Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB I PENDAHULUAN

Herpes Genitalia merupakan infeksi virus pada genitalia (alat kelamin luar) dan ditularkan melalui hubungan badan dengan beberapa pasangan. Sebagian orang yang terserang dapat sembuh namun kadang selalu kambuh. Luka kecil yang timbul di daerah kemaluan dan bisa meradang juga bernanah seperti bisul. Dapat menyerang pria maupun wanita. Herpes Genitalia disebabkan oleh infeksi oleh virus herpes simpleks tipe II yang sulit sekali untuk disembuhkan karena virus ini dapat tetap hidup di dalam tubuh tanpa mengganggu penderitanya atau bahkan dapat muncul dan menyebabkan sakit pada penderitanya. Virus herpes simpleks memiliki 2 tipe, yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 yang umumnya menyerang bagian badan dari pinggang ke atas sampai di sekitar mulut (herpes simpleks labialis), dan HSV-2 yang menyerang bagian pinggang ke bawah. Sebagian besar herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, walaupun ada juga yang disebabkan oleh HSV-1 yang terjadi akibat adanya hubungan kelamin secara orogenital. HSV-2 menular melalui kontak kulit, ciuman, hubungan seks dan oral seks. Herpes paling mudah ditularkan pada masa terjadinya luka aktif. Akan tetapi virus juga dapat menyebar selama tidak ada gejala yang tampak, dan ditularkan dari daerah yang kelihatannya tidak aktif. Sebagian besar penularan herpes genitalis ini terjadi melalui kontak seksual. Sulitnya, kadang-kadang penderita tidak sadar bahwa ia sedang kambuh, sehingga dengan melakukan hubungan seks yang tidak terlindungi, ia menularkan virus ini ke pasangannya. Herpes Genitalia ditandai dengan gejala Lepuh kecil disekitar genitalia/ anus, kemudian pecah, meleleh dan luka. Gatal, nyeri/ kesemutan. Perih bila berhubungan badan atau kontak dengan urin (air seni) bahkan dapat bengkak disekitar lipatan paha. Pada pria menyebabkan sperma encer. Pada wanita dapat menyebabkan keputihan yang tidak wajar.

BAB II ISI

2.1. DEFINISI Herpes progenitalis atau herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks ( herpes hominis ) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, dan infeksinya dapat berlangsung primer maupun rekuren.1,2,3,5,6 Infeksi ini sering disebut juga herpes labialis, herpes simpleks, herpes febrilis, Fever blister atau cold sore.2 2.2. EPIDEMIOLOGI 1,2,5,6 Infeksi herpes simpleks paling sering disebabkan oleh kedua tipe virus herpes simpleks ( HSV ) dimana HSV tipe 1 menyerang daerah orofasial dan infeksi HSV tipe 2 berhubungan dengan infeksi perigenital. Infeksi primer akibat HSV tipe 1 paling sering mengenai anak anak ketika mereka terpapar oleh virus tersebut ( 30 60 %). Insiden infeksi HSV tipe 1 meningkat berdasarkan usia.
2

Infeksi HSV tipe 2 berkaitan dengan perilaku seksual.Infeksi HSV tipe 2

biasanya terjadi pada dekade II atau III. Insiden penyakit ini sama pada laki laki maupun perempuan. Penyakit ini biasanya bersifat asimptomatik sehingga sebagian besar pasien dengan infeksi herpes progenitalis dapat menularkan virus tersebut. 2.3. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS1,2,3,6 Virus herpes simpleks tipe 1 dan 2 merupakan golongan Herpesviridae yang merupakan virus DNA. Kedua serotipe virus ini menginfeksi host ditandai oleh lesi pada epidermis terutama pada daerah mukosa, kemudian virus menyebar ke sistem saraf dan dorman di neuron ( Fase laten ) untuk kemudian terreaktivasi kembali pada saat host mengalami penurunan daya tahan tubuh. HSV tipe 1 dan tipe 2 sangat homolog secara genetik dan antigen, bentuknya yang linear, double stranded DNA. Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis ( predileksi ).

