Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Publikasi Analisis IPM Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011 ini memberikan gambaran tentang pencapaian hasil pembangunan manusia di Provinsi Sulawesi Selatan terutama di bidang kesehatan, pendidikan, dan daya beli penduduk dapat disajikan dalam suatu indikator komposit. Pencapaian hasil-hasil pembangunan tersebut, dapat dijadikan sebagai bahan rumusan aksi dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di Sulawesi Selatan. Provinsi Sulawesi Selatan masih menghadapai berbagai tantangan pembangunan, seperti: masalah penanggulangan penduduk miskin, gizi buruk, pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta pemberdayaan petani. Beberapa prestasi pembangunan yang telah dicapai saat ini, antara lain telah meningkatkan pendapatan produk domestik regional bruto per kapita, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, mengurangi jumlah penduduk miskin, serta diterapkannya program pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis. Namun demikian kemajuan yang telah dicapai tersebut masih harus terus ditingkatkan dan berkelanjutan serta berkesinambungan sehingga visi dan misi Sulawesi Selatan dapat diwujudkan. Akhirnya, ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga publikasi dapat diterbitkan dan semoga bermanfaat. Makassar, Agustus 2012
BAPPEDA PROVINSI SULAWESI SELATAN Kepala,
Daftar Isi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2. Maksud dan Tujuan ............................................................................ 5 1.3. Sumber Data dan Keterbatasan .......................................................... 5 1.4. Sistematika Penyajian ......................................................................... 6 BAB II METODOLOGI .............................................................................8 2.1. Konsep dan Definisi ............................................................................ 8 2.2. Metode Penghitungan ........................................................................ 19 BAB III KONDISI SOSIAL EKONOMI ...................................................28 3.1. Kependudukan......................................................................................28 3.2. Bidang Kesehatan ...............................................................................35 3.3. Bidang Pendidikan ..............................................................................41 3.4. Ketenagakerjaan ..................................................................................48 3.5. Perekonomian ......................................................................................53 BAB IV INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ..................................62 4.1. Posisi Pembangunan Manusia..............................................................63 4.2. Indeks Kesehatan ..................................................................................68 4.3. Indeks Pendidikan ................................................................................71 4.4. Indeks Daya Beli ..................................................................................76 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................87
ii
Daftar Isi
5.1. Kesimpulan ............................................................................................87 5.2 Saran-saran .............................................................................................88 BAB VI. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................90
iii
Bab 1.Pendahuluan
PENDAHULUAN
Manusia sebagai subjek dan sekaligus objek pembangunan harus mampu meningkatkan kualitas hidupnya, untuk itu peran pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna sebagai peningkatan kemampuan dasar penduduk. Kemampuan dasar penduduk tersebut diperlukan untuk memperbesar kesempatan berpartisipasi dalam proses pembangunan. Peningkatan kemampuan dasar dapat dilakukan melalui peningkatan derajat kesehatan, pengetahuan dan keterampilan penduduk. Hal tersebut penting karena dapat direfleksikan dalam kegiatan ekonomi produktif, sosial budaya, dan politik. Paradigma pembangunan manusia yang dikembangkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dengan demikian bahwa penduduk merupakan tujuan akhir dan pembangunan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan pembangunan manusia tersebut terdapat empat hal pokok yang harus diperhatikan : 1) Produktivitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia.
Bab 1.Pendahuluan
2) Pemerataan,
masyarakat
harus
mempunyai
akses
untuk
memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi dan memperoleh manfaat dari kesempatan-kesempatan ini. 3) Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang akan tetapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup harus dilengkapi. 4) Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka (HDR,1995). Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak anti terhadap pertumbuhan. Dalam perspektif pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir. Pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Walaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi seyogyanya diimbangi dengan pemerataan pendapatan masyarakat. Pertumbuhan yang tinggi tersebut apabila tidak diimbangi dengan pemerataan pendapatan, maka hasil pembangunan ekonomi hanya akan dinikmati oleh sekelompok penduduk yaitu penduduk yang bermodal besar.
Bab 1.Pendahuluan
Sehingga pertumbuhan akan kurang berkualitas, dimana peningkatan pertumbuhan ekonomi disertai dengan peningkatan jumlah penduduk miskin. Namun hal yang harus dipahami bahwa untuk mencapai keselarasan kedua faktor tersebut dibutuhkan kerja keras oleh semua pihak terutama oleh pemerintah dan juga membutuhkan proses dan waktu yang cukup. Hubungan antara pembangunan manusia dengan pembangunan ekonomi berlangsung melalui dua jalur. Jalur pertama; melalui kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Besarnya pengeluaran tersebut merupakan indikasi tentang komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia. Jalur kedua, melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga, dalam hal ini besarnya dan komposisi untuk nutrisi keluarga, biaya pelayanan kesehatan, dan pendidikan anggota rumah tangga. Jembatan yang menghubungkan antara pembangunan manusia dengan pembangunan ekonomi adalah melalui penciptaan kesempatan kerja. Upaya pembangunan manusia dalam peningkatan kemampuan dasar dan keterampilan tenaga kerja akan mempengaruhi penciptaan output yang pada akhirnya akan berdampak pada pendapatan masyarakat. Selain itu, faktor kelembagaan, distribusi sumber daya dan modal sosial merupakan hal yang tidak kalah penting. Penciptaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha dilakukan oleh pemerintah ditempuh secara makro melalui pertumbuhan ekonomi yang
Bab 1.Pendahuluan
cukup tinggi, pengendalian inflasi, menekan tingkat pengangguran, dan memberikan kredit modal pada usaha kecil mikro dan menengah. Upaya lain yang dilakukan khususnya oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan adalah program pendidikan dan kesehatan gratis.
Hubungan Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan Manusia
Modal Sosial, LSM dan Organisasi Kemasyarakatan
Reproduksi Sosial
Ketenagakerjaan
Pertumbuhan Ekonomi
Tabungan Dalam Negeri
Modal Fisik
Bab 1.Pendahuluan
1.2. Maksud dan Tujuan Tujuan penulisan Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2011 Provinsi Sulawesi Selatan adalah ; a Memberikan data dan informasi tentang kinerja pembangunan yang diukur berdasarkan peningkatan kualitas hidup manusia. b Sebagai sumber informasi dasar dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah dalam rangka upaya peningkatan kualitas hidup manusia. c Dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi dan memonitor program pembangunan yang telah dilakukan, agar prioritas pembangunan dapat ditentukan. 1.3. Sumber data dan Keterbatasan a. Sumber Data Data yang dipergunakan dalam laporan ini adalah yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data beberapa instansi pemerintah yang terkait. Data BPS diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sedangkan data tentang jumlah sarana/prasarana pendidikan dan kesehatan diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan pemerintah daerah. Hasil Susenas merupakan data pokok dalam perhitungan indeks pembangunan manusia, sedangkan data selain itu digunakan sebagai data pendukung. Sejak pada tahun 1993, data Susenas menjadi alat untuk mengkaji dan memantau hasil pembangunan di bidang sosial
Bab 1.Pendahuluan
dan kesejahteraan masyarakat serta pembangunan manusia hingga pada tingkat kabupaten/ kota. Variabel-variabel yang terdapat dalam survei tersebut seperti; kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, fertilitas dan keluarga berencana serta konsumsi/ pengeluaran rumah tangga sebulan. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tata muka antara pengumpulan data (pencacah) dengan responden. Para pengumpul data diusahakan berasal dari lokasi survei dan dikoordinir oleh seorang koordinator statistik kecamatan.
Direkrutnya para pencacah dari lokasi suvei berkaitan dengan operasional lapangan agar lebih mudah. Hasil pencacahan tersebut diperiksa oleh Tim pemeriksa lapangan selanjutnya diedit oleh Tim pengolahan dan dientry. Karena Susenas tersebut adalah hasil survei maka sebelum dipublikasikan dilakukan estimasi terhadap populasi. b. Keterbatasan Hasil Susenas tidak dapat digunakan untuk tingkat yang lebih rendah dari kabupaten/ kota, misalnya untuk tingkat kecamatan. Masalah besarnya sampel tersebut juga akan mempengaruhi beberapa variabel dalam Susenas tersebut harus digunakan secara bijaksana dan berhati-hati.
1.4. Sistimatika Penyajian Dalam pelaporan ini akan dibagi beberapa bab/bagian penulisan, sebagai berikut;
Bab 1.Pendahuluan
Bab I.
Pendahuluan; memberikan penjelasan tentang latar bela kang, tujuan, sumber data dan keterbatasan serta sistematika penulisan pelaporan. Metodologi; menjelaskan tentang konsep/definisi dan metode perhitungan.
Bab II.
Bab III. Kondisi Sosial Ekonomi; memberikan informasi keadaan ge ografi, kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan ekonomi wilayah. Bab IV. Indeks Pembangunan Manusia; menguraikan pencapaian indeks pembangunan manusia berdasarkan komponen. Bab V. Kesimpulan dan Saran; memberikan pernyataan hasil-hasil temuan/diperoleh dalam pelaporan.
Bab VI. Daftar Pustaka; memberikan rujukan bacaan yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia.
Bab 2 Metodologi
METODOLOGI
Beberapa konsep dan definisi yang akan digunakan dan berkaitan dengan data Susenas serta Indeks Pembangunan Manusia, adalah sebagai berikut; 2.1.1. Kependudukan Konsep penduduk adalah mereka yang berada di dalam dan bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah dan Orang yang secara hukum berhak tinggal di wilyah tersebut. Sedangkan istilah kependudukan atau Demografi adalah studi ilmiah tentang jumlah, persebaran dan komposisi penduduk serta bagaimana ketiga faktor tersebut berubah dari waktu ke waktu. Kependudukan mempelajari secara sistematis perkembangan, fenomena dan masalah-masalah penduduk dalam kaitannya dengan situasi sosial di sekitarnya. Di dalam definisi operasional lapangan BPS digunakan dengan istilah Anggota Rumah Tangga; yang merupakan semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik yang berada di rumah tangga pada waktu pencacahan maupun sementara tidak ada. Anggota rumah tangga yang telah bepergian 6 (enam) bulan atau lebih, dan anggota rumah tangga yang bepergian kurang dari 6 (enam) bulan tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan rumah 6 (enam) bulan atau lebih, tidak dianggap sebagai anggota rumah tangga. Orang yang telah tinggal di rumah tangga 6 (enam) bulan atau lebih atau yang telah
Bab 2 Metodologi
tinggal di rumah tangga kurang dari 6 (enam) bulan tetapi berniat pindah/bertempat tinggal di rumah tangga tersebut 6 (enam) bulan atau lebih dianggap sebagai anggota rumah tangga. Konsep/pengertian rumah tangga adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus, dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Umumnya terdiri dari ibu, bapak, dan anak. Sedangkan bangunan fisik adalah tempat berlindung yang mempunyai dinding, lantai, dan atap baik tetap maupun sementara, baik digunakan sebagai tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal. Bangunan sensus adalah sebagian atau seluruh bangunan fisik yang mempunyai pintu keluar masuk sendiri dan dalam satu kesatuan penggunaan. Didalam ilmu kependudukan terdapat tiga komponen penting, yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi). Selain itu, terdapat faktor mobilitas sosial dan faktor tingkat perkawinan sebagai penunjang dalam kependudukan. Ketiga komponen dan dua faktor penunjang tersebut merupakan variabel yang digunakan untuk menjelaskan jumlah, distribusi dan pertumbuhan penduduk. Teori awal tentang pertumbuhan penduduk yang dikemukakan oleh Malthus dalam Essay On The Principle of Population menyatakan bahwa penduduk akan selalu bertambah lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bahan makanan, kecuali terhambat oleh moral restrains seperti misalnya wabah penyakit atau malapetaka.
Bab 2 Metodologi
Selanjutnya, Warren Thompson pada tahun 1929 mengemukakan teori tentang transisi demografi yang menggambarkan empat proporsi yang saling berhubungan, yaitu: 1. Jika angka kematian tinggi sebanding dengan angka kelahiran, maka pertumbuhan penduduk akan sama dengan nol. 2. Jika angka kematian menurun tidak disertai penurunan angka kelahiran, maka pertumbuhan yang positif dan terus meningkat 3. Jika angka kematian terus turun dan disertai dengan penurunan angka kelahiran, tetapi tidak sebanding, maka pertumbuhan akan positif dengan nilai menurun. 4. Jika angka kematian dan angka kelahiran rendah, maka pertumbuhan semakin berkurang dan akan mencapai nol. Untuk mendapatkan angka laju petumbuhan penduduk dapat dihitung dengan beberapa cara yaitu; Rata-rata relatif menyatakan perbandingan antara jumlah penduduk tahun ke-n dan tahun ke-(n-1), secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.
r=
Keterangan : = laju pertumbuhan penduduk tahunan r Pn = jumlah penduduk tahun ke-n (tahun terakhir) Pn-1 = jumlah penduduk tahun ke-(n-1) atau tahun sebelumnya
Pn -1 100% Pn-1
Perhitungan laju pertumbuhan penduduk untuk dua periode biasanya dihitung dengan menggunakan rumus geometri atau eksponensial. Dua
10
Bab 2 Metodologi
periode yang dimaksud adalah dua pelaksanaan sensus penduduk yang dilakukan dalam 10 tahun sekali, rumusnya dapat ditulis sebagai berikut:
r=
Angka ini mencerminkan perkembangan atau pertambahan penduduk dalam kurun waktu tertentu, dan interpretasinya bahwa semakin kecil angka ini maka semakin mencermikan kesuksesan penanganan/ pengendalian jumlah penduduk.
