Vous êtes sur la page 1sur 16

ANTENATAL BLEEDING

Antenatal Bleeding terdiri dari : 1. Solusio Plasenta 2. Plasenta Previa 3. Perdarahan selama kehamilan pada trimester I, II, III

SOLUSIO PLASENTA

1. Definisi
Solusio plasenta ialah lepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada dinding uterus sebelum janin lahir. Solusio plasenta ialah lepasnya plasenta pada implantasi nrmal sebelum waktunya pada kehamilan di atas 28 minggu. Solusio plasenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir.

Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir . Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens.

Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.

Klasifikasi:

a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (5): 1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya. 2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian. 3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (3): 1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar 2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter 3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .

c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu (2,7): 1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%. 2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

2. Epidemiologi
Insidennya meningkat berkaitan dengan usia ibu lanjut, multiparitas, riwayat syok maternal, nutrisi buruk, hipertensi, korioamnionitis, dekompresi mendadak setelah ketuban pecah pada uterus yang overdistensi seperti persalinan kembar dan polihidramnion, trauma abdomen, versi sefalik eksternal, plasenta sirkumvalata, defisiensi asam folat, kompresi vena cava inferior dan antikoagulan lupus. Pada pengguna rokok dan kokain nekrosis desidual pada tepi plasenta. Rekurensi 5-17% setelah 1 episode pada kehamilan sebelumnya dan 25% setelah 2 episode kehamilan sebelumnya. Dari hasil penelitian diperoleh 12709 kasus kebidanan termasuk 33 kasus diantaranya adalah solusio plasenta (0,26%) dimana jumlah ibu yang meninggal (6,9%). Jumlah bayi yang hidup setelah perawatan intensif (51,72%%) lebih tinggi dari jumlah bayi yang meninggal (37,93%) dan dari bayi yang hidup dengan keadaan baik (10,35%).

3. Patofisiologi

4. Faktor Resiko
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa kondisi yang menjadi predisposisi : 1. Hipertensi kronis dan preeklamsia 2. Bertambahnya usia dan paritas ibu 3. Trauma 4. Merokok dan penggunaan kokain 5. Dekompresi uterus yang mendadak 6. Tekanan pada vena kava inferior karena pembesaran uterus. 7. Pernah mengalami solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya.

8. Anomali uterus atau tumor uterus 9. Malnutrisi/defisiensi gizi.

Para ahli juga mengemukakan teori mengenai penyebab solusio plasenta : Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan interviller, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum menjadi nekrosis, spasme hilang dan darah kembali ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah sedemikian rapuh sehingga mudah pecah, kemudian terbentuk hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut hematoma retroplacenter .

Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya solusio plasenta : 1. Faktor kardio-reno-vaskuler Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia . Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Disini terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu .

2. Faktor trauma Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau pertolongan persalinan. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3. Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu

dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium .

4. Faktor usia ibu Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.

6. Faktor pengunaan kokain Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .

7. Faktor kebiasaan merokok Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya . Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan .

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada

kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya .

9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.

5. Manifestasi Klinis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal bisa banyak sekali, meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.

a. Solusio plasenta ringan Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang. Walaupun demikian, bagianbagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, apakah menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman.

b. Solusio plasenta sedang Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum duapertiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi bisa juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh kedalam syok, demikian pula janinnya jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.

c. Solusio plasenta berat Plasenta telah terlepas lebih dari sepertiga permukaannnya. Terjadi sangat tibatiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok, dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan, dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan- keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan pada Solusio Plasenta antara lain : a. Pemeriksaan plasenta Saat setelah bayi dan plasenta lahir, periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta., yang disebut hematoma retroplacenter.

b. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) (20,21) Temuan yang beragam Terlihat daerah terlepasnya plasenta

Janin dan kandung kemih ibu Darah Tepian plasenta

7. Penatalaksanaan Medis
Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu: a. Solusio plasenta ringan Ekspektatif, bila kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

b. Solusio plasenta sedang dan berat Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan . Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.

8. Askep
A. PENGKAJIAN

B. ANALISA DATA

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan. 2. Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien atau janin 3. Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur invasive.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Diagnosa Keperawatan I : Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan. Intervensi : a. Bantu dengan penggunaan tekhnik pernafasan. R/ mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat nyeri. b. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi. Berikan instruksi bila perlu. R/ relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang memperberat nyeri. c. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, gosokan punggung, sandaran bantal, pemebrian kompres sejuk, dll) R/ meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kooping dan kontrol klien. d. Kolaborasi memberikan sedatif sesuai dosis R/ meningkatkan kenyamanan dengan memblok impuls nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan II : Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien atau janin Intervensi : a. Kaji status psikologis dan emosional R/ adanya gangguan kemajuan normal dari persaliann dapat memperberat perasaan ansietas dan kegagalan. Perasaan ini dapat mengganggu kerja sama klien dan menghalangi proses induksi. b. Anjurkan pengungkapan perasaan.