Secara in vivo, infeksi virus herpes simpleks dibagi dalam 3 stadium yaitu infeksi akut, fase laten dan reaktivasi virus. Pada fase akut, virus berreplikasi pada lokasi inokulasi pada daerah mukosa menyebabkan munculnya lesi primer.Virus pada lesi primer menyebar secara cepat dan menginfeksi saraf sensoris terminal, dimana penyebaran virus tersebut memburuk melalui akson menuju nuclei dari akson pada ganglia sensorik. Fase laten terjadi pada neuron yang terinfeksi dimana DNA virus tetap ada sebagai episome dan ekspresi gen HSV tidak tampak( hanya 1 gen yang bertranskripsi secara berlebihan ). Pada fase selanjutnya replikasi teraktivasi kembali seiring dengan anterograde axonal transport dan menimbulkan gejala klinis pada daerah perifer atau dekat pada port dentry. Reaktivasi HSV tipe 1 paling sering terjadi pada ganglia nervus trigeminus, sedangkan HSV tipe 2 terutama berasal dari ganglia sakrum. Reaktivasi ini dipengaruhi oleh kuantitas DNA virus pada fase laten, kualitas DNA virus, imunitas host, radiasi sinar ultraviolet, hipertermia, trauma lokal dan stressor fisiologi lainnya.

Infeksi primer

Fase Laten

Rekuren

Gbr.1 Patogenesis Herpes Simpleks ( Marques dan Straus, 2008 )

2.4.

GEJALA KLINIS HERPES PROGENITALIS1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 1. Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi berupa gatal, kesemutan dan sakit. Lalu akan muncul bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. 2. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam berkemih dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. 3. Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak membesar. Gejala awal ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala berikutnya dan mungkin disertai dengan demam dan tidak enak badan. 4. Pada pria, lepuhan dan luka bisa terbentuk di setiap bagian penis, termasuk kulit depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita, lepuhan dan luka bisa terbentuk di vulva dan leher rahim. Jika penderita melakukan hubungan seksual melalui anus, maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus atau di dalam rektum. 5. Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh lainnya, menetap selama beberapa minggu atau lebih dan resisten terhadap pengobatan dengan asiklovir. Gejala-gejala ini cenderung kambuh kembali di daerah yang sama atau di sekitarnya,

karena virus menetap di saraf panggul terdekat dan kembali aktif untuk kembali menginfeksi kulit. HSV-2 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf panggul.HSV-1 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf wajah dan menyebabkan fever blister atau herpes labialis.Tetapi kedua virus bisa menimbulkan penyakit di kedua daerah tersebut.Infeksi awal oleh salah satu virus akan memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya, sehingga gejala dari virus kedua tidak terlalu berat. Infeksi awal dari 63% HSV-2 dan 37% HSV-1 adalah asimptomatik. Simptom dari infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi awal) simptom khas muncul antara 3 hingga 9 hari setelah infeksi, meskipun infeksi asimptomatik berlangsung perlahan 4

dalam tahun pertama setelah diagnosa di lakukan pada sekitar 15% kasus HSV-2. Inisial episode yang juga merupakan infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi HSV-1 dan HSV-2 agak susah dibedakan. Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di daerah anus.Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau paha.Luka dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun gejalanya sebagai berikut : o Nyeri dan disuria o Uretral dan vaginal discharge o Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala) o Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal o Nyeri pada rektum, tenesmus Tanda (Sign) : o Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta tergantung pada tingkat infeksi o Limfadenopati inguinal o Faringitis o Cervisitis Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis dapat ringan sampai berat tergantung dari stadium penyakit dan imunitas dari pejamu. Stadium penyakit meliputi :Infeksi primer, stadium laten, replikasi virus, stadium rekuren.1,2,6 a. Herpes genital primer Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual (termasuk hubungan oral atau anal).Tetapi lebih banyak terjadi setelah interval yang lama dan biasanya setengah dari kasus tidak menampakkan gejala.Erupsi dapat

didahului dengan gejala prodormal, yang menyebabkan salah diagnosis sebagai influenza. Lesi berupa papul kecil dengan dasar eritem dan berkembang menjadi vesikel dan cepat membentuk erosi superfisial atau ulkus yang tidak nyeri, lebih sering pada glans penis, preputium, dan frenulum, korpus penis lebih jarang terlihat

