Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Kemarahan adalah emosi yang normal pada manusia yakni respon emosional yang kuat dan tidak menyenangkan terhadap suatu provokasi baik nyata ataupun yang dipersepsikan individu (Thomas, 1998). Kemarahan terjadi ketika individu mengalami frustasi, terluka, atau takut. Apabila ditangani dengan benar dan diungkapkan secara asertif, kemarahan dapat menjadi kekuatan positif yang membantu individu mengatasi konflik, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan. Kemarahan memberi energi kepada tubuh secara fisik untuk melakukan pertahanan diri, ketika dibutuhkan, melalui pengaktifan mekanisme respons fight-or-fight pada sistem saraf simpatis. Apabila diungkapkan secara tidak tepat atau disupresi, kemarahan dapat menyebabkan masalah fisik atau emocional atau mengganggu hubungan. Walaupun kemarahan merupakan emosi yang normal pada manusia, kemarahan sering kali dipersepsikan sebagai perasaan negatif. Banyak orang merasa tidak nyaman mengungkapkan kemarahan secara langsung. Akan tetapi, kemarahan merupakan reaksi sehat dan normal yang dapat terjadi dalam merespon situasi atau keadaan yang tidak adil, ketika hak seseorang tidak dihormati, atau ketika harapan individu tidak terpenuhi. Apabila individu dapat mengungkapkan kemarahannya dengan asertif, penyelesaian masalah atau resolusi konflik dapat terjadi. Kemarahan menjadi konsep negatif ketika individu menyangkal atau menekan perasaan marah atau ketika ia mengungkapkannya secara tidak tepat. Menyangkal atau menekan (mis., menahan) perasaan marah dapat terjadi jika individu merasa tidak nyaman mengungkapkan kemarahan. Hal ini dapat menimbulkan masalah fisik seperti migren, sakit kepala, ulkus, atau penyakit arteri koroner, atau masalah emosional seperti depresi dan harga diri endah. Kemarahan yang diungkapkan secara tidak tepat dapat menimbulkan permusuhan dan agresi. Perawat dapat membantu klien mengungkapkan kemarahan dengan cara yang tepat yakni berperan sebagai model dan bermain peran tentang teknik komunikasi asertif. Komunikasi asertif menggunakan pernyataan Saya yang mengungkapkan perasaan dan bersifat spesifik terhadap suatu situasi misalnya, Saya marah jika Anda menginterupsi saya, Saya marah jika Anda mengubah jadwal kerja tanpa memberi tahu saya. pernyataan seperti ini memungkinkan pengungkapkan marah yang tepat dan dapat menghasilkan diskusi penyelesaian masalah yang produktif dan mengurangi kemarahan. Beberapa individu mencoba melepaskan perasaan marah mereka dengan melakukan aktivitas agresif tetapi aman, seperti memukul kantong tinju atau berteriak. Aktivitas demikian yang disebut katarsis, diharapkan dapat melepaskan kemarahan. Akan tetapi, Bushman dan Stack (1999) menemukan bahwa katarsis dapat meningkatkan perasaan marah bukan menguranginy. Oleh karena itu, aktivitas katartik di kontraindikasikan untuk klien yang marah. Aktivitas yang tidak agresif, seperti berjalan atau berbicara dengan orang lain, lebih cenderung efektif dalam mengurangi kemarahan.

Phillips (1998) menemukan bahwa pria yang mengalami ledakan kemarahan memiliki resiko stroke dua kali daripada pria yang mengendalikan kemarahannya. Ledakan kemarahan yang agresif dan besar seperti berteriak atau melempar benda-benda, harus diganti dengan metode pengungkapan marah yang efektif, misalnya dengan menggunakan komunikasi asertif. Mengendalikan kemarahan atau menatalaksanakan kemarahan dengan efektif tidak boleh keliru dengan menekan perasaan marah, yang dapat menimbulkan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya.

