Vous êtes sur la page 1sur 12

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004

ANALISIS AGENCY COSTS, STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE


Oleh

FAIZAL, SE, MSI


Abstract This paper examines the relationship between ownership structure, corporate governance and agency costs measured in terms asset utilization and operating expense. This paper based on the previous research by Ang et al (1999) and Singh et al (2003). I utilize a sample of 96 firms from Jakarta Stock Exchange for period 1999-2001. Univariate results shows that firm with high managerial ownership are more efficient in their asset utilization to firms with low managerial ownership, but the difference is insignificant. Firms with high institutional ownership and large boards size are more efficient to low institututional ownership and small boards size and the result is significant. Multivariate results fail to confirm that managerial and institutional ownership have potential effect to agency costs (asset utilization and operating expense). However, I find that a positive relationship between board size and asset utilization and negative relationship to operating expense. This evidence consistent with the notion that large boards are effective to monitor firm performance. Keywords: Agency Costs,Ownership Structure,Board of Directors Pendahuluan Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini seringkali menimbulkan masalah yang disebut dengan masalah keagenan. Struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan dan pendekatan informasi asimetri (Ituriaga dan Sanz,2000). Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Beberapa penelitian telah menguji apakah keputusan-keputusan keuangan seperti dividen, leverage dan kepemilikan manajerial mempengaruhi masalah keagenan. Rozeff (1982) menyatakan bahwa perusahaan yang membayar tinggi dividennya bertujuan untuk mengurangi masalah keagenan. Demsetz dan Lehn (1985) menyimpulkan bahwa konsentrasi kepemilikan digunakan perusahaan untuk menghilangkan masalah keagenan. Crutchley dan Hansen (1989), Bathala, Moon dan Rao (1994) menyimpulkan bahwa level kepemilikan manajerial yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Penelitian Ang et al (1999) memberikan bukti terhadap hubungan antara struktur kepemilikan dengan biaya keagenan yang diukur dari pemanfaatan aktiva dan beban operasi. Mereka melakukan survei pada perusahaan-perusahaan kecil dengan menghubungkan ukuran absolut dan relatif dari biaya keagenan. Hasilnya menyatakan bahwa biaya keagenan pada perusahaan dengan manajemen yang berasal dari luar (outsider) relatif lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan manajemen sendiri (owner managed). Penelitian mereka juga menunjukkan bahwa efisiensi pemanfaatan aktiva dan beban operasi pada perusahaan kecil dipengaruhi oleh kepemilikan

186

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 manajerial dalam perusahaan. Penelitian Singh et al (2003) menganalisis hubungan antara struktur kepemilikan dengan biaya keagenan pada perusahaan-perusahaan besar yang sudah go public. Hasil penelitian Singh et al mendukung penelitian Ang et al yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial secara positif dan signifikan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan aktiva perusahaan. Pada perusahaan besar, kepemilikan institusional tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam mengurangi beban discretionary. Hasil lainnya bahwa ukuran dan komposisi dewan direksi berhubungan positif dengan efficiency losses. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ang et al (1999) dan Singh et al (2003). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh struktur kepemilikan dengan biaya keagenan yang diukur dengan asset utilization dan operating expense. Kontribusi penelitian ini adalah menambahkan variabel dividen dan risiko sebagai variabel-variabel kontrol yang diduga dapat lebih menjelaskan hubungan antara struktur kepemilikan dengan biaya keagenan yang tidak dipertimbangkan dalam penelitian Ang et al (1999) maupun Singh et al (2003). Penambahan kedua variabel tersebut didasarkan pada penelitian Rozeff (1982) yang menyatakan bahwa kebijakan dividen dan kepemilikan manajerial digunakan sebagai substitusi untuk mengurangi biaya keagenan. Perusahaan dengan menetapkan persentase kepemilikan manajerial yang besar membayar dividen dalam jumlah kecil sedangkan pada persentase kepemilikan manajerial yang kecil akan membayarkan dividen dengan jumlah besar. Perusahaan yang memiliki aliran kas yang tidak stabil menunjukkan peningkatan risiko yang ditanggung perusahaan. Pada kondisi tingkat risiko tinggi, perusahaan membagikan dividen dalam jumlah kecil karena sebagian keuantungan dialokasikan pada laba ditahan. Alokasi ini digunakan sebagai sumber internal untuk pertumbuhan. Keputusan menetapkan dividen kecil pada tingkat risiko tinggi akan memperkecil konflik keagenan. Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis 1. Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Biaya Keagenan Menurut Jensen (1993), hipotesis pemusatan kepentingan (convergence of interest hypothesis) menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer, semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan. Menurut Morck et al (1988), McConnell dan Servaes (1990,1995) dan Kole (1995) bahwa terdapat hubungan non linier antara kepemilikan manajerial (insider ownership) dengan kinerja perusahaan. Morck menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan (Tobins Q) pada level antara 0% - 5%, dan berhubungan negatif pada level 5%-25%. Short dan Keasey (1999) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan non linier antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan pada perusahaanperusahaan di Inggris. McConnell dan Servaes (1990,1995) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan pada level kepemilikan manajerial pada level 40%-50% dan berhubungan negatif pada level lebih dari 50%. Hasil ini agak berbeda dengan penelitian Morck, penelitian McConnell dan Servaes dilakukan pada perusahaan kecil sehingga pemusatan kepentingan lebih besar dibandingkan pada perusahaan besar. Kole (1995) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh yang berbeda pada perusahaan kecil dengan perusahaan besar. Dengan demikian penting untuk menentukan apakah kepemilikan manajerial mempengaruhi biaya keagenan pada berbagai ukuran perusahaan.