Gbr.2. Ginggivostomatitis pada infeksi primer (Marques dan Straus, 2008 ) b. Stadium laten Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. c. d. Replikasi virus Herpes genital rekuren Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu bila ada faktor pencetus, virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah lagi rekuren, pada saat itu di dalam hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala tidak seberat infeksi primer. Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, dan beberapa kasus sukar diketahui penyebabnya. Pada sebagian besar orang, virus dapat menjadi aktif dan menyebabkan outbreaks beberapa kali dalam setahun. HSV berdiam dalam sel saraf di tubuh kita, ketika virus terpicu untuk aktif, maka akan bergerak dari saraf ke kulit kita. Lalu memperbanyak diri dan dapat timbul luka di tempat terjadinya outbreaks.

Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan status imunitas host. Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang belum punya kekebalan sebelumnya terhadap HSV-1 atau HSV -2, yang biasanya menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda sistemik dan sering menyebabkan komplikasi. Berbagai macam manifestasi klinis: 1. infeksi oro-fasia 2. infeksi genital 3. infeksi kulit lainnya 4. infeksi ocular 5. kelainan neurologist 6. penurunanimunitas 7. herpes neonatal

Gbr.3. Herpes simpleks rekuren pada daerah wajah. Tampak vesikel dan krusta ( Marques dan Straus,2008 )

Gbr.4. Herpes genital primer dengan Vesikel

Gbr. 5. Vulvulitis pada herpes primer

Gbr.6. Herpes genitalis, rekuren pada penis. Gbr.7. herpes genitalis rekuren pada vagina. Tampak erosi pada labia

2.5.

DIAGNOSIS BANDING Herpes simpleks pada daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo vesikobulosa. Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venerum.1,2,5,11

2.6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah. Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah sebagai berikut1,2,3,4,5,11 2.6.1. Histopatologis Vesikel herpes simpleks terletak intraepidermal, epidermis yang terpengaruh dan inflamasi pada dermis menjadi infiltrat dengan leukosit dan eksudat sereus yang merupakan kumpulan sel yang terakumulasi di dalam stratum korneum membentuk vesikel.

Gbr. 8. Virus Herpes simpleks: Test Tzanck positif, Giant cell, Keratonosit multinuclear ( Marques dan Straus, 2008 ) 2.6.2. Pemeriksaan serologis ( ELISA dan Tes POCK ) Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan: 1. ELISA mendeteksi adanya antibodi HSV-1 dan HSV-2. 2. Tes POCK untuk HSV-2 yang sekarang mempunyai sensitivitas yang tinggi.

2.6.3. Kultur virus Kultur virus yang diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai masih merupakan prosedur pilihan yang merupakan gold standard pada stadium awal infeksi.Bahan pemeriksaan diambil dari lesi mukokutaneus pada stadium awal (vesikel atau pustul), hasilnya lebih baik dari pada bila diambil dari lesi ulkus atau krusta. Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat menjadi negatif, biasanya hari keempat timbulnya lesi, ini terjadi karena kurangnya pelepasan virus, perubahan imun virus yang cepat, teknik yang kurang tepat atau keterlambatan memproses sampel. Jika titer dalam spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat terlihat dalam waktu 2448 jam. 2.7. PENATALAKSANAAN1,2,3,4,9,10 Semua pasien dengan aktivitas seksual aktif harus diberikan edukasi berkaitan dengan risiko untuk mendapat dan menyebarkan infeksi menular seksual.Studi menunjukkan sekitar beberapa pasien dengan infeksi VHS tipe 2 dengan tanda-tanda yang tidak nyata dan dapat diedukasi untuk dapat mengenal gejala dan tanda herpes genital.Kemudian, pasien harus diedukasi untuk melakukan hubungan seksual yang aman.Harus ditekankan pemberitahuan 10

bahwa mayoritas transmisi terjadi pada fase asimtomatik dan dari pasien yang tidak punya lesi klasik.Pasien dengan herpes genital harus dinasihati untuk berhenti dari aktivitas seksual sebulum permulaan pengobatan dan 1-2 hari setelah pengobatan dan untuk menggunakan kondom selama masa pengobatan. Terapi antiviral supresif juga merupakan pilihan untuk individu yang sadar tentang kemungkinan transmisi kepada partner seksual (lihat terapi antiviral untuk pencegahan).4 Wanita hamil yang telah terkena herpes genital harus diyakinkan bahwa risiko penularan selama partus sangat rendah. Rekomendasi penatalaksanaan wanita hamil dengan herpes genital rekuren termasuk evaluasi seccara klinis saat persalinan, dengan persalinan secara seksio