Keterangan : r = laju pertumbuhan penduduk tahunan Pt = jumlah penduduk tahun akhir P0 = jumlah penduduk tahun awal atau tahun sebelumnya t = periode waktu antara dengan
Pt P0
-1 100%
2.1.2. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang berperan dalam meningkatkan kualitas hidup. Untuk melihat perkembangan pendidikan secara makro dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu rasio murid terhadap guru, jumlah murid terhadap sekolah, angka partisipasi kasar, angka partisipasi murni, angka buta huruf, angka putus sekolah dan rata-rata lama bersekolah. a. Rasio murid Guru merupakan angka yang menggambarkan beban kerja guru dalam mengajar atau dengan kata lain memperlihatkan mutu pengajaran/ pengawasan dan perhatian guru di kelas
11
rmg=
b. Rasio murid Sekolah merupakan angka yang mencerminkan daya tampung per sekolah.
Keterangan : rmg = rasio murid terhadap guru #m = jumlah murid = jumlah guru #g
#m #g
Bab 2 Metodologi
c. Angka Partisipasi Kasar angka yang mencerminkan pemerataan akses pendidikan dasar dan lanjutan formal atau sederajat dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Jenjang pendidikan SD/ sederajat
Keterangan : rmg = rasio murid terhadap sekolah #m = jumlah murid = jumlah sekolah #s
rms=
#m #s
Keterangan : = angka partisipasi kasar sekolah dasar/ sederajat apk.sd muridsd = jumlah murid di sekolah dasar pop7-12 = jumlah penduduk yang berumur 7-12 tahun.
apk.sd=
apk.sltp=
12
angka partisipasi kasar SLTP/ sederajat jumlah murid di SLTP/ sederajat jumlah penduduk yang berumur 13-15 tahun.
Keterangan : = angka partisipasi kasar sekolah menengah/ sederajat apk.sm muridsm = jumlah murid di sekolah menengah/ sederajat pop16-18 = jumlah penduduk yang berumur 16-18 tahun.
apk.sm=
d. Angka Buta Huruf adalah angka yang memberikan informasi tentang kemajuan pendidikan suatu bangsa/ daerah, serta adanya pemerataan
abk=
angka buta huruf orang dewasa jumlah penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis berumur 15 tahun ke atas jumlah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas.
e. Angka Putus Sekolah menggambarkan kemampuan penduduk usia bersekolah pada jenjang pendidikan pada SD, SLTP, SM dalam menyelesaikan pendidikannya.
13
Keterangan : = angka putus sekolah di sekolah dasar/ sederajat aps.sd = jumlah penduduk berumur 7-12 tahun yang putus sekolah di SD pts7-12 = jumlah penduduk yang berumur 7-12 tahun.yang masih sek 7-12 bersekolah di SD tdsek 7-12 = jumlah penduduk yang berumur 7-12 tahun.yang tidak sekolah lagi di SD
aps.sd=
Bab 2 Metodologi
Keterangan : = angka putus sekolah di SLTP/sdeerajat aps.sltp = jumlah penduduk berumur13-15 tahun yang putus sekolah di pts7-12 SLTP = jumlah penduduk yang berumur 13-15 tahun.yang masih sek 7-12 bersekolah di SLTP tdsek 7-12 = jumlah penduduk yang berumur 13-15 tahun.yang tidak sekolah lagi di SLTP
aps.sltp=
Keterangan : = angka putus sekolah di SM/sdeerajat aps.sltp = jumlah penduduk berumur16-18 tahun yang putus sekolah di pts7-12 SM = jumlah penduduk yang berumur 16-18 tahun.yang masih bersekolah di SM = jumlah penduduk yang berumur 16-18 tahun.yang tidak sekolah t lagi di SM
aps.sm=
14
Bab 2 Metodologi
f. Rata-rata lama Bersekolah menggambarkan tingkat pencapaian setiap penduduk dalam kegiatan bersekolah, semakin tinggi angka lama bersekolah maka semakin tinggi jenjang pendidikan yang telah dicapai.
n
xls =
Keteraangan : = rata-rata lama sekolah xls = jumlah tahun bersekolah penduduk = jumlah penduduk pop
i=1
popisek popi
2.1.3. Kesehatan Terdapat beberapa indikator makro yang dapat menggambarkan kondisi kesehatan masyarakat antara lain; rasio tenaga kesehatan, rasio sarana kesehatan, dan rata-rata lama anak balita mendapat air susu ibu. Masingmasing indikator tersebut menggambarkan tentang kemampuan atau keberadaan tenaga kesehatan dan sarana kesehatan serta kondisi gizi anak balita. a. Rasio tenaga kesehatan per 10.000 penduduk
nakes=
15
Bab 2 Metodologi
Sarkes=
2.1.4. Ketenagakerjaan Dalam ketenagakerjaan dikenal dengan beberapa istilah yang sering dipergunakan antara lain adalah angkatan kerja, bekerja dan pengangguran serta penduduk usia kerja. Untuk keseragaman pemahaman BPS memberi konsep dari masing-masing istilah di atas sebagai berikut. a. Penduduk Usia Kerja adalah setiap penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang mencakup mereka yang bekerja, mencari pekerjaan, sekolah dan mengurus rumah tangga serta kegiatan lainnya. b. Angkatan kerja adalah mereka yang melakukan kegiatan bekerja dan mencari pekerjaan. c. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu. Satu jam disini adalah melakukan kegiatan secara berturut-turut dan tidak terputus. d. Mencari pekerjaan adalah kegiatan dari mereka yang berusaha mendapatkan pekerjaan dalam waktu tidak terbatas dan dalam referensi waktu survei masih berusaha/ menunggu jawaban hasil lamaran.
16
Bab 2 Metodologi
e. Pengangguran adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan. f. Setengah Pengangguran adalah mereka yang bekerja akan tetapi mempunyai jam kerja kurang dari 35 jam dalam seminggu. g. Tingkat partisipasi angkatan kerja
tpak=
tpt=
ak 100 puk
Tingkat partisipasi angkatan kerja Jumlah angkatan kerja jumlah penduduk usia kerja
Keterangan : tpt = Tingkat pengangguran terbuka ck = Jumlah pencari kerja ak = jumlah angkatan kerja
ck 100 ak
2.1.5. Produk Domestik Regional Bruto Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah seluruh nilai barang dan jasa yang ditimbulkan oleh faktor-faktor produksi (buruh, kewiraswastaan, modal, dan barang modal) di suatu wilayah tanpa memperhatikan pemilikan faktor-faktor produksi itu. Jadi PDRB merupakan penjumlahan dari seluruh nilai tambah bruto dari setiap sektor kegiatan dalam suatu periode tertentu di suatu wilayah.
pdrb=
i=1
ntbi
Keterangan : pdrb = produk domestik regional bruto ntbi = nilai tambah bruto sektor ke-i = sektor kegiatan usaha ke-i, = 1,2, 9 i 17
Bab 2 Metodologi
a. Nilai tambah bruto adalah nilai manfaat suatu barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi atau secara sederhana adalah nilai produksi/ output dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk menghasil produksi/ output (biaya antara). b. Nilai produksi/ output adalah penilaian atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan ekonomi. Biaya antara adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses penciptaan barang dan jasa dalam suatu periode produksi. c. Penilaian barang dan jasa dilakukan dengan menggunakan harga konstan tahun 2000 dan tahun berjalan. Atas dasar harga berlaku adalah penilaian suatu barang dan jasa pada saat terjadinya transaksi atau current price dan dinilai dalam Rupiah. Atas dasar harga konstan adalah penilaian suatu barang dan jasa dengan suatu harga yang tetap. Dalam hal ini, penilaian dilakukan dengan harga barang
d. Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kuantum produksi barang dan jasa dalam suatu periode tertentu (dinilai dalam harga konstan).
18
Bab 2 Metodologi
e. PDRB per kapita adalah nilai PDRB dibagi dengan jumlah penduduk
Keterangan : reko = pertumbuhan ekonomi pdrbn = pdrb atas dasar harga konstan tahun ke-n k pdrbn = pdrb atas dasar harga konstan tahun ke- 1 k
pdrb.kapita=
pertengahan tahun.
Keterangan : Pdrb,kapita = pdrb per kapita pdrb = produk domestik regional bruto popmed = jumlah penduduk pertengahan tahun
pdrb popmed
2.2. Metode Perhitungan Untuk memperoleh angka indeks pembangunan manusia dibutuhkan beberapa proses pengolahan dan perhitungan, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut: 2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) IPM dihitung secara sederhana dari rata-rata antara indeks harapan hidup, indeks pendidikan, dan indeks daya beli Purchasing Power Parity atau PPP. Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut;
IPM
x x x
1 2 3
3 x100
Keterangan : IPM = Indeks Pembangunan Manusia X1 = Indeks harapan hidup X2 = Indeks pendidikan X3 = Indeks daya beli
19
Bab 2 Metodologi
DIMENSI :
Pengetahuan
INDIKATOR :
INDEKS DIMENSI :
Indeks Pendidikan
Indeks Pendapatan
IPM
Skema, menjelaskan dimensi, indikator, dan indeks dimensi dalam pengukuran/ perhitungan Indeks Pembangunan Manusia.
Untuk menghitung nilai dari masing-masing indeks pembentuk IPM, UNDP telah menetapkan batas bawah dan batas atas yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Pada tahun 1990, batas diperoleh dari hasil observasi, sedangkan pada tahun 1994 menggunakan suatu nilai batas tertentu. Pada tahun 2009, batas yang digunakan adalah: Batas bawah angka harapan hidup adalah 25 tahun dan batas atasnya 85 tahun. Indeks rata-rata lama sekolah nilainya antara 0 sampai dengan 100 persen Indeks melek huruf memiliki batas bawah 0 persen dan batas atas 100 persen.
20
Bab 2 Metodologi
PDB per kapita menggunakan nilai minimal 100 US$ dan maksimal 40000 US$. a. Indeks Harapan Hidup, dihitung berdasarkan angka harapan hidup sejak seseorang dilahirkan dengan mempertimbangkan angka harapan hidup terendah dan tertinggi (UNDP). Secara matematik dapat ditulis
x1 =
sebagai berikut:
Keterangan : X1 = Indeks harapan hidup ahh = angka harapan hidup 25 = nilai terendah 85 = nilai tertinggi
Angka Harapan Hidup, dapat dilakukan/ diperoleh melalui suatu paket program Mortpaklite dengan meng-input data hasil susenas rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup dan rata-rata jumlah anak yang masih hidup hingga referensi survei per wanita yang berumur 15-49 tahun (kelompok umur lima tahunan). Hasil dari Mortpaklite tersebut tersaji beberapa metode pendekatan, metode yang sesuai dengan keadaan fertilitas/ mortalitas di Indonesia adalah model West Coaledemeny Trussell equations. Kemudian, untuk mendapatkan hasil angka harapan hidup yang lebih baik dirata-ratakan pada kelompok umur 2035 tahun, demikian pula dengan waktu rujukan reference date of life expectancy at birth. Rumus untuk memperoleh rata-rata anak yang dilahirkan hidup
21
Bab 2 Metodologi
Keterangan : Ralh = rata-rata anak lahir hidup alh = anak lahir hidup menurut kelompok umur ibu ke-i w = wanita menurut kelompok umur ke-i i = kelompok umur 15-19; 20-24; 25-29;30-34;35-39;40-44;45-49
Keterangan : Ramsh = rata-rata anak yang masih hidup amsh = anak yang masih hidup menurut kelompok umur ibu ke-i w = wanita menurut kelompok umur ke-i i = kelompok umur 15-19; 20-24; 25-29;30-34;35-39;40-44;45-49
b. Indeks Pendidikan, dihitung berdasarkan dua komponen yaitu indeks melek huruf dan indeks rata-rata lama bersekolah (baca: konsep/ definisi), yang masing-masing besarnya proporsi dua banding satu. Rumus untuk mendapatkan angka tersebut, sebagai berikut:
x2 =
Indeks Melek Huruf, diperoleh dengan cara membandingkan angka melek huruf hasil perhitungan di suatu daerah tertentu dengan standar UNDP. Rumusnya sebagai berikut:
Keterangan : X2 = Indeks pendidikan X2.1 = Indeks melek huruf X2.2 = Indeks rata-rata lama sekolah
x2.1 =
Keterangan : X2.1 = Indeks melek huruf amh = angka melek huruf 0 = angka melek huruf terendah 100 = angka melek huruf tertinggi 22
Bab 2 Metodologi
Indeks Rata-rata lama bersekolah, cara memperolehnya mirip dengan indeks melek huruf, rumusnya sebagai berikut:
x2.2 =
Keterangan : X2.2 = Indeks rata-rata lama sekolah rls = rata rata lama bersekolah 0 = angka melek huruf terendah 15 = angka melek huruf tertinggi
Sebelum perhitungan di atas, dalam pengolahan data susenas, pada keterangan pendidikan diperlukan skor/ konversi tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan seseorang, sebagai berikut:
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan 1. Tidak pernah sekolah 2. Sekolah Dasar 3. SLTP 4. SLTA/SMU 5. Diploma I Konversi (Tahun) 0 6 9 12 13 Pendidikan tertinggi yang ditamatkan 6. Diploma II 7. Akademi/Diploma III 8. Diploma IV/Sarjana 9. Magister (S2) 10. Doktor (S3) Konversi (Tahun) 14 15 16 18 21
c. Indeks Daya Beli, Purchasing Power Parity (PPP) diharapkan sebagai proxy terhadap kehidupan layak bagi penduduk. Di berbagai negara menggunakan angka pendapatan per kapita sebagai proxy tersebut, akan tetapi di Indonesia belum dapat mempublikasikan angka pendapatan per kapita pada tingkat provinsi dan kabupaten/ kota secara berkala. Hal tersebut berkaitan dengan keterbatasan data. Data yang
23
Bab 2 Metodologi
dapat dipublikasikan pada tingkat provinsi dan kabupaten/ kota adalah pendapatan regional per kapita. Dimana kedua indikator tersebut sangat berbeda, dan perbedaan kedua indikator itu tidak dijelaskan dalam bahasan ini. Di Indonesia untuk memperoleh tingkat daya beli digunakan suatu paket komoditas yang terdiri dari 27 komoditas yang
diperoleh dari Susenas pada keterangan Pengeluaran Rumah Tangga. Rumus Indeks Daya Beli (PPP) adalah sebagai berikut:
Keterangan : X3 = Indeks daya beli ppp k = paritas daya beli hasil koreksi (rumus: Atkinson) 360 = perkiraan ppp maksimum hingga tahun 2018 300 = perkiraan garis kemiskinan (metode baru) 732.72 = nilai maksimum ppp
Bab 2 Metodologi
1. Pengeluaran per kapita adalah jumlah pengeluaran rumah tangga dibagi dengan jumlah penduduk (Y1). 2. Pengeluaran per kapita riil adalah pengeluaran per kapita dikalikan dengan angka IHK (Y2). 3. Menghitung PPP
ppp=
Katerangan : E(i,j) = pengeluaran untuk komoditi ke-j di kab/kota ke-i P(i,j) = harga komoditi ke-j di Jakarta Selatan Q(i,j) = volume komoditi ke-j (unit) yang dikonsumsi di kab/kota Catatan : Bahwa harga standar untuk se Indonesia adalah Jakarta Selatan, yang berdasarkan 27 komoditi
E(i,j) P(i,j)Q(i,j)
4. Pengeluaran per kapita riil dibagi dengan ppp, untuk mendapatkan kekuatan daya beli per kabupaten/ kota berdasarkan paket komoditas, (Y3).
