bali. Bila ditinjaulebih lanjut , penyebab kehamilan yang tidak diinginkan antara lain meliputi kegagalan KB, al asan ekonomi, kehamilan diluar nikah atau kehamilan akibat perkosaan dan insest. Abortus terkomplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data ters ebut seringkali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat perdarahan atau se psis. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60-70% kematian ibu disebabkan ole h perdarahan, dan sekitar 60% kematian akiba perdarahan tersebut, atau sekitar 3 5-40% dan seluruh kematian ibu, disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sekitar15 -20% kematian ibu disebabkan oleh sepsis. Manajemen aktif kala III dalam persali nan normal dikatakan dapat mencegah sekitar 50% perdarahan postpartum,atau sekit ar 17-20% kematian ibu. Dengan demikian, paket intervensi berupa pelayanan paska keguguran dan pertolongan persalinan yang bersih dengan manajemen aktif kala II I dapat berkontribusi dalam mencegah kematian ibu sampai sekitar 50%. Patofisiologi Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua yang menyebabkan necr

ose dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim, sehingga mera ngsang kontraksi rahim untuk terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan in i disebut Bligrted Ovum. Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis ja ringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing terse but. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secar a dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampa i 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempu rna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentu k seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (bli ghtes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus. Factor Resiko Sebab-sebab abortus tersebut antara lain: a. Etiologi dari keadaan patologis Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut dengan keguguran.Prosen tase abortus ini 20% dari semuajenis abortus. Sebabsebab abortus spontan yaitu : 1. Faktor Janin Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan kelainan pertumbuhan yang s edemikian rupa sehingga janin tidak mungkin hidup terus. Abortus spontan yang di sebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abort us makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum. Beberapa sebab abortus adalah : a. Kelainan kromosom Pada umumnya kelainan kromosom yang terbanyak mempengaruhi terjadinya aborsi ada lah Trisomi dan Monosomi X. Trisomi autosom terjadi pada abortus trisemester per tama yang disebabkan oleh nondisjuntion atau inversi kromosom. Sedangkan pada mo nosomi X (45, X) merupakan kelainan kromosom tersering dan memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner). b. Mutasi atau faktor poligenik Dari kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis aborsi, yaitu aborsi aneuploid dan aborsi euploid. Aborsi aneuploid terjadi karena adanya kelainan kromosom ba ik kelainan structural kromosom atau pun komposisi kromosom. Sedangkan pada abor tus euploid, pada umumnyanya tidak diketahuai penyebabnya. Namun faktor pendukun g aborsi mungkin disebabkan oleh : kelainan genetik, faktor ibu, dan beberapa fa ktor ayah serta kondisi lingkungan (Williams,2006) 2. Faktort ibu Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya a) Infeksi yang terdiri dari : 1. Infeksi akut a. Virus, misalnya cacar, rubella, dan hepatitis. b. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus. c. Parasit, misalnya malaria. 2. infeksi kronis a. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua. b. Tuberkulosis paru aktif. b) Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll. c) Penyakit kronis, misalnya : - hipertensi jarang menyebabkan abortus di bawah 80 minggu, - nephritis - diabetes angka abortus dan malformasi congenital meningkat pada wanita dengan diabetes. Resiko ini berkaitan dengan derajat control metabolic pada trisemester pertama. - anemia berat

- penyakit jantung - toxemia gravidarum yang berat dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada plasent a d) Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus e) Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang pendek, r etro flexio utero incarcereta, kelainan endometriala, selama ini dapat menimbulk an abortus. f) Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hip eremia dan abortus g) Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda,mola) 3. Pemakainan obat dan faktor lingkungan a. Tembakau merokok dapat meningkatkan resiko abortus euploid. Wanita yang merokok lebih dar i 14 batang per hari memiliki resiko 2 kali lipat dibandingkan wanita yang tidak merokok. b. Alkohol abortus spontan dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alcohol selama 8 minggu pertama kehamilan. c. Kafein konsumsi kopi dalam jumlah lebih daari empat cangkir per hari tampak sedikit men ingkatkan abortus spontan d. Radiasi Kontrasepsi alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan insiden abortus septik setelah kegagalan kontasepsi. e. Toxin lingkungan Pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang menunjukkan bahan tertent u di lingkungan sebagai penyebab. Namun terdapat buktibahwa arsen, timbal, forma ldehida, benzena dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus (barlow, 1982) 4. Faktor Imunologis a. Autoimun b. Alloimun 5. Faktor ayah Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan abortus. (william,2006) b. Etiologi non-patologis misalnya : aborsi karena permintaan wanita yang bersangkutan. 1. Positif 2. 3. Pemeriksaan Diagnostik Tes Kehamilan bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

