Vous êtes sur la page 1sur 9

AL MANTHUQ WAL MAFHUM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Study Al-Quran : Teori dan Metodologi Dosen Pengampu : DR. Imam Muhsin, M.Ag.

Disusun oleh : Khalif Musayyifi 1220411259

KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2012

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii BAB I BAB II : PENDAHULUAN ..................................................................... 1 : PEMBAHASAN ........................................................................ 2 A. Pengertian Manthuq............................................................ 2 B. Pembagian Manthuq........................................................... 3 C. Pengertian Mafhum............................................................. 6 D. Pembagian Mafhum............................................................. 6 E. Syarat syarat Mafhum Mukhalafah................................ 10 BAB III : PENUTUP ................................................................................. 13 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14

BAB I PENDAHULUAN

Al-Quran merupakan kitab suci terakhir dari Allah SWT dan sebagai mujizat terbesar nabi Muhammad SAW. Al-Quran sebagai bukti yang nyata keterngan dari Allah SWT, menjadi pedoman hidup dan pemberi peringatan bagi seluruh manusia di alam semesta ini. Ketika kita berbicara mengenai ayat-ayat yang terkandung di dalam Al-Quran, sebenarnya dari semua ayat yang ada didalam Al-Quran tersebut tidak semuanya memberikan arti/pemahaman yang jelas terhadap kita. Jika kita mau telusuri, ternyata banyak sekali ayat-ayat yang masih butuh penjelasan yang lebih mendalam mengenai hukum yang tersimpan dalam ayat tersebut. Ini menunjukkan bahwa ternyata ayat-ayat Al-Quran itu tidak hanya memberikan pemahaman secara langsung dan jelas, tetapi ada ayat yang maknanya tersirat didalam ayat tersebut. Perbedaan penemuan hukum (istinbat al-ahkam) terjadi akibat beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Salah satu faktor penyebab perbedaan tersebut, secara internal, adalah perbedaan metode ulama Usul dalam memahami makna nass, al-Quran dan Hadis, melalui lafaz (turq dilalah al-alfaz). Oleh karena itu, agar kita semua dapat memahami dan mengetahui hukum atau makna yang terdapat didalam ayat-ayat Al-Quran. Dalam makalah ini akan dipaparkan sedikit penjelasan guna menambah pemahaman pembaca mengenai ushul fiqih. Sebagian aspek tersebut yaitu mengenai Mantuq dan Mafhum, meliputi pengertian serta pembagian-pembagiannya. Oleh karena itu lebih jelasnya akan di bahas dalam makalah ini tentang : A. Pengertian mantuq dan mafhum B. Pembagian Mantuq dan mafhum C. Macam-macam mafhum mukhalafah D. Syarat-syarat mafhum mukhalafah

BAB II PEMBAHASAN
3

A. Manthuq Kata mantuq secara bahasa berarti Artinya : sesuatu yang ditunjukkan oleh lafal ketika diucapkan. 1 Mantuq adalah sesuatu (hukum) yang ditunjukkan oleh suatu lafadz dalam tempat pengucapan (tersurat). Jadi mantuq adalah pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz di tempat pembicaraan.2 Dari definisi ini diketahui bahwa apabila suatu hukum dipahami langsung lafal yang tertulis, maka cara seperti ini disebut pemahaman secara mantuq. Misalnya, hukum yang dipahami langsung dari teks firman Allah pada surat Al-Isra ayat 23 yang berbunyi :

4|s%ur y7 /u wr& (#r 7s? Hw) n$ t$! ) uq9$$/ur $Z|m) 4 $B) `t=7t x8yY uy969$# !$yJdtnr& rr& $yJd xs @)s? ! x. $yJl; 7e$& wur $yJd pk]s? @%ur $yJg9 Zwqs % $VJ2
Artinya : Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaikbaiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.3 Dalam ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian mantuq yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan perkataan ah atau perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu. Sedangkan mafhum yang tidak disebutkan yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang) karena lafadz-lafadz yang mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang nyata dinamakan mantuq dan tidak nyata disebut mafhum. Hal tersebut langsung tertulis dan ditunjukkan dalam ayat ini.
1Abdul hamid hakim, Mabaadi Awwaliya, ( jakarta : Saadiyah Putra,1927) hal 15. 2 Tajudien Abdul Wahhab As-Subkhi, Matn Jam'il jawami'. Juz: I, Hal: 235 3 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya, hal 284