formula Atkinson :
Bab 2 Metodologi
d. Reduksi Shortfall, Mengukur keberhasilan dipandang dari jarak antara yang dicapai terhadap kondisi ideal (IPM=100). Nilai reduksi shortfall yang lebih besar menandakan peningkatan IPM yang lebih cepat. Progress dalam IPM dapat dilihat dari dua prespektif, yang pertama adalah apa yang telah dicapai dan yang kedua adalah shortfalls secara kontinyu dari target yang diinginkan. Dua hal tersebut dapat dipandang sebagai satu konsep, dimana progress IPM adalah meningkatkan pencapaian dan memperkecil shortfalls. Perbedaan mendasar antar
Analisis IPM Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011 26
Bab 2 Metodologi
keduanya adalah: kekecewaan dan penolakan terhadap suatu pencapaian IPM didasari pada keyakinan bahwa seharusnya mereka dapat mencapai kinerja yang lebih. Tingkat keyakinan ini diwujudkan dalam suatu kisaran nilai shortfalls yang masuk akal dan dapat diterima. Nilai shortfalls menunjukkan tingkat kesulitan dalam pencapaian IPM dan seberapa besar tantangan kedepan.
Keterangan : Ipm = Indeks Pembangunan Manusia t = tahun pada t (tahun terakhir/ sekarang) t = tahun pada t-1 (tahun awal/ sebelumnya) n = periode waktu pada t-1 dan t 100 = konstanta, pencapaian kondisi ideal ipm
27
BAB III
Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari 21 kabupaten dan 3 kota, kabupaten yang terakhir ini adalah Kabupaten Toraja Utara yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Toraja. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah yang relatif lebih maju dibanding dengan provinsi lainnya di Kawasan Timur Indonesia sehingga terkenal dengan sebutan Pintu Gerbang Indonesia Timur. Sejak tahun 1960, pemerintah telah memprioritaskan sektor pertanian sebagai sektor penggerak utama pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Dalam periode 1960 hingga sekarang sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar terhadap perekonomian, namun tidak dipungkiri kecenderungan besarnya sumbangan sektor ini semakin menurun setiap tahunnya.
28
3.1. Kependudukan Pada tahun 2007 jumlah penduduk Sulawesi Selatan berdasarkan DAU tercatat sebesar 7.700.255 jiwa, dan pada tahun 2011 penduduk Sulawesi Selatan telah mencapai 8.115.638 jiwa. Perkembangan jumlah penduduk selama tahun 2007 sampai dengan 2011 dapat dilihat pada Grafik 3.1. Selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2007 sampai dengan 2011 jumlah penduduk meningkat rata-rata sekitar 83 ribu jiwa per tahun atau tumbuh sebesar 1,35 persen per tahun (dihitung dengan menggunakan geometrik).
Grafik 3.1 Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan, 2007-2011 (jiwa)
Pertumbuhan penduduk yang relatif besar terjadi di daerah perkotaan beserta kabupaten disekitarnya. Hal ini adalah wajar, karena kegiatan ekonomi masyarakat berpusat di daerah perkotaan. Selain itu,
29
pertumbuhan penduduk di Kabupaten Luwu Timur juga relatif tinggi, sebagai akibat adanya PT. Inco di kabupaten ini. Selama kurun waktu lima tahun, mulai dari tahun 2007 sampai dengan 2011 penduduk Kota Makassar bertambah sebesar 116.897 jiwa. Pertambahan ini merupakan yang paling besar di Sulawesi Selatan. Pertambahan penduduk yang juga relatif besar terjadi di Kabupaten Gowa yang merupakan kabupaten yang berbatasan langsung dengan kota Makassar. Sedangkan daerah yang jumlah penduduknya justru berkurang dalam kurun waktu tersebut adalah Kabupaten: Soppeng dan Luwu Utara. Kabupaten Soppeng merupakan kabupaten dengan kegiatan ekonomi yang relatif lambat dibanding kabupatenkabupaten yang lain. Sedangkan menurunnya penduduk Kabupaten Luwu Utara diduga karena mobilitas penduduk ke Kota Palopo dan Luwu Timur yang lebih berpotensi secara ekonomi. Daerah yang mengalami pertumbuhan cukup pesat dapat disebabkan oleh beberapa faktor harapan, antara lain faktor kesempatan kerja yang lebih luas, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, sejumlah fasilitas yang lebih memadai khususnya di daerah perkotaan dan berbagai faktor daya tarik lainnya. Selain masalah pertumbuhan penduduk yang dipandang masih relatif tinggi dan juga belum meratanya jumlah penduduk. Penduduk di daerah perkotaan biasanya lebih padat dibanding daerah pedesaan, hal ini berkaitan dengan sejumlah fasilitas yang rata-rata terdapat di daerah perkotaan sehingga merupakan daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk tinggal di perkotaan. Kepadatan
30
penduduk di Kabupaten di Sulawesi Selatan adalah antara 34 sampai dengan 462 jiwa per kilometer persegi, sedangkan kepadatan penduduk di daerah Kota mencapai 585 sampai dengan 7.341 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 2007 hingga 2011 nampak terus bertambah, yaitu dari 169 jiwa kilometer persegi menjadi 178 pada tahun 2011. Apabila dilihat menurut kabupaten/kota maka wilayah terpadat penduduknya adalah Kota Makassar, Pare-pare dan Palopo yang masing-masing sebesar 7.341, 1.233 dan 585 jiwa per kilometer persegi. Sedangkan selain ketiga kota tersebut terlihat pula kabupaten yang tergolong padat penduduknya berada di wilayah sebelah Selatan Provinsi Sulawesi Selatan yaitu: Kabupaten Takalar, Bantaeng, Jeneponto, Bulukumba dan Gowa. Kabupaten-Kabupaten tersebut merupakan daerah dengan luas wilayah yang relatif kecil dibandingkan Kabupaten-kabupaten yang berada di wilayah sebelah Utara Provinsi Sulawesi selatan, sehingga walaupun jumlah penduduk tidak terlalu besar, tetapi kepadatan penduduk per kilometer persegi tergolong besar.
31
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/ Kota Tahun 2007-2011 (dalam Jiwa)
Kabupaten/ Kota (1) 01. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Provinsi 2007 (2) 117.860 386.239 171.468 330.379 252.270 594.423 223.522 299.662 291.506 160.428 699.474 228.181 375.833 248.769 342.852 185.527 320.205 452.663 305.468 224.383 * 1.235.239 116.309 137.595 7.700.255 2008 (3) 119.811 390.543 172.849 332.334 255.154 605.876 225.943 303.211 295.137 161.732 705.717 229.502 378.512 250.666 346.988 188.070 324.229 234.534 313.674 230.821 226.478 1.253.656 117.591 141.996 7.805.024 2009 (4) 121.749 394.746 174.176 334.175 257.974 617.317 228.304 306.687 298.701 162.985 711.748 230.744 381.066 252.483 351.042 190.576 328.180 240.249 321.979 237.354 229.090 1.271.870 118.842 146.482 7.908.519 2010 (5) 122.055 394.560 176.699 342.700 269.603 652.941 228.879 319.002 305.737 165.983 717.682 223.826 385.109 271.911 351.118 190.248 332.482 221.081 287.472 243.069 216.762 1.338.663 129.262 147.932 8.034.776 2011 (6) 123,283 398,531 178,477 346,149 272,316 659,512 231,182 322,212 308,814 167,653 724,905 226,079 388,985 274,648 354,652 192,163 335,828 223,306 290,365 245,515 218,943 1,352,136 130,563 149,421 8,115,638
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan Keterangan : * = belum terbentuk Kabupaten Penduduk Kab Toraja, Termasuk Kab Toraja Utara
32
01. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Provinsi
1.33 0.84 0.89 0.94 1.77 2.65 0.87 1.71 1.42 0.97 0.84 -0.18 0.74 2.10 0.92 1.02 1.22 -10.05 -0.60 2.73 2.20 2.59 2.71 1.33 1.66
1.02 1.68 2.40 0.79 1.61 1.31 1.04 0.80 -0.09 0.79 2.19 0.82 0.88 1.11 -10.28 -1.09 2.30 2.03 2.59 2.21 1.02 1.68 2.40 1.57
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan Keterangan : * = belum terbentuk Kabupaten Kab. Tator Utara, masih tergabung dengan Kab. Tator
33
Tabel.3.3. Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007-2011 (Jiwa Per Kilometer Persegi)
Kabupaten/ Kota
(1)
2007
(2)
2008
(3)
2009
(4)
2010
(5)
2011
(6)
Rata-rata
(7)
01. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Provinsi
106 335 433 366 445 316 273 185 262 137 153 168 150 132 175 104 107 141 41 32 * 7.028 1.171 887 169
133 338 437 368 450 322 276 187 265 138 155 169 151 133 177 105 108 110 42 33 * 7.132 1.184 574 171
135 342 440 370 455 328 278 189 269 139 156 170 152 134 179 107 109 113 43 34 213 7.236 1.196 592 174
135 342 446 379 476 347 279 197 275 141 157 165 154 144 179 107 111 104 38 35 201 7616 1301 598 177
136 345 451 383 481 350 282 199 278 143 159 166 155 146 181 108 112 109 39 35 190 7693 1314 604 178
134 340 441 373 462 332 278 192 270 139 156 167 152 138 178 106 109 134 40 34 194 7341 1233 585 174
34
3.2.Bidang Kesehatan Aspek penting dalam kesejahteraan penduduk adalah kualitas fisik penduduknya, hal ini dapat digambarkan oleh beberapa indikator kesehatan. Terdapat beberapa indikator yang dapat dipergunakan untuk mencerminkan secara umum tentang kesehatan penduduk, antara lain adanya ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan. Ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan mencerminkan secara kasar/ umum tentang bagaimana kesehatan penduduk sekaligus dapat juga
mencerminkan tentang bagaimana pelayanan kesehatan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam usaha menyehatkan masyarakatnya. a). Fasilitas Kesehatan Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan status kesehatan penduduk, ketersediaan serta keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting. Ketersediaan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas dalam pelayanan kesehatan penduduk menjadi suatu keharusan. Pada umumnya di daerah perkotaan tersedia rumah sakit dan juga puskesmas, sedangkan di daerah pedesaan umumnya hanya terdapat puskesmas (termasuk puskesmas pembantu atau puskesmas
keliling). Fasilitas kesehatan yang dimaksudkan dalam bab ini adalah banyaknya rumah sakit dan puskesmas termasuk puskesmas pembantu atau puskesmas keliling.
35
Keterbandingan ketersediaan fasilitas kesehatan dengan jumlah penduduk dirasakan masih belum optimal. Pada tahun 2007 terdapat sekitar 2,65 fasilitas kesehatan dalam 10.000 penduduk, angka tersebut meningkat terus hingga pada tahun 2008 sekitar 2,74 tetapi pada tahun 2009 fasilitas kesehatan turun menjadi 2,56 dan pada tahun 2010 nilainya kembali turun menjadi 2,54 tetapi pada tahun 2011 naik tajam menjadi 2,71. Secara rata-rata angka rasio tersebut sebesar 2,64 selama kurun waktu 2007 hingga 2011.
Grafik 3.2. Jumlah Fasilitas Kesehatan per 10.000 penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
b). Tenaga Kesehatan Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa ketersediaan fasilitas kesehatan dapat memberikan gambaran tentang kesehatan
masyarakat. Indikator lain yang juga memberikan gambaran yang serupa akan tetapi dilihat dari ketersediaan personil atau tenaga
36
kesehatan. Diharapkan ketersediaan tenaga kesehatan yang cukup bagi masyarakat dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Dalam periode tahun 20072011, jumlah tenaga kesehatan terlihat cenderung meningkat, walaupun terdapat adanya fluktuasi dalam selang waktu pada periode tersebut. Rasio tenaga kesehatan per 10.000 penduduk dapat menggambarkan hal tersebut, yaitu pada tahun 2007 rasionya sebesar 13,4 dan meningkat menjadi 16,30 pada tahun 2011. Keterbandingan jumlah dokter dengan jumlah fasilitas kesehatan mencerminkan apakah dalam setiap rumah sakit dan puskesmas terdapat atau tersedia tenaga dokter. Dalam periode 20072011, rata-rata terdapat lebih dari 1 orang dokter pada setiap fasilitas kesehatan dan kecenderungannya terus meningkat.
