Vous êtes sur la page 1sur 19

TUGAS MAKALAH EMPIEMA

Dosen Pembimbing :
Dwi Sixteen Erawati Putri SKep, Ners

Penyusun : Kelompok 4/ Tingkat 2B 1. Aditya Ricky N 2. Krisatul Ummah 3. Dimas Riyadi K 4. Rieza Noordiansyah 5. M. Ghulam Sufi 6. Mega Yanti F. 7. Rizka Ulfiana 8. Risma Sindi S. 9. Puput Lelewandriana

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) HUTAMA ABDI HUSADA

LAPORAN PENDAHULUAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN DENGAN KASUS EMPIEMA

A. DEFINISI Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). ). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat. B. ETIOLOGI a) Stapilococcus Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringanjaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan racunracun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampa berat/parah dan berpotensi fatal.

b) Pnemococcus Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru (pneumonia), ,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis). Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau tidak. C. KLASIFIKASI Empiema dibagi menjadi dua stadium : a. Empiema akut Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat lain, bukan primer dari pleura.Bila pada stadium ini dibiarkan beberapa minggu, maka akan timbul toksemia ,anemia, dan clubbing finger.Jika pus tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleural. b. Empiema kronis Batas tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan.Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari 3 bulan.Pada stadium ini,jika klien menerima terapi antimikroba, manifestasi klinis akan dapat dikurangi.

D. TANDA DAN GEJALA 1. Tanda dan gejala empiema secara umum adalah : Demam Keringat malam Nyeri pleural Dispnea Anoreksia dan penurunan berat badan Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas Perkusi dada, suara flatness Palpasi , ditemukan penurunan fremitus 2. Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis a. Emphiema akut:

Panas tinggi dan nyeri pleuritik. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger . Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali. b. Emphiema kronis:

Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan. Badan lemah, kesehatan semakin menurun. Pucat, clubbing finger. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.

E. PATOFISIOLOGI Akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantung-kantung yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus maka timbul fistel bronkopleura, atau apabila menembus dinding toraks dan keluar melalui kulit maka disebut empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama kelamaan akan menjadi kronis

F. KOMPLIKASI Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang menganggu ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural dipantau melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini dapat membutuhkan waktu lama.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG a) b) c) d) e) f) g) h) i) foto thorak kultur darah USG Sampel sputum Torakosenstesis Pemeriksaan cairan Pleura Hitung sel darah dan deferensiasi Protein, LDH, glucose, dan pH Kultur bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan mikoplasma

H. PENATALAKSANAAN 1. Pengosongan Nanah Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya. 2. Drainase terbuka (open drainage) Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau membersihkan drain. 3. Antibiotic Pemilihan antibiotic didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah.Antibiotic dapat diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan penisilin. 4. Penutupan Rongga Empiema Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilkukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti. 5. Dekortikasi Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi : a) Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung. b) Letak empiema sukar dicapai oleh drain. c) Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.

6. Torakoplasti Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer. 7. Pengobatan Kausal Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya. 8. Pengobatan Tambahan Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas. I. DIAGNOSA a) b) c) Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan alveoli. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d dengan peningkatan produksi sekret. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d infeksi bakteri

J. INTERVENSI KEPERAWATAN a) Dx : Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan alveoli Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pertukaran gas menjadi optimal KH : RR = 16-20 x/menit. pH = 7,35-7,45 pO2 = 81-100 mmHg pCO2= 35-45 mmHg SO2 > 98 %. Intervensi : - Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan berbicara/berbincang. R/ berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan atau kronisnya penyakit - Awasi tanda vital dan irama jantung

R/ takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung - Posisikan semi fowler R/ pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi semi fowler - Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang. R/ Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi. - Kolaborasikan untuk pemeriksaan Blood Gas Analisis R/ Takikardia ada sebagai akibat demam, dehidrasi, tetapi dapat sebagai respon hipoksemia. - Kolaborasikan untuk pemberian O2 R/ Gelisah, mudah terangsang, bingung , somnolen, dapat menunjukkan hipoksemia

b)