sesaria, jika ada infeksi aktif (termasuk prodormal). Tetapi seksio sesaria tidak dapat mencegah infeksi herpes neonatal bila ketuban pecah sebelum waktu lebih dari atau sama dengan 24 jam. Wanita dengan infeksi VHS primer selama masa kehamilan, khususnya selama trimester kedua dan ketiga, harus diberi terapi antiviral.Untuk wanita pada saat atau setelah 2 minggu masa gestasi, dengan risiko infeksi untuk herpes infeksi genital, VHS terapi ibu antiviral dan/atau supresif anak dapat masih

dilakukan.Pengkulturan

pada

kontroversial.Rekomendasi terbaru adalah pengkulturan VHS pada saat persalinan pada wanita dengan riwayat herpes genital.Wanita dengan lesi genital aktif saat persalinan dan bayi mereka harus dikultur serial.Kultur harus diambil dari dari mata, oronasofaring, dan area lesi setiap 2-3 hari selama 4 minggu pertama kehidupan. Terapi pencegahan dengan asiklovir intravena telah direkomendasikan untuk neonatus lahir dengan partus pervaginam atau setelah ketuban pecah sebelum waktu yang berlangsung lama, pada wanita yang secara klinis mengalami episode pertama herpes genital saat melahirkan.4 Wanita yang telah diketahui dari tes serologik dan riwayat penyakit tidak mempunyai herpes genital harus diinformasikan tentang tanda dan gejala VHS dan bagaimana untuk mencegah infeksi selama kehamilan. Serologi sangat membantu dalam member konseling pasangan yang partner pria memiliki herpes genital rekuren dan istri yang sedang hamil memiliki risiko terkena.4

11

2.7.1. Terapi Antiviral1,2,5,9,10 Banyak infeksi VHS tidak membutuhkan tatalaksana spesifik.Menjaga lesi tetap kering dan bersih ketika lesi menyembuh adalah hal yang perlu dilakukan. Tatalaksana khusus dibutuhkan pada lesi yang berlangsung lebih dari masa penyembuhan, sangat simtomatik, atau menimbulkan komplikasi.4 Asiklovir, sebuah analog guanosin asiklik, adalah komponen pertama yang direkomendasikan untuk mencegah replikasi virus yang dapat mempengaruhi sintesis nuklear sel. Penemuan ini merupakan faktor kunci untuk menganggap intervensi kemoterapi sebagai pengobatan utama.Asiklovir memiliki indeks terapetik tinggi karena aktivasinya yang lebih baik di sel yang terinfeksi dan inhibisi yang lebih baik pada polimerase DNA virus.Untuk episode pertama herpes genital dapat diberikan asiklovir 200 mg oral 5 kali sehari selama 7-10 hari. Untuk rekuren dapat digunakan asiklovir 200 mg oral 5 kali sehari selama 5 hari.3 Asiklovir menghambat replikasi VHS tipe 1 dan 2 sebanyak 50% pada konsentrasi 0,1 dan 0,3 mikrogram/mL (rentang, 0,01 sampai 9,9 mikrogram/mL), tetapi bersifat toksik pada konsentrasi >30 mikrogram/mL. Penyebab herpes genital yang membutuhkan lebih dari 3 mikrogram/mL asiklovir untuk menghambat replikasi, digunakan asiklovir dengan pemberian intravena.4 Rekomendasi terakhir untuk tatalaksana antiviral tergantung kepada gejala klinis, status imunologi host, dan apakah tatalaksana ditujukan untuk mengobati episode primer, rekuren, atau terapi supresi (Tabel 1). Untuk infeksi herpes berat atau diseminata, digunakan asiklovir 5-10 mg/kg setiap 8 jam yang membutuhkan waktu 5-10 hari3 untuk infeksi herpes yng mengancam nyawa, termasuk ensefalitis.4 Valasiklovir, adalah ester l-valil dari asiklovir, memiliki bioavailabilitas 3 hingga 5 kali lebih tinggi dari asiklovir setelah administrasi oral.Famsiklovir baik diserap dalam bentuk oral dari pensiklovir, analog guanosin. Sama seperti asiklovir, famsiklovir diubah menjadi bentuk metabolit aktif pensiklovir-trifosfat melalui fosforilasi.4 Famsiklovir merupakan obat antivirus derivat diasetil-6-deoksi pensiklovir. Pensiklovir merupakan golongan antivirus dengan komponen guanin. Cara kerja