BAB II ISI
1. Pengertian Suatau emosi yang terentang mulai dari iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh semua orang. Biasanya kemarahan adalah reaksi terhaap stimulus yang tidak menyenangkan atau mengancam (widjaya kusuma, 1992 : 423). Kemarahan menurut stuart dan sunden (1987 : 363) adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Kemarahan adalah emosi yang normal pada manusia yakni respon emosional yang kuat dan tidak menyenangkan terhadap suatu provokasi baik nyata maupun yang dipersepsikan individu Kemarahan dapat terjadi ketika individu memgalami frustasi, terluka dan takut 2. Rentang Respon Kemarahan Respon Kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif maladaptive (lihat gambar berikut). Skema 8.1. Rentang Respons Kemarahan Respon adaptif Pernyataan (assertion) Frustasi Pasif Respon maladaptif Agresif Ngamuk

Assertion adalah kemarahan atau tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain selanjutnya individu merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.

Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan. Ngamuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri, individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Apabila ditangani dengan benar dan diungkapkan secara asertif kemarahan dapat menjadi kekuatan positif yang membantu individu mengatasi konflik, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan. Kemarahan memberi energi kepada tubuh secara fisik untuk melakukan pertahanan diri ketika dibutuhkan melalui pengaktifan mekanisme respon fight or- flight pada system saraf simpatis apabila diungkapkan secara tidak tepat atau disupresi, kemarahan yang menyebabakan masalah fisik atau emosional atau menggagu hubungan 3. Proses Kemarahan Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi olehs setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : 1) Mengungkapkan secara verbal 2) Menekan 3) Dan menantang Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus-menerus, maka kemarahan dapat di ekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresif dan ngamuk. kemarahan merupakan reaksi sehat dan normal yang dapat terjadi dalam merespon situasi atau keadaan yang tidak adil, ketika hak seseoarng tidak dihormati atau ketika harapan individu tidak terpenuhi. Apaabila iindividu dapat mengungkapkan kemarahannya dengan asertif penyelesaian masalah atau resolusi konplik dapat terjadi. Kemarahan menjadi konsep negatif ketika individu menyangkal atau menekan perasaan marah atau ketika ia mengungkapkannya secara tdak tepat menyangkal atau menekan (mis menahan) perasaan marah dapat terjadi jika individu merasa tidak nyaman mengungkapkan kemarahan hal ini dapat menimbulkan masalah fisik seperti migren, sakit kepala, ulkus atau defresi dan harga diri rendah. Kemarhan yang di ungkapkan secara tidak tepat dapat menimbulkan permusuhan dan agresi, perawat dapat membantu klien mengungkapkan kemarahan dengan cara yang tepat yakniberperan sebagai model dan bermain peran tentang tekhnik komunikasi asertif .

Pengungkapan marah yang tepat dan dapat menghasilkan diskusi penyelesaian masalah yang produktif dan mengurangi kemarahan. Beberapa individu mencoba melepaskan perasaan marah mereka dengan melakukan aktifitas agresif tetapi aman seperti memukul kantong tinju atau berteriak, aktifitas tersebut disebut katarsis diharapkan dapat melepaskan kemarahan akan tetapi Bushman Stack menemukan bahwa katarsis dapat meningkatkan kemarahan bukan mengurangi, oleh karena itu aktifitas katarsis dikontraindikasikan oleh klien yang marah aktifitas yang tidak agresif seperti berjalan atau berbicara dengan orang lain lebih cenderung efektif dalam mengurangi kemarahan. Philips menemukan bahwa pria yang mengalami ledakan kemarahan memiliki resiko stroke dua kali dari pada pria yang mengendalikan kemarahannya.ledakan kemarahan yang agresif dan besar seperti berteriak atau melempar benda benda harus diganti dengan metode pengungkapan marah yang efektif mis dengan menggunakan komunikasi asertif Fase agresif 1) Fase pemicu : adanya stimulus terhadap masalah yang diterima klien pada fase ini intervensi keperawatan mencangkup berbicara dengan tenang dan tidak mengancam menunjukan empati, mendengarkan serta mengajukan menenangkan diri ke tempat yang tenang. 2) Fase eskalasi: pada fase ini intervensi yang di gunakan pendekatan direktif, mengendalikan situasi , menggunakan suara yang tenang dan tegas dalam memberikan arahan, arahkan kilien untuk menenangkan diri. 3) Fase krisis: kehilangan kemampuan untuk mengekspresikan kejadian dengan akurat, menyelesaikan masalah.agresi klien ditangani dengan cepat oleh staf yang berpengalaman dan terlatih dengan menggunakan tekhnik restain 4) Fase pemulihan pada fase ini klien di bantu untuk rileks memperoleh kembali pengendalian diri dan membicarakan tentang peristiwa agresi dengan cra yang rasional 5) Fase fasca krisis pasa fase ini klien diinregrasiakn kembali kedalam lingkungan 4. Patofisiologi marah
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian kehidupan sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yan g menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti

orang lain, akan memberikan perasaan lega, menu runkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000). Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan. Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri (Depkes, 2000)

Secara skematis perawat penting sekali memahami proses kemarahan yang dapat digambarkan pada skema 1 Skema 1
STRESSOR INT & EKS DISRUPTION & LOSS PERSONAL MEANING COMPENSAT ORY ACT. HELPLESSNESS RESOLUTION GUILT

ANGER & AGRESSION EXPRESSED INWARD EXPRESSED OUTWARD

DESTRUCTIVE

PAINFULL SYMPTOM

CONSTRUCTIVE ACTION

RESOLUTION

Kemarahan di awali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, caican, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal teersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption and Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).

Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif (compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiata positif (olah raga, menyapu, atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar (expressed outward) dengan kegiatan yang kontruktif (constructive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan keluar (expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (destructive action) dapat menimbulkan gejala psikosomatis (painful symptom). Psikodinamika Hasil temuan menyatakan bahwa serotonin berperan sebagai inhibitor utama pada pririlaku agresif, dengan demikian kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan peningkatan perilaku agresif hal ini dapat nerhubungan dengan serangan marah yang terlihat dalm beberapa klien defresi selain itu peningkatan aktifitas dopamine dan norefrinefrin di otak dikaitkan dengan peningkatan perilaku kekerasan yang imfulsif selanjutnya kerusakan struktur system limbic dan lobus frontal serta lobus temporal otak dapat mengubah kemampuan individu untuk memodulasi agresi sehingga menyebabkan perilaku agresi Psikofarmaka 1) Litium : aktif dalam mengobati pasien agresif dengan gangguan bipolar, gangguan tingkah laku,(gol psikotropik) 2) Karbamazepin (tegetrol) dan palproat (depakote) digunakn untuk mengobati agresi yang terkait dengan gangguan kepribadian (gol psikotropik ) 3) Gol antipsikotik atipikal seperti klozapin (clorazil), resperidon, (risperdal), olanzapin (zyprexa) 4) Benzodiazepine dapat mengurangi iritabilitas dan agitasi ( gol antiansietas dan hipnotik sedatif) pengobatan ansietas dan gangguan tidut, mekanisme kerjanya memberikan efek ansietasnya melalui potensiasi yang kuat pada neurontransmiter inhibisi asam aminobutirat (GABA) kemungkinan interaksinya potensial efek SSP aditif terutama sedasi dan penurunan kinerja siang hari, (kep jiwa edisi 5 gail w stuart 378-380) 5) Untuk klien psikotik yang agresif pendekatan cocktail atau chaser dapat digunakan untuk menghasilkan sedasi yang cepat. Metode cocktail dilakukan dengan memberi dua obat biasanya haloperidol (haldol) dan lorazepam (ativan). (katagori psikotropik) Efek samping dan pertimbangan kep benzodiazepine Efek samping umum 1) Mengantuk, sedasi 2) Ataksia, pusing 3) Perasaan terpisah dari yang lain 4) Peningkatan iritabilitas atau bermusuhan

2. 3. 4. 5. 6.

