Vous êtes sur la page 1sur 5

Anemia Defisiensi Besi Muhamad Akbar Sidiq, 0806324192 Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat

kurangnya zat besi. Zat besi merupakan salah satu bahan yang dibutuhkan dalam pembentukan hemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oksigen . Selain dubutuhkan untuk pembentukan hemoglobin, zat besi juga dibutuhkan untuk beberapa enzim metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmiter dan juga proses katabolisme. Karena itu, kekurangan zat besi akan berdampak buruk pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh , mengganggu konsentrasi belajar, dan mengurangi aktivitas. Epidemiologi Anemia defisiensi besi paling banyak ditemukan pada bayi dan anak Dalam suatu penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia, diketahui angka kejadian anemia defisiensi besi pada bayi yang diberi air susu ibu (ASI) sebesar 18,9%, bayi usia 4-6 bulan sebesar 6% dan usia 9-12 bulan sebesar 65%. Prevalensi anemia defisiensi besi pada anak usia pra sekolah di Indonesia diperkirakan sebesar 55,5%. Pada suatu penelitian pada bayi umur 4-12 bulan, didapatkan bahwa 38,2% mengalami anemia dengan 71,4% mengalami anemia defisiensi besi. Angka kejadian anemia defisiensi besi pada penelitian tersebut lebih tinggi pada bayi usia 8-12 bulan. Prematuritas dan bayi berat lahir rendah, keterlambatan atau tidak diberikannya makanan pendamping ASI, pemberian makanan yang tidak sesuai, infeksi, perdarahan saluran cerna merupakan faktor risiko terjadinya anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Metabolisme Zat besi Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh 3 hal : jumlah zat besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus. Terdapat dua cara penyerapan zat besi dalam usus, bergantung apakah bentuk besi non-heme (banyak ditemukan dalam sayur-sayuran) atau heme (banyak ditemukan dari hewan). Zat besi non-heme harus diubah dahulu bentuknya menjadi bentuk yang bisa diserap sementara bentuk besi heme dapat langsung diserap tanpa memperhatikan jumlah zat besi dalam tubuh, asam lambung maupun zat makanan yang dikonsumsi. Besi non-heme dalam lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi untuk bisa masuk ke sel mukosa usus dengan bantuan DMT1. Dalam mukosa usus ikatan ini akan terlepas dan apotransferin kembali ke lumen usus. Sebagian besi kemudian akan berikatan dengan apoferitin menjadi feritin sedangkan sisanya masuk ke peredaran darah dan berikatan dengan apotransferin menjadi transferin serum. Penyerapan ini berlangsung terutama dari duodenum sampai pertengahan jejunum. Semakin ke distal penyerapan ini akan semakin berkurang. Besi non heme yang terdapat pada makanan kebanyakan dalam bentuk feri (Fe3+). Bentuk ini karena terpengaruh asam lambung, vitamin C dan asam amino akan tereduksi menjadi fero (Fe2+). Setelah diabsorpsi oleh usus halus, maka fero ini akan dioksidasi menjadi feri dan berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Zat besi ini kemudian akan dioksidasi menjadi fero, dibawa ke peredaran darah, reduksi kembali menjadi feri yang kemudian akan berikatan dengan globulin membentuk

transferin. Transferin berfungsi untuk mengangkut besi dan mendistribusikannya ke dalam jariingan hati, limpa, sumsum tulang serta jaringan lainnya. Dalam sitoplasma sel zat besi berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Feritin ini berperan sebagai cadangan besi dalam jaringan. Sebagian kecil zat besi disimpan dalam bentuk hemosiderin yang tidak mudah larut serta lebih stabil. Hemosiderin banyak ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag pada limpa dan usmsum tulang. Apabila zat besi tidak mencukupi maka cadangan besi akan dimobilisasi dalam bentuk transferin. Dalam sumsum tulang sebagian zat besi dilepaskan ke eritroblast yang kemudian akan bergabung dengan porfirin menjadi heme. Heme kemudian berikatan globin membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin. 4 rantai hemoglobin kemudian akan beriktan menjadi hemoglobin utuh. Besi dari eritrosit yang sudah dipecah akan kembali mengalami siklus di atas. Bioavailabilitas zat besi dipengaruhi oleh komposisi zat dalam makanan. Asam askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan penyerapan besi non heme. Jenis makanan yang mengandung asam tabnat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat dan beberapa obat akan mengurangi penyerapan besi. Status besi pada bayi Bayi baru lahir yang cukup bulan dalam tubuhnya terkandung 65-90mg/kgBB zat besi. Sebagian besar besi dalam bentuk hemoglobin (50mg/kgBB), sebanyak 25mg/kgBB dalam bentuk cadangan besi serta sekitar 5mg/kggBB dalam bentuk mioglobin dan besi dalam jaringan. Kandungan ini dipengaruhi oleh berat lahir dan massa Hb.

