Vous êtes sur la page 1sur 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES MELITUS DI BANGSAL G RSUP DR.

SURADJI TIRTONEGORO KLATEN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Tahap Profesi Stase Keperawatan Medikal Bedah

OLEH : SRI SUPARTI 03/167861/EIK/00311

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UGM YOGYAKARTA

2005

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS I. PENGERTIAN Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya. II. KLASIFIKASI Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance: 1. a. 1) 2) obesitas) b. c. 2. a. b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) Diabetes Kehamilan (GDM) Klasifikasi risiko statistik Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa Klasifikasi Klinis Diabetes Mellitus Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II

(DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya

terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. III.ETIOLOGI 1. a. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI) Faktor genetic : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. b. Faktor imunologi : Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. c. Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas. 2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-

mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: a. b. c. d. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas Obesitas Riwayat keluarga Kelompok etnik 65 tahun)

IV. PATOFISIOLOGI DM Tipe I Reaksi Autoimun DM Tipe II Idiopatik, usia, genetil, dll

sel pancreas hancur Defisiensi insulin

Jmh sel pancreas menurun

Hiperglikemia

Katabolisme protein meningkat

Lipolisis meningkat

Penurunan BB polipagi Glukosuria Glukoneogenesis meningkat Kehilangan elektrolit urine Gliserol asam lemak bebas meningkat Ketogenesis

Diuresis Osmotik

Kehilangan cairan hipotonik Polidipsi Hiperosmolaritas ketoasidosis ketonuria

coma Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

V. GEJALA KLINIS Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu 1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan. 2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl 3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan. VI. KOMPLIKASI Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah 1. Akut a. b. kapiler). c. d. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), retinopati, nefropati. saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990). 2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus a. b. c. d. e. f. Neuropati diabetik Retinopati diabetik Nefropati diabetik Proteinuria Kelainan koroner Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377) Hipoglikemia dan hiperglikemia Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar,

penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

1) 2) 3) dan tulang 4) 5) distal 6)

Grade 0 Grade I Grade II Grade III Grade IV Grade V

: tidak ada luka : kerusakan hanya sampai pada : kerusakan kulit mencapai otot : terjadi abses : Gangren pada kaki bagian : Gangren pada seluruh kaki

permukaan kulit

dan tungkai bawah distal VII. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM. VIII. PENATALAKSANAAN Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien. Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu: 1. Diet a. Syarat diet DM hendaknya dapat: 1) 2) 3) muda Memperbaiki kesehatan umum penderita Mengarahkan pada berat badan normal Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa

4) 5) 6) 7) 1) 2) 3)

Mempertahankan kadar KGD normal Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan Menarik dan mudah diberikan

diabetik penderita. b. Prinsip diet DM, adalah: Jumlah sesuai kebutuhan Jadwal diet ketat Jenis: boleh dimakan/tidak c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Diit DM I Diit DM II Diit DM III Diit DM IV Diit DM V Diit DM VI Diit DM VII : 1100 kalori : 1300 kalori : 1500 kalori : 1700 kalori : 1900 kalori : 2100 kalori : 2300 kalori

Diit DM VIII: 2500 kalori Keterangan : Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi. Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu: JI : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

J II J III

: jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya. : jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus: BB (Kg) BBR = TB (cm) 100 Kurus (underweight) Kurus (underweight) Normal (ideal) Gemuk (overweight) Obesitas, apabila Obesitas ringan Obesitas sedang Obesitas berat Morbid : : : : : : : : BBR < 90 % BBR 90 110 % BBR > 110 % BBR > 120 % BBR 120 130 % BBR 130 140 % BBR 140 200 % BBR > 200 % X 100 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah: kurus Normal Gemuk Obesitas : : : : BB X 40 60 kalori sehari BB X 30 kalori sehari BB X 20 kalori sehari BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah: a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah

jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya. b. c. d. e. f. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah

akan dirangsang pembentukan glikogen baru karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. 4. Obat Tablet OAD (Oral Antidiabetes) 1). Mekanisme kerja sulfanilurea kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas kerja OAD tingkat reseptor 2). Mekanisme kerja Biguanida Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu: (a) prereseptor ekstra pankreatik Menghambat absorpsi karbohidrat Menghambat glukoneogenesis di hati Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin Biguanida pada tingkat

a.