Grafik.3.3. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan (per 10.000 penduduk) Provinsi Sulawesi Selatan
37
Tabel 3.1. Rasio Fasilitas Kesehatan Per 10.000 penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Kabupaten/ Kota (1) 01. Kep. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Provinsi 2007 (2) 6,69 2,54 2,81 2,57 3,94 2,53 3,56 2,35 3,11 3,27 1,96 3,47 2,80 2,67 2,36 4,30 4,17 2,82 3,46 3,83 * 0,88 3,14 3,22 2,65 2008 (3) 8,27 2,49 4,37 2,78 3,21 2,67 4,33 2,10 3,67 3,24 2,15 3,79 2,59 2,77 2,33 4,69 4,29 2,81 2,94 2,97 * 1,09 3,00 2,98 2,74 2009 (4) 7,15 0,43 2,70 2,69 2,87 2,75 4,12 0,52 3,31 3,37 2,12 3,47 2,62 2,85 2,34 5,09 4,45 4,83 2,70 3,03 3,62 6,59 0,21 3,70 2,56 2010 (5) 7,21 0,46 2,66 2,63 2,74 2,59 4,15 0,47 3,27 3,31 2,12 3,57 2,60 2,65 2,36 5,10 4,39 5,25 3,06 3,00 3,28 1,06 2,17 3,04 2,54 2011 (6) 7,62 2,43 2,69 2,72 2,75 2,52 4,11 1,89 3,30 3,52 2,11 3,54 2,75 2,69 2,45 5,20 4,38 3,31 3,00 3,83 2,97 1,11 2,60 3,75 2,71 Ratarata (7) 7,39 1,67 3,05 2,68 3,10 2,61 4,05 1,47 3,33 3,34 2,09 3,57 2,67 2,73 2,37 4,88 4,34 3,80 3,03 3,33 3,29 2,15 2,22 3,34 2,64
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan Catatan : Fasilitas Kesehatan = Rumah Sakit + Puskesmas Keterangan : Puskesmas; termasuk Puskesmas Pembantu dan Keliling
38
Tabel 3.2. Rasio Tenaga Kesehatan Per 10.000 penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Kabupaten/ Kota (1) 01. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Provinsi 2007 (2) 18,4 10,8 10,5 8,3 12,0 8,1 14,3 12,7 17,7 18,5 3,8 11,0 11,0 13,2 12,1 13,7 17,6 16,1 12,6 13,5 * 17,3 42,3 35,1 13,4 2008 (3) 16,2 8,5 10,1 8,2 11,7 8,2 13,8 12,5 8,1 18,1 5,1 11,0 10,7 12,9 11,7 15,3 16,8 15,4 14,0 13,1 * 28,1 41,4 27,5 14,7 2009 (4) 21,8 11,0 10,6 9,2 16,7 8,9 17,3 11,1 18,9 17,3 6,7 11,8 12,1 15,4 8,9 15,8 14,2 13,7 14,0 18,7 18,8 188,5 4,4 35,5 11,5 2010 (5) 21,71 10,97 10,47 8,99 15,99 8,41 17,30 10,66 18,51 16,99 6,62 12,20 11,97 14,31 8,91 15,87 14,05 14,93 15,72 18,27 12,69 32,26 42,86 28,53 16,47 2011 (6) 23,20 11,14 14,06 8,84 14,06 8,58 17,30 12,07 16,09 21,00 6,79 17,83 11,98 19,01 12,77 20,87 15,13 23,11 17,32 19,84 19,55 21,49 41,13 28,71 16,30 Rata-rata (7) 20,3 10,5 11,2 8,7 14,1 8,4 16,0 11,8 15,9 18,4 5,8 12,8 11,6 15,0 10,9 16,3 15,6 16,6 14,7 16,7 17,0 57,5 34,4 31,1 14,5
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan Keterangan : Tenaga Kesahatan : Dokter, Bidan/ Perawat dan Paramedis
39
Tabel 3.3. Rasio Dokter Terhadap Falistas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
Kabupaten/ Kota (1) 01. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Provinsi
2007 (2) 0,4 0,9 0,7 1,0 0,4 0,7 1,2 1,7 1,7 0,9 0,5 0,9 0,3 0,9 1,0 0,9 2,1 0,6 1,8 0,3 * 5,1 7,4 5,9 1,5
2008 (3) 0,5 0,9 1,1 1,1 0,3 0,8 1,5 1,5 2,1 0,9 0,5 1,0 0,3 0,9 1,0 0,9 2,1 0,6 1,6 0,3 * 6,6 7,4 5,8 1,6
2009 (4) 0,4 3,6 0,8 0,4 3,0 0,5 0,6 5,0 1,0 0,8 0,4 0,6 0,6 0,7 0,5 0,4 0,2 0,4 0,4 0,8 8,1 2,4 1,3 0,9 1,3
2010 (5) 0,4 3,4 0,8 0,4 3,0 0,5 0,5 5,3 1,0 0,8 0,4 0,6 0,6 0,7 0,5 0,4 0,2 0,4 0,4 0,8 0,6 8,7 2,3 1,3 1,3
2011 (6) 0,4 0,7 0,9 0,5 1,0 1,0 0,6 1,8 1,0 1,1 0,6 0,9 0,8 1,0 0,6 0,5 0,2 0,7 0,5 0,7 0,9 8,3 1,9 1,9 1,3
Rata-rata (7) 0,4 1,9 0,9 0,7 1,6 0,7 0,9 3,1 1,4 0,9 0,5 0,8 0,5 0,9 0,7 0,6 0,9 0,5 1,0 0,6 3,2 6,2 4,1 3,2 1,4
Catatan : Fasilitas Kesehatan = Rumah Sakit + Puskesmas Keterangan : Puskesmas; termasuk Puskesmas Pembantu dan Keliling Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan
40
3.3. Bidang Pendidikan Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional, hal tersebut dapat dilihat dengan kebijakan pemerintah dalam anggaran pendapatan dan belanja negara telah ditetapkan bahwa anggaran pendidikan sebesar 11 persen dari total anggaran. Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan sebagai unsur penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi diharapkan akan berimplikasi kepada produktivitas yang tinggi pula sehingga akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pemerintah terus berupaya dalam meningkatkan pendidikan melalui berbagai program, antara lain dengan meningkatkan pengadaan sarana/ prasarana pendidikan, program wajib belajar, bea siswa dan bantuan operasional sekolah serta beberapa program lainnya. Dalam uraian berikut akan diuraikan berbagai indikator pendidikan, antara angka partisipasi kasar, angka putus sekolah, rasio murid-gurusekolah, angka melek huruf, serta rata-rata lama sekolah. a). Angka Partisipasi Sekolah Untuk melihat sejauh mana anak usia sekolah yang terserap diberbagai pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan atas. Dalam hal ini akan digunakan indikator angka partisipasi kasar dan angka putus sekolah. Untuk jenjang sekolah dasar, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir anak usia 7-12 tahun yang bersekolah di jenjang
41
pendidikan dasar menjadi 102,09 persen atau secara rata-rata sebesar 103,48 persen. Keadaan yang sangat menggembirakan dalam bidang pendidikan adalah adanya kecenderungan angka partisipasi sekolah yang terus meningkat, terutama pada jenjang sekolah dasar. Sedangkan pada jenjang yang lebih tinggi tingkat partisipasi sekolah angka relatif lebih rendah daripada jenjang sekolah dasar. Walaupun pada masing-masing jenjang trennya meningkat, tetapi secara umum, semakin tinggi jenjang pendidikan, maka tingkat partisipasi sekolah akan semakin menurun.
Grafik 3.4 Angka Partisipasi Kasar Sulawesi Selatan (%)
b). Angka Melek Huruf Kemampuan membaca dan menulis bagi setiap penduduk merupakan hal yang sangat mendasar untuk dapat lebih berperan aktif dalam pembangunan bangsa. Keberhasilan mengentaskan
42
penduduk yang buta huruf, tidak saja menjadi tugas pemerintah melalui berbagai programnya akan tetapi peran serta masyarakat juga turut menentukan. Penduduk berusia 15 tahun ke atas yang melek huruf (komplemen dari buta huruf) dalam lima tahun terakhir ini terus mengalami peningkatan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2007 sebesar 86,24 persen menjadi 88,07 persen pada tahun 2011. Artinya pada tahun 2011 masih terdapat 11,93 persen penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis.
Grafik 3.5 Angka Melek Huruf Sulawesi Selatan (%)
c).Rata-Rata Lama Sekolah Indikator lain yang dapat mencerminkan tentang keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan adalah rata-rata lama sekolah penduduk. Angka ini dapat menggambarkan secara umum jenjang pendidikan dan sekaligus tingkat pendidikan penduduk. Selama
43
kurun waktu 5 tahun terakhir, rata-rata lama bersekolah penduduk menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Pada tahun 2007 rata-rata lama bersekolah sebesar 7,23 tahun dan 2011 menjadi 7,84 tahun atau dengan kata lain bahwa rata-rata penduduk Sulawesi Selatan pernah atau sedang duduk pada kelas 1 SLTP (sekolah lanjutan tingkat pertama). Pencanangan kebijakan pemerintah yang membebaskan biaya sekolah atau yang dikenal dengan pendidikan gratis dengan dana BOS sejak tahun 2007 mulai memberikan dampak terhadap perbaikan rata-rata lama bersekolah. Hal ini ditunjukkan oleh kenaikan angka rata-rata lama sekolah yang sebelumnya relatif lambat, menjadi lebih cepat pada tahun 2009 dan 2010. d). Rasio Murid-Guru-Sekolah Program wajib belajar 9 tahun yang telah dicanangkan pemerintah dapat dikatakan berhasil apabila diiringi dengan meningkatnya fasilitas pendidikan; seperti peningkatan jumlah sekolah dan tenaga pengajar. Keadaan tersebut dapat dicerminkan dengan meningkatnya daya tampung pada setiap jenjang pendidikan dan meningkatnya perbandingan anak didik dan guru. Rasio Murid Terhadap Guru Rasio murid terhadap guru dapat juga diartikan sebagai jumlah anak didik/murid yang harus diawasi atau menjadi tanggung jawab dari seorang guru. Pada jenjang pendidikan dasar seorang guru mengawasi sekitar 21 murid, pada jenjang
44
pendidikan menengah sekitar 15 murid dan pada jenjang pendidikan atas sekitar 13 murid.
Grafik 3.6 Angka Rasio Murid Terhadap Guru Sulawesi Selatan
Selama periode 2007-2011 memberikan gambaran bahwa pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan lanjutan memperlihatkan perbandingan antara murid dan guru semakin kecil atau dengan kata lain seorang guru mengawasi murid yang semakin sedikit pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Rasio Murid Terhadap Sekolah Perbandingan antara murid dan sekolah, mencerminkan besarnya daya tampung anak usia sekolah pada masing-masing jenjang pendidikan. Pada jenjang pendidikan dasar setiap sekolah dapat menampung anak didik sebanyak 171 orang, pada
45
jenjang menengah 270 anak didik, dan jenjang pendidikan atas 256 anak didik pada tahun 2011. Grafik berikut memberikan kemampuan sekolah dalam menampung anak usia sekolah.
Grafik 3.7 Rata-Rata Murid Per Sekolah Sulawesi Selatan
46
Indikator Pendidikan
(1)
2007
(2)
2008
(3)
2009
(4)
2010
(5)
2011
(6)
RataRata
(7)
1. Angka Partisipasi Kasar (%) a. Sekolah Dasar b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama c. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 2. Angka Melek Huruf (%) 3. Rata-rata Lama Bersekolah (Tahun) 4. Rasio Murid terhadap Guru a. Sekolah Dasar b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama c. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 5. Rasio Murid terhadap Sekolah a. Sekolah Dasar b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama c. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 161 248 292 165 227 331 168 245 346 158 213 265 171 270 256 164.19 238.03 306.28 21 12 13 18 15 14 7 12 12 16 14 13 21 15 13 17.04 13.17 13.35 108.56 71.70 40.61 86.24 7.23 109.25 72.51 52.37 86.53 7.23 88.13 62.98 52.17 87.02 7.41 109.38 74.77 71.07 87.75 7.84 102.09 87.15 66.17 88.07 7.84 103.48 73.82 56.48 87.12 7.51
47
3.4. Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan merupakan aspek yang penting dalam pembangunan ekonomi, karena tenaga kerja merupakan salah satu balas jasa faktor produksi. Akhir-akhir ini topik mengenai masalah kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi baik dalam skala nasional maupun regional mendapat perhatian banyak orang. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan penambahan investasi dan kebijakan ekonomi yang kondusif merupakan suatu hal penting. Dengan penambahan investasi baru diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya juga dapat menciptakan lapangan kerja baru. Sumber data yang dipergunakan berdasarkan hasil survei angkatan kerja nasional (sakernas) tahun 2007 hingga 2011. Sebenarnya data angkatan kerja juga dihasilkan oleh survei sosial ekonomi nasional (susenas), namun karena data sakernas lebih spesifik sehingga dalam bahasan ini akan digunakan data sakernas. Indikator untuk melihat perkembangan ketenagakerjaan antara lain tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran terbuka dan penyerapan tenaga kerja serta elastisitasnya. a). Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan indikator yang dapat menggambarkan keadaan penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Tingginya angka ini perlu dicermati, karena apabila disebabkan oleh bertambahnya penduduk yang bekerja menunjukkan partisipasi yang baik, akan
48
tetapi jika disebabkan oleh bertambahnya jumlah pencari kerja maka menunjukkan rendahnya kesempatan kerja. Perkembangan tenaga kerja (penduduk berumur 15 tahun ke atas) dalam periode bulan Agustus 2007 hingga Agustus 2011 mengalami peningkatan sebesar 3,56 persen. Jika dilihat secara jumlah, selama kurun waktu tersebut diatas, jumlah penduduk meningkat sebesar 415.383 orang dan jumlah tenaga kerja meningkat sebesar 193.306 orang. Sedangkan tenaga kerja yang bekerja meningkat sebanyak 436.035 orang, yang artinya bahwa selama kurun waktu antara 2007-2011 pertumbuhan tenaga kerja yang bekerja lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tenaga kerja. Dimana tenaga kerja tumbuh sebesar 3,56 persen, sedangkan yang bekerja mengalami pertumbuhan sebesar 14,83 persen. Jadi banyak tenaga kerja yang pada tahun 2007 tidak atau belum bekerja, berubah status menjadi bekerja pada tahun 2011. Dari jumlah tenaga kerja sekitar 5,6 juta orang pada Agustus 2011 terdapat 64,32 persen yang siap untuk bekerja (biasa disebut dengan tingkat partisipasi angkatan kerja). Besarnya tingkat partisipasi angkatan kerja selama tahun 2007-2011 tidak mengalami perubahan yang sangat berarti.
