Vous êtes sur la page 1sur 9

FISIOLOGI MENSTRUASI. Siklus menstruasi diatur oleh interaksi yang kompleks antara poros Hipothalamushipofise-ovarium (HHO) dan uterus.

Secara ringkas dapat dikemukakan , hipothalamus mensekresi hormon pelepas gonadotropin (GnRH) , yang menstimulasi hipofise untuk melepaskan FSH dan LH. Hormon-hormon gonadotropin ini memicu ovarium untuk melepaskan satu oosit yang memiliki kemampuan fertilisasi. Secara bersamaan ovarium menghasilkan hormon hormon, yang bekerja pada lapisan endometrium uterus sebagai persiapan bagi implantasi. Hormon hormon ovarium juga memberi umpan balik ke hypothalamus dan hipofise, mengatur sekresi hormon hormon gonadotropin sepanjang fase-fase siklus menstruasi. Berikut akan dijelaskan interaksi yang kompleks ini secara lebih terperinci. POROS HIPOTHALAMUS-HIPOFISE. Neuron-neuron penghasil GnRH berasal dari placode olfactory, dan bermigrasi ke nucleus arkuatus di medial basal hypothalamus (MBH). Neuron neuron ini berproyeksi ke median eminence dan menghasilkan GnRH, secara ritmis ( pulse generator). GnRH tersusun dari 10 asam amino dan memiliki half life yang pendek yaitu 2-4 menit. Frekwensi pulsatil sekresi GnRH mengatur sinthesa dan sekresi gonadotropin pada gonadotrope di hipofise. Sepanjang fase luteal akhir folikuler, melambatnya pulsatilitas pelepasan GnRH setiap 90-120 menit- mendorong sekresi FSH. Sebagai respon terhadap FSH, Folikelfolikel yang bermaturasi di ovarium menghasilkan estradiol. Hormon ini dilibatkan pada lengkung umpan balik negatif yang secara langsung menghambat pelepasan FSH. Estradiol juga dilibatkan dalam lengkung umpan balik positif yang meningkatkan frekwensi GnRH sampai setiap 60 menit sepanjang fase folikuler dan bekerja langsung ke hipofise untuk merangsang sekresi LH. LH merangsang ovarium untuk lebih lanjut meningkatkan sekresi estradiol (akan dijelaskan lebih lanjut pada teori two cells). Sekalipun sampai pada titik ini tidak terdapat perubahan yang akut dalam pulsatilitas GnRH , estradiol dan factor-faktor regulasi lain memperkuat sensitifitas hipofise terhadap GnRH. Sensitifitas yang meningkat ini menghasilkan peningkatan cepat produksi LH LH surge- yang menstimulasi ovulasi. Setelah ovulasi, folikel yang ruptur (corpus luteum) menghasilkan progesterone. Hormon ini dilibatkan pada lengkung umpan balik negatif melalui ditingkatkannya aktifitas opioid endogen mungkin juga secara langsung- untuk menurunkan pulsatilitas GnRH menjadi setiap 3-5 jam, mendorong sinthesa FSH selama transisi luteal-folikular. Saat kadar progesterone turun lagi, pulsatilitas GnRH meningkat, mendorong pelepasan FSH. PERAN HIPOFISE. Gonadotrop terdapat di adenohipofise dan merupakan 10% dari sel sel hipofise. Sel sel ini mensinthesa dan mensekresi FSH dan LH.