5) Amnesia 6) Efek kognitif 7) Toleransi ketergantungan Efek samping yang jarang terjadi: 1. mual sakit kepala kebingungan kerusakan psikomotor kasar defresi reaksi amuk Pertimbangan Kep Ada Di Buku Saku Kep Jiwa Edisi 5 Gail W 386

5. Peran Perawat Pada Klien marah 1) Pengkajian Pada dasarnya pengkajian pada klien marah ditujukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual. Aspek Biologi Respon fisiologi timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, dan frekuensi pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatkan kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan reflek cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah. Aspek Emosional Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin berkelahi, ngamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahgunakan dan menuntut. Prilaku menarik perhatian dan timbulnya konflik pada diri sendiri perlu dikaji seperti melarikan diri, bolos dari sekolah, mencuri, menimbulkan kebakaran, dan penyimpangan seksual. Aspek Intelektual Sebagian besar pengalaman kehidupan individu didapatkan melalui proses intelektual. Peran pancaindra sangat penting untuk beradaptasi pada lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Aspek Sosial Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya, dan ketergantungan. Emosi marah sering merasa kemarahan dari orang lain. Dan menimbulkan penolakan dari orang lain. Sebagian klien menyalurkan kemarahan dengan nilai dan mengkritik tingkah laku orang lain, sehingga orang lain merasa sakit hati. Proses tersebut mengasingkan individu sendiri menjauhkan diri dari orang lain.

Aspek Spiritual Kepercayaan, nilai, dan moral mempengaruhi ungkapan individu. Aspek tersebut mrmpengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepada-Nya. 2) Diagnosa Keperawatan Beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan : 1. Kesulitan mengungkapkan kemarahan tanpa penyakit orang lain b.d tidak mengetahui cara ungkapan yang dapat diterima, dimanifestasikan dengan marah disertai suara keras pada orang sekitar. 2. Gangguan komunikasi sehubungan dengan perasaan marah terhadap situasi dan pelayanan yang diterimanya yang dimanifestasikan dengan menghina atau menyalahkan perawat, seperti Anda seharusnya di sini sejak 1 jam lalu. 3. Penyesuaian yang tidak efektif sehubungan dengan tidak mampu mengkonfrontasikan kemarahan, dimanifestasikan dengan mengucapkan kata-kata kasar. 4. Penyesuaian yang tidak efektif sehubungan dengan penolakan rasa marah yang dimanifestasikan dengan kata-kata: Saya tidak pernah marah. 5. Mempunyai potensi untuk mengamuk sehubungan dengan keinginan yang bertolak belakang dengan perawat rumah sakit, dimanifestasikan dengan menolak mengikuti peraturan rumah sakit dan ingin memukul orang lain. 6. Mempunyai potensi untuk mengamuk pada orang lain yang sehubungan dengan fungsi kontrol otak yang terganggu akibat adanya gangguan neurologis otak yang dimanifetasikan dengan bingung dan hipersensitif terhadap rangsangan interpersonal. 7. Kekuatan marah yang berkepanjangan sehubungan dengan diagnosa baru, situasi baru dan informasi yang kurang. Intervensi Dan Implementasi Keperawatan Kesadaran Diri Merawat Perawat sering menganggap bahwa klien merupakan sumber masalah baginya bila klien marah. Bagi perawat yang mempunyai pengetahuan tentang kemarahan akan dapat membantu klien untuk mengatasi kemarahan. Bagi staf harus menyadari bahwa klien dapat mengungkapkan marah dengan tidak bermusuhan dan memberi dukungan atas ungkapan tersebut. Perawat perlu memahami perasaan sendiri dan reaksinya terhadap kemarahan klien. Batasan Ungkapan Marah Loomis (1970), dikutipkan dari Stuart dan Sundeen (1987 : 579) menetapakan 3 batasan ungkapan marah :

3)