Etiologi Terjadinya ADB dipengaruhi oleh (1) kemampuan absorpsi besi, (2) diit yang mengandung besi, (3) kebutuhan besi yang meningkat dan (4) jumlah besi yang hilang Kekurangan besi dapat disebabkan : 1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis Pada periode pertumbuhan cepat (di bawah 1 tahun dan masa remaja) kebutuhan akan zat besi akan meningkat pesat sehingga insidens terjadinya ADB meningkat pada kelompok tersebut. Bayi umur 1 tahun berat badannya meningkat 3 kali lipat dan massa hemoglobinnya meningkat 2 kali lipat dibandingkan saat lahir. Bayi prematur berat badannya dapat mencapai 6 kali lipat dan massa hemoglobinnya dapat mencapai 3 kali lipat dibanding saat lahir. Pada anak remaja perempuan, menstruasi merupakan penyebab kurangnya zat besi akibat perdarahan. 2. Kurangnya besi yang diserap Asupan besi yang tidak adekuat adalah salah satu penyebab ADB. Pada 1 tahun pertama kehidupan bayi, zat besi sangat dibutuhkan. Bayi cukup bulan akan menyerap besi sejumlah 200 mg atau 0,5 mg per hari. Bayi yang mendapat ASI eksklusif jarang mengalami ADB dalam 6 bulan pertama kehidupan karena zat besi pada ASI masih dapat mencukupi kebutuhannya. Selain itu, besi pada ASI jauh lebih mudah diserap dibandingkan susu formula. Malabsorpsi besi sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histollogis dan fungsional. 3. Perdarahan Kehilangan darah akibat perdarahan akan mempengaruhi status besi dalam tubuh.

4. 5. 6. 7. 8.

Kehilangan darah 1 mL akan menyebabkna hilangnya 0,5 mg besi. Kehilangan darah sebanyak 3-4 ml saja sudah dapat menyebabkan keseimbangan negatif zat besi. Transfusi feto maternal Hemoglobinuria Iatrogenic blood loss Idiopathic pulmonary hemosiderosis Latihan yang berlebihan

Manifestasi klinis Gejala klinis ADB terjadi perlahan sehingga seringkali tidak disadari oleh penderita. Pada ADB ringan diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanism kompensasi sehingga gejala ringan. Bila kadar Hb menurun sampai kurang dari 5 g/dl, gejala iritabel dan anoreksia akan lebih nampak. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun apabila tubuh sudah melakukan kompensasi, gejala-gejala tersebut menjadi kurang jelas. Gejala lainnya antara lain koilonikia, atrofi papila lidah, postcricoid esophageal webs, perubahan mukosa lambung dan usus halus, intoleransi terhadap latihan, termogenesis tidak normal, daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun. Pemeriksaan laboratorium. Perlu dilakukan pemeriksaan Hb, PCV, leukosit, trombosit, ditambah pemeriksaan indeks eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan status besi (Fe serum, TIBC, saturasi transferin,FEP, feritin) Pada ADb nilai indeks eritrosit MCV, MCH, MCHC menurun sejajar dengan penurunan Hb. Didapatkan gambaran hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen) Pada pemeriksaan status besi didapatkan Fe serum menurun dan TIBC meningkat. Fe serum berguna untuk melihat besi yang terikat dengan transferin dalam serum, TIBC untuk mengetahui jumlah transferin yang terkandung dalam darah. Saturasi transferin (Fe serum/TIBC x 100%) merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke eritroid

Patofisiologi ADB merupakan hasil dari terjadinya keseimbangan negatif besi dalam waktu yang lama. Terdapat 3 tahap yang mendasari terjadinya ADB. Tahap pertama (iron depletion/storage deficiency) Pada tahap ini cadangan besi berkurang atau bahkan tidak ada. Hemoglobin dan fungsi besi lainnya masih normal. Pada tahap ini, absorpsi besi non heme meningkat. Ferritin serum akan menurun sementara yang lain masih normal. Tahap kedua (iron deficit erythropoietin) Pada tahap ini ditemukan bahwa suplai besi tidak mencukupi untuk menunjang eritropoiesis. Nilai besi serum menurun, saturasi transferin menurun, sementara TIBC dan free erythrocyte porphyrin meningkat. Tahap ketiga (iron deficiency anemia) Pada tahap ini besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapat gambaran mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