12

Famsiklovir sama dengan asiklovir, yaitu menghambat sintesis DNA. Pada herpes genitalis episode pertama, famsiklovir 3 x 250 mg/ hari selama 5 hari.3 Untuk episode pertama infeksi genital VHS tipe 2, asiklovir oral, famsiklovir, dan valasiklovir mempercepat penyembuhan dan resolusi gejala. Ketika dibandingkan dengan placebo, asiklovir menurunkan masa penyembuhan dari 16 ke 12 hari, durasi nyeri dari 7 ke 5 hari, dan durasi gejala konstitusi dari 6 ke 3 hari. Valasiklovir dibandingkan dengan asiklovir pada tatalaksana episode primer dan menunjukkan hasil yang sama. Tetapi tatalaksana antivirus dari episode herpes inisial tidak menurunkan rekurensi, mungkin karena VHS melakukan infeksi laten dalam beberapa jam setelah inokulasi dan beberapa hari sebelum gejala klinis muncul.4 Untuk episode reaktivasi, zink sulfat topikal dalam gel dapat bermanfaat.5 Terapi supresi menunjukkan berkurangnya frekuensi rekuren pada pasien rekurensi frekuen, lebih dari 6 kali dalam 1 tahun.3Tatalaksana episode rekuren herpes genital dengan famsiklovir, asiklovir atau valasiklovir telah menunjukkan memperpendek masa penyembuhan dari 7 ke 5 hari, dan menurunkan gejala 4 ke 3 hari ketika dibandingkan dengan plasebo. Valasiklovir dan asiklovir adalah sama, sama seperti famsiklovir.4 Episode herpes rekuren cenderung menurun, dan pengobatan antiviral akan maksimal jika terapi diberikan seawal mungkin, terutama dalam 24 jam setelah rekurensi. Asiklovir intravena kadang dibutuhkan untuk infeksi herpes yang berat, yaitu yang melibatkan otak, mata, paru-paru. Komplikasi ini terdapat pada defisiensi imunitas.3Untuk orang-orang dengan rekurensi genital dengan komplikasi, terapi supresif jangka panjang, terapi dengan asiklovir dan analognya sangat penting. Karena herpes genital tidak progresif pada host yang normal, dan rerata rekurensi bervariasi dari episode pertama dengan selanjutnya, dapat menurun beberapa tahun setelah infeksi primer, sangat bijak untuk merekomendasikan libur dari tatalaksana tiap 1 tahun atau untuk menentukan apakah kelanjutan terapi diperlukan.4 Penggunaan terapi supresif antiviral selama fase akhir kehamilan untuk mencegah herpes neonatal sudah dilakukan, tetapi untuk pembuktian secara empiris dibutuhkan jumlah sampel yang banyak, mengingat herpes neonatal jarang terjadi. Tujuan lain terapi supresi adalah mencegah seksio sesaria yang disebabkan herpes rekuren selama partus. 13