1. Menyatakan harapan pada klien dengan cara yang positif. 2. Membantu klien menggali alasan dan maksud tingkah laku klien. 3. Bersama klien menetapkan alternatif cara mengungkapkan marah. Kontrol Terhadap Kekerasan Perawat perlu mengembangkan kemampuanya mengatasi tingkah laku klien yang tidak terkontrol. Dengan empati dan pengamatan yang cermat dan tingkah laku klien, perawat dapat mengantisipasi ledakan kemarahan klien. Aspek Biologis Memberikan cara penyaluran energi kamarahan dengan cara yang konstruktif melalui aktifitas fisik seperti : lari pagi, angkat berat, dan aktifitas lain yang membantu relaksasi otot seperti olah raga. Di rumah sakit dapat dimodifikasi dengan mobilitas baik pasif maupun aktif misalnya dengan jalan-jalan di taman, latihan pergerakan tungkai, mendorong kursi roda. Aspek Emosional Perawat dapat membantu klien yang belum mengenal kemarahannya dengan menyatakan seperti bapak tidak tenang atau ibu marah. Hal ini mendorong klien mengenal perasaan marahnya. Aspek Intelektual Ketika seseorang tiba-tiba marah, ia perlu diarahkan pada batas orientasi kini dan di sini, pada situasi seperti ini perawat dapat : 1. Menghadapi intensitas kemrahan klien 2. Mendorong ungkapan rasa marah klien 3. Membuat kontak fisik dengan klien 4. Menyertakan klien dalam kelompok 5. Memeriksa keadaan fisik klien 6. Kalau perlu menjaga jarak untuk melindungi diri 7. Memberikan laporan pada perawat yang dinas berikutnya

Aspek Sosial Bermain peran memungkinkan klien mengeksplorasi perasaan marah dengan melakukan : 1. Mengkaji pengalaman marah masa lalu 2. Bermain peran dalam mengungkapkan marah 3. Mengembangkan cara mengungkapkan marah yang konstruktif 4. Mempelajari cara mengintregrasikan pengalaman 5. Membagi perasaan dengan anggota kelompok bermain Aspek Spiritual Bila klien marah pada tuhan atau kekuatan supranatural karena yakin bahwa penyakitnya adalah hukuman dari tuhan maka perawat memberi dorongan agar klien mengungkapkan perasaannya atau memanggil

pemimpin agama bila perawat merasa tidak adekuat. Perawat dapat mendengarkan dengan penuh perhatian sehingga memungkinkan terjadi diskusi tentang nilai-nila spiritual yang meliputi beberapa jauh klien telah mencapai tujuan hidupnya tentang kehilangan orang terdekat dan kematian seseorang.

4) Evaluasi Evaluasi pada klien marah harus berdasarkan observasi perubahan tingkah laku dan respon subjektif klien. Maynard dan Vhitty, 1979 (dikutip dari Stuart dan Sundeen, 1987 : 582) menganjurkan beberapa pertanyaan pada evaluasi : 1. Bagaimana perasaan anda tentang pengalamannya ? 2. Bagaimana respon orang lain terhadapnya ? 3. Apakah kesempatan konfrontasi baginya ? Fokus evaluasi adalah cara ungkapan kemarahan, ketepatan marah, kesesuaian objek, kesamaan derajat ungkapan marah dengan faktor pencetus dan kesadaran klien terhadap proses yang dialami, sehingga jika fase marah telah selesai klien dapat melalui jika fase tersebut sampai dapat menerima keadaan penyakitnya dan dapat menggunakan penyesuaian yang epektif. 5) Fungsi Positif Marah Fungsi energi Fungsi ekspresi Self promotional function Fungsi defensif : marah dapat meningkatkan energi. : ekspresi marah yang asertif sehat. : marah untuk menunjukkan harga diri memproyeksikan konsep diri positif. : kemarahan merupakan pertahanan ego dalam menanggapi kecemasan yang meningkat karena konflik eksternal setelah marah lega. : kemarahan dapat meningkatkan potensi : membedakan ekspresi seseorang : marah, sedih, atau gembira.