Hormon hormon hipofise termasuk kedalam famili glycoprotein yang meliputi thyroid stimulating hormone (TSH) dan human chorionic gonadotropin (hCG) dan karenanya mengandung carbohydrate moieties. Gonadotropin fungsional sebagai heterodimer dan tersusun dari satu sub unit alpha dan satu sub unit beta. Bagian asam amino subunit alpha adalah identik untuk semua glikoprotein, sementara subunit beta memiliki asam amino yang berbeda yang spesifik bagi glikoprotein. Perbedaan ekspresi gen yang mengakibatkan produksi dan pelepasan gonadotropin oleh sel sel hipofise diatur oleh GnRH dan hormon ovarium melalui lengkung umpanbalik. Sekresi GnRH yang melambat meningkatkan ekpresi subunit beta FSH, dan mendorong sekresi LH. Pada gilirannya, Pulsasi GnRH yang cepat menstimulasi ekspresi subunit beta LH disamping menimbulkan pelepasan FSH. Jadi, modifikasi pulsatilitas GnRH hypothalamus oleh steroid ovarium memberikan kontrol terhadap produksi gonadotropin hipofise. Suatu net work intra hipofise melibatkan sejumlah factor juga berperan dalam mengatur sinthesa dan sekresi gonadotropin. Gonadotrop memproduksi dan mensekresi peptida peptida yang termasuk dalam famili transforming growth factor (TGF). Activin adalah protein regulatory local yang dilibatkan dalam ekspresi gonadotrop. Pulsasi lambat GnRH meningkatkan sinthesa activin, yang selanjutnya meningkatkan transkripsi FSH. Follistatin , protein TGF lain yang berikatan dengan activin, distimulasi oleh pulsasi cepat GnRH. Follistatin menurunkan bioavailabilitas activin dan akibatnya mengurangi sinthesa FSH. Disamping factor factor local tersebut, TGF yang berasal dari ovarium seperti inhibin juga mempengaruhi ekspresi gonadotropin. PERAN OVARIUM. Ovarium sangat terlibat dalam mengatur siklus menstruasi melalui umpan balik steroid untuk merubah sekresi gonadotropin. Dan juga di ovarium sendiri terdapat network intraovarium yang melibatkan factor factor yang disinthesa secara local dan memiliki peran parakrin dan autokrin dalam memodulasi aktivitas gonadotropin. Regulator intraovarium meliputi famili insulin like growth factor (IGF), superfamili transforming growth factor (TGF), dan famili epidermal growth factor (EGF). Lebih lanjut, factor factor inilah yang menunjang dalam koordinasi perkembangan folikel dan ovulasi. Siklus menstruasi pada ovarium meliputi satu fase follicular dan satu fase luteal. Fase folikular ditandai dengan pertumbuhan folikel dominan dan ovulasi. Biasanya berlangsung 10-14 hari. Tetapi fase ini bisa bervariasi lamanya, yang paling sering menyebabkan variasi lama siklus menstruasi pada wanita yang berovulasi. Fase luteal dimulai setelah ovulasi, dan merupakan periode dimana ovarium mensekresi hormon hormon yang penting untuk mengakomodasi implantasi konseptus. Fase ini relatif tetap dan berlangsung rata rata 14 hari (12-15 hari) lamanya.

Penjelasan tentang kedua fase tersebut adalah sebagai berikut. Folikel folikel primordial merupakan unit reproduksi yang fundamental yang terdiridari pool resting oosit. Secara morphologis , folikel primordial terdiri dari satu primary oosit yang dikelilingi oleh selapis sel granulose pipih, dan basal membran. Tidak memiliki supplai pembuluh darah. Tumbuh dan berkembang pada bulan ke 6-8 kehamilan, dan merupakan sumber seluruh folikel ovarium. Menjelang ovulasi, penting bagi folikel primordial untuk meninggalkan pool nongrowing follicles dan memasuki fase pertumbuhan. Sebagian besar dari mekanisme kontrol terhadap recruitment awal tidak diketahui. Pool resting follicles mungkin dikontrol oleh factor factor penghambat. Folikel folikel ini akan tetap seperti adanya selama berbulan bulan bertahun tahun. Rekruitmen awal ini merupakan proses yang berkesinambungan yang dimulai saat terbentuknya pool germinal dan berakhir dengan follicular exhaustion. Proses yang kompleks ini bersifat gonadotropin independent. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa network intra ovarium khususnya yang termasuk superfamili TGF- dilibatkan dalam rekruitmen folikel primordial. Adalah menurunnya pengaruh inhibitor dan meningkatnya stimulator yang memulai proses rekruitmen. Sampai saat ini telah ditemukan sejumlah factor yang ikut berpengaruh, dan akan lebihbanyak lagi ditemukan dimasa yang akan datang yang dapat merubah tentang fisiologi rekruitmnen folikel primordial. Germ sel jumlahnya terbatas, dan setiap rekruitmen akan mengurangi germ pool . Setiap kelainan yang merubah jumlah germcell atau mengakselerasi proses rekruitmen dapat mengakibatkan early ovarian depletion dan selanjutnya early reproductive failure. Perkembangan Folikel primer merupakan stadium pertama pertumbuhan