Walaupun penggunaan asiklovir (dimulai pada kehamilan umur 36 minggu) untuk mencegah rekurensi, seksio sesaria karena herpes genital, dan penularan VHS saat partus, masih diperlukan penelitian untuk merekomendasikan penggunaan asiklovir.4Wanita hamil yang menderita herpes genitalis primer dengan viral shedding dalam 6 minggu terakhir masa kehamilan dianjurkan untuk seksio sesaria sebelum atau dalam 4 jam sesudah pecahnya ketuban. Disarankan melakukan pemeriksaan virologik dan sitologik sejak kehamilan 32 dan 36 minggu, setelah itu sekurang-kurangnya setiap minggu dilakukan kultur sekret serviks dan genital eksterna. Bila kultur virus yang diinkubasi minimal 4 hari, memberikan hasil negatif 2 kali berturut-turut, serta tidak ada lesi genital saat melahirkan, maka dapat partus pervaginam.3 Bila ibu mengidap herpes genital primer pada saat persalinan pervaginam, harus diberikan profilaksis asiklovir intravena kepada bayi selama 5 sampai 7 hari dengan dosis 3 x 10 mg/ kg BB/ hari.3 Di bawah ini terdapat tabel 1 yang berisi regimen yang direkomendasikan sebagai terapi herpes genital. Tabel 1. Sediaan rekomendasi untuk tatalaksana herpes genital pada infeksi primer dan rekuren ( Tanwani,2004 ) Dewasa Infeksi primer Asiklovir, 200 mg peroral 5 x sehari. Asiklovir, 400 mg peroral 3 x sehari Valasiklovir, 1000 mg peroral 2 x sehari. Famsiklovir, 250 mg peroral 3 x sehari Infeksi Asiklovir, 400mg peroral 3 Asiklovir, 1000mg/hari 14 5-10 hari Anak Asiklovir, 4080mg/kg/hari peroral dibagi dalam 3-4 dosis (maksimum 1g/hari). Durasi 7-10 hari Keterangan

rekuren

x sehari Asiklovir 200 mg peroral 5 x sehari Asiklovir 800mg peroral 2 x sehari. Valasiklovir, 500mg peroral 2 x sehari Valasiklovir, 1000mg peroral 1 x sehari Valasiklovir, 1000mg peroral 2 x sehari Famsiklovir 500, 250, 125 mg peroral 2 x sehari. Famsiklovir, 1000mg peroral 2 x sehari untuk 1 hari (inisiasi).

peroral dalam 3-5 dosis terbagi.

Pada pasien dengan acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dan imunosupresi persisten, terapi supresi kronik dibutuhkan, dengan menggunakan asiklovir, 400-800mg dua atau tiga kali sehari, atau valasiklovir atau famsiklovir, keduanya pada dosis 500 mg dua kali sehari (Tabel 2).6 Tabel 2. Sediaan rekomendasi untuk tatalaksana herpes genital pada supresi rekuren, termasuk wanita hamil, dan untuk reduksi transmisi ( Tanwani,2004 ) Dewasa Anak Durasi Keterangan

15

Supresi rekurensi

Asiklovir, 400mg peroral 2 Asiklovir, 400x sehari Asiklovir 800 mg peroral 1 x sehari Valasiklovir 500, 1000mg peroral 1 x sehari. Valasiklovir, 250mg peroral 2 x sehari Valasiklovir, 500mg 2 x sehari atau1000mg peroral 1 x sehari Famsiklovir, 250mg peroral 2 x sehari Famsiklovir 125 mg, 250mg peroral 3 x sehari. 1000mg/hari dalam 2-3 dosis terbagi.

Durasi terapi kontroversial. Beberapa institusi menggunakan selama 1 tahun dan kemudian lakukan penilaian apakah dibutuhkan kelanjutan penggunaan.

Supresi rekuren

Asiklovir, 400mg peroral 3 x sehari dari kehamilan 36

Kontroversi

pada wanita minggu hingga partus. hamil

Reduksi transmisi

Valasiklovir, peroral 1 x sehari

500mg

Hubungan seksual yang aman

Terapi durasi panjang dengan asiklovir dan analognya, atau terapi untuk ulserasi herpetik luas, menimbulkan komplikasi keharusan penggantian cara pemberian asiklovir. 16