187

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham yang besar seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah dan biaya keagenan yang rendah pula. Konflik keagenan yang rendah dapat direfleksikan dari tingginya tingkat perputaran aktiva perusahaan dan rendahnya beban operasi terhadap penjualan (discreationary managerial). Dengan demikian hipotesisnya, H1a:Terdapat hubungan yang positif antara kepemilikan manajerial dengan biaya keagenan yang diukur dengan tingkat perputaran aktiva H1b:Terdapat hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan biaya keagenan yang diukur dengan beban operasi 2. Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Biaya Kegenan Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Holderness dan Sheeman (1985), Barclay dan Holderness (1991) memberikan bukti empiris bahwa terdapat peningkatan turnover manajemen dan gains akibat pembelian saham oleh pihak luar. Some dan Singh (1995), Allen dan Philips (2000) juga menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan mengikuti pembelian saham oleh outside block ownership. Cai et al (2001) menemukan hubungan yang berlawanan antara kinerja saham dengan kepemilikan saham institusional. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5 % ) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. Dengan demikian proporsi kepemilikan institisional bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen. Dengan demikian hipotesisnya: H2a: Terdapat hubungan yang positif antara kepemilikan institusional dengan biaya keagenan yang diukur dengan tingkat perputara aktiva H2b: Terdapat hubungan yang negatif antara kepemilikan institusional dengan biaya keagenan yang diukur dengan beban operasi 3. Hubungan Ukuran Dewan Direksi dengan Biaya Keagenan Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh ukuran dan komposisi dewan direksi dalam kegiatan perusahaan. Ukuran dan komposisi dewan direksi dapat mempengaruhi efektif tidaknya aktivitas monitoring.Ukuran dan komposisi dewan direksi juga mempengaruhi hubungan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kinerja perusahaan. Menurut Pfefer (1973) dan Pearce dan Zahra (1992) bahwa peningkatan ukuran dan diversitas dari dewan direksi akan memberikan manfaat bagi perusahaan karena terciptanya network dengan pihak luar perusahaan dan menjamin ketersediaan sumberdaya. Beberapa peneliti yang lain mempunyai argumen yang berbeda, jumlah dewan direksi yang besar kurang efektif dalam memonitor manajemen (Shaw,1981 ; Jewel dan Reitz,1981 ; Olson,1982 ; Gladstein, 1984 ; Lipton dan Lorsch,1992 ; Jensen dan Meckling,1976). Hal tersebut didukung oleh penelitian Yermacrk (1996) dan Eisenberg et al (1998) menyatakan bahwa jumlah dewan direksi yang kecil meningkatkan kinerja perusahaan. Komposisi dewan direksi telah sering digunakan untuk mengkarakteristikkan keberadaan kolusi dan dominasi dari direksi. Fama (1980), Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa outside director akan lebih efektif dalam memonitor manajemen selain itu outsider juga lebih banyak memberikan expert knowledge dan nilai tambah bagi perusahaan. Hal tersebut didukung oleh Coughlan dan Schmidt, (1985), Hermalin dan Weisbach (1988) yang