folikel. Folikel primer dibedakan dengan folikel primordial. Oosit mulai tumbuh. Terbentuk zona pellusida. ZP merupakan lapisan glikoprotein yang tebal yang agaknya disinthesa oleh oosit. Secara penuh mengelilingi oosit, diantara oosit dan lapisan sel granulose. Memiliki sejumlah fungsi biologi yang penting bagi konsepsi. Akhirnya sel sel granulose mengalami perubahan morfologi dari skuamus menjadi kuboidal. Stadium perkembangan ini dapat berlangsung selama 150 hari. Perubahan kearah folikel sekunder meliputi tercapainya pertumbuhan oosit yang maksimal ( diameter 120 m ), proliferasi sel sel granulose, dan terbentuknya sel sel theca. Mekanisme pasti terbentuknya sel theca tidak secara lengkap dimengerti tapi diperkirakan sel theca berasal dari jaringan mesenkim ovarium yang mengelilingi saat folikel yang tumbuh bermigrasi kearah medulla. Perkembangan lapisan ini memunculkan theca interna dan theca eksterna. Dengan perkembangan sel teca, folikel memperoleh suplai darah tersendiri, sekalipun lapisan sel granulose tetap avaskuler. Disamping itu, sel sel granulose pada folikel sekunder membentuk reseptor reseptor FSH, estrogen dan androgen. Fase perkembangan folikel ini memakan waktu 120 hari, mungkin karena panjangnya doubling time sel sel granulose (> 250 jam). Dalam perkembangan folikel selanjutnya terbentuk folikel tersier atau early antral phase. Fase ini ditandai dengan terbentuknya sebuah antrum atau rongga dalam folikel. Cairan

antrum mengandung steroid steroid, protein, elektrolit, proteoglycans, dan suatu ultrafiltrat yang terbentuk dari difusi melalui basal lamina. Perubahan lain pada fase ini meliputi terjadinya difrensiasi lebih lanjut sel theca. Subpopulasi thecal interstitial cells terbentuk dalam theca interna, mendapatkan reseptor LH, dan memiliki kemampuan steroidogenesis. Sel sel granulose mulai berdifrensiasi menjadi lapisan lapisan sel yang berbeda. Mulai dari basal lamina , lapisan sel tersebut membentuk membrana, periantral, cumulus oophorus, dan lapisan corona radiata. Proses perkembangan ini dipengaruhi oleh FSH dan sinyal sinyal lain yang berasal dari oosit. Disamping itu, sel sel granulose sebagai respon terhadap FSH- mulai menghasilkan activin, termasuk kelompok famili TGF. Activin terdiri dari dua tipe subunit beta , A danB, yang diikat oleh ikatan disulfida. Kombinasi beta subunit inilah yang membentuk berbagai macam activin ( Activin A [A,A] , AB [A,B] , atau BB [B,B]). Sangat mungkin activin tidak memiliki peran endokrin karena pada kenyataannya kadar serum activin tidak berubah sepanjang siklus menstruasi. Aktivitas utama activin adalah di ovarium, memainkan peran autokrin dengan meningkatkan ekspresi gen reseptor FSH di sel sel granulosa dan mempercepat folikulogenesis. Pertumbuhan folikel selama fase early antral terjadi dengan kecepatan lambat dan konstan. Folikel mencapai ukuran diameter 400m. Pertumbuhan folikel pada fase ini terutama diakibatkan oleh mitosis sel granulose akibat stimulasi FSH. Sampai ke tahap ini, pertumbuhan dan kelangsungan hidup folikel sebagian besar tidak tergantung pada gonadotropin. Pada kenyataannya , wanita prepubertas, dan akseptor kontrasepsi oral bisa memiliki folikel folikel yang berhenti berkembang pada berbagai fase sampai tahap ini. Pada fase perkembangan folikel inilah FSH menjadi penentu tumbuh dan survivenya folikel. Bila tidak terdapat FSH , folikel mengalami atresia. Sel sel theca dan granulose juga merupakan unit hormonal fungsional, yang berperan penting pada produksi estrogen. Stimulasi granulosa oleh FSH meningkatkan ekspresi P450 aromatase. Disamping itu , Sel granulose menghasilkan subunit ketiga famili TGF -- yang berkombinasi dengan subunit subunit yang lain membentuk heterodimer yang dikenal sebagai inhibin A (A) atau inhibin B (B). Melihat bahwa peptida yang predominan pada fase folikuler adalah B, inhibin yang dominan dihasilkan adalah inhibin B. Hormon ini mencapai puncak pada early follicular phase dan terlibat dalam lengkung umpan balik negatif yang menghambat hipofise menghasilkan FSH. Sel theca interstitial , dibawah pengaruh LH, meningkatkan jumlah reseptor LH permukaan sel dan memperkuat aktivitas ensim StAR, 3HSD, dan P450c17, untuk segera meningkatkan produksi androgen. Ekspresi maksimal ensim ensim ini terjadi sesaat sebelum ovulasi. Androgen terutama androstenedione- berdifusi melewati lamina basalis folikel dan merupakan precursor yang digunakan oleh sel sel interstitial dan sel sel granulose untuk menghasilkan estrogen. (two-cells theory). Interaksi kedua tipe sel ini sangat penting karena sel sel theca tidak memiliki aromatase, sementara sel sel granulose kekurangan P450c17.