Perubahan cara pemberian antiviral dimungkinkan bila dengan dosis maksimum oral asiklovir, valasikovir, atau famsiklovir tidak menunjukkan perkembangan. Asiklovir intravena, kecuali bila diberikan dengan kecepatan konstan, dapat gagal dalam beberapa kasus. Penggantian cara pemberian terhadap satu obat berkaitan dengan tidak adanya resolusi klinis dengan pemberian tiga obat ini dan disebabkan kehilangan kinase timidin viral. Isolasi VHS dapat dimanfaatkan untuk sensitivitas asiklovir dan beberapa antiviral. Terapi standar herpes simpleks tanpa resolusi klinis dengan pemberian asiklovir adalah foskarnet intravena.6 Foskarnet, adalah agen antivirus kuat, pilihan pertama terapi strain herpes tanpa resolusi klinis setelah administrasi oral asiklovir dan analognya. Foskarnet dapat menyebabkan efek toksik berat, seperti perburukan fungsi ginjal reversibel dan kejang. Karena itu, foskarnet digunakan hanya untuk infeksi herpes berat dan tidak menunjukkan perbaikan dengan antiviral peroral.3 Pada kasus intoleran atau tidak ada kemajuan penyembuhan gejala terhadap foskarnet, sidofovir intravena dapat digunakan. Lesi kecil dapat diterapi dengan trifluorothymidine topikal dengan atau tanpa interferon (IFN)- topikal atau intralesi. Imiquimod dapat berguna.6 2.8. KOMPLIKASI Komplikasi jarang tetapi dapat serius, diantaranya1,2,5 : 1. Infeksi bakteri sekunder, ini biasanya karena Staph. Staphylococcus 2. Disseminated herpes simpleks, merupakan infeksi virus herpes yang menyebar berupa yang terjadi pada bayi baru lahir atau imonusupresif pasien. 3. Herpes simpleks kronis, biasa terjadi pada penderita HIV 4. Herpes encefalitis. Herpes encefalitis ini adalah komplikasi serius herpes simpleks, tidak selalu disertai dengan lesi kulit 5. Karsinoma leher rahim, ini lebih umum pada wanita dengan bukti serologi infeksi herpes simpleks tipe 2, yang merupakan faktor predisposisi 2.9. PENCEGAHAN1 Penggunaan kondom menurunkan rerata transmisi virus herpes simpleks jika digunakan secara rutin. Selain pencegahan dengan pendekatan kesehatan masayarakat, banyak usaha dalam terapi antiviral dan vaksin terhadap pencegahan herpes genital. Penelitian membuktikan penggunaan antivirus mengurangi transmisi HSV tipe 2 kepada pasangan sexual. 17

2.10. PROGNOSIS1,2,3 Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi dini yang segera diobati mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-penyakit dengan tumor di sistema retikuendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. Terapi anti virus efektif menurunkan manifestasi klinis herpes genitalis.

18

DAFTAR PUSTAKA 1. Handoko,R.P. Herpes Simpleks dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan penerbit FKUI. 2011. Hal. 380 382 2. Marques,A.R; Straus,S.E. Herpes Simpleks in Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th edition. USA: The MacGraw-Hill Companies. 2008. Hal. 1973 1884 3. Murtiastutik,Dwi;Ervianti,Evy;Agusni,Indropo; Suyoso,Sunarso. Herpes Simpleks Genitalis dalam Atlas Penyakit kulit dan Kelamin Ed.2. Surabaya: Dep./ SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unair. 2011. Hal. 263 4. Tanwani,Iswar. Journal of the national integrated medical association dalam Herpes Progenitalis.2006 5. Grawkodger, D.J. Herpes Simpleks in Dermatology an Illustrated Colour Text 3rd edition. UK : Churcill Livingstone. 2003. Hal. 50 -51 6. Sterry,W; Paus,R; Burgdof,W. Dermatology. New York: Thieme Clinical Companies. 2006. Hal. 57 60 7. http://spiritia.or.id 8. http://www.gizi.net 9. www.docstoc.com/docs/62000912/penatalaksanaan-herpes-genitalis 10. http://www.scribd.com/uchi3_179686/d/45365649-Herpes-Simplex

11. Elder,D.E; Johnson,B.Jr; Elenitsas,R. Levers Histopathology of The Skin 9th edition. Lippincott Williams and Wilkins2005. P. 652 - 655

19

REFARAT HERPES PROGENITALIS

OLEH : MARIA CH. MADA, S.Ked RICO ROTINGGO, S. Ked YURINDA K. RAMBU SORI, S.Ked

PEMBIMBING : dr. SISILIA RATNA TALLO, Sp.KK

Disusun Untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU W.Z. Johannes Kupang

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG RSUD PROF. W. Z. JOHANNES KUPANG 2012

20

Vous aimerez peut-être aussi