49
Tabel 3.4.1 Keadaan Tenaga Kerja Sulawesi Selatan Periode Agustus 2007 Agustus 2011
Bulan Agustus Uraian 2007 (1) (2) 2008 (3) 2009 (4) 2010 (5) 2011 (6)
1. Tenaga Kerja (Jiwa) 2. Angkatan Kerja (Jiwa) a. Bekerja b. Pencari Kerja 3. Bukan Angkatan Kerja (Jiwa) 4. Partisipasi Angkatan Kerja (%)
5.423.403 5.559.748 5.660.624 5.567.601 5,616,709 3.312.177 3.447.879 3.536.920 3.571.317 3,612,424
2.939.463 3.136.111 3.222.256 3.272.365 3,375,498 372.714 311.768 314.664 298.952 236,926
2.111.226 2.111.869 2.123.704 1.996.284 2,004,285 61,07 62,02 62,48 64,10 64.32
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan Catatan : Hasil Sakernas tahun 2011
b). Tingkat Pengangguran Tingkat pengangguran terbuka Sulawesi Selatan dalam periode Agustus 2007 hingga Agustus 2011 memperlihatkan keadaan yang semakin membaik. Keadaan itu digambarkan angka tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2007 sebesar 11,25 persen dan menjadi 6,56 persen pada Agustus 2011. Apabila dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka nasional maka tingkat pengangguran terbuka Sulawesi Selatan relatif lebih tinggi pada tahun 2007 dan akhirnya pada tahun 2011 menunjukkan persentase yang sebanding.
50
Grafik 3.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Sulawesi Selatan Periode 2005 Agustus 2011 (%)
c). Penyerapan Tenaga Kerja Mereka yang terserap di berbagai lapangan pekerjaan pada periode Agustus 2006 sebesar 2,7 juta orang dan meningkat menjadi 3,4 juta orang pada Pebruari 2012. Jadi dalam periode itu telah terjadi penambahan tenaga kerja/ orang yang bekerja kurang lebih 700 ribu orang. Struktur penyerapan tenaga kerja pada berbagai sektor ekonomi dalam periode yang sama memperlihatkan pola yang sama. Dimana sektor pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja yang terbesar kemudian sektor perdagangan dan jasa-jasa.
51
Tabel 3.4.2 Penyerapan Tenaga Kerja Sulawesi Selatan Periode Agustus 2010 Pebruari 2012
2010 Uraian Agustus
(1) (4)
2011 Pebruari
(5)
2012 Pebruari
(7)
Agustus
(6)
1. Pertanian 48,1 % 2. Industri Pengolahan 6,0 % 3. Perdagangan/Hotel/ Rumah Makan 4. Jasa-Jasa 5. Lainnya Jumlah
Catatan : Hasil Sakernas.
52
3.5. Perekonomian a). Pertumbuhan Ekonomi Pada Tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 7,65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perekonomian selama tahun 2011 meningkat setelah sedikit melambat pada tahun 2010, yakni dari 8,19 persen pada tahun 2010 menjadi 7,65 persen pada tahun 2011. Perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan yang diukur berdasarkan besaran produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun 2011 sebesar Rp.137,4 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2011 sebesar Rp.55,1 triliun. Angka pertumbuhan Sulawesi Selatan tahun 2010 mencapai angka tertinggi selama periode 10 tahun terakhir setelah sebelumnya sedikit melambat. Perekonomian Sulawesi Selatan yang dicapai pada tahun 2011 dipicu oleh hampir seluruh sektor ekonomi, bahkan sektor pertambangan dan penggalian mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Peningkatan pada sektor pertambangan dan penggalian disebabkan karena kembali meningkatnya permintaan akan Nikel dari pasar dunia. Jika pada tahun 2009 pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian bernilai -11,25 karena turun dari Rp.6,2 triliun menjadi Rp. 5,5 triliun. Maka pada tahun 2011 pertumbuhan sektor ini naik secara signifikan sebesar 17,22 persen menjadi Rp. 8,3 triliun.
53
b). Pendapatan Regional Per Kapita Pendapatan regional per kapita atau PDRB per kapita sering digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kemajuan atau tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayah. Dengan berkembangnya perekonomian tentunya berdampak pada tingkat kesejahteraan penduduk. Dalam periode 2007-2011, PDRB per kapita Provinsi Sulawesi Selatan meningkat dari sekitar 8,9 juta rupiah menjadi sekitar 16,9 juta rupiah tahun 2011 atau rata-rata meningkat sebesar 11,26 persen per tahun. c). Kontribusi Perekonomian Daerah Besarnya PDRB antar kabupaten/ kota di Sulawesi Selatan cukup bervariasi. Hal ini disebabkan setiap daerah memiliki keunggulan komparatif yang berbeda, seperti perbedaan tersedianya sumber daya alam, faktor produksi dan infrastruktur penunjangnya.
Analisis IPM Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011 54
Total PDRB kabupten/kota se Sulawesi Selatan (atas dasar harga berlaku) pada tahun 2011 tercatat sekitar 137,4 trilyun rupiah. Dari total PDRB tersebut sekitar 62,65 persen merupakan kontribusi dari Kota Makassar, Kabupaten Luwu Timur, Bone, Wajo, Pangkep, Pinrang, dan Gowa. Grafik 3.5.2 Kontribusi Perekonomi Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan, Dalam periode tahun 2007 dan 2011
Palopo Pare-Pare Makassar Toraja Utara Luwu Timur Luwu Utara Tana Toraja Luwu Enrekang Pinrang Sidrap Wajo Soppeng Bone Barru Pangkep Maros Sinjai Gowa Takalar Jeneponto Bantaeng Bulukumba Kep. Selayar
2011
2007
Kabupaten/ Kota
10.500
14.000
17.500
21.000
24.500
28.000
31.500
35.000
38.500
42.000
45.500
49.000
3.500
7.000
dalam Rp.Milyar
55
Tabel 3.5.1 PDRB Sulawesi Selatan Menurut Lapangan Usaha, 2007 2011 Atas dasar harga berlaku (Rp. Juta)
Lapangan Usaha
(1)
2007
(2)
2008
(3)
2009
(4)
2010*)
(5)
2011**)
(6)
1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas, & Air Bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan 7. Angkutan & Komunikasi a. Angkutan b. Komunikasi 8. Keu, Persew. & Js. Pershan 9. Jasa - Jasa a. Pemerintahan Umum b. Swasta
28.008.206,01 5.503.777,31 12.514.885,58 949.235,25 5.387.785,84 16.690.285,31 7.953.951,42 6.680.577,50 1.273.373,92 6.241.522,40 16.704.940,62 15.998.997,01 705.943,61
30.442.430,26 7.119.680,36 14.457.258,62 1.087.972,08 6.534.511,55 20.434.953,20 9.445.566,86 7.948.439,91 1.497.126,95 7.810.114,22 20.529.723,04 19.723.479,49 806.243,54
34.788.232,48 8.345.845,13 16.789.287,78 1.245.911,79 7.760.900,52 24.236.346,66 10.849.841,36 9.120.542,14 1.729.299,21 9.513.693,76 23.859.819,93 22.941.271,98 918.547,94
10.986.578,24 13.913.799,61 5.769.052,39 4.796.453,34 972.599,05 4.285.184,43 6.972.018,13 5.876.725,49 1.095.292,64 5.203.001,17
69.271.924,57 85.143.191,27
99.954.589,75
117.862.210,18
137.389.879,40
56
Tabel 3.5.2 PDRB Sulawesi Selatan Menurut Lapangan Usaha, 2007 2011 Atas dasar harga konstan 2000 (Rp. Juta)
2010*)
(5)
Lapangan Usaha
(1)
2007
(2)
2008
(3)
2009
(4)
2011**)
(6)
1. Pertanian
12.181.818,23 12.923.422,93 13.528.694,51 4.034.942,76 6.241.442,02 450.999,19 2.328.425,32 7.034.556,56 3.651.369,31 2.903.248,21 748.121,09 2.881.068,05 5.003.598,42 4.632.387,06 371.211,36 3.852.793,21 6.468.785,46 490.447,48 2.656.772,23 7.792.098,43 4.023.676,45 3.146.706,60 876.969,86 3.203.983,96 5.308.826,66 4.900.913,19 407.913,47
13.844.685,62 14.737.350,72 4.459.322,37 6.869.433,85 529.818,01 2.900.265,53 8.698.811,13 4.619.928,73 3.593.263,84 1.026.664,89 3.742.089,31 5.535.545,30 5.088.698,57 446.846,74 4.170.845,33 7.394.453,42 575.411,08 3.250.823,41 9.631.861,99 5.179.271,29 3.994.313,53 1.184.957,76 4.297.327,30 5.879.575,24 5.394.820,09 484.755,15
2. Pertambangan & Penggalian 4.157.151,84 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas, & Air Bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan 7. Angkutan & Komunikasi a. Angkutan b. Komunikasi 5.741.389,91 400.881,01 1.942.088,56 6.322.425,76 3.244.612,89 2.596.386,20 648.226,69
8. Keu, Persew. & Js. Pershan 2.610.477,11 9. Jasa - Jasa a. Pemerintahan Umum b. Swasta 4.731.580,98 4.390.144,21 341.436,77
51.199.899,85 55.116.919,80
57
Tabel 3.5.3 Kontribusi PDRB Sulawesi Selatan Menurut Lapangan Usaha, 2007 2011 Atas dasar harga berlaku (persentase)
Lapangan Usaha
(1)
2007
(2)
2008
(3)
2009
(4)
2010*)
(5)
2011**)
(6)
1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas, & Air Bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan 7. Angkutan & Komunikasi a. Angkutan b. Komunikasi 8. Keu, Persew. & Js. Pershan 9. Jasa - Jasa a. Pemerintahan Umum b. Swasta Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
30,17 8,51 13,22 1,04 4,63 15,86 8,33 6,92 1,40 6,19 12,06 11,28 0,77
29,45 7,28 12,99 0,98 5,00 16,34 8,19 6,90 1,29 6,11 13,66 12,93 0,73
28,02 5,51 12,52 0,95 5,39 16,70 7,96 6,68 1,27 6,24 16,71 16,01 0,71
25,83 6,04 12,27 0,92 5,54 17,34 8,01 6,74 1,27 6,63 17,42 16,73 0,68
29,52 7,08 14,24 1,06 6,58 20,56 9,21 7,74 1,47 8,07 20,24 19,46 0,78
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
58
Tabel 3.5.4 Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2007 - 2011 (dalam persentase)
Lapangan Usaha
(1)
2007
(2)
2008
(3)
2009
(4)
2010*)
(5)
2011**)
(6)
1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas, & Air Bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan 7. Angkutan & Komunikasi a. Angkutan b. Komunikasi 8. Keu, Persew. & Js. Pershan 9. Jasa - Jasa a. Pemerintahan Umum b. Swasta Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
3,21 6,83 4,74 8,85 8,63 9,56 10,15 9,69 12,04 11,54 5,64 5,42 8,55
6,09 -2,94 8,71 12,50 19,89 11,26 12,54 11,82 15,41 10,37 5,75 5,52 8,72
4,68 -4,51 3,64 8,75 14,10 10,77 10,20 8,39 17,22 11,21 6,10 5,80 9,89
2,34 15,74 6,19 8,03 9,17 11,64 14,82 14,19 17,07 16,79 4,27 3,83 9,54
6,45 -6,47 7,64 8,61 12,09 10,73 12,11 11,16 15,42 14,84 6,21 6,02 8,48
6,34
7,78
6,23
8,19
7,65
59
Tabel 3.5.5
PDRB Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan Berdasarkan Harga Berlaku, Periode 2007 2011 (dalam Rp.Juta)
No.
