Vous êtes sur la page 1sur 3

Intensifkan Pemahaman Ajeg Bali untuk Cegah Konflik Politik

Suhu politik menjelang pemilu mungkin agak memanas. Dalam suasana yang panas, kalau saja masing-masing orang lepas kontrol, sedikit saja terjadi gesekan, tidak mustahil akan terjadi kesalah pahaman, ketersinggungan, pertengkaran maupun keributan. Keramahtamahan masyarakat Bali yang selalu menjunjung tinggi sikap menyama braya (kekerabatan), di mana di dalamnya terkandung nilai luhur saling asah, asuh, asih, pada hakikatnya bertujuan untuk terwujudnya ketenteraman, kerukunan dan kedamaian di masyarakat. Hal itu sudah dirasakan jauh sebelumnya. Di luar dugaan, mungkin karena luapan emosi, lepas kontrol bisa terjadi, mengakibatkan peristiwa-peristiwa berdrah. Menjelang pemilu yang biasa disebut dengan pesta demokrasi, masing-masing mungkin sudah maklum bahwa suhu politik akan memanas. Menghindari terjadinya konflik, apalagi sampai terjadi peristiwa berdarah, wacana ajeg Bali seringkali disampaikan. Apabila ajeg Bali adalah bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat di Bali, menurut hemat saya seyogianya pula disosialisasikan sampai ke tingkat banjar melalui Kepala Desa, Kepala Dusun maupun Bendesa Adat karena biasanya pemimpin masyarakat selalu menjadi panutan yang ditiru dan digugu. Sementara ini yang saya dapatkan di masyarakat tentang pemahaman ajeg Bali adalah untuk pelestarian seni dan budaya Bali. Ada pula yang memahami, selain pelestarian seni dan budaya Bali juga merupakan bagian penting menyangkut kehidupan bermasyarakat di Bali. Terkait dengan pendapat-pendapat tersebut, di sinilah letaknya peranan Kepala Desa, Kepala Dusun dan Bendesa Adat. Mereka harus berupaya agar masyarakat benar-benar memahami pengertian ajeg Bali sehingga bukan hanya diwacanakan melainkan juga dihayati, diamalkan dan dilaksanakan oleh masyarakat. Belajar dari kesuksesan program Keluarga Berencana dengan sistem banjarnya bisa terlaksana dengan sukses, bahkan mendapat pengakuan nasional, mungkin sosialisasi ajeg Bali bisa melalui kegiatan Sekaa Taruna, Paruman Desa Adat/ Banjar, gotong royong di desa. Barangkali hal itu akan membuahkan hasil yang positif. Menghindari terjadinya perbedaan persepsi antara desa yang satu dengan lainnya dalam pensosialisasikan ini, hendaknya ada acuan dari pemimpin/pihak yang berkompeten dari Propinsi Bali. I Ketut Puspa Dsn. Surakarma, Desa Kintamani, Bangli

Sumber : http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/2/22/s1.html Membangun Pertanian Bali Berkelanjutan melalui Pemupukan Spesifik Lokasi***Oleeh I Made Adnyana
Melalui tulisan ini diuraikan langkah-langkah (prosedur) yang seharusnya dilakukan dalam menyusun rekomendasi pemupukan spesifik lokasi, yang merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan khususnya di sektor pertanian. Apabila kegiatan itu dilaksanakan secara konsisten dan terintegrasi