Penatalaksanaan Medis Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu: a) Teknik bedah 1) Kuretase / dilatasi Kurotase ( kerokan ) adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretas e (sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan pemeriks aan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks. Mengan isi uterus deng an mengerok isinya disebut kuretase tajam sedangang mengosongkan uterus dengan v akum disebut kuretase isap . 2) Aspirasi haid Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman 5 atau 6 mm fleksib el dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3 minggu setelah keterlambatan haid disebut juga induksi haid, haid instan dan mini abortus. 3) Laporotomi Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk abortus lebih d isukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada penyakit yang cukup sig nificanpada uterus, histerektomi mungkin merupakan terpa ideal.

b) 1) 2) 3) 4)

Teknik medis Oksitosin Prostaglandin Urea hiperosomik Larutan hiperostomik intraamnion. Komplikasi a. Perdarahan (haemorrogrie) b. Perforasi c. Infeksi dan tetanus d. Payah ginjal akut e. Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang banyak) dan syok septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis) f. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelaina n pembekua darah ASKEP 1. Pengkajian Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisan ya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah : Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, ag ama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lam anya perkawinan dan alamat Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervag inam berulang Riwayat kesehatan , yang terdiri atas : a. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Ruma h Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus h aid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. b. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat Kehamilan Atau Persalinan Yang Lalu e. Riwayat kehamilan : No Anak Ke Jenis Keluhan Tri Bulan I, Ii, Iii Kehamilan Berakhir (Aterm,Prematur, Dll)

f. Riwayat persalinan Riwayat persalinan Anak ke Cara melahirkan Ditolong oleh

: Tanggal lahir, BBL, Jenis Kelamin, AS

Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jeni s pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami

oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , pen yakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogra m tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular y ang terdapat dalam keluarga. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamany a, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan me nopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mul ai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, oba t digitalis dan jenis obat lainnya. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, elimi nasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan s aat sakit. 2. Pemeriksaan fisik, meliputi : Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung. Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adany a keterbatasan fifik, dan seterusnya Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan t ekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi jan in atau mencubit kulit untuk mengamati turgor. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnorm al Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tub u tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibaw ahnya. Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pa da kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendeng arkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abd omen untuk bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005 : 39) 3. Pemeriksaan laboratorium : Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear. Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien se tuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa. Data lain-lain : Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS .Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan. Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan k eagamaan yang biasa dilakukan. 4. Diagnosa Keperwatan 1. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan

2. 3. 4. 5.

Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d kerusakan jaringan intrauteri Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab Cemas b.d kurang pengetahuan

Intervensi Keperwatan 1. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam tidak terjadi devisit volu me cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas. Kriteria hasil : Klien mengatakan tidak merasa dehidrasi Status hidrasi klien adekuat Intervensi : a. Kaji kondisi status hemodinamika Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekte ristik bervariasi b. Ukur pengeluaran harian Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal c. Berikan sejumlah cairan pengganti harian Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif d. Evaluasi status hemodinamika Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik 2. Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam klien dapat melakukan akti vitas tanpa adanya komplikasi Kriteria hasil : Klien mengatakan dapat mulai beraktivitas seperti sebelumnya Klien mengatakan tidak ada keluhan pusing atau lemas saat beraktivitas TTV normal Intervensi : a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan ma sif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ repr oduksi c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi kli en Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas Rasional : Menilai kondisi umum klien 3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d Kerusakan jaringan intrauteri Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami setelah dilakukan int ervensi selama 1x24 jam Krieria hasil : TTV normal Klien mengatakan nyeri berkurang Klien mengatakan tau lokasi dan karakteristik nyerinya Klien mengatakan aktivitas mulai membaik/normal Intervensi : a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dse kripsi.

