Vous êtes sur la page 1sur 5

Sehat merupakan kondisi optimal fisik, mental dan sosial seseorang sehingga dapat memiliki produktivitas, bukan hanya

terbebas dari bibit penyakit. Kondisi sehat dapat dilihat dari dimensi produksi dan dimensi konsumsi. Dimensi produksi memandang keadaan sehat sebagai salah satu modal produksi atau prakondisi yang dibutuhkan seseorang sehingga dapat beraktivitas yang produktif. (dr. Nengah Adnyana Oka M., M.Kes, 2011) Salah satu kewajiban negara adalah melindungi setiap warga negaranya agar sehat baik secara fisik, mental, sosial dan ekonomi sebagai timbal balik kesetiaan warga negara kepada negara sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia yang merupakan buah pemikiran bangsa ini sejak awal kemerdekaan. Realisasi perlindungan tersebut dalam konteks perlindungan, asuransi atau jaminan sosial. Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional meningkat dengan disertai berbagai tantangan risiko yang dihadapi. Oleh karena itu kepada tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraannya, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas nasional. Asuransi Kesehatan adalah suatu sistem pembiayaan kesehatan yang telah dilaksanakan sejak zaman dahulu. Asuransi kesehatan merupakan cara yang cukup ampuh untuk meningkatkan sumber daya perlindungan kesehatan, meningkatkan akses kesehatan bagi orang miskin dan mendorong penyedia jasa kesehatan untuk menjadi lebih bertanggung jawab (accountable). Dalam perjalanannya asuransi kesehatan telah mengalami

perkembangan secara substantial, baik dari sifatnya (wajib/sukarela; social/social regulated/ commercial), jenis pertanggungan accident/sickness/disability/accidental death and

dismemberment/hospitalization and survey/special sickness), kepesertaan (group/individu), maupun sifat asuransi (conventional/managed care). Asuransi kesehatan dibedakan dalam dua bentuk besar, yaitu asuransi kesehatan yang bersifat komersial dan sosial. Asuransi sosial adalah asuransi yang diselenggarakan atau diatur oleh pemerintah yang melindungi golongan ekonomi lemah dan menjamin keadilan yang merata (equity). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suatu asuransi sosial haruslah didasarkan pada suatu undang-undang dengan pembayaran premi dan paket jaminan yang memungkinkan terjadinya pemerataan. Berdasarkan uraian masalah diatas, essay ini akan membahas lebih lanjut tentang asuransi sosial tenaga kerja atau astek, baik dalam sudut pandang dasar hukum, pola

pelayanan, pola cakupan, pola rujukan, manfaat, dan masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat terkait pelayanan astek. Asuransi Sosial Tenaga Kerja adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi kepada perusahaan untuk keselamatan kerja, maka karyawan ialah memperoleh tingkat kesejahteraan yang cukup memadai, dan juga dapat menegembangkan potensi dirinya dengan aman dan nyaman serta melakukan aktivitasnya secara maksimal karena merasa dirinya maupun keluarganya terlindungi, sehingga melalui faktor inilah produktivitas kerja dapat mudah ditingkatkan (Undang-undang republik Indonesia Nomor 3 tahun 1992 Tentang Jaminan sosial tenaga kerja pasal 3 ayat 1), sedangkan berdasarkan peraturan pemerintah tentang asuransi sosial no. 33 tahun 1997 pasal 1, asuransi sosial tenaga kerja adalah sistem perlindungan yang dimaksudkan untuk menanggulangi resiko modal yang secara langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga kerja. Dari definisi diatas, asuransi sosial tenaga kerja pada dasarnya merupakan salah satu jenis kegiatan asuransi yang memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja di sektor formal yang bertujuan meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan tenaga kerja dapat dengan leluasa mengembangkan potensi dirinya saat bekerja. Untuk mencapai fungsi dan tujuan tersebut, astek menawarkan beberapa program pelayanan yang ditujukan bagi perusahaan dan tenaga kerja yang ikut dalam programnya. Program pelayanan ini meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti kelompok jaminan dalam bentuk uang yang terdiri dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, serta jaminan hari tua dan kelompok jaminan pemeliharaan kesehatan. Program pelayanan astek yang termasuk jaminan dalam bentuk uang yang pertama adalah Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), yaitu jaminan yang memberikan pengantian biaya perawatan dan upah, santunan cacat dan santunan kematian akibat kecelakaan dan sakit akibat kerja. Cakupan proram JKK meliputi biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang bagi pekerja yang tidak mampu bekerja, dan cacat. Program kedua yaitu, Jaminan Hari Tua (JHT) yang merupakan tabungan selama masa kerja yang dibayarkan kembali pada umur 55 tahun atau sebelum itu jika mengalami cacat tetap total atau meninggal. Selanjutnya, Jaminan Kematian (JKM) memberikan pembayaran tunai kepada ahli waris dari tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum umur 55 tahun. Jaminan ini mencakup biaya pemakaman dan santunan berupa uang.