R/ Klien mungkin takut atau tidak memahami dengan jelas kebutuhan terhadap induksi persalinan. Rasa gagal karena tidak mampu melahirkan secara alamiah dapat terjadi. c. gunakan terminologi positif, hindari penggunaan istilah yang

menandakan abnormalitas prosedur atau proses. R/ Membantu klien/pasangan menerima situasi tanpa menuduh diri sendiri. d. Dengarkan keterangan klien yang dapat menandakan kehilangan harga diri. R/ Klien dapat meyakini bahwa adanya intervensi untuk membantu proses persalinan adalah refleksi negatif pada kemampuan dirinya sendiri. e. Berikan kesempatan pada klien untuk memberi masukan pada proses pengambilan keputusan. R/ Meningkatkan rasa kontrol klien meskipun kebanyakan dari apa yang sedang terjadi diluar kontrolnya. f. Anjurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan latihan relaksasi. R/ Membantu menurunkan ansietas dan bmemungkinkan klien berpartisipasi secara aktif.

3. Diagnosa Keperawatan III : Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur invasive. Intervensi : a. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya. R/ Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial risiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Risiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, membuat ibu dan janin pada berisiko. Adanya proses infeksi janin pada berisiko. Adanya proses infeksi dapat meningkatkan risiko kontaminasi janin. b. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya, peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).

R/ Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka. c. Kolaborasi melakukan persiapan kulit praoperatif; scrub sesuai protokol. R/ Menurunkan risiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan risiko infeksi pascaoperasi. d. Kolaborasi melakukan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi. R/ Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat

keterlibatan. e. Kolaborasi dalam mencatat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht); catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan. R/ Risiko infeksi pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan. f. Kolaborasi dalam memberikan antibiotik spektrum luas pada pra operasi. R/ Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi, atau sebagai pengobatan pada infeksi yang teridetifikasi.

PLASENTA PREVIA
1. Definisi
Plasenta Previa adalah keadaan di mana jaringan plasenta tidak tertanam dalam korpus uteri tetapi dekat pada ostium uteri internum.

Beberapa klasifikasi plasenta previa: a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm 1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea. 2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 : i. Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian belakang. ii. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan. iii. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea yang ditutupi plasenta.

b. Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat : 1. 2. 3. Plasenta previa totalis ; seluruh ostea ditutupi uri. Plasenta previa partialis ; sebagian ditutupi uri. Plasenta letak rendah, pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan Pada periksa dalam tak teraba. c. Menurut Browne: 1. Tingkat I, Lateral plasenta previa : Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan. 2. Tingkat II, Marginal plasenta previa: Plasenta mencapai pinggir pembukaan (Ostea).

2. Epidemiologi

3. Patofisiologi

4. Faktor Resiko
Menurut Sheiner (2001) etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya: a. Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim, menyebabkan plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan serviks. b. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau aborsi). c. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda. d. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. e. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. f. Plasenta terbentuk secara tidak normal.

g. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada primipara. h. Ibu merokok atau menggunakan kokain.

i.

Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih besar pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di bawah usia 20 tahun (Sheiner, 2001).

5. Manifestasi Klinis
Perdarahan tanpa rasa nyeri mendekati akhir trimester II atau III Perdarahan berwarna merah segar. Uterus lembak, tonus normal. Pengeluaran darah yang diobservasi sebanding dengan tanda tanda shock.

Hasil USG --- implantasi lasenta abnormal. Diagnosis plasenta previa : 1) Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan berlangsung tanpa sebab. 2) Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala belum masuk pintu atas panggul. 3) Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum. 4) USG untuk menentukan letak plasenta. 5) Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan diatas meja operasi.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Ultrasonografi Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan dengan pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak rasa nyeri (Wiknjosastro, 2007). USG abdomen selama trimester kedua menunjukkan penempatan plasenta previa. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat

mencapai 100% identifikasi plasenta previa. Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95% (Johnson, 2003). Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta previa, dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat sumber perdarahan lain (Oyelese, 2006).

7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Plasenta Previa Menurut Scearce (2007) 1) Terapi ekspektatif (pasif) Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik. Syarat-syarat terapi ekspektatif: i. ii. iii. iv. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti. Belum ada tanda-tanda in partu. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal). Janin masih hidup.

2) Terapi aktif Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa

i.

Seksio sesarea Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk

menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.

ii.

Melahirkan pervaginam Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: A. Amniotomi dan akselerasi Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin

B. Versi Braxton Hicks Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup

C. Traksi dengan Cunam Willet Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini

8. Askep

Vous aimerez peut-être aussi