Dx : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d dengan peningkatan produksi sekret. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam bersihan jalan nafas menjadi efektif KH :

Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, misal batuk efektif dan mengeluarkan sekret. tidak ada ronchi tidak ada wheezing Intervensi : - Auskultasi adanya bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti wheezing, ronchi. R/ Bunyi nafas menurun atau tak ada bila jalan nafas obstruksi terhadap kolaps jalan nafas kecil. ronchi dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas. - Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi R/ takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut - Observasi batuk dan sekret. R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering. Sputum darah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan. - Bantu klien latihan nafas dalam dengan keadaan semifowler. Tunjukkan cara batuk efektif dengan cara menekan dada dan batuk.

R/ Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru atau jalan lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas yang alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat. - Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari ( kecuali kontra indikasi ) tawarkan yang hangat dari pada dingin. R/ Cairan ( khususnya yang hangat ) memobilisasi dan mengeluarkan sekret. - Berikan obat sesuai indikasi ( Mukolitik, ekspektoran, bronkodilator). R/ merilekskan otot halus dan menurnkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mucus.

c)

Dx : Gangguan rasa nyaman nyeri b.d infeksi bakteri Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam nyeri berkurang KH :

Klien menyatakan nyeri hilang/ terkontrol Skala nyeri menurun Klien rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas dengan tepat. RR : 16-20 x/mnt, Nadi : 60- 100 x/mnt, TD : 120/70 mmHg Intervensi : Suhu : 34,5-36,5 oC

Pantau TTV R/ perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri

Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, music tenang/ perbincangan, relaksasi/latihan napas R/ tindakan non analgesic diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efekterapi analgesic.

Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk R/ alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan batuk.

Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi R/ obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/ paroksismal atau menurunkan mucus nerlebihan, meningkatkan kenyamanan/ istirahat umum.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS EMPIEMA


PENGKAJIAN 1. Identitas a) b) c) d) e) f) g) Nama : Tn. X Umur :42 THN Suku/ bangsa : Indonesia Agama : Islam Alamat : Ds. Ngobalan Kec. Kalidawir Kab. Tulungagung Pendidikan : SD Pekerjaan : Petani 2. Riwayat kesehatan a) b) Keluhan utama : nyeri pada dada pleuritik Riwayat kesehatan sekarang : yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger. c) Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-paru (pneumonia), ,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis). d) e) f) Riwayat kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri Staphylococcus atau Pneumococcus Riwayat lingkungan : rumah yang kumuh, kotor, dekat dengan sampah, Riwayat psikososial : stres psikologik sehingga menurunkan imunitas tubuh.

3. Pola fungsi kesehatan a) b) c) d) e) f) g) Pola aktivitas : dispnea pada saat beraktivitas Pola nutrisi : anoreksia Pola eliminasi : defekasi berkurang karena asupan nutrisi berkuran Pola istirahat : dispnea pada saat istirahat Pola keyakinan : ketaatan klien terhadap agama Pola seksual : penurunan libido Pola hubungan dan peran : hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung.

4. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum : demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan, gelisah, penurunan BB, dispnea, lemah. b) Pemeriksaan TTV RR : >24 x/mnt, c) d) Nadi : >100 x/mnt, TD : >120/70 mmHg Suhu : >36,5 oC

Pemeriksaan kepala dan leher : batuk produktif, pernafasan cuping hidung Pemeriksaan dada : nyeri pleuritik, penggunaan otot bantu pernafasan, perkusi dada ditemukan suara flatness, palpasi ditemukan penurunan fremitus, auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas, funnel chest.

e) f)

Pemeriksaan abdomen : peristaltic usus < 8 x/mnt Pemeriksaan ekstremitas : clubbing finger

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan pertukaran gas akibat kerusakan alveoli. 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia. 5. Kurangnya pengetahuan, tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan kurangnya informasi atau tidak mengenal sumber individu. 6. PK sepsis

3.5 INTERVENSI

1. Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar kapiler Tujuan kriteria hasil : Pertukaran gas jadi optimal : - ( RR = 16-20 x/menit). - pH = 7,35-7,45 - pO2 = 81-100 mmHg - pCO2= 35-45 mmHg - SO2 > 98 %.