Program Jaminan dalam bentuk pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat.

Namun, sebelum astek berdiri dan dapat beroperasi di masyarakat, tentu ada hal yang secara yuridis mendasari terbentuknya program ini. Pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa peraturan tentang asuransi sosial tenaga kerja yang menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan. Diawali tahun 1977, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Pada tahun yang sama, terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek. Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, kini berbunyi : "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Perangkat hukum ini menjadi tonggak sejarah dalam perkembangan sistem jaminan sosial untuk mendorong terciptanya cakupan universal secara bertahap. Selain itu, yang menjadi dasar hukum terbentuknya asuransi atau jaminan kesehatan pada tenaga kerja, yaitu Undang-Undang Kesehatan Pasal 23 yang berisi : 1. Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. 2. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja. 3. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja 4. Ketentuan megenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Agar pelayanan yang ditujukan kepada masyarakat dapat berjalan sebagaimana mestinya, program astek memiliki pola rujukan tertentu untuk membatasi dan menentukan subjek yang dapat mengikuti ataupun yang tidak dapat mengikuti program astek. Subjek yang diwajibkan mengikuti astek adalah sebagai berikut :

Perusahaan yang memenuhi syarat untuk mengasuransikan tenaga kerjanya pada program astek. Tenaga kerja dari perusahaan yang diwajibkan untuk mengasuransikan tenaga kerjanya dalam program astek. Dilihat dari ketentuan diatas, tidak semua perusahaan dapat mengasuransikan tenaga

kerjanya pada program astek. Perusahaan yang diwajibkan mengikuti astek harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang disusun berdasarkan jumlah tenaga kerja dan jumlah upah tenaga kerja setiap bulan. Adapaun syarat yang harus dipenuhi antara lain : Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih atau membayar upah lima juta rupiah atau lebih. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 25 orang atau lebih dan membayar upah lebih dari satu juta rupiah. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 10 orang atau lebih dan membayar upah lebih dari satu juga rupiah perbulan. Pada umumnya, manfaat asuransi sosial tenaga kerja sebagai salah satu dari macammacam asuransi kesehatan adalah untuk mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang masing-masing pola pelayanan, astek memiliki beberapa manfaat yang sangat signifikan bagi tenaga kerja. Misalnya, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Program Jaminan Hari Tua (JHT) mengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau memasuki masa pensiun dan memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun. Untuk Jaminan Kematian, program ini meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Jadi, manfaat utama astek adalah memberikan perlindungan yang bersifat dasar untuk menjamin terciptanya keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi yang dapat dialami tenaga kerja. Selain itu, astek juga menjadi sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat risiko-risiko sosial dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.

Pegawai negeri golongan IA bergaji Rp 500.000 per bulan dan membayar premi sebesar 2% dari gajinya atau Rp (2/100) x Rp 500.000 = Rp 5.000,- sebulan untuk satu keluarganya, satu istri dan dua anak. Jadi premi perbulan per orang menjadi hanya sebesar Rp 1.250. Jika salah seorang anggota keluarganya harus dirawat inap atau harus menjalani cuci darah, maka Askes menjaminnya (dengan tambahan iur biaya saat ini). Pegawai negeri lain bergolongan IV C dengan gaji sebesar Rp 1.500.000 per bulan. Pegawai ini membayar premi 2% atau (2/100) x Rp 1.500.000,- atau = Rp 30.000 per keluarga per bulan. Karena anaknya sudah besar ia hanya menanggung istrinya. Jika salah seorang dari keduanya harus rawat inap atau harus hemodialisa, maka Akses menanggung pelayanan hemodialisa (saat ini dengan iur biaya) yang sama besarnya seperti pegawai golongan IA tadi. Contoh diatas menunjukkan adanya subsidi silang antara yang lebih kaya kepada yang lebih miskin atau dari golongan IVC kepada golongan IA.

Vous aimerez peut-être aussi