Estrogen yang dihasilkan bekerja pada folikel, meningkatkan jumlah reseptor FSH di sel granulose. Hal ini mengakibatkan terjadi proliferasi sel granulose yang selanjutnya memainkan peran penting dalam seleksi folikel dominan. Stadium perkembangan folikel selanjutnya adalah fase pertumbuhan antral. Yang ditandai dengan pertumbuhan cepat (1-2mm/hari) dan bersifat gonadotropin dependent. Sebagai respon terhadap FSH, folikel antral tumbuh dengan cepat sampai mencapai diameter 20mm, terutama karena akumulasi cairan antral. Theca interna terus berdifrensiasi menjadi sel sel interstitial yang menghasilkan androstenedione dalam jumlah yang meningkat yang akan diaromatisasi menjadi estradiol. Lapisan sel granulose berdifrensiasi lebih lanjut satu sama lainnya. Membrana layer, karena pengaruh FSH, mendapatkan reseptor LH. Berbeda dengan cumulus layer , tidak memiliki reseptor LH. Perkembangan akhir menuju graafian follicle yang mature merupakan suatu proses seleksi yang umumnya menghasilkan satu folikel dominan yang akan berovulasi. Proses seleksi dimulai pada fase midluteal dari siklus sebelumnya. Kenaikan kadar estrogen akibat folikel preovulatory memperkuat aktivitas FSH di folikel, sementara menimbulkan umpan balik negatif terhadap pelepasan FSH hipofise. Turunnya kadar FSH mengakibatkan terputusnya peran gonadotropin pada folikel folikel antral yang lebih kecil, menyebabkan terjadinya atresia. Folikel dominan terus tumbuh sekalipun kadar FSH menurun dengan mengakumulasi jumlah sel granulose dan reseptor FSH yang lebih banyak . Meningkatnya vaskularisasi sel theca mempermudah penyampaian FSH ke folikel dominan sekalipun kadar FSH menurun. Meningkatnya kadar estrogen di folikel memfasilitasi pengaruh FSH pada pembentukan reseptor LH di sel granulose, yang mengakibatkan folikel mampu memberikan respon terhadap LH surge sebelum ovulasi. Tanpa estrogen , reseptor LH tidak dapat terbentuk di sel granulose. Umpan balik positif estrogen ke hipofise menghasilkan LH surge. Lonjakan LH ini mengakibatkan berlanjutnya proses meiosis I oosit, dimana terjadi pelepasan polar bodi sesaat sebelum ovulasi. Bukti menunjukkan bahwa sel granulose membrana menghasilkan suatu oocyte maturation inhibitor (OMI) yang berinteraksi dengan cumulus untuk menghambat jalannya meiosis hampir sepanjang masa folikulogenesis. OMI menghambat melalui stimulasinya ke cumulus untuk meningkatkan produksi c AMP yang berdifusi ke oosit dan menghentikan maturasi meiotic. Lonjakan LH mengatasi terhentinya meiosis dengan menghambat sekresi OMI, karenanya menurunkan c AMP dan meningkatkan calcium intraseluler, yang memungkinkan berlanjutnya meiosis. Dengan terjadinya lonjakan LH, produksi progesterone meningkat, dan hal ini mungkin bertanggung jawab setidaknya sebagian- bagi terjadinya puncak FSH pada pertengahan