(1)
Kabupaten/Kota
(2)
2007
(4)
2008
(5)
2009
(6)
2010
(7)
2011
(8)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kep. S elayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Maros Pangkep Barru Bone Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Toraja Luwu Utara Luwu Timur Toraja Utara Makassar Pare-Pare Palopo Provinsi Total Kab/ Kota D iskrepansi
639.933 2.201.346 1.030.104 1.291.371 1.279.151 2.854.933 1.596.287 1.508.497 3.153.304 1.010.476 4.414.335 1.591.013 3.266.279 1.957.683 3.046.875 1.132.356 2.254.158 1.783.158 1.864.477 6.508.181 * 20.844.233 1.063.435 1.157.386 69.271.925 67.448.970 1.822.954
771.305 2.711.097 1.245.481 1.559.952 1.550.676 3.473.358 1.978.006 1.786.709 3.826.204 1.225.699 5.348.745 1.947.833 3.925.639 2.405.540 3.737.021 1.347.212 2.696.315 1.116.036 2.328.502 6.959.794 1.119.093 26.068.221 1.298.779 1.394.930 85.143.191 81.822.146 3.321.045
917.280 3.255.210 1.532.911 1.872.777 1.837.602 4.309.671 2.440.572 2.153.007 4.597.936 1.440.924 6.412.649 2.316.917 4.664.693 2.944.141 4.492.957 1.614.215 3.195.646 1.259.216 2.690.873 6.416.034 1.263.745 31.263.652 1.518.156 1.646.987 99.904.658 96.057.773 3.846.885
1.131.658 3.763.053 1.831.773 2.273.512 2.055.097 5.082.230 2.813.760 2.598.067 5.379.303 1.665.902 7.530.370 2.728.360 5.409.458 3.366.801 5.290.786 1.921.409 3.717.633 1.471.970 3.068.339 8.334.560 1.499.237 37.007.452 1.796.671 1.946.848 117.830.270 113.684.247 4.146.023
1.386.061 1.853.159 2.179.097 2.676.015 2.368.107 5.931.370 3.235.344 3.039.191 6.413.121 1.904.307 8.835.529 3.209.370 6.655.974 4.215.930 6.216.774 2.291.691 4.351.150 1.798.453 3.570.913 9.670.211 1.821.422 43.428.150 2.073.556 2.284.802 137.389.879
131.409.696 5.980.183
Sum ber : BP S Provinsi Sulawesi Selatan Ca tatan : Diskrepans i Stati stik; adalah bes arnya selis ih yang disebabkan oleh perbedaan perhitunga n dengan Kabupaten/ Kot a * B elum terbent uk
60
Tabel 3.5.6
PDRB Perkapita Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan Atas dasar Harga Berlaku, 2007 dan 2011 (dalam Rp.)
K abupaten/Kota Regency/City
(1)
2007
(2)
2011**)
(3)
Rata-R ata
(4)
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 22. 25. 26. 71. 72. 73.
K ep.Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar G owa Sinjai M aros Pangkep Barru Bone Soppeng W ajo Sidrap Pinrang Enrekang Luw u TanaToraja Luw tara uU Luw uTim ur TorajaUtara M akassar ParePare Palopo
5.436.846 5.699.308 5.946.212 3.843.365 4.914.329 4.638.690 7.124.881 4.896.479 10.646.111 6.184.288 6.262.916 7.129.950 8.564.615 7.463.412 8.887.578 6.118.661 6.979.164 8.217.545 6.676.110 28.830.814 16.300.820 8.564.557 8.461.227 8.907.258
11.242.919 10.755.395 12.209.399 7.730.819 8.696.171 8.993.574 13.994.793 9.432.271 20.766.938 11.358.620 12.188.533 14.195.790 17.111.133 15.350.303 17.529.224 11.925.764 12.956.485 8.053.762 12.298.014 39.387.454 8.319.159 32.118.182 15.881.651 15.291.036 16.929.030
8.339.883 8.227.352 9.077.806 5.787.092 6.805.250 6.816.132 10.559.837 7.164.375 15.706.525 8.771.454 9.225.725 10.662.870 12.837.874 11.406.858 13.208.401 9.022.212 9.967.824 8.135.653 9.487.062 34.109.134 24.209.501 12.223.104 11.876.131 12.918.144
Provinsi -Province
Sumber : BPSProvinsi Sulawesi Selatan Source: BPS -StatisticsThe Province of SouthSulawesi
61
Bab 4 IPM
BAB IV
Pembangunan manusia merupakan model pembangunan yang menurut United Nations Development Programme UNDP ditujukan untuk memperluas pilihan-pilihan yang dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk. Walaupun pada dasarnya, pilihan tersebut tidak terbatas dan terus berubah, tetapi dalam konteks pembangunan,
pemberdayaan penduduk ini dicapai melalui upaya yang menitik beratkan pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat kesehatan, pengetahuan, dan keterampilan agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif, sosial budaya, dan politik. Menurut konsep pembangunan manusia, pendapatan merupakan sesuatu yang penting, tetapi bukan merupakan satu-satunya tujuan. Pendapatan hanya salah satu aspek dalam pembangunan. Karena pada hakekatnya pembangunan bukan sekedar pendapatan dan kekayaan, tetapi lebih berfokus pada manusia itu sendiri. Sebagai contoh misalnya, pendapatan yang dibelanjakan untuk narkoba, justru memperlambat pembangunan. Penelitian menunjukkan bahwa negara-negara dengan pendapatan pada tingkat rata-rata, banyak yang berhasil dalam pembangunan manusianya dan negara yang memiliki pendapatan tinggi, gagal dalam pembangunan manusiannya. Untuk mengukur dan memantau tingkat perkembangan pembangunan manusia, mencakup banyak variabel yang secara konprehensif
62
Bab 4 IPM
mempengaruhinya, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa susah menemukan ukuran-ukuran statistik yang sebanding, relevan dan lengkap. Penghitungan IPM yang melibatkan banyak variabel juga akan
membingungkan dan justru mengkaburkan pola/trend dari tingkat pembangunan itu sendiri. Berdasarkan pertimbangan itulah, maka IPM dihitung berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek Kesehatan melalui angka harapan hidup; aspek Pendidikan yang terdiri dari persentase melek huruf dan rata-rata lama bersekolah; dan aspek Pendapatan yang dihitung dari pengeluaran per kapita. Berdasarkan kriteria UNDP nilai IPM kurang dari 50 digolongkan Sedang, antara 51 hingga 79 digolongkan Menengah, dan di atas 79 digolongkan Tinggi. Disadari bahwa, penggunaan indeks tersebut hanya memberikan gambaran perbandingan antara wilayah serta
perkembangannya. Akan tetapi, dapat juga digunakan sebagai petunjuk tentang sasaran sektoral bagi perumus kebijakan dan pengambilan keputusan, karena diukur dengan indikator tunggal dari aspek kemampuan dasar manusia tersebut. 4.1. Posisi Pembangunan Manusia Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang bertujuan untuk memperluas peluang supaya penduduk dapat hidup lebih baik. Tujuan tersebut akan tercapai jika setiap penduduk memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat
meningkatkan kemampuan dasarnya. Upaya peningkatan tersebut, dapat terefleksi dari nilai IPM-nya.
63
Bab 4 IPM
Dari hasil perhitungan pada tahun 2011 IPM Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 72,14 dan secara nasional berada pada peringkat 19. Selama periode 2007 hingga 2011, nilai IPM Sulawesi Selatan meningkat sekitar 2,52 poin, dengan reduction shortfall sebesar 2,52 persen selama kurun waktu lima tahun. Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia maka peningkatan nilai IPM dalam kurun waktu 5 tahun terakhir merupakan peningkatan tertinggi demikian pula halnya dengan reduction shortfall, yang memperlihatkan bahwa peningkatan IPM Sulawesi Selatan merupakan yang tercepat ketiga setelah provinsi Kalimantan Timur dan D.I.Yogyakarta. Grafik 4.1 Perbandingan IPM Sulawesi Selatan dengan Nasional
Grafik 4.1. menunjukkan bahwa selama periode 2007 hingga 2011 angkan IPM Sulawesi Selatan masih dibawah IPM Nasional (72,77). Apabila ditelusuri lebih lanjut angka IPM Sulawesi Selatan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional, ternyata dari tiga
64
Bab 4 IPM
komponen tersebut Indeks Pendidikan yang menjadi penyebabnya. Lebih jauh lagi bahwa angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang membentuk indeks pendidikan tersebut juga berada di bawah posisi angka nasional. Sedangkan indeks lainnya mempunyai posisi di atas angka nasional, keadaan tersebut terlihat tidak berubah dengan keadaan tahun-tahun sebelumnya. Angka IPM tahun 2011 menurut kabupaten/kota se Sulawesi Selatan memperlihatkan adanya variasi yang relatif besar yaitu dari 65,27 (Jeneponto) hingga 79,11 (Makassar). Penyebab terjadinya variasi angka tersebut dikarenakan oleh adanya perbedaan kebijakan terhadap bidang pendidikan, kesehatan dan pendapatan/daya beli dari masingmasing daerah. Grafik 4.2 Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, Tahun 2007 dan 2011
65
Bab 4 IPM
Dalam kurun waktu lima tahun antara tahun 2007 sampai dengan 2011, kabupaten yang menunjukkan kinerja terbaik adalah Kabupaten Wajo dan Bulukumba. Kabupaten Wajo mampu menaikkan nilai IPMnya sebesar 2,99 poin dari 68,05 pada tahun 2007 menjadi 71,03 pada 2011 atau dengan reduksi shortfall sebesar 2,73. Hal ini menyebabkan Kabupaten Wajo mampu menaikkan rangkingnya dari peringkat 19 menjadi 16. IPM Bulukumba naik sebesar 2,48 poin dengan reduksi shortfall sebesar 1,97. Kabupaten Jeneponto dalam kurun waktu 2007-2011 memiliki reduksi shortfall paling rendah, hanya sebesar 1,01 dan nilai IPM-nya hanya naik sebesar 1,85 poin. Selanjutnya, kabupaten-kabupaten yang memiliki reduksi shortfall lebih tinggi dibanding Jeneponto, tetapi percepatan peningkatan nilai IPM-nya tergolong lambat dibandingkan kabupaten-kabupaten lainnya di Provinsi Sulawesi Selatan adalah: Sinjai, Pangkep, Bone dan Luwu Timur. Kabupaten-kabupaten tersebut dalam kurun waktu 2007-2011 peringkatnya turun sebesar 1 poin. Kebijakan daerah tergambar pada hasil keluaran masih relatif rendahnya alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah, sarana dan prasarana, rendahnya penyebaran tenaga terdidik di bidang
kesehatan/pendidikan serta rendahnya pendapatan per kapita penduduk. Untuk melihat unsur-unsur yang terkait dalam indeks pembangunan manusia, seperti telah disebutkan sebelumnya yaitu kesehatan, pendidikan dan paritas daya beli.
66
Bab 4 IPM
Tentunya, unsur tersebut tidak berjalan secara serentak, jadi ada unsur yang sudah berada pada posisi yang baik dan ada juga unsur yang harus mendapat perhatian oleh pemerintah. Secara relatif dikatakan posisi yang baik apabila nilainya berada di atas nilan nasional. Untuk jelasnya berikut akan diuraikan masing-masing unsur tersebut. Grafik 4.3 Reduksi Shortfall IPM Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, Tahun 2007-2011
shortfall 2007-2011 13. Wajo 15. Pinrang 08. Maros 02. Bulukumba 71. Makassar 22. Luwu Utara 06. Gowa 11. Bone 03. Bantaeng 72. Pare-Pare 10. Barru 17. Luwu 18. Tator 01. Selayar 09. Pangkep 12. Soppeng 05. Takalar 07. Sinjai 73. Palopo 16. Enrekang 26. Toraja Utara 14. Sidrap 25. Luwu Timur 04. Jeneponto 0,00 0,50 1,00
1,47
1,42
1,50
2,00
67
Bab 4 IPM
4.2. Indeks Kesehatan Indeks kesehatan ini diperoleh dari angka harapan hidup seseorang sejak dilahirkan. Angka harapan hidup ini sering digunakan sebagai proxy terhadap keadaan dan sistem pelayanan kesehatan suatu masyarakat (secara makro). Hal itu dapat dipandang sebagai suatu bentuk akhir dari upaya peningkatan taraf kesehatan secara makro. Angka harapan hidup Provinsi Sulawesi Selatan selama kurun waktu 2007 hingga 2011 semakin meningkat. Pada tahun 2007 tercatat sebesar 69,4 tahun dan meningkat menjadi 70,20 tahun pada 2011. Angka harapan hidup Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2011 berada di atas angka nasional (69,65 tahun). Membaiknya keadaan dan sistem pelayanan kesehatan di Provinsi Sulawesi Selatan diwujudkan melalui program kesehatan gratis yang mulai dilaksanakan pada 1 Juli 2008. Pada tahun 2008, anggaran kesehatan gratis ditanggung 100 % oleh pemerintah provinsi sebesar Rp 81,7 miliar. Kemudian tahun berikutnya selain pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota juga sudah menganggarkan. Pemerintah Provinsi menanggung Rp 93,5 miliar, sedangkan pemerintah kabupaten/kota Rp 45,6 miliar. Tahun 2010, pemerintah provinsi menganggarkan Rp 103,3 miliar, sedangkan pemerintah kabupaten/kota sebesar Rp 63,9 miliar. Menurut data yang dipublikasikan oleh situs resmi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, angka kunjungan masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan gratis di Sulawesi Selatan meningkat signifikan. Tahun 2010, kunjungan masyarakat mencapai 6.407.554 jiwa. Angka ini meningkat tajam dibanding tahun 2007 yang hanya
68
Bab 4 IPM
2.336.875 jiwa atau naik sekitar 175 persen. Peningkatan tersebut menunjukkan kesadaran masyarakat untuk berobat ke puskesmas dan rumah sakit semakin baik. Mereka telah menjadikan puskesmas dan rumah sakit sebagai tempat untuk memeriksa kesehatan.