Intervensi 1. Kolaborasikan untuk pemberian O2

Rasional

1.

Gelisah, mudah terangsang, bingung , somnolen, dapat menunjukkan hipoksemia

1. Kolaborasikan untuk pemeriksaan Blood Gas Analisis

1. Takikardia ada sebagai akibat demam, dehidrasi, tetapi dapat sebagai respon hipoksemia. 2. Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.

1. Kaji status mental.

1. Monitor nadi.

1. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang. 1. Terapi oksigen bertujuan untuk mempertahankan PaO2 diatas 60mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi klien. 2. Untuk mengukur kadar ion hidrogen , kadar asam dan basa tubuh.

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret, kelemahan. Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif misal

Kriteria Hasil : 1. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, batuk efektif dan mengeluarkan sekret. 2. tidak ada ronchi 3. tidak ada wheezing Intervensi Rasional 1. Bantu klien latihan nafas 1. Nafas dalam memudahkan dalam dengan keadaan ekspansi maksimum paru semifowler. Tunjukkan cara atau jalan lebih kecil. Batuk batuk efektif dengan cara adalah mekanisme menekan dada dan batuk . pembersihan jalan nafas yang alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan 1. Berikan cairan sedikitnya nafas paten. Penekanan 2500 ml/ hari ( kecuali kontra menurunkan indikasi ) tawarkan yang ketidaknyamanan dada dan hangat dari pada dingin. posisi duduk memungkinkan 2. Berikan obat sesuai indikasi ( upaya nafas lebih dalam dan Mukolitik, ekspektoran, lebih kuat. bronkodilator). 2. Cairan ( khususnya yang 3. Auskultasi adanya bunyi hangat ) memobilisasi dan nafas dan catat adanya bunyi mengeluarkan sekret. nafas seperti wheezing, ronchi. 1. Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan 1. Observasi batuk dan sekret. mobilisasi sekret. 2. Bunyi nafas menurun atau tak ada bila jalan nafas obstruksi terhadap kolaps jalan nafas kecil. ronchi dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas. 3. Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering. Sputum darah dapat

diakibatkan oleh kerusakan jaringan.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Tujuan : intoleransi aktivitas dapat teratasi. Kriteria hasil : melaporkan peningkatan toleransi aktivitas terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dypsnea, kelemahan berlebihan, dan tanda tanda vital dalam rentan norma ( RR: 16-20 x /menit Nadi : 60-100 x/ meit ).

Intervensi Rasional Mandiri : 1. Evaluasi respon pasen terhadap aktivitas. Catat laporan dypsnea, peningkitan 1. Pasien mungkin nyaman kelemahan, dan perubahan dengan posisi kepala tinggi, tanda-tanda vital. tidur di kursi atau menunuduk 2. Bantu pasien memilih posisi ke depan meja. yang nyaman untuk aktivitas 2. Menurunkan stress dan dan istirahat. rangsangan berlebih, meningkatkan istirahat. 1. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama 1. Tirah baring dipertahankan fase akut sesuai indikasi . selama fase akut untuk dorong penggunaan menurunkan kebutuhan manajemen stress dan metabolik, menghemat energi pengalihan yang tepat. untuk penyembuhan. 2. Jelaskan pentingnya istirahat Pembatasan aktivitas dlam rencana pengobatan dan ditentukan dengan respon perlunya keseimbangan individual terhadap aktivitas aktivitas dan istirahat. dan perbaikan kegagalan 3. Menetapkan kemampuan dan pernafasan. kebutuhan pasiendan memudahkan pemilihan intervensi.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia. Tujuan Kriteria Hasil : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi : a. Nafsu makan meningkat b. BB meningkat atau normal sesuai umur Intervensi Rasional 1. Mendiskusikan dan 1. Serat tinggi, lemak,air menjelaskan tentang terlalu panas / dingin dapat pembatasan diet (makanan merangsang mengiritasi berserat tinggi, berlemak dan lambung dan sluran usus. air terlalu panas atau dingin). 2. Situasi yang nyaman, rileks 2. Menciptakan lingkungan akan merangsang nafsu yang bersih, jauh dari bau makan. yang tak sedap atau sampah, 3. Mengurangi pemakaian sajikan makanan dalam energi yang berlebihan. keadaan hangat. 4. Mengetahui jumlah output 3. Memberikan jam istirahat dapat merencenakan jumlah (tidur) serta kurangi kegiatan makanan. yang berlebihan. 5. Mengandung zat yang 4. Memonitor intake dan out diperlukan , untuk proses put dalam 24 jam. pertumbuhan 5. Berkolaborasi dengan tim kesehtaan lain : a.Terapi gizi : Diet TKTP serat, susu rendah