188

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 menyatakan bahwa outside director selain lebih efektif dalam memonitor manajemen juga merupakan sarana untuk mendisplinkan para manajer. Meskipun bukti empiris masih menunjukkan hasil yang masih mix tentang ukuran dan komposisi dewan direksi terhadap kinerja perusahaan, namun yang perlu dtekankan bahwa outside director dapat memberikan kontribusi terhadap nilai perusahaan melalui aktivitas evaluasi dan keputusan strategik (Brickley dan James,1987 ; Byrd dan Hickman,1992; Lee et al,1992) serta pengurangan inefisiensi dan kinerja yang rendah (Weisbach,1988). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ukuran dan komposisi dewan direksi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya penurunan biaya keagenan. H3a: Ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap biaya keagenan yang diukur dengan perputaran aktiva H3b: Ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap biaya keagenan yang diukur dengan beban operasi Metodologi Penelitian 1. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria : perusahaan yang terdaftar di BEJ dan mempublikasikan laporan keuangan tahunan secara konsisten dari tahun 1999 sampai 2001. Tahun 1999 dipilih untuk menghindari pengaruh krisis moneter di Indonesia (1997), perusahaan tersebut memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode penggabungan atau pooling data. Dalam penelitian ini diperoleh 33 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, penjualan, total aktiva (total asset), hutang jangka panjang (long term debt), perputaran aktiva (asset turnover), beban operasi (operating expenses). Data diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan yang dipublikasikan di Bursa Efek Jakarta dan Indonesian Capital Market Directory. 2. Definisi dan Pengukuran Variabel 1. Biaya Keagenan/Agency Costs, Ukuran Pertama adalah asseturnover. Variabel ini mengukur biaya keagenan berdasarkan tingkat perputaran aktiva (asset turnover) dan sebagai proksi dari asset utilization. Tingkat perputaran aktiva merupakan rasio antara total penjualan dengan total aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva oleh manajemen. Semakin tinggi rasio ini maka semakin produktif aktiva tersebut digunakan untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham. Ukuran kedua adalah selling and general administrative/SG&A. SG&A merupakan proksi dari operating expense. Variabel ini mengukur biaya keagenan berdasarkan selling and general administrative, yaitu rasio beban operasi terhadap total penjualan. Beban operasi merefleksikan diskresi manajerial dalam membelanjakan sumberdaya perusahaan. Semakin tinggi beban diskresi manajerial maka semakin tinggi biaya keagenan yang terjadi. 2. Kepemilikan Saham Manajerial/Managerial Ownership (MOWN) adalah prosentase saham yang dimiliki oleh eksekutif dan direktur.