Pada dasarnya mantuq ini terbagi menjadi dua bagian, akan tetapi dalam buku yang dikarang oleh Mannakhalil al-qattan ditambah dengan Muawwal. Diantaranya yaitu: 1. Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di tawilkan lagi, dan lafaz yang bentuknya sendiri telah dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara tegas (sarih ), tidak mengandung kemungkinan makna lain. Seperti firman Allah dan Al-quran surat Al-Baqarah ayat 196 :

yJs N9 gsP$u s psWn=rO 5Q$`......... r& dkpt:$# >py7y #s NFy_u 3 ur ) y7=? ou|t 's#B%x. ........
Artinya: .Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.4 Dalam ayat diatas penyebutan kata yaitu sepuluh dengan sempurna telah mematahkan kemungkinan sepuluh ini diartikan lain secara majaz (metafora). Inilah yang dimaksud dengan nash. Telah dinukil dari suatu kaum yang mengatakan ,jarang sekali terdapat mantuq nash dalam kitab dan sunnah. Disini imam Haramain (Al- Juwaini) telah berpendapat bahwa mereka yang berlebihan tersebut.ia berkata: Tujuan utama dari mantuq nash ialah kemandirian dalam menujukkan makna secara pasti dengan mematahkan segala tawil dan kemungkinan. Sekalipun jarang dilihat dari bentuk lafaz yang mengacu kepada bahasa. Akan tetapi, betapa banyak lafaz yang disertai qarimah haliyah dan maqaliyah.
2. Zhahir, yaitu lafadz yang menunjukkan sesuatu makna yang segera di fahami

ketika ia di ucapkan tetapi di sertai kemungkinan lain yang lemah. Jadi dzahir itu sama dengan nash dalam hal penunjukannya kepada makna yang berdasarkan pada lafadz saat di ucapkan. Namun dari segi lain ia berbeda dengannya karena nash hanya menunjukkan satu makna secara tegas dan tidak mengandung
4 Ibid. Hal. 31

kemungkinan menerima makna lain, sedang dzahir di samping menunjukkan satu makna ketika di ucapkan juga di sertai kemungkinan menerima makan lain meskipun lemah.5 Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 173 :

yJR)

tPym

N6n=t

sptG yJ9$#

tP$!$#ur$

zNss9ur 9$# !$tBur @d& m/ !$# ( Y t9 `yJs $# ux 8$t/ wur 7t Ixs zNO) $ mn=t 4 b) !$# qx O m
Artinya : Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.6 Lafadz al-bagh di gunakan untuk makna al-jahil (bodoh,tidak mengetahui) dan al-adin (melampui batas). Tetapi pemakaian untuk makna kedua lebih tegas dan populer sehingga makna inilah yang kuat (rajih), sedang makna yang pertama lemah (marjuh). Juga seperti firman-Nya :

tRq=to `t syJ9$# ( @% uqd ur ]r& (#q9 tI$$s u!$|iY9$# syJ9$# ( wur `dq/t)s? 4Lym tbgt ( #s*s tbgss? dq?'s `B ]ym N.ttBr& !$# 4 b) !$# =t t/qG9$# =tur dgstFJ9$#
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Lafadh yahthurna mempunyai kemungkinan arti suci
5 H. Aunur Rafiq El-Mazni, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, hal. 312 6 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya, hal 26