(b) (c) b. 1) DM tipe I Insulin

Biguanida Biguanida

pada pada

tingkat tingkat

reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin pascareseptor : mempunyai efek intraseluler Indikasi penggunaan insulin 2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD 3) DM kehamilan 4) DM dan gangguan faal hati yang berat 5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren) 6) DM dan TBC paru akut 7) DM dan koma lain pada DM 8) DM operasi 9) DM patah tulang 10) DM dan underweight 11) DM dan penyakit Graves Beberapa cara pemberian insulin 1). Suntikan insulin subkutan Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain: lokasi suntikan ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari. Pengaruh latihan pada absorpsi insulin

Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan. 2). Pemijatan (Masage) Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin. 3). Suhu Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin. Dalamnya suntikan Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan. Konsentrasi insulin Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin dipercepat. 4). Suntikan intramuskular dan intravena Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik. KAKI DIABETES I. Pengertian Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan komplikasi kronik DM. manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa: dermopati, selulitis, ulkus, osteomilitis dan gangrene.

II. Penyebab Kaki DM 1. Faktor endogen: Neuropati:

Faktor

Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler Angiopati Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain. Iskemia Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas. Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor: 2. Adanya hormone aterogenik Merokok Hiperlipidemia Manifestasi kaki diabetes iskemia: Kaki dingin Nyeri nocturnal Tidak terabanya denyut nadi Adanya pemucatan ekstrimitas inferior Kulit mengkilap Hilangnya rambut dari jari kaki Penebalan kuku Gangrene kecil atau luas. Faktor eksogen

a. b. Grade 0 Grade I Grade II Grade III Grade IV Grade V 1. : : : : : :

Trauma Infeksi tidak ada luka kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit kerusakan kulit mencapai otot dan tulang terjadi abses Gangren pada kaki bagian distal Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:

III. Pedoman evaluasi kaki diabetes Evaluasi vaskuler, meliputi: palpasi pulsus perifer ukur waktu pengisian pembuluh darah vena dengan cara mengangkat kaki kemudian diturunkan, waktu lebih dari 20 detik berarti terdapat iskemia atau kaki pucat waktu diangkat. Ukur capillary reffile normal 3 detik atau kurang. 2. 3. Evaluasi neurologik, meliputi pemeriksaan sensorik dan motorik Evaluasi muskuloskeletal, meliputi pengukuran luas pergerakan

pergelangan kaki dan abnormalitas tulang. IV. Pendidikan kesehatan perawatan kaki 1. Hiegene kaki: Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit

Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas. 2. 3. 4. 5. Alas kaki yang tepat Mencegah trauma kaki Berhenti merokok Segera bertindak jika ada masalah

V. Prinsip Penanganan Ulkus Kaki Diabetes 1. perawatan luka 2. Antibiotika 3. Pemeriksaan radiologis 4. Perbaikan sirkulasi dan nutrisi 5. Meminimalkan berat badan

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik 2. PK : Infeksi 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. 4. PK: Hipo / Hiperglikemi 5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati) 6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi. 8. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit 9. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

X. PERENCANAAN
No 1 Diagnosa Nyeri akut Tujuan Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, dan dibuktikan dengan level nyeri: klien dapat melaporkan nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, Intervensi Manajemen nyeri : 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan 17ontro presipitasi. 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan. 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya. Rasional Respon nyeri sangat individual sehingga penangananyapun berbeda untuk masing-masing individu. Komunikasi yang terapetik mampu meningkatkan rasa percaya klien terhadap perawat sehingga dapat lebih kooperatif dalam program

dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt Control nyeri dibuktikan dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.

4.