b.Obat-obatan atau vitamin

5. Kurangnya pengetahuan, tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, sehubungan dengan kurangnya informasi atau tidak mengenal sumber individu. Kriteria hasil : Pengetahuan klien meningkat

Tujuan : - pasien mampu melakukan perubahan gaya hidup dan mau dalam program pengobatan.

berpartisipasi

- Pasien mampu menyatakan pemahaman tentang kondisi penyakitnya ( dapat menjelaskan pengertian atelektasis, menyebutkan beberapa penatalaksanaannya).

Intervensi Mandiri : 1. Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan belajar klien.

Rasional

1. Jelaskan atau kuatkan penjelasan proses penyakit,penatalaksanaan,penceg ahan pada ateletaksis.dorong pasien atau orang terdekat untuk bertanya

1. Menurunkan ansietas dan pasien mampu berpartisipasi dalam rencana pengobatan.

1. Kaji ulang informasi tentang etiologi atelektasis, efek hubungan perilaku pola hidup. Dorong untuk bertanya. 2. Belajar lebih mudah bila mulai dari pengetahuan kilen.

1. Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi/ keputusan tentang kontrol masalah kesehatan.

6. PKP Sepsis Kriteria hasil : Tidak adanya infeksi pada klien

Tujuan

: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi

Kriteria Hasil : -Suhu = Normal (36,5oC-37,5oC) -WBC = 4500-11000/mm3 -CRP = <15 mmHg -RR = 16-20 x /menit

-Nadi = 60-100/ menit

Intervensi Rasional 1. Awasi suhu 1. Demam dapat terjadi karena 2. Observasi warna, bau sputum infeksi dan atau dehidrasi 3. Dorong keseimbangan antar 2. berbau, kuning atau aktifitas dan istirahat kehijauan menujukkan 4. Diskusi masukan nutrisi adanya infeksi paru adekuat 3. Menurunkan konsumsi / 5. Kolaborasi pemeriksaan kebutuhan kesimbangan sputum oksigen dan memperbaiki 6. Kolaborasi antibiotic pertahan pasien terhadapa 7. Perawatan luka WSD infeksi, peningkatan 8. Kultur sputum penyembuhan 4. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi 5. Dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap anti microbial 6. Dapat menurunkan beban pernafasan akibat nyeri pleura dan infeksi 7. Mencegah infeksi port de entry mikroorganisme 8. Bertujuan untuk mencegah penumpukan sputum akibat infeksi bakteri dan untuk mengetahui sensifitas/kepekaan bakteri

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat. Empiema sendiri diklasifikasikan menjadi Empiema akut dan Empiema kronis. Bisa disebabkan oleh bakteri Stapilococcus, Pnemococcus, Streptococcus.

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika. Amin, Muhammad dkk.1989.Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press Price, Sylvia A.1995.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed4.Jakarta : EGC.

Vous aimerez peut-être aussi