usmsum tulang dan dapat mengetahui pertukaran besi antara plasma dengan cadangan besi di jaringan. Saturasi transferin (ST) < 16% menunjukkan suplai besi tidak adekuat untuk menunjang eritropoiesis. ST < 7% diagnosis ADB dapat ditegakkan. Bila nilainya antara 7 -16 % dapat ditegakkan ADB bila didukung nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya. FEP dapat dipakai untuk mengetahui suplai besi ke eritroid sumsum tulang. Nilai FEP akan meningkat pada ADB karena porfirin tidak berikatan dengan besi. Nilai FEP > 100 ug/dl menunjukkan adanya ADB. Peningkatan FEP disertai ST yang menurun menunjukkan ADB yang progresif. Diagnosis Terdapat beberapa kriteria diagnosis untuk menegakkan ADB. Diagnosis ADB berdasarkan kriteria WHO, yaitu 1. Kadar Hb yang rendah sesuai usia, 2. rata rata konsentrasi Hb eritrosit (MCHC) <31%, 3. Kadar Fe serum <50 Ug/dl, dan 4. saturasi transfirin (ST) <15 %. Cara lain untuk menegakkan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi. Bila dengan pemberian preparat besi 6mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat ditentukanpenderita mengalami ADB. Diagnosis banding Diagnosis banding ADB adalah semua keadaany yang memberikan gambaran anemia hipokrom mikrositik. Keadaan yang memberikan gambaran klinis dan lab yang mirip ADB adalah thalasemia minor dan anemia penyakit kronis.

Talasemia minor memberikan gambaran yang seupa dengan ADB. Salah satu cara untuk membedakan keduanya adalah pad atalasemia minor jumlah sel darah meningkat meskipun sudah terjadi anemia dan mikrositosis. Pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar dengan MCV dan Hb. Pada talasemia didapatkan basophilic striping, peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan HbA2. Anemia penyakit kronis terjadi karena terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga saturasi transferin normal ataus edikit menurun. Kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor transferin (TfR) dapat membedakan ADB dengan anemia penyakit kronis. Kada TfR menurun pada ADB sedangkan pada anemia penyakit kronis nilainya normal. Tatalaksana Prinsip tatalaksana ADB adalah mengetahui faktor penyebab, mengatasinya, dan memberikan terapi pengganti dengan preparat besi. 80-85% ADb dapat diketahui penyebabnya. Preparat besi dapat diberikan secara peroral maupun paenteral. Efektivitas keduanya sama saja. DIberikan secara parenteral bila pasien tidak bisa makan atau terdapat gangguan saluran pencernaan serta bila kebutuhan besinya tidak dapat dipenuhi secara peroral. Pemberian preparat besi peroral Besi ferrous lebih baik diabsorpsi dari pada besi feri. Terdapat sediaan ferrous sulfat, ferrous glukonat, ferrous fumarat dan suksinat. Ferrous sulfat sering digunakan karena lebih murha. Untuk bayi terdapat sediaan dalam bentuk drop.

Untuk mendapat respon pengobatan digunakan besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Dosis dihitung berdasarkan kandungan besi elemental dalam garam besi. Ferrous sulfat mengandung 20% besi elemental. Absorpsi paling baik adalah saat lambung kosong, di antara dua waktu makan. Akan tetapi, hal ini dapat menyebabkan efek samping pada saluran pencernaan. Karena itu dapat diberikan saat makan atau segera setelah makan walaupun mengurnagi absorpsi sekitar 40-50%. Preparat diberikan 2-3 kali sehari. Preparat besi ini harus diberikan selama 2 bulan setelah anemia teratasi. Respon terapi dinilai berdasrakan klinis dan laboratorium. Pemberian preparat besi parenteral. Preparat yang sering diberikan adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan : Dosis besi = BB x kadar Hb target x 2,5 Transfusi darah Transfusi pada ADB jarang diperlukan. Transfusi hanya diberikan bila anemia begitu berat atau disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respon terapi. Pemberian PRC dilakukan perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman. Secara umum untuk anemia dengan Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dosis 2-3 ml/kgBB per sekali pemberian disertai diuretik. Pencegahan Untuk mencegah ADb terdapat tindakan penting yang harus dilakukan : Meningkatkan penggunaan ASI eksklusif 1. Menunda pemberian susu sapi sampai di ats usia 1 tahun. 2. Memberikan makanan bayi yang mengandung zat besi serta makanan yang

kaya asam askorbat pada saat perkenalan makanan padat pada usia 6 bulan. 3. Memberikan suplementasi besi pada bayi kurang bulan. 4. Pemakaian PASI yang mengandung zat besi Upaya umum untuk mencegah kekurangan besi adalah dengan cara : Meningkatkan konsumsi Fe terutama sumber hewani yang mudah diserap tubuh. Selain itu perlu juga untuk meningkatkan konsumsi vitamin C yang dapap mempermudah absorpsi besi. Fortifikasi bahan makanan dengan menambah zat besi Suplementasi besi untuk mencegah ADB di daerah yang prevalensinya tinggi.

Daftar Pustaka 1. Raspati H, reniarti L, SUsanah S. Anemia defisiensi besi. In: Permono B, Susatyo, Ugrasena IDG, Widiastuti E, Abdulsalam M, editors. Buku ajar hematologi onkologi anak, Jakarta: BP-IDAI, 2006; p30-43 2. Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11 th ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders. Ganong W.F., 2005.

Vous aimerez peut-être aussi