siklus. Puncak FSH merangsang munculnya reseptor LH di sel granulose dalam jumlah yang adekuat untuk terjadinya luteinisasi. FSH, LH, dan progesterone menginduksi munculnya enzim ensim proteolitik yang mengdegradasi kolagen di dinding folikel, sehingga memudahkan untuk ruptur. Produksi prostaglandin meningkat, ikut mengakibatkan kontraksi sel sel otot polos di ovarium, membantu ekstrusi oosit. Lonjakan LH berakhir sekitar 48-50 jam. Tiga puluh enam jam setelah onset lonjakan LH, ovulasi terjadi. Sinyal umpan balik yang mengakhiri lonjakan LH tidak diketahui. Kemungkinan naiknya produksi progesterone mengakibatkan umpan balik negatif dan menghambat sekresi LH hipofise dengan menurunkan pulsatilitas GnRH. Disamping itu, sesaat sebelum ovulasi LH men down regulasi reseptornya sendiri, yang menurunkan aktifitas unit hormonal fungsional (two-cell theory). Sehingga produksi estrogen menurun. Setelah ovulasi dan sebagai respon terhadap LH, sel sel granulose (membrana) dan sel theca interstitial yang tetap berada di folikel masing masing berdifrensiasi menjadi sel granulose lutein dan sel theca lutein membentuk korpus luteum. Disamping itu LH merangsang sel granulose lutein untuk menghasilkan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), yang berperan menumbuhkan vaskularisasi korpus luteum. Neovaskularisasi ini menembus basal membran dan memungkinkan sel granulose lutein mendapatkan LDL bagi biosinthesa progesterone. Setelah ovulasi, sel sel luteal meningkatkan jumlah reseptor LHnya lewat mekanisme yang belum diketahui.Ini penting untuk mempertahankan korpus luteum pada kadar LH basal. Penyelamatan korpus luteum oleh hCG bekerja lewat reseptor LH, ini vital bagi kehidupan embrionik. Sebagai respon terhadap LH dan hCG , sel sel luteal meningkatkan ekspresi P450scc dan 3-hydroxysteroid dehydrogenase (HSD) nya untuk meningkatkan produksi progesterone, 17-progesteron, androstenedione, estradiol dan inhibin A. Sekresi progesterone dan estradiol bersifat episodik dan berhubungan dengan pulsasi LH. FSH sedikit berpengaruh pada produksi progesterone tapi terus merangsang produksi estrogen selama fase luteal. Kadar progesterone terus meningkat dan mencapai puncak sekitar hari ke 8 fase luteal. Fase luteal berakhir sekitar 14 hari. Korpus luteum mulai mengalami luteolisis (programmed cell death) sekitar 9 hari setelah ovulasi.Mekanisme regresi luteal belum sepenuhnya diketahui. Sekali proses luteolisis dimulai , terjadi penurunan cepat kadar progesterone. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa estrogen memiliki peran dalam luteolisis. Estrogen yang disuntikkan ke ovarium dengan korpusluteum mengakibatkan luteolisis dan penurunan kadar progesterone. Data eksperimental menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktifitas aromatase di korpus luteum sesaat sebelum luteolisis terjadi. Peningkatan aktifitas aromatase ini adalah sekunder akibat rangsangan gonadotropin (FSH dan LH), tapi selanjutnya pada fase luteal FSh mungkin memainkan peran yang lebih penting.