189

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 3. Kepemilikan Saham Institusional / Instituitional Ownership (INSTITUSIONAL) adalah prosentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham. 4. Ukuran Dewan Direksi/Board Size (BOARDSIZE), jumlah anggota dewan direksi dalam perusahaan. 5. Ukuran perusahaan/size (FIRMSIZE), adalah variabel kontrol yang diukur dengan logarithma dari nilai buku aktiva. Variabel ini diprediksikan mempunyai hubungan positif dengan biaya keagenan yang diukur dengan tingkat perputaran aktiva dan beban operasi. 6. Leverage (LEVERAGE), adalah variabel kontrol yang diukur dengan membagi total hutang dengan total aktiva. Jensen (1986) menyatakan hutang perusahaan merupakan salah satu mekanisme untuk menyatukan kepentingan manajer dengan pemegang saham, hutang memberikan sinyal tentang status kondisi keuangan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Dengan demikian leverage diprediksikan berhubungan negatif dengan biaya keagenan. 7. Dividen/Dividend(DIVIDEN) adalah rasio pembayaran dividen terhadap earning after tax (dividend payout ratio). Dividen diprediksikan berhubungan positif dengan biaya keagenan yang diukur dengan tingkat perputaran aktiva dan berhubungan negatif dengan beban operasi. 8. Risiko,(RISK) diukur dengan standar deviasi dari rasio antara laba bersih operasi (net operating income) terhadap total aktiva dibagi rata-rata laba bersih operasi (net operating income) dengan total aktiva. Risiko diprediksikan berhubungan negatif dengan biaya keagenan. 3. Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Untuk menguji hipotesis akan digunakan model sebagai berikut : Agency Costs = a + b1Mown + b2Institusional + b3 Boardsize + b4Firmsize + b5Leverage + b6Dividen + b7Risk + e Hasil dan Pembahasan 1. Pengujian Asumsi Analisis data menggunakan model persamaan regresi berganda. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan adalah kenormalan, multikolinieritas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan linieritas. Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah residualnya terdistribusi secara normal. Cara pengujiannya dengan melihat nilai Jarque-Beranya, jika J-B hitung < nilai 2 ( dari probabilitasnya). Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa model empiris yang digunakan memiliki residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi normal (lihat lampiran). Pengujian multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi variabel-variabel bebas diantara satu dengan lainnya. Dengan kata lain variabel-variabel ini tidak ortogonal. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat nilai pada kolom r2 autokorelasi (AC). Nilai (AC) tidak boleh melebihi 0.5 (+/-). Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa model ini lolos uji multikolinieritas (lihat lampiran). Penaksiran model regresi linier mengandung asumsi bahwa tidak terdapat autokorelasi atau korelasi serial diantara disturbance term-nya. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada kolom partial autocorrelation (PAC), dimana nilai (PAC) tidak boleh melebihi 0.5 (+/-). Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa model ini lolos uji autokrelasi (lihat lampiran). Salah satu asumsi pokok dalam

190

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 model regresi linier adalah bahwa varian setiap disturbance term yang dibatasi oleh nilai tertentu mengenai variabel-variabel bebas adalah berbentuk suatu nilai konstan yang sama dengan 2. Ini yang disebut dengan homokedasitas atau varian yang sama. Dengan menggunakan metode White, adanya heterokedasitas dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai 2-hitung dengan 2-tabel. Jika 2-hitung < 2-tabel maka dapat disimpulkan tidak terjadi heterokedastisitas. Berdasarkan hasil pengujian model dalam penelitian ini lolos uji heterokedastisitas (lihat lampiran). Pengujian linieritas adalah untuk menyatakan bahwa model persamaan adalah berbentuk linier. Untuk mengetahuinya dengan melihat nilai F statistik dari hasil pengujian Remsey Reset dibandingkan dengan nilai F tabel. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini berbentuk linier (lihat lampiran). 2. Statistik Deskriptif dan Analisis Univariate Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif dari sampel. Tabel 2 menunjukkan hasil analisis univariate dengan menggunakan uji beda. Uji beda ini bertujuan untuk melihat pengaruh biaya keagenan pada berbagai level kepemilikan dan ukuran dewan direksi Pengelompokkan level kepemilikan dan ukuran dewan direksi dibedakan berdasarkan median dari variabel kepemilikan dan ukuran dewan direksi (Ang et al, 1999 ; Singh et al, 2003). Kepemilikan manajerial, institusional dan ukuran dewan direksi dikelompokkan pada level rendah apabila prosentase kepemilikan manajerial, institusional dan jumlah dewan direksi berada dibawah nilai median sampel. Sebaliknya kepemilikan manajerial, institusional dan ukuran dewan direksi dikelompokkan pada level tinggi apabila prosentase kepemilikan manajerial dan institusional dan jumlah dewan direksi berada diatas nilai median sampel. Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa pada saat level kepemilikan manajerial tinggi, biaya keagenan yang diukur dengan tingkat perputaran aktiva (asset turnover) lebih tinggi dibandingkan pada saat level kepemilikan manajerial rendah. Namun perbedaan tersebut secara statistik tidak signifikan (0.967). Meskipun secara statistik tidak signifikan, hasil tersebut sudah sesuai dengan hipotesis. Hasil ini konsisten dengan hasil yang diperoleh Singh et al. Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang tinggi lebih efisien dalam menggunakan aktiva perusahaan dan mempunyai pengeluaran diskresi manajerial yang rendah. Untuk variabel kepemilikan institusional dengan proporsi yang tinggi, biaya keagenan yang diukur dengan tingkat perputaran aktiva lebiah tinggi dibandingkan pada saat proporsi kepemilikan institusional rendah dan hasilnya signifikan (0.020). Hasil ini konsisten dengan hipotesis yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berhubungan positif dengan tingkat perputaran aktiva. Hasil ini juga konsisten dengan hasil yang diperoleh Cai et al (2001) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan. Namun hasil ini berbeda dengan Singh et al (2003). Pada level tinggi, ukuran dewan direksi biaya keagenan yang diukur dengan tingkat perputaran aktiva lebih tinggi dibandingkan pada saat level ukuran dewan direksi rendah dan perbedaan tersebut signifikan secara statistik (0.030). Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa ukuran dewan direksi berhubungan