Grafik 4.4 Perbandingan Indeks Kesehatan Sulawesi Selatan dengan Nasional, 2007-2011
Selama kurun waktu 2007-2011, indeks kesehatan pada tingkat nasional mempunyai kecenderungan peningkatan yang relatif sama apabila dibandingkan dengan angka indeks kesehatan Sulawesi Selatan. Sebagai ilustrasi, Sulawesi Selatan mengalami peningkatan 1,33 poin sedangkan pada tingkat nasional meningkat sebesar 1,39 poin dalam kurun waktu yang sama. Sedangkan disparitas indeks kesehatan 2011 menurut kabupaten/kota, Kabupaten Enrekang (83,65) merupakan
69
Bab 4 IPM
kabupaten yang mempunyai nilai indeks kesehatan yang paling tinggi dan yang terendah adalah Kabupaten Jeneponto (66,92).
Grafik 4.5 Indeks Kesehatan Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008 dan 2011
70
Bab 4 IPM
4.3. Indeks Pendidikan Seperti telah diuraikan sebelum ini bahwa indeks pendidikan terdiri dari dua unsur yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Angka indeks pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan dibandingkan dengan angka nasional masih relatif lebih rendah. Dimana pada level nasional angka tersebut telah mecapai 79,64 sedangkan Sulawesi Selatan sebesar 76,31 pada tahun 2011. Nilai indeks pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan selama kurun waktu 2007 hingga 2011 memperlihatkan suatu gambaran yang sangat memprihatinkan. Karena posisi bidang pendidikan masih berada di level bawah, hal itu dilihat berdasarkan provinsi yang berada di kawasan Timur juga secara nasional. Pemerintah telah merespon baik akan hal ini dan terlihat sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 nilai indeks meningkat sebesar 2,75 poin sedangkan nasional hanya meningkat sebesar 1,79 poin. Angka ini memberi gambaran bahwa ada keseriusan dari pemerintah untuk menaikkan indeks pendidikan. Tanggapan positif dari pemerintah daerah mulai pada anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi 2009 telah membuat kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis bagi penduduk usia belajar 9 tahun. Kebijakan ini dimulai di enam kabupaten/kota yang sudah menerapkan pendidikan gratis tahun 2009, yakni Kabupaten Gowa, Sinjai, Pangkep, Luwu Timur, Luwu Utara, dan Kota Pare Pare. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran hingga ratusan miliar per tahun untuk menyukseskan pendidikan gratis. Dan Undang-undang tentang Sistem
71
Bab 4 IPM
Pendidikan Nasional telah mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk sektor pendidikan. Program ini juga didukung dengan adanya Perda penyelenggaraan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan yang akan memberikan sanksi bagi orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya. Perda juga mengatur 14 item yang akan digratiskan pada pendidikan dasar dan menengah di Sulsel. Itu di luar dana Bantuan Operasional Sekolah. Bahkan Siswa tidak mampu dalam jenjang pendidikan gratis, akan mendapatkan bantuan beasiswa miskin setiap tahun, antara lain Rp. 750 ribu untuk SMU, Rp. 500 ribu untuk SMP, dan Rp. 350 ribu untuk SD.
Grafik 4.6 Indeks Pendidikan Sulawesi Selatan dengan Nasional, 2009-2011
72
Bab 4 IPM
a). Rata-rata Lama Bersekolah Rata-rata lama bersekolah penduduk usia 15 tahun ke atas Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2011 sebesar 7,92 tahun, artinya bahwa rata-rata penduduk tersebut sedang duduk di kelas 2 pada jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP)/ sederajat. Apabila dibandingkan dengan tingkat nasional angka tersebut tidak terpaut jauh, walaupun masih berada dibawah angka nasional (7,94 tahun). Namun suatu hal menggembirakan bahwa angka rata-rata lama bersekolah penduduk Sulawesi Selatan terus mengalami peningkatan,walaupun tidak terlalu tinggi. Dimana pada tahun 2007 angka tersebut masih sebesar 7,2 tahun. Daerah yang mempunyai rata-rata lama bersekolah paling tinggi adalah Kota Makassar. Sedangkan daerah yang mempunyai angka terendah adalah Kabupaten Bantaeng (tahun 2006), keadaan ini tidak berubah sampai tahun 2011. Faktor yang berkaitan dengan angka tersebut disebabkan oleh tingkat pendidikan yang ditamatkan dan juga putus sekolah. b). Angka Melek Huruf Angka melek huruf merupakan kebalikan dari angka buta huruf. Angka ini menggambarkan besarnya penduduk berumur 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan huruf
latin/arab/lokal. Di Sulawesi Selatan pada tahun 2007, mereka yang melek huruf sebesar 86,2 persen dan meningkat menjadi 88,07
73
Bab 4 IPM
persen pada tahun 2011. Apabila angka tersebut dibandingkan dengan tingkat nasional maka terlihat angka melek huruf Sulawesi Selatan relatif lebih rendah. Angka melek huruf menurut kabupaten/kota, daerah yang mempunyai persentase paling tinggi angka melek hurufnya adalah Kota Palopo, Pare-pare dan kemudian Makassar, sedangkan yang terendah adalah Jeneponto dan Bantaeng. Upaya untuk
meningkatkan sumber daya manusia di Provinsi Sulawesi Selatan perlu lebih memperhatikan 5 (lima) kabupaten yang angka melek hurufnya tergolong rendah yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Takalar, Gowa dan Maros. Dari semua upaya yang telah dilakukan, mulai dari alokasi 20% anggaran APBD untuk sektor pendidikan; program pendidikan gratis; Perda yang mengatur tentang pendidikan gratis; menjadikan pemberantasan buta aksara sebagai target penting dalam RPMJD; dan kerjasama program Edutainment Trans Studio Theme Park, Trans Studio Makassar dalam memajukan perkembangan pendidikan nasional. Tetapi harapan pemerintah bahwa pada tahun 2011 Sulsel akan menjadi provinsi yang bebas buta aksara belum terwujud. Terbukti pada tahun 2011 Angka melek Huruf Sulsel sebesar 88,07; atau hanya naik sebesar 0,32 poin dibandingkan tahun 2010.
74
Bab 4 IPM
Grafik 4.7 Indeks Pendidikan Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 dan 2011
75
Bab 4 IPM
4.4. Indeks daya Beli Paritas daya beli Sulawesi Selatan selama periode 2007 hingga 2011 mempunyai kecenderungan yang terus meningkat yaitu dari
Rp.626.200,- pada tahun 2007 meningkat pada tahun 2011 menjadi Rp.640.300,- per kapita per tahun. Perbandingan nilai paritas daya beli
76
Bab 4 IPM
tingkat nasional dengan Sulawesi Selatan terjadi perpotongan pada tahun 2007. Dalam Grafik 4.6 memperlihatkan tren indeks daya beli antara Sulawesi Selatan dan Nasional, dimana pada tahun 2007 indeks daya beli Sulawesi Selatan telah berada di atas Nasional.
Grafik 4.8 Perbandingan Daya Beli Sulawesi Selatan dan Nasional, 2007-2011
640.298 635.480 636.598 633.600 625.230 618.329 624.374 631.500 638.046
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Indeks daya beli Sulawesi Selatan menurut kabupaten/ kota nampak bahwa Luwu Utara dan Makassar mempunyai nilai tertinggi, sedangkan yang terendah adalah Sinjai dan Toraja Utara. Sebenarnya variasi nilai tersebut relatif cukup baik, yang menjadi perhatian adalah relatif masih rendahnya angka indeks paritas daya beli ini apabila dibandingkan dengan angka indeks kesehatan dan pendidikan. Seperti diketahui bahwa relatif masih rendahnya paritas daya beli bukan saja terjadi di Sulawesi Selatan akan tetapi secara nasional.
Analisis IPM Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011 77
Bab 4 IPM
Grafik 4.9. Indeks Daya Beli Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/ Kota Tahun 2007 dan 2011
21. Toraja Utara 07. Sinjai 18. Tator 16. Enrekang 20. Luwu Timur 01. Kep. Selayar 14. Sidrap 09. Pangkep 17. Luwu 04. Jeneponto 05. Takalar 10. Barru 02. Bulukumba 24. Palopo 03. Bantaeng 15. Pinrang 13. Wajo 11. Bone 12. Soppeng 08. Maros 06. Gowa 23. Pare-Pare 22. Makassar 19. Luwu Utara 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 2007 2011
78
Bab 4 IPM
Tabel 4.1. IPM Menurut Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan, Tahun 2007-2011
Kabupaten/ Kota
(1)
2007
(3)
2008
(4)
2009
(5)
2010
(6)
2011
(7)
01. Kep. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Sulawesi Selatan Nasional
67,7 69,3 68,3 63,4 66,9 68,9 68,2 69,2 67,7 69,0 68,3 70,3 68,0 71,2 71,4 73,3 72,5 70,2 72,5 71,7 * 77,3 76,5 75,4 69,6 70,6
68,2 69,9 68,9 64,0 67,5 69,4 68,7 69,9 68,3 69,5 69,0 70,8 68,7 71,7 71,9 73,8 73,0 70,8 73,2 71,7 68,4 77,9 77,0 75,8 70,2 71,2
68,9 70,6 69,4 64,5 68,0 70,0 69,2 70,6 69,1 70,3 69,6 71,3 69,4 72,1 72,6 74,2 73,6 71,4 73,7 72,3 68,9 78,2 77,5 76,1 70,9 71,8
69,34 71,19 70,10 64,92 68,62 70,67 69,53 71,12 69,43 70,86 70,17 71,89 70,22 72,37 73,21 74,55 73,98 71,87 74,32 72,79 69,56 78,79 77,78 76,55 71,62 72,27
70,00 71,77 70,66 65,27 69,09 71,29 70,16 71,74 69,89 71,19 70,77 72,23 71,04 72,74 73,80 74,84 74,42 72,29 74,69 73,11 70,15 79,11 78,19 76,85 72,14 72,77
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan * Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk
79
Bab 4 IPM
Tabel 4.2. Indeks Kesehatan Menurut Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan, Tahun 2007-2011
Kabupaten/ Kota
(1)
2007
(3)
2008
(4)
2009
(5)
2010
(6)
2011
(7)
01. Kep. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Sulawesi Selatan Nasional
70,6 76,7 79,0 65,9 72,3 76,8 76,8 76,3 72,1 71,5 72,7 77,2 74,2 77,4 77,1 82,1 79,3 81,8 76,5 76,0 * 79,6 80,9 78,4 74,0 72,8
70,8 77,2 79,4 66,2 72,8 77,1 77,1 76,9 72,4 72,0 73,3 77,4 74,8 77,7 77,3 82,2 79,7 81,7 76,9 76,2 80,7 79,8 80,9 78,4 74,3 73,3
71,24 78,31 80,89 66,67 74,20 77,68 78,23 78,43 73,09 72,98 74,55 77,72 76,57 79,11 78,83 83,31 81,00 82,11 77,60 76,58 81,17 80,98 81,95 79,17 75,00 73,68
71,24 78,23 81,00 66,67 74,20 77,68 78,31 78,83 72,98 73,09 74,55 77,72 76,57 79,17 78,43 83,31 81,17 81,95 77,60 76,58 80,89 80,98 82,11 79,11 75,00 74,05
71,47 78,55 81,60 66,92 74,82 77,97 78,73 79,60 73,27 73,42 75,00 77,90 77,28 79,68 78,80 83,65 81,73 82,03 77,80 76,77 80,97 81,37 82,48 79,32 75,33 74,42
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Selatan *) Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk
80
Bab 4 IPM
Tabel 4.3. Angka Harapan Hidup (Tahun) Menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, periode 2007-2011
Kabupaten/ Kota
(1)
2007
(2)
2008
(3)
2009
(4)
2010
(5)
2011
(6)
01. Kep. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Sulawesi Selatan Nasional
67,3 71,0 72,4 64,6 68,4 71,1 71,1 70,8 68,3 67,9 68,6 71,3 69,5 71,4 71,2 74,3 72,6 74,1 70,9 70,6 * 72,8 73,6 72,0 69,4 68,7
67,5 71,3 72,6 64,7 68,7 71,3 71,2 71,1 68,4 68,2 69,0 71,4 69,9 71,6 71,4 74,3 72,8 74,0 71,1 70,7 73,4 72,9 73,6 72,0 69,6 69,0
67,6 71,6 73,1 64,9 69,2 71,4 71,6 71,7 68,6 68,5 69,4 71,5 70,4 72,1 71,7 74,7 73,3 74,1 71,3 70,8 73,5 73,2 73,9 72,3 69,8 69,2
67,7 71,9 73,6 65,0 69,5 71,6 72,0 72,3 68,8 68,9 69,7 71,6 70,9 72,5 72,1 75,0 73,7 74,2 71,6 70,9 73,5 73,6 74,3 72,5 70,0 69,4
67,88 72,13 73,96 65,15 69,89 71,78 72,24 72,76 68,96 69,05 70,00 71,74 71,37 72,81 72,28 75,19 74,04 74,22 71,68 71,06 73,58 73,82 74,49 72,59 70,20 69,65