dengan upaya intensifikasi pertanian lainnya, akan dapat mempertahankan kemampuan tanah untuk menghasilkan tanaman dalam jangka panjang, di samping dapat digunakan sebagai arahan kebijakan untuk mengatur distribusi pupuk yang makin mahal dan langka belakangan ini. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan selalu diikuti oleh perubahan baik berupa tersedianya barang dan jasa maupun penurunan ketersediaan sumber daya, terutama sumber daya alam. Pembangunan memerlukan pasokan sumber daya alam untuk memungkinkan terjadinya pertumbuhan. Makin tinggi tingkat pertumbuhan yang diinginkan akan makin besar pula jumlah pasokan sumber daya alam yang dialokasikan di berbagai sektor pembangunan. Tiap upaya peningkatan produksi selalu diikuti oleh peningkatan limbah sebagai buangan yang tidak bernilai ekonomi dan pada gilirannya tiap penambahan limbah di alam selalu berakibat menurunnya mutu lingkungan hidup. Di sini kemudian muncul konsep pembangunan berkelanjutan yang menandai munculnya kecenderungan baru bagi arah pembangunan yang selama ini hanya tertuju pada manfaat sesaat, menjadi pembangunan yang lebih memperhatikan kepentingan manusia berjangka panjang yang menembus kurun waktu antargenerasi. Sebagaimana disepakati dalam World Summit on Sustainable Development 2002, komponen pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan ekonomi, sosial, dan pembangunan daya dukung ekosistem. Ketiga komponen itu memiliki interdepensi dan saling memperkuat. Sementara itu, dalam ketentuan umum UU RI No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. Pengertian pembangunan berkelanjutan tersebut dapat diwujudkan melalui pembangunan berwawasan lingkungan karena esensi keberlanjutan tidak lain adalah komitmen terhadap kelestarian mutu dan fungsi lingkungan. Pada kasus-kasus negara maju kepedulian terhadap lingkungan lebih banyak berhubungan dengan peningkatan kualitas hidup daripada menghindari ancaman subsistem karena degradasi lingkungan. Kualitas hidup yang lebih baik mendorong upaya konvensasi terhadap perbaikan mutu lingkungan. Sementara itu di negara berkembang lebih berhubungan dengan kemunduran ekonomi dibandingkan dengan persoalan pertumbuhan ekonomi yang menekan batas basis sumber daya alam. Terdapat hubungan yang erat antara kemiskinan di negara berkembang dengan degradasi lingkungan. Bukti-bukti empiris seperti kerusakan hutan, erosi, penggurunan, dan penyusutan air yang berlangsung di negara-negara agraris dunia ketiga, mendorong para ahli untuk menetapkan paradigma lingkungan baru. Artinya, perlu dibuat definisi tentang degradasi lingkungan dan kapan dia harus menjadi perhatian. Dengan perkataan lain mendefinisikan pembangunan berkelanjutan dalam hubungannya dengan kelayakan jalur pertumbuhan. Karshenas (1994) menyatakan bahwa suatu pembangunan dikatakan berkelanjutan atau tidak berkelanjutan, dapat dibahas melalui hubungan antara cadangan sumber daya lingkungan (X) dengan kesejahteraan atau income (Y). Xmin adalah cadangan minimum sumber daya lingkungan atau sumber daya alam berhenti untuk berlanjut (tidak berlanjut) bahkan untuk kebutuhan minimum perekonomian subsistem. Ymin adalah standar kesejahteraan minimum, hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk. Bila kondisi lebih kecil dari Xmin, sistem akan kolaps, sedangkan di bawah Ymin, akan masuk jaring perangkap degradasi lingkungan. Apabila penurunan X dibarengi dengan penurunan Y maka pembangunan berarti tidak berkelanjutan.

Kondisi ini terjadi pada sistem dengan teknologi stagnan, investasi dan cadangan kapital rendah, dan pertumbuhan penduduk tinggi. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam (X) untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi (Y) dengan tingkat deflesi sumber daya yang sama. Banyak unsur ketidakpastian terkait dengan sumber daya lingkungan seperti dikutip oleh Barbier (1989) bahwa kemampuan suatu sistem untuk menjaga produktivitasnya suatu saat bisa dipengaruhi oleh stres (tekanan) dan shock (kejutan), sehingga terdapat gagasan berkelanjutan yang lebih luas yang berada di atas nilai Xmin dan Ymin. Nilai tersebut pada tiap sektor sumber daya alam perlu dikuantitatifkan oleh para ahli, karena daerah di atas nilai tersebut merupakan daerah pembangunan berkelanjutan. Bagaimana implikasi pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan? Bagaimana pembangunan bersahabat dengan lingkungan? Jawaban positif terhadap pertanyaanpertanyaan tersebut adalah langkah menuju pembangunan berkelanjutan. Kebijakan yang dapat dilakukan adalah melalui cara preventif, korektif, dan adaptif atau kombinasinya. Kebijakan preventif bertujuan untuk mengurangi tingkat deflesi sumber daya alam, kebijakan korektif yang berbentuk investasi-investasi untuk mengkonvensasi deflesi sumber daya alam yang telah terjadi, dan kebijakan adaptif yang berupa investasi-investasi untuk mengadaptasi teknologi yang bisa mengatakan efek samping deflesi sumber daya alam. Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Buleleng tahun 2003 sudah menyusun grand design, tentang rencana pembangunan berkelanjutan yang berisi arahan kebijakan baik yang bersifat preventif, korektif maupun adaptif terhadap sumber daya alam (pertanian, kehutanan, mineral, wilayah pesisir dan kelautan, wilayah rawan bencana, serta sumber daya air), sumber daya manusia, ekonomi, dan sosial budaya. Apabila grand design tersebut diaplikasikan oleh instansi-instansi teknis secara konsisten, ke depan kabupaten Buleleng telah merintis pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Apabila kegiatan tersebut diikuti oleh kabupaten-kabupaten lain di Bali, ajeg Bali yang sedang hangat-hangatnya diwacanakan saat ini akan dapat segera terealisasi. * Penulis adalah Doktor Ilmu Pertanian, Staf Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Sumber : http://bisnisbali.com/2004/09/06/news/artikel/baru.html

Vous aimerez peut-être aussi