191

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 positif, yang artinya semakin besar ukuran dewan direksi semakin tinggi tingkat perputaran aktiva perusahaan. Hasil ini mendukung hasil penelitian Pfefer (1973), Pearce dan Zahra (1992) yang menyatakan bahwa peningkatan ukuran dan diversitas dewan direksi akan memberikan manfaat karena terciptanya jaringan dengan pihak diluar perusahaan. Namun hasil ini berlawanan dengan Yermack (1996), Eisenberg (1998) dan Singh (2003) yang menyatakan bahwa jumlah dewan direksi yang kecil dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan bahwa pada saat level kepemilikan manajerial tinggi, biaya keagenan yang diukur dengan rasio beban operasi dan penjualan (selling and general administration/SG&A) lebih tinggi dibandingkan pada saat level kepemilikan manajerial rendah. Namun perbedaan tersebut secara statistik tidak signifikan (0.712). Hasil tersebut berlawanan dengan hipotesis yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berhubungan negatif dengan SG&A. Perbedaan hasil dengan ekspektasi tersebut juga diperoleh Singh et al (2003) yang hasilnya menyatakan bahwa perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang tinggi mempunyai beban operasi dan penjualan yang juga tinggi. Namun satu hal yang perlu dicatat hasil diatas tidak signifikan. Pada saat kepemilikan institusional tinggi, biaya keagenan yang diukur dengan beban operasi dan penjualan lebih rendah dibandingkan dengan pada saat kepemilikan institusional rendah dan signifikan (0.045). Hasil ini konsisten dengan hipotesis yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berhubungan negatif dengan beban operasi dan penjualan. Hasil konsisten dengan penelitian Cai et al (2001). Pada level tinggi ukuran dewan direksi, biaya keagenan lebih rendah dibandingkan pada saat level ukuran dewan direksi rendah dan perbedaan tersebut signifikan secara statistik (0.009). Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran dewan direksi maka semakin rendah rasio beban operasi dan penjualannya.Hasil ini konsisten dengan Pfefer (1973), Pearce dan Zahra (1992). Secara umum hasil perbandingan mean (rata-rata) pada tabel 3 memberikan bukti bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial maka akan membantu penyatuan kepentingan (align interest) antara manajer dengan pemegang saham. Hubungan antara biaya keagenan dengan variabel kepemilikan dan corporate governance lebih kuat jika diukur dengan tingkat perputaran aktiva. 3. Pengujian Hipotesis Pengujian ini bertujuan untuk melihat hubungan struktur kepemilikan terhadap biaya keagenan sekaligus menginvestigasi efektivitas mekanisme dewan direksi dalam meningkatkan efisiensi dari pemanfaat aktiva perusahaan dan mengendalikan beban diskresi manajerial. Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian variabel kepemilikan, ukuran dewan direksi dan variabel-variabel kontrol (ukuran perusahaan, leverage, dividen dan risiko). Hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel biaya keagenan (asset turnover) terhadap variabel kepemilikan manajerial, institusional, ukuran dewan direksi dan variabel-variabel kontrolnya dengan nilai F = 4.734 dan tingkat signifikansi pada 0.000. Koefisien variabel kepemilikan manajerial negatif (-0.455) dan tidak signifikan (0.396), hasil ini berlawanan dengan hipotesis yang menyatakan bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dengan biaya keagenan (asset turnover) adalah positif. Dengan demikian hipotesis 1a tidak berhasil didukung. Hasil ini berlawanan dengan Singh et al namun