Kontrol 18ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan. 5. Kurangi 18ontro presipitasi nyeri. 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).. 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.. 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/18ontrol nyeri. 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil. 11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

manajemen nyeri. Lingkungan yang nyaman dapat membantu klien untuk mereduksi nyeri. Pengalihan nyeri dengan relaksasi dan distraksi dapat mengurangi nyeri yang sedang timbul. Pemberian analgetik yang tepat dapat membantu klien untuk beradaptasi dan mengatasi nyeri.

PK Infeksi

Setelah dilakukan askep selama 5 x 24 jam perawat akan menangani / mengurangi komplikasi defsiensi imun

Administrasi analgetik :. 1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi. 2. Cek riwayat alergi.. 3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal. 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik. 5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul. 6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping. 1. Pantau tanda dan gejala Penularan infeksi dapat melalui infeksi primer & sekunder pengunjung yang 2. Bersihkan lingkungan mempunyai setelah dipakai pasien lain. penyekit menular. 3. Batasi pengunjung bila Tindakan antiseptik perlu. dapat mengurangi 4. Intruksikan kepada pemaparan klien keluarga untuk mencuci dari sumber infeksi tangan saat kontak dan

Tindakan evaluatif terhadap penanganan nyeri dapat dijadikan rujukan untuk penanganan nyeri yang mungkin muncul berikutnya atau yang sedang berlangsung.

sesudahnya. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan. 6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. 7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung. 8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan. 9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari. 10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda tanda meluasnya infeksi 11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan 12. Berikan antibiotik sesuai program. 13. Monitor hitung granulosit dan WBC. 14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip. 15. Dorong istirahat yang cukup. 16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan. 17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi. 5.

Pengunaan alat pengaman dapat melindungi klien dan petugas dari tertularnya penyakit infeksi. Perawatan luka setiap hari dapat mengurangi terjadinya infeksi serta dapat untuk mengevaluasi kondisi luka. Penemuan secara dini tanda-tanda infeksi dapat mempercepat penanganan yang diperlukan sehingga klien dapat segera terhindar dari resiko infeksi atau terjadinya infeksi dapat dibatasi. Pengguanan teknik aseptik dan isolasi klien dapat mengurangi pemaparan dan penyebaran infeksi. Satus nutrisi yang adekuat, istirahat yang cukup serta mobilisasi dan latihan yang teratur dapat meningkatkan percepatan proses penyembuhan luka. Hasil kultur positif menunjukan telah terjadi infeksi. Manajemen nutrisi dan monitor nutrisi yang adekuat dapat membantu klien mendapatkan nutrisi sesuai dengan kebutuha tubuhnya.

Ketidakseim bangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan

Manajemen Nutrisi 1. kaji pola makan klien 2. Kaji adanya alergi makanan. 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien. 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien. 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

nutrisi adekuat

PK: Hipo / Hiperglikemi

Setelah dilakukan askep 3x24 jam diharapkan perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipo / hiperglikemia.

Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi. 7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien. Monitor Nutrisi 1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan. 2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan. 3. Monitor lingkungan selama makan. 4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan. 5. Monitor adanya mual muntah. 6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb. 7. Monitor intake nutrisi dan kalori. Managemen Hipoglikemia: 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk. 3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl 4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol 5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya. Managemen Hiperglikemia 1. Monitor GDR sesuai indikasi 2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia,

6.

Hipoglikemia dapat disebabkan oleh insulin yang berlebian, pemasukan makanan yg tidak adekuat, aktivitas fisik yang berlebiha, Hipoglikemia akan merangsang SS simpatis u/ mengeluarkan adrenalin, klien menjadi berkeringat, akral dingin, gelisah dan tachikardi.

Hiperglikemia dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya: terlalu banyak makan / kurang makan, terlalu sedikit insulin, dan kurang aktivitas.