Potentiating function Fungsi diskriminasi

6) Respon Perawat Terhadap Kemarahan Klien Dalam kajian kesehatan mental; pasien dengan kepribadian antisosial dan prilaku menyimpang menunjukkan celaan, intoleransi, dan gangguan moral secara umum yang lebih besar dari pasien-pasien lainnya. Sebagai seorang yang membutuhkan pertolongan, klien-klien tersebut terlihat seakan memiliki moral yang lemah. Namun di sisi lain mereka sebenarnya sanggup untuk mengatasi permasalahannya jika ia mau berusaha. Sebagaimana layaknya manusia yang ingin dihargai dan sukses dalam usahanya ketika berhadapan dengan orang yang ditolongnya, tapi kemudian menyalahgunakan pertolongan tersebut, atau menolak bahkan

10

melecehkan, sehingga perawat marah. Jika dalam situasi interpersonal tidak diperoleh hasil yang memuaskan dapat menyebabkan kemarahan, kecewa, tidak peduli, dan putus asa. Seperti pada klien-klien yang mana perilaku klien terlihat sebagai mekanisme pertahanan diri yang dapat dipahami, yang dapat dikaji dalam proses terapeutik. Klien dengan gangguan kepribadian dan penyimpangan perilaku justru diharapkan untuk menetang atau menghilangkan kebiasaankebiasaannya dalam mekanisme pertahanan diri. Mempertimbangkan hal tersebut, perawat, khususnya pelajar, dan pemula untuk mempersiapkan segalanya. Mereka bisa saja tertipu oleh pesona intelejen dan janji-janji klien dalam hal ini mereka bisa saja menyalahkan diri sendiri dan kecewa. Respon perawat terhadap kasus ini umumnya dipengaruhi latar belakang sosial budaya. Perawat denagn pengalaman yang memiliki kasus serupa pada keluarganya dapat menimbulkan dendam akibat trauma yang dialaminya atau malah tidak memperhatikan kebutuhan klien. Oleh karena itu diperlukan kemuliaan dan evaluasi diri yang kritis. Hal yang paling efektif dalam membantu klien adalah dengan sering memperbaiki diri klien itu sendiri melalui kesadaran diri dan pemahaman sikap manusia. Respon Terhadap Keluarga Perawat juga dapat memberi respon sama terhadap keluarga seperti terhadap klien. Beberapa hal perlu dikaji ; 1. Warisan keluarga dari generasi ke generasi. 2. Pola hubungan keluarga yang memudahkan klien berprilaku menyimpang . 3. Kurangnya perhatian dan pendidikan keluarga. 4. Terlalu overprotektif.

Pengkajian Pengkajian dini, Penggunaan obat-obatan yang bijaksana, dan interaksi verbal dengan klien yang marah seringkali dapat mencegah kemarahan berkembang menjadi agresif fisik. Faktor-faktor yang mempengaruhi agresif di lingkungan psikiatri (lingkungan unit). Shepherd dan Lavender (1999) menemukan bahwa perilaku