b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri c. Kolaborasi pemberian analgetika Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian a nalgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik 4. Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab Tujuan : Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan setelah dilakukan int ervensi selama 2x24 jam Kriteria hasil : Ttv normal Tidak ada peningkatan suhu tubuh secara signifikan dan cepat Tanda infeksi (-) Intervensi : a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart kelua r. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih l uar c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart d. Lakukan perawatan vulva Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi. e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi f. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa perdarahan Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; s enggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan 5. Cemas b.d kurang pengetahuan Tujuan : setelah dilakukan intervnsi selama 3x24 jam tidak terjadi kecemasan, pe ngetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat Kriteria hasil : Klien mengatakan rasa cemas berkurang Klien menunjukkan ekspresi wajah tenang TTV normal Klien mau bersikap kooperatif terhadap intervensi yang dilakukan Klien mengatakan paham tentang penyakit dan kondisi tubuhnya Intervensi : a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan sup port yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan k ecemasan e. Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan kel uarga Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan kl

ien dan keluarga. MOLA HIDATIDOSA Definisi Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbu h bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehi ngga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000). Molahidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri Stroma villus k orialis langka vaskularisasi dan edematous (Prawirohardjo, 1999). Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hamper seluruh vili kori alisnya mengalami perubahan hirofik (Mansjoer, 1999). Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur ata u mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 238) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan teta pi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339) Patofisiologi Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo pa tologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kec il sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias : 1. Proliferasi dari trofoblas 2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban 3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jump ai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau iebih ( 25-60%). Kis ta lutein akan berangsur - angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hida tidosa sembuh. Factor resiko Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang menyebabkannya anta ra lain: 1. Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi terlambat dikel uarkan. 2. Imunoselektif dari trofoblas 3. Keadaan sosio ekonomi yang rendah 4. Paritas tinggi 5. Kekurangan protein 6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas 7. Defek pada ovarium 8. abnormalitas pada uterus 9. defisiensi nutrisi antara lain defisiensi protein, asam folat, karoten 10. umur dibawah 20 tahun atau 11. usia diatas 40 tahun : memiliki peningkatan resiko 7x dibanding perempuan ya ng lebih muda Manifestasi Klinis Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut: a. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari keh

amilan biasa dan amenore b. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warn a tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak. c. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan seharusny a. d. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta ti dak terdengar bunyi denyut jantung janin. Pemeriksaan Diagnostik Untuk mengetahui secara pasti adanya molahidatidosa, maka pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu : 1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan uji imu nologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah pengenceran (titras i): a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa. b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil kembar. Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan serebr ospinal dapat menjadi positif. 2. Pemeriksaan dalam Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, ter dapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluas i keadaan servik. 3. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati - hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diput ar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison). 4. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin ( pada kehamilan 3-4 bulan). 5. Arteriogram khusus pelvis 6. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terl ihat janin. Penatalaksanaan Medis 1. Terapi a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan perbaiki kea daan umum penderita dengan pemberian cairan dan transfusi darah. Tindakan pertam a adalah melakukan manual digital untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan da n bekuan darah; barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan ku retase. b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil: 1). Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam. 2). Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau sintosinon) cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kav um uteri dengan hati - hati. Pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besa r : ambillah dulu bagian tengah baru bagian - bagian lainnya pada kavum uteri. P ada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak usah terlal u bersih. 3). Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero - v aginal selama 24 jam. c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2 porsi: 1). Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum. 2). Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase. d. Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan umum p enderita. e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk pemeriksaan laboratorium. f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan, ada bebe rapa institut yang melakukan histerotomia untuk mengeluarkan isi rahim ( mola). g.. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola) : usi a lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.

2. Periksa ulang ( follow-up ) Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamil an, dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga din asehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun: a. Setiap minggu pada triwulan pertama b. Setiap 2 minggu pada triwulan kedua. c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan. Setiap perikas ulang penting diperhatikan : 1). Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll 2). Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo : tentang keadaan servi k, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau ti dak dll. 3). Reaksi biologis atau imonologis air seni : a). Satu kali seminggu sampai hasil negative b). Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya c). Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya d). Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan m asih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Hara hap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah mola keluar. 3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola denga n tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pem berian ini, karena disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan, dan dipihak l ain obat ini tidak luput dari efek samping dan penyulit yang berta. Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila : a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap positif c. Pada high risk mola ASKEP 1. Pengkajian Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisan ya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah : Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, ag ama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lam anya perkawinan dan alamat Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervag inam berulang Riwayat kesehatan , yang terdiri atas : c. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Ruma h Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus h aid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. d. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat Kehamilan Atau Persalinan Yang Lalu g. Riwayat kehamilan : No Anak Ke Jenis Keluhan Tri Bulan I, Ii, Iii Kehamilan Berakhir (Aterm,Prematur, Dll)