dengan terhentinya haid dan arti dan arti suci dengan mandi jinabat dan wudlu, tetapi dari kedua arti tersebut, arti ke kedua lebih jelas dan lebih umum digunakan, sehingga tulah makna rajih, sedang penunjukan kepada makna pertama adalah marjuh.7 3. Muawwal adalah lafaz yang diartikan dengan makna marjuh karena ada sesuatu dalil yang menghalangi dimaksudkannya makna yang rajih. Muawwal berbeda dengan zahir; zahir diartikan dengan makna yang rajih sebab tidak ada dalil yang memalingkannya kepada yang marjuh, karena ada dalil yang memalingkannya dari makna rajih. Sedang muawwal diartikan dengan makna marjuh,sebab ada dalil yang memalingkannya dari makna rajih. Akan tetapi masing-masing kedua makna itu ditunjukan oleh lafaz menurut bunyi ucapanya. Misalnya firman Allah SWT dalam Al-quran surat Al-isra ayat 24 :

z$#ur $yJgs9 yy$uZy_ eA%!$# z`B pyJm 9$# @%ur b> $yJgHxq$# $yJx. T$u /u #Z |
Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".8 Lafaz janaahaz-zulli diartikan dengan tunduk, tawadu dan bergaul secara baik dengan orang tua, tidak diartikan sayap,karena mustahil manusia mempunyai sayap. B. Mafhum Pengertian Mafhum secara bahasa adalah sesuatu yang ditunjuk oleh lafadz, tetapi bukan dari ucapan lafadz itu sendiri. Para ahli ushul fiqh mendefinisikan mafhum sebagai berikut Mafhum adalah penunjukkan lafal yang tidak diucapkan atau dengan kata lain
7 Drs. Rosihon, M.Ag, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Quran, hal 234 8 Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahannya, hal 284

penunjukkan lafal terhadap suatu hukum yang tidak disebutkan atau menetapkan pengertian kebalikan dari pengertian lafal yang diucapkan (bagi sesuatu yang tidak diucapkan)9 Seperti firman Allah SWT.


Secara mantuq, hukum yang dapat ditarik dari ayat ini adalah haramnya mengucapkan kata ah dan menghardik orang tua. Dari ayat ini dapat juga digunakan mafhum, dimana melaluinya dapat diketahui haram hukumnya memukul orang tua dan segala bentuk perbuatan yang menyakiti keduanya. Pembagian Mafhum Mafhum juga dapat dibedakan kepada 2 bagian yaitu: 1. Mafhum Muwafaqah, yaitu pengertian yang dipahami sesuatu menurut ucapan lafadz yang disebutkan. Menurut para ahli usul fiqh mafhum muwafaqah adalah penunjukan hukum yang tidak disebutkan untuk memperkuat hukumnya karena terdapat kesamaan antara keduanya dalam meniadakan atau menetapkan. Mafhum Muwafaqah dapat dibagi kepada 2 bagian yaitu: a) Fahwal Khitab, yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua lebih tidak boleh hukumnya, firman Allah yang berbunyi :


Artinya : Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Mafhumnya yaitu keharaman memukul kedua orang tua, lebih kuat tingkatannya daripada mantuqnya, yaitu mengatakan ah kepada kedua orang tua. b) Lahnal Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan yang diucapkan, seperti firman Allah SWT dalam Al-quran surat An-Nisa ayat 10 :


Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
9 Muchotob Hamzah, Study Al-Quran Komprehensif, hal.295

Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut yang berarti dilarang (haram). Kedua mafhun ini disebut mafhum muwafaqah karena makna yang disebutkan itu hukumnya sesuai dengan hukum yang diucapkan, meskipun hukum itu memiliki nilai tambah pada yang pertama dan sama pada yang kedua. 2. Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti dalam firman Allah SWT surat Al-Jumuah ayat 9 :


Artinya: Wahai orang-orang yang beriman apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli dari ayat ini dipahami bahwa boleh jual beli dihari Jumat sebelum azan dikumandangkan dan sesudah mengerjakan shalat Jumat. Dalil Khitab ini dinamakan juga mafhum mukhalafah.

Vous aimerez peut-être aussi