11

agresif lebih jarang terjadi di unit psikiatri ketika terdapat kepemimpinan psikiatri yang kuat, peran staf jelas, dan peristiwa seperti interaksi staf klien, interaksi kelompok, serta aktifitas direncanakan dan jumlahnya adekuat. Jika jumlah pertemuan yang dapat diperkirakan atau kelompok dan interaksi staf-klien kurang, klien sering merasa frustasi dan bosan, serta agresi lebih sering terjadi dan intens. Riwayat perilaku kekerasan atau perilaku agresif merupakan salah satu alat prediksi terbaik perilaku agresif yang akan dilakukan. Mengetahui bagaimana klien dengan riwayat agresi mengatasi kemarahan sangat bermanfaat dan apa yang klien pikirkan dapat membantunya mengendalikan atau mengatasi perasaan marah dengan cara tidak agresif. Klien yang marah dan frustasi serta yakin bahwa tidak seorang pun mendengarkan mereka menunjukan sikap bermusuhan atau agresif. Lima fase Siklus Agresi 1. Pemicu 2. Eskalasi 3. Krisis 4. Pemulihan 5. Pascakrisis Pengkajian klien harus dilakukan dalam jarak yang aman. Perawat dapat mendekati klien sambil mempertahankan jarak yang adekuat sehingga klien tidak merasa terperangkap dan terancam. Untuk menjamin keselamatan staf dan memperlihatkan kerja tim, dua anggota staf melakukan pendekatan pada klien. Analisa Data Diagnosis keperawatan yang biasa digunakan ketika manangani klien afresif meliputi : 1. Resiko perilaku kekerasan: terhadap diri sendiri atau orang lain. 2. Ketidakefektifan koping individu Identifikasi Hasil Kriteria hasil untuk klien agresif meliputi : 1. Klien tidak akan membahayakan atau mengancam orang lain. 2. Klien akan menghentikan perilaku mengintimidasi atau menakuti orang lain 3. Klien akan mengungkapkan perasaan dan kekhawatirannya tanpa agresi 4. Klien akan mematuhi program pengobatan. Intervensi Di lingkungan sosial, respon yang paling sering muncul terhadap individu yang menunjukan sikap bermusuhan ialah menghindar sejauh mungkin dari individu tersebut. Akan tetapi, di lingkungan psikiatri, cara yang paling bermanfaat adalah melibatkan individu tersebut dalam dialog untuk mencegah perilakunya berkembang menjadi agresif fisik. Intervensi palin efektif dan kurang restriktrif jika dilakukan pada awal siklus agresi. Evaluasi Perawatan palin efektif ketika kemarahan klien dapat di atasi pada tahap awal (Morales & duphorne, 1995), tetapi restrain atau seklusi kadang-kadang dibutuhkan untuk menangani perilaku agresif secara fisik. Tujuannya ialah mengajarkan klien yang marah, memperlihatkan sifat bermusuhan, serta

12

berpotensi agresif mengungkapkan perasaan mereka secara verbal dan aman tanpa ancaman atau membahayakan orang lain atau merusak properti.

13

TGL 1

DX TUJUAN Penyesuaian yang tidak klien mampu: efektif b.d tidak mampu 1. menyatakan mengkonfrontasikan harapan dengan kemarahan dimanifestasikan positif dengan mengucapkan kata- 2. mengontrol kata kasar yang berlebihan emosinya 3. bisa menerima suatu kenyataan 4. mampu mengendalikan marahnya

PERENCANAAN KRITERIA EVALUASI Setelah...,pertemua n pasien dapat menyebutkan 1. tentang perasaannya 2. respon perasaan terhadap orang lain 3. mampu memperlihatkan cara dalam mengontrol emosi 4. mampu berbicara dengan tidak marah 5. mampu menunjukan peneriaan kehilangan

INTERVENSI 1) 2) Membantu klien meluapkan emosinya secara positif Membantu klien mengungkap kan perasaannya Membantu klien untuk belajar koping yang efektif Jelaskan tentang konsep berduka 1) me njelaskan batasan marah 2) me mbantu mengontrol terhadap kekerasan 3) me mbantu menyalurkan energi kemarahan dengan cara konstruktif 4) me mbantu mengeksprol asi perasaan marah

potensi untuk mengamuk pada orang lain b.d keinginan yang bertolak belakang dengan perawat rumah sakit dimanifestasikan dengan menolak mengikuti pelaturan rumah sakit dan ingin memukul orang lain

klien mampu: 1. membentuk kesadaran diri dalam menghadapi koping yang tidak adekuat 2. control terhadap kekerasan 3. cara penyaluran energi kemarahan dengan cara yang konstruktif 14 4. mengenali kemarahan

Setelah...,pertemua n pasien dapat menyebutkan 1. batasan ungkapan marah 2. mengontrol terhadap kekerasan 3. menyalurka n energi kemarahan dengan cara konstruktif 4. mengeksplo rasi perasaan marah

Vous aimerez peut-être aussi