Akibatnya, produksi estrogen meningkat, dan ini akan menurunkan aktifitas 3-HSD. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar progesterone dan menimbulkan luteolisis. Faktor factor local seperti oksitosin , yang dihasilkan oleh sel sel luteal, terbukti ikut mengatur sinthesa progesterone. Bukti lain menunjukkan peran prostaglandin pada luteolisis. Data penelitian menunjukkan bahwa prostaglandin F2, dari uterus dan ovarium selama fase luteal, merangsang sintesa sitokin seperti Tumor necrosis factor; yang menyebabkan apoptosis dan karenanya dikaitkan dengan degenerasi korpus luteum. Proses proteolisis diketahui melibatkan enzim enzim proteolitik . Matrix metalloproteinase (MMP) aktivitasnya meningkat selama luteolisis. HCG diketahui sebagai pengatur aktivitas MMP. Ini penting pada kehamilan awal, saat hCG menyelamatkan korpus luteum dan mencegah regresi luteal. Tetapi, jika tidak terjadi kehamilan, korpus luteum berregresi , mengakibatkan menurunnya kadar progesterone, estradiol dan inhibin A. Penurunan hormon hormon ini menyebabkan meningkatnya pulsatilitas GnRH dan sekresi FSH. Peningkatan FSH akan menyelamatkan kohort folikel lainnya dan memulai siklus menstruasi berikutnya. PERAN UTERUS. Fungsi utama uterus adalah akomodasi dan support fetus. Endometrium yang melapisi kavum uteri berdifrensiasi sepanjang siklus menstruasi sehingga dapat memberi support dan nutrisi bagi konseptus. Secara histologis , endometrium terdiri dari epithel yang tersusun dari kelenjar dan suatu stroma yang mengandung stromal fibroblasts dan matrix etracellular. Secara morfologi endometrium terbagi atas 2 lapisan : lapisan basalis dan lapisan fungsionalis. Lapisan basalis melapisi myometrium dan berisikan kelenjar serta pembuluh-pembuluh darah. Memberikan komponen komponen yang diperlukan untuk menumbuhkan lapisan fungsional. Lapisan fungsionalis bersifat dinamis dan mengalami regenerasi setiap siklus. Lapisan inilah khususnya yang dapat mengakomodasi implantasi blastokis. Sepanjang siklus menstruasi endometrium berreaksi terhadap hormon hormon yang dihasilkan oleh ovarium. Menyerupai organ endokrin lain, uterus memiliki network factor factor local yang mengatur aktifitas hormonal. Fase fase endometrium dikoordinasi oleh fase ovulatory. Selama fase folikuler , endometrium mengalami fase proliferasi. Dimulai saat onset mens dan berakhir saat ovulasi. Selama fase luteal, endometrium mengalami fase sekresi. Dimulai saat ovulasi dan berakhir sesaat sebelum menstruasi. Jika tidak terjadi implantasi, setelah fase sekresi terjadi fase degenerasi endometrium. Fase ini menghasilkan menstruasi.

Selama fase folikuler, ovarium menghasilkan estrogen, yang merangsang kelenjar di basalis untuk memulai pembentukan lapisan fungsionalis. Estrogen meningkatkan pertumbuhan melalui peningkatan ekspresi gen sitokin sitokin dan sejumlah growth factors, mencakup EGF, TGF, dan IGF. Faktor factor ini menciptakan lingkungan mikro di endometrium untuk mengatur efek hormon hormon. Di awal siklus, endometrium tipis, total kurang dari 2mm. Kelenjar kelenjar endometrium lurus dan sempit, berjalan dari basalis kepermukaan kavum endometrium. Sejalan dengan pertumbuhan epithel dan stroma disekitarnya , terbentuk reseptor reseptor estrogen dan progesterone. Pembuluh darah spiralis berjalan melalui stroma untuk memberikan vaskularisasi epithel. Akhirnya , fungsionalis melapisi seluruh kavum uteri dan mencapai ketebalan 3-5mm ( tebal total 6-10mm). Fase ini disebut sebagai fase proliferasi. Setelah ovulasi, ovarium menghasilkan progesterone, yang menghambat proliferasi endometrium selanjutnya. Mekanisme ini melalui antagonisasi efek estrogen. Progesteron men down regulate reseptor estrogen di epithel dan memediasi metabolisme estradiol di endometrium dengan merangsang aktivitas 17-HSD dan mengkonversi estradiol menjadi bentuk lemah estrone. Selama fase luteal, epithel kelenjar menumpuk glikogen dan mulai mensekresi glikopeptida dan protein bersama transudat dari plasma- ke kavum endometrial. Cairan inilah yang memberikan nutrisi ke blastokis yang masih melayang bebas. Progesteron juga