Kerusakan integritas jaringan

Setelah dilakukan askep 6x24 jam Wound healing meningkat: Dengan criteria Luka mengecil dalam ukuran dan peningkatan granulasi jaringan

Kerusakan mobilitas fisik

Setelah dilakukan Askep 6x24 jam dapat teridentifikasi Mobility level

keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun. 3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi 4. Berikan insulin sesuai order 5. Pertahankan akses IV 6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan 7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk 8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi 9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine 10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium 11. Anjurkan banyak minum 12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan Wound care 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers 2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar 3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9% 5. Lakukan nekrotomi K/P 6. Lakukan tampon yang sesuai 7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan 8. Lakukan pembalutan 9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka 10. Amati setiap perubahan pada balutan 11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka 12. Berikan posisi terhindar dari tekanan Terapi Exercise : Pergerakan sendi 1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami

Pengkajian luka lebih realible dilakukan pemberi asuhan sama dengan posisi sama dan tehnik sama

akan oleh yang yang yang

ROM exercise membantu mempertahankan mobilitas sendi,

Joint movement: aktif. Self care:ADLs Dengan criteria hasil: 1. Aktivitas fisik meningkat 2. ROM normal 3. Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan kemampuan dalam bergerak 4. Klien bisa melakukan aktivitas 5. Kebersihan diri klien terpenuhi walaupun dibantu oleh perawat atau keluarga

Kolaborasi dengan fisioterapi 3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi 4. Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif. Exercise promotion 1. Bantu identifikasi program latihan yang sesuai 2. Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat Exercise terapi ambulasi 1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi 2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi 3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu

2.

meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur, meningkatkan kenyamanan.

Pengetahuan yang cukup akan memotivasi klien untuk melakukan latihan. Meningkatkan dan membantu berjalan/ ambulasi atau memperbaiki otonomi dan fungsi tubuh dari injuri

Self care assistance: Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting. Memfasilitasi


1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien 2. Berikan bantuan kebutuhan sehari hari sampai klien dapat merawat secara mandiri 3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya. 4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan seharihari 5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan 6. Promosi aktivitas sesuai usia

pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri untuk dapat membantu klien hingga klien dapat mandiri melakukannya.

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya

Setelah dilakukan askep Teaching : Dissease Process 1. Kaji tingkat pengetahuan klien selama 3x24 jam, dan keluarga tentang proses pengetahuan klien penyakit 2. Jelaskan tentang patofisiologi meningkat. penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin Knowledge : Illness 3. Sediakan informasi tentang Care dg kriteria : kondisi klien 1 Tahu Diitnya 4. Siapkan keluarga atau orang2 Proses penyakit orang yang berarti dengan 3 Konservasi energi informasi tentang perkembangan 4 Kontrol infeksi klien 5 Pengobatan 6 Aktivitas yang 5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien dianjurkan 6. Diskusikan perubahan gaya 7 Prosedur hidup yang mungkin diperlukan pengobatan untuk mencegah komplikasi di 8 Regimen/aturan masa yang akan datang dan atau pengobatan kontrol proses penyakit 9 Sumber-sumber 7. Diskusikan tentang pilihan kesehatan tentang terapi atau pengobatan 10 Manajemen 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya penyakit tindakan atau terapi 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan 10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi 11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit 12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada 13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan 14. kolaborasi dg tim yang lain.

Dengan pengetahuan yang cukup maka keluarga mampu mengambil peranan yang positif dalam program pembelajaran tentang proses penyakit dan perawatan serta program pengobatan.

Bantuan perawatan diri Defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri asuhan 1. Monitor kemampuan pasien dapat membantu klien care keperawatan 3x24 jam klien mampu Perawatan diri Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator : Pasien dapat melakukan aktivitas seharihari (makan, berpakaian, kebersihan,

terhadap perawatan diri dalam beraktivitas dan 2. Monitor kebutuhan akan melatih pasien untuk personal hygiene, berpakaian, beraktivitas kembali. toileting dan makan 3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri 4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya. 5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya 6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

toileting, 7. Evaluasi kemampuan klien ambulasi) dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebersihan diri pasien terpenuhi 8. Berikan reinforcement atas

usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari. DAFTAR PUSTAKA Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit EGC, Jakarta. Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta. Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St. Louis Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St. Louis Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 20012002. NANDA NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 2006, USA

www.medicastore.com, 2004, Informasi tentang penyakit : Diabetes Melitus.

Vous aimerez peut-être aussi