Sumber : BPS P rovinsi Sulawesi Selatan *) Kabupaten Toraja U tara belum terbentuk
81
Bab 4 IPM
Tabel 4.4. Indeks Pendidikan Menurut Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan, periode 2007-2011
Kabupaten/ Kota
(1)
2007
(3)
2008
(4)
2009
(5)
2010
(6)
2011
(7)
01. Kep. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Sulawesi Selatan Nasional
74,0 71,1 63,9 63,5 67,2 67,3 72,3 69,4 71,6 74,4 70,3 71,6 67,3 75,7 74,7 77,9 78,1 72,4 76,9 78,7 * 87,7 85,1 86,3 73,6 77,8
74,0 71,1 63,9 64,0 67,2 67,3 72,3 69,6 71,8 74,4 70,3 71,6 67,5 75,7 74,7 77,9 78,1 73,2 76,9 78,7 70,4 87,7 85,3 86,3 73,8 78,2
74,49 71,76 64,71 64,54 67,68 68,12 72,55 69,72 72,60 75,40 70,74 72,24 68,60 75,80 75,86 78,62 78,12 73,55 77,01 79,38 70,98 88,00 86,10 86,49 74,48 78,88
74,92 72,38 65,92 65,29 68,80 69,80 72,62 70,02 73,31 76,40 71,46 73,90 69,51 75,85 76,84 78,74 78,20 74,62 78,15 80,32 71,90 88,56 86,17 87,17 75,92 79,53
76,29 72,77 66,24 65,38 68,93 70,96 73,44 70,73 73,81 76,44 72,53 73,99 71,11 76,00 77,92 78,82 78,42 75,72 78,54 80,37 72,93 88,66 86,46 87,20 76,31 79,64
Sumber : BPS P rovinsi Sulawesi Selatan *) Kabupaten Toraja U tara belum terbentuk
82
Bab 4 IPM
Tabel 4.5. Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan, periode 2007-2011 (Persentasi)
Kabupaten/ Kota
(1 )
2007
(3)
2008
(4)
2009
(5 )
2010
(6 )
2011
(7)
01. Kep. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Sulawesi Selatan Nasional
89,0 85,2 76,6 75,7 80,1 79,8 86,4 82,6 85,6 87,7 84,8 84,6 81,7 89,5 89,1 89,8 91,5 83,8 92,0 93,1 * 96,6 96,2 97,3 86,2 91,9
89,0 85,2 76,6 76,5 80,1 79,8 86,4 82,9 85,9 87,7 84,8 84,6 82,0 89,5 89,1 89,8 91,5 85,0 92,0 93,1 82,3 96,6 96,5 97,3 86,5 92,2
89,2 85,4 77,5 77,2 80,8 80,3 86,5 82,9 86,9 88,5 84,9 85,1 82,7 89,6 89,7 90,4 91,5 85,5 92,1 93,2 83,0 96,7 97,1 97,3 87,0 92,6
89,23 85,35 78,98 77,27 81,80 81,92 86,45 82,97 87,55 89,23 84,86 86,67 83,53 89,63 89,90 90,44 91,48 86,28 92,36 93,24 83,80 96,79 97,16 97,33 87,75 92,91
90,86 85,45 79,03 77,31 81,85 82,32 86,59 83,10 87,59 89,25 86,41 86,71 84,97 89,77 91,48 90,49 91,63 87,76 92,86 93,28 83,83 96,82 97,17 97,34 88,07 92,99
Sumber : BPS P rovinsi Sulawesi Selatan *) Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk
83
Bab 4 IPM
Tabel 4.6. Rata-Rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan, periode 2007-2011 (Tahun)
Kabupaten/ Kota
(1)
2007
(2)
2008
(3)
2009
(4)
2010
(5)
2011
(6)
01. Kep. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Sulawesi Selatan Nasional
6,6 6,5 5,8 5,9 6,2 6,4 6,6 6,5 6,5 7,2 6,2 6,9 5,8 7,2 6,9 8,1 7,7 7,4 7,0 7,5 * 10,5 9,5 9,7 7,2 7,5
6,6 6,4 5,8 5,9 6,2 6,4 6,6 6,5 6,5 7,2 6,2 6,8 5,8 7,2 6,9 8,1 7,7 7,4 7,0 7,5 7,0 10,5 9,5 9,7 7,2 7,5
6,8 6,7 5,9 5,9 6,2 6,6 6,7 6,5 6,6 7,4 6,4 7,0 6,1 7,2 7,2 8,3 7,7 7,5 7,0 7,8 7,0 10,6 9,6 9,7 7,4 7,7
6,9 7,0 6,0 6,2 6,4 6,8 6,7 6,6 6,7 7,6 6,7 7,3 6,2 7,2 7,6 8,3 7,7 7,7 7,5 8,2 7,2 10,8 9,6 10,0 7,8 7,9
7,07 7,11 6,10 6,23 6,46 7,23 7,07 6,90 6,94 7,62 6,72 7,28 6,51 7,27 7,62 8,32 7,80 7,74 7,49 8,18 7,67 10,85 9,76 10,04 7,92 7,94
Sumber : BPS P rovinsi Sulawesi Selatan *) Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk
84
Bab 4 IPM
Tabel 4.7. Indeks Daya Beli Menurut Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan, periode 2007-2011
Kabupaten/ Kota
(1)
2007
(3)
2008
(4)
2009
(5)
2010
(6)
2011
(7)
01. Kep. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Sulawesi Selatan Nasional
58,6 60,0 62,1 60,8 61,4 62,5 55,6 61,9 59,5 61,0 62,0 62,0 62,6 60,5 62,5 60,0 60,0 56,4 64,2 60,3 * 64,7 63,3 61,4 61,3 61,1
59,9 61,3 63,3 61,9 62,5 63,7 56,8 63,0 60,7 62,2 63,3 63,3 63,8 61,8 63,7 61,1 61,1 57,6 65,7 60,3 54,0 66,2 64,6 62,7 62,6 62,0
61,1 62,2 63,3 62,6 62,8 64,5 57,4 64,1 61,9 62,9 64,2 64,0 64,1 61,9 64,1 61,2 62,2 58,7 66,7 61,1 55,0 66,3 64,7 63,1 63,7 62,7
61,86 62,96 63,37 62,80 62,86 64,53 57,66 64,50 61,99 63,08 64,51 64,05 64,59 62,07 64,36 61,62 62,56 59,03 67,21 61,48 55,90 66,81 65,06 63,36 63,92 63,24
62,24 64,00 64,14 63,52 63,52 64,94 58,32 64,88 62,58 63,72 64,78 64,81 64,73 62,54 64,67 62,06 63,11 59,12 67,73 62,20 56,55 67,31 65,64 64,04 64,78 64,26
Sumber : BPS P rovinsi Sulawesi Selatan *) Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk
85
Bab 4 IPM
Tabel 4.8. Paritas Daya Beli Menurut Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan, periode 2007-2011 (dalam Ribuan Rp.)
Kabupaten/ Kota
(1)
2007
(2 )
2008
(3)
2009
(4 )
2010
(5)
2011
(6 )
01. Kep. Selayar 02. Bulukumba 03. Bantaeng 04. Jeneponto 05. Takalar 06. Gowa 07. Sinjai 08. Maros 09. Pangkep 10. Barru 11. Bone 12. Soppeng 13. Wajo 14. Sidrap 15. Pinrang 16. Enrekang 17. Luwu 18. Tator 19. Luwu Utara 20. Luwu Timur 21. Toraja Utara 22. Makassar 23. Pare-Pare 24. Palopo Sulawesi Selatan Nasional
610,8 618,7 624,4 621,0 619,6 622,2 594,7 624,5 617,5 621,5 624,6 622,8 624,3 619,2 622,8 617,8 619,6 597,9 634,9 612,8 * 638,9 631,0 621,4 625,2 624,4
613,7 619,6 628,6 623,3 625,5 630,4 600,6 627,9 617,5 624,0 628,5 628,3 630,7 621,7 630,6 619,4 619,8 604,1 637,9 621,0 * 639,8 634,1 625,8 630,8 628,3
619,0 625,2 633,8 628,0 630,4 635,7 605,9 632,6 622,8 629,2 633,9 633,9 636,3 627,4 635,8 624,5 624,5 609,2 644,1 621,0 593,9 646,4 639,7 631,2 635,5 631,5
627,7 632,4 634,2 631,7 632,0 639,2 609,5 639,1 628,3 633,0 639,2 637,2 639,5 628,6 638,5 626,6 630,7 615,0 650,9 626,0 601,9 649,1 641,5 634,2 636,6 633,6
629,31 636,96 637,55 634,85 634,87 641,00 612,34 640,74 630,79 635,74 640,31 640,46 640,11 630,64 639,83 628,53 633,08 615,84 653,06 629,17 604,71 651,28 644,04 637,12 640,30 638,05
Sumber : BPS P rovinsi Sulawesi Selatan *) Kabupaten Toraja Utara belum terbentuk
86
BAB V
5.1. Kesimpulan
1. Pertumbuhan penduduk Sulawesi Selatan selama periode 2007
hingga 2011 rata-rata tumbuh sebesar 1,35 persen per tahun, selain masih relatif tinggi angka tersebut juga penyebaran penduduk belum merata.
2. Dalam periode 2007-2011, PDRB per kapita Provinsi Sulawesi
Selatan meningkat dari hampir 9 juta rupiah menjadi hamper 17 juta rupiah.
3. Dari hasil perhitungan pada tahun 2007 IPM Provinsi Sulawesi
Selatan sebesar 69,62 dan menjadi 71,98 pada tahun 2011 yang secara nasional meningkat dari peringkat 23 menjadi peringkat 19.
a). Indek kesehatan Sulawesi Selatan pada tahun 2011 sebesar 75,33
dan lebih tinggi dibanding angka nasional yang diduga karena pengaruh program kesehatan gratis. Tetapi masih terdapat 7 daerah yang angka indeksnya masih relatif rendah yaitu Kabupaten Jeneponto, Selayar, Barru, Takalar, dan Pangkep.
b). Indeks Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2010
sebesar 75,92. Dan apabila dilihat menurut daerah nampak bahwa Kabupaten, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa, dan
87
Wajo merupakan daerah yang mempunyai angka indeks yang relatif rendah.
c). Indeks Daya Beli Sulawesi Selatan juga berada di atas angka
Nasional, walaupun tidak terpaut jauh seperti halnya indeks kesehatan. Namun besarnya angka indeks ini apabila
dibandingkan dengan kedua angka indeks yang lain merupakan yang terendah.
5.2. Saran-Saran 1. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, pemerintah daerah perlu melakukan penggalangan kembali program keluarga berencana dan mengaktif posyandu di berbagai daerah. Tidak meratanya atau timpangnya kepadatan penduduk dikarenakan belum memadainya sentra-sentra fasilitas umum dan pusat perekonomian, untuk itu perlunya penggerak ekonomi rakyat yang mandiri di setiap daerah. 2. Upaya peningkatan Pendapatan per kapita penduduk melalui pembangunan ekonomi yang berpihak kepada golongan ekonomi kecil dan menengah. Karena hampir 80 persen penduduk menggantungkan hidupnya dari kegiatan ekonomi nonformal, terutama kegiatan pertanian tanaman bahan makanan. 3. Yang terpenting adalah bahwa IPM bukan dan tidak akan pernah menjadi suatu ukuran mutlak bagi pembangunann yang
88
sempurna yang mencoba memberikan visi yang seluas-luasnya bagi pemerintah untuk meningkatkan kapabilitasnya. Sebagai alternatif bagi pemerintah adalah bahwa mereka dapat menyusun indeks dengan dimensi yang berbeda dan bervariasi dengan indikator dan penimbang khusus. Jadi IPM harus dipandang sebagai titik awal tentang apa yang disebut pembangunan, bukan sebagai titik akhir pembangunan. 4. Upaya dalam meningkatkan indeks pembangunan manusia melalui penyusunan program pembangunan dengan skala prioritas baik fisik maupun non fisik. Pembangunan ekonomi berupa sarana jalan pada daerah yang jauh dari pusat ekonomi/ kota, seperti diketahui bahwa sarana transportasi merupakan urat nadi perekonomian.
Pembangunan sarana fasilitas umum lainnya seperti pembangunan/ perbaikan gedung sekolah, peningkatan mutu tenaga pendidik, dan penyediaan buku pelajaran sekolah. Hal yang tak kalah pentingnya adalah penanggulangan buta huruf/ aksara dan putus sekolah bagi mereka yang wajib belajar sembilan tahun. Program wajib belajar telah dicanangkan beberapa tahun lalu akan tetapi tidak maksimal, mungkin diperlukan perangkat hukum. Sehingga apabila terdapat anak yang wajib belajar yang tidak bersekolah maka orang tua/wali harus bertangungjawab secara hukum. Prioritas di bidang kesehatan, pemerintah daerah seyogyanya mempermudah akses pelayanan kesehatan melalui program obat gratis, pelayanan pemeriksaan kesehatan gratis, dan sosialisasi hidup sehat serta lingkungan bersih.
89
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (2006), Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan, BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik dan Bappeda (2000), Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sulawesi Selatan, BPS Sulawesi Selatan, Makassar, Areso Makassar. _____dan Bappeda (2007), Statistik Sosial Provinsi Sulawesi Selatan, BPS Sulawesi Selatan, Makassar, Areso Makassar. _____,Bappenas,UNDP (2001), Towards a New Concensus: Democracy and Human Development in Indonesia, BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan (2008), Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Selatan BPS Sulawesi Selatan, Makassar, Areso Makassar. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_suby ek=26¬ab=2, Tabel Indeks Pembangunan Manusia Propinsi dan Nasional 1996 2009, didownload pada 11 Agustus 2011. http://www.sulsel.go.id/ http://datinkessulsel.wordpress.com/ Samingun. 2008. Cara Menghitung Indeks Pemabngunan Manusia. Makalah dalam Pelatihan Teknis Pimpinan BPS Kabupaten/ Kota. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional dalan Teori dan Aplikasi. Jakarta. Bumi Aksara. UNDP Indonesia. 2007. Laporan Tahunan 2007. Jakarta. Juni 2008. (download : website:www.undp.org/www.undp.or.id).
90
UNDP (1990), Human Development Report 1990, UNDP, New York, (download : website:www.undp.org/www.undp.or.id). UNDP (2011), Human Development research Paper 2011/01, The HDI 2010: New Controversies Old Critiques, UNDP, New York, (download : website:www.undp.org/www.undp.or.id).
91