192

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 konsisten dengan Ang et al. Perbedaan hasil mengindikasikan bahwa hubungan kepemilikan manajerial dengan biaya keagenan gagal sebagai mekanisme untuk meningkatkan nilai perusahaan. Kesimpulan lainnya adalah bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial justru akan meningkatkan diskresi manajerial. Kesimpulan tersebut didukung oleh hasil analisis pada tabel 3 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial semakin tinggi biaya keagenan yang diukur dengan beban operasi. Untuk variabel kepemilikan institusional diperoleh koefisien (-2.468) (0.003), meskipun siginifikan namun hasil tersebut berlawanan dengan hipotesis 2a yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepemilikan institusional dengan biaya keagenan (asset turnover). Hipotesis 2a tidak berhasil didukung. Gagalnya penelitian ini mendukung hubungan antara kepemilikan institusional dengan biaya keagenan yang diukur dengan asset turnover kemungkinan disebabkan variabel asset turnover tidak dapat sepenuhnya menangkap ukuran kinerja yang dievaluasi oleh pihak institusional ketika mengevaluasi kinerja perusahaan. Koefisien untuk variabel ukuran dewan direksi diperoleh sebesar (7.067) (0.002), hasil tersebut signifikan dengan demikian berhasil mendukung hipotesis 3a yang menyatakan bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap biaya keagenan (asset turnover). Untuk variabel-variabel kontrol; ukuran perusahaan diprediksikan bertanda positif namun hasil analisis berlawanan dengan yang diprediksikan (-2.703) (0.386). Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan belum efisien dalam menggunakan aktiva perusahaan. Leverage diprediksikan bertanda negatif, hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diprediksikan namun tidak signifikan (0.000) (0.210), ini menunjukkan bahwa leverage yang tinggi dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan aktiva. Dividen diprediksikan bertanda positif, hasil analisis sesuai dengan prediksi dan signifikan (0.028) (0.004), artinya bahwa dividen dapat dijadikan sebagai alat untuk mengurangi masalah keagenan. Risiko diprediksikan bertanda negatif, hasil yang diperoleh seasuai dengan prediksi dan signifikan dimana koefisiennya (-0.204) (0.003). Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai risiko tinggi akan memperkeci pembayaran dividennya dengan tujuan untuk memperkecil konflik keagenan. Nilai koefisien determinasi sebesar 0.273, berarti bahwa variabel dependen hanya mampu dijelaskan 27.3 % oleh variabel independen. Sisanya sebesar 72,7% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Hasil pengujian pada tabel 5 dapat disimpulkan bahwa variabel biaya keagenan (sg&a) tidak dipengaruhi oleh variabel kepemilikan manajerial, institusional, ukuran dewan direksi dan variabel-variabel kontrolnya dengan nilai F = 1.764 dan tingkat signifikansi pada 0.104. Koefisien variabel kepemilikan manajerial negatif (-0.052) dan tidak signifikan (0.576), meskipun hasil ini sesuai dengan hipotesis 1b yang menyatakan bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dengan biaya keagenan (sg&a) adalah negatif namun secara statistik tidak signifikan. Dengan demikian hipotesis 1b tidak berhasil didukung. Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi belum sepenuhnya dapat menekan beban operasi yang terjadi diperusahaan. Untuk variabel kepemilikan institusional diperoleh koefisien 0.200 (0.349), hasil tersebut berlawanan dengan hipotesis 2b yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kepemilikan institusional dengan biaya keagenan (sg&a). Dengan demikian hipotesis 2b tidak berhasil didukung. Sekali lagi hasil ini mengindikasikan bahwa selling and general administrative sebagai ukuran dari biaya