merangsang difrensiasi endometrium dan menyebabkan perubahan histologis yang khas. Kelenjar kelenjar menjadi lebih berkelok kelok , dan pembuluh spiralis melingkar menyerupai bentuk pembuka gabus. Stroma menjadi sangat edematous karena meningkatnya permeabilitas kapiler sel sel menjadi besar dan polyhedral, masing masing sel membuat basal membran terpisah. Proses ini disebut predesidualisasi. Sel sel ini sangat aktif den berreaksi terhadap sinyal sinyal hormon. Menghasilkan prostaglandin dan factor factor lain yang berperan penting dalam menstruasi, implantasi dan kehamilan. Fase ini disebut fase sekresi. Jika tidak terjadi implantasi embryo, endometrium mengalami fase degenerasi. Withdrawal estrogen dan progesterone yang terjadi mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin PGF2 dan PGE2. Prostaglandin prostaglandin ini mengakibatkan proses vasokonstriksi dan relaksasi yang progresif pada pembuluh spriralis.Reaksi vasomotor ini mengakibatkan iskhemia endometrium dan injuri reperfusi. Akhirnya terjadi perdarahan endometrium dan terbentuknya hematoma. Withdrawal progesterone memicu aktivitas MMP , yang mengakibatkan terjadinya degradasi matrik ekstraseluler. Dengan berlanjutnya iskhemia dan degradasi, fungsionalis menjadi nekrotik dan terkelupas keluar. Pada menstruasi normal jumlah darah berkisar 25-60ml. Sekalipun prostaglandin F2 adalah stimulus potent kontraktilitas myometrium dan membatasi perdarahan postpartum, pengaruhnya terhadap penghentian perdarahan menstruasi sangat sedikit.

Mekanisme utama berhentinya perdarahan adalah pembentukan thrombin-platelet plug dan estrogen induced healing pada lapisal basalis melalui reepithelisasi endometrium, yang dimulai pada fase folikuler dini siklus menstruasi berikutnya. Jika terjadi konsepsi, implantasi dapat terjadi di endometrium selama fase midsekresi(midluteal) , saat endometrium tebalnya cukup dan penuh nutrisi. Sinsitiotrophoblast selanjutnya menghasilkan hCG, yang menyelamatkan korpus luteum dan mempertahankan sekresi progesterone, yang penting bagi perkembangan desidua selengkapnya. Sebagai ringkasan, ovarium memiliki 2 fase selama siklus menstruasi,fase folikuler dan fase luteal. Endometrium memiliki 3 fase dan disinkronisasi oleh ovarium.Lengkung umpan balik yang kompleks antara ovarium dengan hypothalamus-hipofise mengatur siklus menstruasi. Selama fase folikuler , ovarium menghasilkan estradiol, yang merangsang endometrium berproliferasi. Setelah ovulasi (fase luteal) , ovarium menghasilkan estrogen dan progesterone, yang mempertahankan lapisan endometrium dan membuat fase sekresi. Pada siklus tidak hamil, terjadi luteolisis, mengakibatkan terhentinya produksi hormon. Withdrawal hormon ini menghasilkan fase degeneratif dan onset menstruasi.

Kepustakaan . 1. Rosen M, Cedars M. Female Reproductive Endocrinology and Infertility. In: Greenspan F, Gardner DG. Basic and Clinical Endocrinology. New York : Lange Medical Books, 7th ed : 514-522. 2. Michel J Ferin. The Menstrual Cycle : An Integrative View. In : Adashi EY, Rock JA, Rosenwaks Z, eds. Reproductive Endocrinology, Surgery, and Technology. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers, 1996: 103-122. 3. Satoskar PR. The Neuro endocrine system. In: Walvekar VR, Jassawalla MJ, Anjaria PH etal. Reproductive Endocrinology. A Clinical approach. New Delhi: Jaypee bros, 2001: 8-14. 4. Ganong WF. Physiology of reproduction in women. In: Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and treatment. Mc Graw-Hill comp: 2003: 130-153. 5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. The ovarian-endometrial cycle. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. Williams Obstetrics. Mc Graw-Hill comp:2005:40-51. 6. Steven F. Palter. David L. Olive. Reproductive Physiology. In: Berek JS. Novaks Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins, 2002:159-169. 7. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Regulation of the menstrual cycle. In: Speroff L, Glass RH, Kase NG . Clinical Gynecologic Endorinology and Infertility. Lippincott Williams & Wilkins, 1999: 201-246.

Vous aimerez peut-être aussi