h. Riwayat persalinan Riwayat persalinan Anak ke Cara melahirkan Ditolong oleh

: Tanggal lahir, BBL, Jenis Kelamin, AS

Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jeni s pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , pen yakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogra m tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular y ang terdapat dalam keluarga. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamany a, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan me nopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mul ai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, oba t digitalis dan jenis obat lainnya. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, elimi nasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan s aat sakit. 2. Pemeriksaan Fisik a. Aktivitas Kelemahan. Kesulitan ambulasi. b. Sirkulasi Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok). Edema jaringan. c. ELIMINASI Ketidakmampuan defekasi dan flatus. Diare (kadang-kadang). Cegukan; distensi abdomen; aabdomen diam. Penurunan haluan urine, warna gelap. Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising usus ka sar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani (ileus); hilang suara pekak diatas hati (udara bebas dalam a bdomen). d. Cairan Anoreksia, mual/muntah; haus Muntah proyektil. Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk. e. Kenyamanan/Nyeri Nyeri abdomen, Distensi, kaku, nyeri tekan. f. Pernapasan Pernapasan dangkal, takipnea. g. Keamanan Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pascamelahirkan, abses ret roperitoneal.

3. Diagnosa Keperawatan a. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan. b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan se kunder. c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri . d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan. 4. Rencana Intervensi Intervensi Keperawatan : a. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam tidak terjadi devisit volu me cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas. Kriteria Hasil : - TTV stabil - Membran mukosa lembab - Turgor kulit baik Intervensi : a. Kaji kondisi status hemodinamika Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekte ristik bervariasi b. Ukur pengeluaran harian Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal c. Catat haluaran dan pemasukan Rasional : Mengetahui penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel darah merah. d. Observasi Nadi dan Tensi Rasional: Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan). e. Berikan diet halus Rasional: Memudahkan penyerapan diet f. Nilai hasil lab. HB/HT Rasional : Menghindari perdarahan spontan karena proliferasi sel darah merah. g. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan transfusi. h. Evaluasi status hemodinamika Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik. b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan se kunder. Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam tidak terjadi infeksi sela ma perawatan perdarahan Kriteria hasil : - TTV dbn - Ekspresi tenang - Hasil lab dbn Intervensi: a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart kelua r. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih l uar c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart d. Lakukan perawatan vulva Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi. e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi f. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama selama masa

perdarahan Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; s enggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan. g. Batasi pengunjung dan ajari pengunjung untuk mencuci tangan yang baik. Rasional: Mencegah cross infeksi. h. Observasi suhu tubuh. Rasional: Mengetahui infeksi lanjut. i. Berikan obat sesuai terapi Rasional: Antibiotika profilaktik atau pengobatan c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan intrau teri Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami setelah dilakukan int ervensi selama 2x24 jam Kriteria Hasil : - Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang - Tampak rileks - Mampu istirahat dengan tepa Intervensi: a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun dis kripsi. b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri c. Kolaborasi pemberian analgetika Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian an algetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam tidak terjadi kecemasan, p engetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat Kriteria Hasil : - Klien tenang - Klien dapat informasi tentang penyakitnya Intervensi: a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit. Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas. b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien. Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penilaian objektif klien tentang penyakit. c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan. Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan sup port yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien. d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama. Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontribusi menurunkan kecemasan. e. Terangkan hal-hal seputar Mola Hidatidosa yang perlu diketahui oleh klie n dan keluarga Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangnn support system keluarga; DAFTAR PUSTAKA Sarwono Prawiraharjo, Hanifa Wiknjosastro.2002.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bi na pustaka Mochtar,Rustam.1998.Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC Heller,Luz. 1991 . Gawat darurat ginekologi dan obstetri. Jakarta: EGC Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Be rencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Doengoes, Marilynn E, dkk,. 2001. Rencana perawatan maternal atau bayi. Edisi 2. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC Hamilton, C. M. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC: Jakarta. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius : Jakar ta. Marylin E. D. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pe ndokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran. Jakarta : EGC . Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Tridasa Printer : Jakarta Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Volume 2. Jakart a ; EGC.

Vous aimerez peut-être aussi