193

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 keagenan belum dapat sepenuhnya menangkap kinerja yang dievaluasi pihak institusional dalam menngevaluasi kinerja perusahaan. Koefisien untuk variabel ukuran dewan direksi sebesar -1.245 (0.002), hasil tersebut sesuai prediksi dan signifikan, sesuai dengan hipotesis 3b yang menyatakan bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap biaya keagenan (sg&a). Untuk variabel-variabel kontrol; ukuran perusahaan diprediksikan bertanda positif, hasil analisis sesuai dengan yang diprediksikan (0.07) (0.218). Meskipun tidak signifikan hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan tidak efisien dalam mengendalikan beban diskresi manajerial. Leverage diprediksikan bertanda negatif, hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diprediksikan dan signifikan (-2.64E-08) (0.05) ; dividen diprediksikan bertanda negatif, hasil analisis sesuai dengan prediksi dan signifikan (-0.000587) (0.04) ; risiko diprediksikan bertanda negatif, hasil yang diperoleh sesuai dengan prediksi dimana koefisiennya namun tidak signifikan (0.00223) (0.259). Nilai koefisien determinasi sebesar 0.123, berarti bahwa variabel dependen hanya mampu dijelaskan 12,3 % oleh variabel independen. Sisanya sebesar 87,7% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Kesimpulan, Keterbatasan dan Saran Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hipotesis 1a dan 1b yang menyatakan bahwa hubungan kepemilikan manajerial dengan asset turnover adalah positif dan dengan operating expense adalah negatif tidak berhasil didukung.Tanda yang berlawanan menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial belum dapat berfungsi sepenuhnya sebagai mekanisme untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan aktiva perusahaan dan belum dapat menekan diskresi manajerial. 2. Hipotesis 2a dan 2b juga tidak berhasil didukung. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemilikan institusional belum efektif sebagai alat untuk memonitor manajemen dalam meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan asset turnover dan pengurangan beban operasi 3. Hipotesis 3a dn 3b yang menyatakan bahwa ukuran dewan direksi berhubungan positif dengan asset turnover adalah positif dan berhubungan negatif dengan operating expense berhasil didukung. Hasil ini konsisten dengan penelitian Pfefer (1973), Pearce dan Zahra (1992) namun berbeda dengan hasil yang diperoleh Yermack (1996), Eisenberg (1998), Ang et al (1999) dan Singh et al (2003). 4. Meskipun secara statistik tidak signifikan, dapat disimpulkan bahwa pada saat level kepemilikan manajerial tinggi agency costs yang diukur dengan asset turnover lebih tinggi dibandingkan pada saat kepemilikan manajerial rendah (tabel 2). Hasil ini konsisten dengan temuan Ang et al (1999) dan Singh et al (2003). Penelitian ini masih banyak mempunyai keterbatasan. Pertama, peneliti dalam mengelompokkan tinggi rendahnya kepemilikan dan ukuran dewan direksi berdasarkan nilainya mediannya kemungkinan kurang representatif. Kedua, peneliti tidak secara spesifik menggolongkan sampel sebagai perusahaan kecil atau besar seperti yang dilakukan Ang et al (1999) dan Singh et al (2003). Peneliti berikutnya perlu mempertimbangkan cara yang lebih baik dalam menggolongkan level kepemilikan dan ukuran dewan direksi. Membandingkan bagaimana hubungan antara variabel kepemilikan dan ukuran dewan direksi pada ukuran perusahaan yang berbeda.

194

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 Daftar Pustaka Agrawal, A dan Knoeber, C, 1996. Firm Performance and mechanisms to Control Agency Problems between Managers and Shareholders. Journal of Financial and Quantitative Analysis. Vol.31. hal.377-397. Allen, J.W dan Phillips, G.M, 2000. Corporate Equity Ownership, Strategic Alliances and Product Market Relationships. Journal of Finance. Vol.55. hal.27912816. Ang, J , Cole, R dan Lin J, 1999. Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Finance. Vol.55. hal.81-106. Barclay, M dan Holderness, C, 1991. Control of Corperations by Active Block Investor. Journal of Applied Corporate Finance. Vol.4 hal.68-77. Bathala, C.T, K.P Moon dan R.P Rao, 1994. Managerial Ownership, Debt Policy and the Impact of Institutional Holding: an Agency Perspective. Financial Management. Vol.23. hal. 38-50. Brickley, J dan James, C, 1987. The Takeover Market, Corporate Board Composition and Ownership Structure: The Case of Banking. Journal of Law and Economics. Vol.30. hal.161-180. Byrd, J dan Hickman, K, 1992. Do Outside Directors Monitor Managers? Evidence from Tender and Bids. Journal of Financial Economics. Vol. 32. hal192222. Cai, F, Kaul, G dan Lu, Z, 2001, Institutional Trading and Stock Returns. Working Paper, University of Michigan. Coughlan, A dan Schmidt, R, 1985. Executive Compensation, Management Turnover and Firm Performance: An Empirical Investigation. Journal of Accounting and Economics. Vol. 7. hal. 43-66. Crutchley, C.E dan R.S Hansen., 1989. A Test of the Agency Theory of Managerial Ownership, Corporate Leverage and Corporate Dividends. Financial Management. Hal. 34-46. Demsetz, H dan Kenenth Lehn, 1985. The Structure of Corporate Ownership: Cause and Consequaences. Journal of Political Economy. Vol.93. hal 1155-1177. Eisenberg, T, Sundgren, S dan Wells, M, 1998. Larger Board Size and Decreasing Firm Value in Small Firms. Journal of Financial Economics. Vol. 48. hal. 35-54. Fama, E, 1980. Agency Problems and The Theory of The Firm. Journal of Political Economy. Vol.88. hal.288-307. Fama, E dan Jensen, M, 1983. Agency Problems and Residual Claims. Journal of Law and Economics. Vol.26. hal.327-350.

195

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 Gladstein, D.J, 1984. Group in Context: A Model of Task Group Effectiveness. Administrative Science Quarterly. Vol.29. hal. 499-517. Hermalin, B dan Weisbach, M.S, 1991. The Effects of Board Composition and Direct Incentives on Firm Performance. Financial Management. Vol.20. hal. 101112. Holderness, C dan Sheeham, D, 1985. Raiders or Saviors? The Evidence on Six Controversial Investors. Journal of Financial Economics. Vol.14. hal. 555579. Itturriaga, F J.L dan Sanz, J.A.R, 1998. Ownership Structure, Corporate Value and Firm Investment: A Spanish Firms Simultaneous Equation Anaysis. Working Paper Universidad de Valladolid. Hal.1-32. Jensen, M dan meckling, W, 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics.Vol. 3. hal. 305-360. Jensen, M, 1986. Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance and Rakeovers. American Economic Review. Vol. 76. hal. 323-329. Jewell, L.N dan Reitz, H.J, 1981. Group Effectiveness in Organizations. ScottForesman, gleinview, IL. Kole, S.R, 1995. Measuring Managerial Equity Ownership: A Comparison of Sources of Ownership Data. Journal of Corporate Finance.Vol.1 hal.413-435. Lee, C, Rosentein, S, Rangan, N danDavidson III, W.N, 1992. Board Composition and Shareholder Wealth: The Case of Management Buyout. Financial Management. Vol. 21.hal. 58-72. Lipton, M dan Lorsch, J, 1992, A Modest proposal for Improved Corporate Governance. Business Lawyer. Vol. 48. hal. 59-77. McConnell, J dan Servaes H, 1990. Additional Evidence on Equity Ownership and Corporate Value. Journal of Financial Economics. Vol.27. hal.595-612. Morck, R, Shleifer, A dan Vishny, R, 1988. Management Ownership and market Valuation: An Empirical Analysis. Journal of Financial Economics. Vol.20. hal.20. hal.293-316. Olson, M, 1982. The Rise and Decline of nations: Economic Growth, Stagflation and Social Rigdities. Yale University Press, new Haven, CT. Pearce, J dan Zahra, S, 1992. Board Composition from a Strategic Contingency Perspective. Journal of Management Studies. Vol.29. hal.411-438.

196

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004 Pfeffer, J, 1973. Size Composition and Functions of Hospital Boards of Directors: A Study of Organization Environment Linkage. Administrative Science Quarterly. Vol.18. hal.349-364. Rozeff, M.S, 1982. Growth, Beta and Agency Costs as Determinants of Dividends Payout Ratios. Journal of Financial Research.hal. 249-259. Shaw, M.E, 1981. Group Dynamics: The Psychology of Small Group Behavior. Mc Grawhill, New York. Shome, D dan Singh, S, 1995. Firm value and External Blockholdings. Financial Management. Vol. 24. hal.3-14. Short, H dan Keasey, K, 1999. Managerial Ownership and Performance of Firms: Evidence from the UK. Journal of Corporate Finance. Vol.5. hal. 79-101. Weisbach, M, 1988. Outside Directors and CEO Turnover. Journal of Financial Economics. Vol. 20. hal. 431-460. Yermack, D, 1996. Higher Market Valuation of Companies with a Small Board of Directors. Journal of Financial Economics. Vol.40. hal.185-211.

197

Vous aimerez peut-être aussi