Vous êtes sur la page 1sur 22

ABORTUS PROVOKATUS MEDISINALIS

I.

PENDAHULUAN Istilah abortus digunakan untuk menunjukkan fetus yang mati atau

nonviable yang beratnya kurang dari 500 gram ketika lahir. (1) Penelitian Faisal dan Ahmad (1997) menemukan bahwa walaupun aborsi dilarang oleh hukum, praktek aborsi di Indonesia, baik oleh dokter, bidan, maupun dukun tergolong tinggi, dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Sampai 1997 diperkirakan dalam setahun di Indonesia terjadi 750.000 1.000.000 aborsi yang disengaja atau dengan risiko 16,7 22,2 aborsi per kelahiran hidup. Menurut Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang mencakup perempuan kawin usia 15 49 tahun menemukan bahwa tingkat aborsi pada tahun 1997 diperkirakan 12 persen dari seluruh kehamilan yang terjadi. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil analisa data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 2003, yang menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan (SDKI, 2002). (2, 3) Namun menurut Darwin (2000), sejak tahun 2000 diperkirakan kasus aborsi terjadi sebanyak 2 juta kasus per tahun. Hal ini tidak sesuai dengan KUHP yang melarang aborsi tanpa pengecualian, sementara UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan (UUK) melarang dilakukannya aborsi kecuali ada indikasi medis dan dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa ibu. (2) Perkiraan bahwa sejak tahun 2000 terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia dipertegas oleh hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 (Utomo dkk, 2001) di 10 kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Banjarmasin, Denpasar, Manado, dan Makassar), dan 6 kabupaten (Sukabumi, Jepara, Lampung, Tana Toraja, Lombok Timur, dan Kupang) di Indonesia oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia bekerjasama dengan Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat Universitas Atma Jaya, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Kelompok Kesehatan Reproduksi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Persatuan Obstetri dan Ginekolog (POGI), Ikatan Bidan Indonesia, dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Hasil penelitian ini menemukan angka kejadian 2 juta tiap kasus aborsi per tahun berarti 37 aborsi per 100 wanita usia 15 19 tahun, atau 43 aborsi per 100 kelahiran hidup, atau 30% dari kehamilan. Angka ini menunjukkan betapa besar jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). (2)

II.

DEFINISI Kata abortion dalam Blakss Law Dictionary, yang diterjemahkan menjadi

aborsi dalam bahasa Indonesia mengandung arti: The spontaneous or artifcially induced expulsion of an embrio or featus. As used in illegal context refers to induced abortion. Keguguran dengan keluarnya embrio atau fetus tidak semata mata karena terjadi secara alamiah, akan tetapi juga disengaja atau terjadi karena adanya campur tangan (provokasi) manusia. (4) Abortus provokatus adalah istilah latin yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum, yang artinya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seorang wanita hamil. Berbeda dengan abortus spontan yaitu kandungan seorang wanita hamil yang gugur secara spontan. Untuk itu perlu dibedakan antara pengguguran kandungan dan keguguran. Pengguguran kandungan dilakukan dengan sengaja, sedangkan keguguran terjadi tidak disengaja. Untuk menunjukkan pengguguran kandungan, istilah yang sering digunakan sekarang adalah aborsi. (4) Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia aborsi adalah terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup sebelum habis bulan keempat dari kehamilan atau aborsi bisa didefinisikan pengguguran janin embrio setelah melebihi masa dua bulan kehamilan. Menurut perspektif medis aborsi adalah penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus) sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu. (4) Aborsi menurut konstruksi yuridis peraturan perundang undangan di Indonesia adalah tindakan mengugurkan atau mematikan kandungan yang dilakukan dengan sengaja oleh seorang wanita atau orang yang disuruh

melakukan untuk itu. Wanita hamil dalam hal ini adalah wanita yang hamil atas kehendaknya ingin mengugurkan kandungannya, sedangkan tindakan yang menurut KUHP dapat disuruh untuk lakukan itu adalah tabib, bidan atau juru obat. Pengguguran kandungan atau pembunuhan janin yang ada di dalam kandungan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya: dengan obat yang diminum atau dengan alat yang dimasukkan ke dalam rahim wanita melalui lubang kemaluan wanita. (4)

III. INSIDEN Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian : 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura Antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia Antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina Antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand (5) Sebanyak 83% dari seluruh kasus aborsi terjadi di negara berkembang dan 17% terjadi di negara maju. Hasil survei yang diselenggarakan oleh suatu lembaga penelitian di New York yang dimuat dalam International Family Planning Perspectives, Juni 1997, memberikan gambaran lebih lanjut tentang abortus di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Abortus di Indonesia dilakukan baik di daerah perkotaan maupun pedesaan dan dilakukan tidak hanya oleh mereka yang mampu tapi juga oleh mereka yang kurang mampu. (5)

Tabel 1. Pelaku abortus di perkotaan dan pedesaan (Dikutip dari kepustakaan nomor 5)

Cara abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah berturut turut: kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%), prostaglandin/suntikan (4%). Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%), jamu/obat tradisional (33%), alat lain (17%) dan pemijatan (79%). (5) Survei yang dilakukan di beberapa klinik di Jakarta, Medan, Surabaya dan Denpasar menunjukkan bahwa abortus dilakukan 89% pada wanita yang sudah menikah, 11% pada wanita yang belum menikah dengan perincian: 45% akan menikah kemudian, 55% belum ada rencana menikah. Sedangkan golongan umur mereka yang melakukan abortus: 34% berusia antara 30 46 tahun, 51% berusia antara 20 29 tahun dan sisanya 15% berusia di bawah 20 tahun. (5)

IV.

PEMBAGIAN ABORTUS MENURUT PROSES TERJADINYA

A)

Abortus Spontan Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa didahului faktor faktor mekanis ataupun medicinalis, semata mata disebabkan oleh faktor alamiah. (6)

B)

Abortus Provokatus (Induced Abortion) Abortus provokatus (induced abortion) adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat obatan maupun alat alat. Abortus provokatus terbagi menjadi dua:

a. Abortus Provokatus Medicinalis (Abortus provocatus therapeutica) Abortus provokatus medicinalis adalah abortus yang dilakukan dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). (6) b. Abortus Provokatus Kriminalis Abortus provokatus kriminalis adalah abortus yang terjadi karena tindakan tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis. (6)

V.

TAHAP PERKEMBANGAN JANIN Proses kehamilan adalah proses dimana bertemunya sel telur dengan sel

sperma hingga terjadi pembuahan. Proses kehamilan (gestasi) berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir. Usia kehamilan sendiri adalah 38 minggu, karena dihitung mulai dari tanggal konsepsi (tanggal bersatunya sperma dengan telur), yang terjadi dua minggu setelahnya.(7) A) Trimester Pertama (Minggu 0 12) Dalam fase ini ada tiga periode penting pertumbuhan mulai dari periode germinal sampai periode terbentuknya fetus. (7) 1. Periode Germinal (Minggu 0 3) Pembuahan terjadi pada akhir minggu kedua. Sel telur yang telah dibuahi membelah dua 30 jam setelah dibuahi. Sambil terus membelah, sel telur bergerak di dalam lubang falopi menuju rahim. Setelah membelah menjadi 32, sel telur disebut morula. Sel sel mulai berkembang dan hingga blastocyst tertanam pada endometrium. (7) 2. Periode Embrio (Minggu 3 8 ) Pada minggu keempat, embrio mulai terbentuk dan memproduksi hormon kehamilan, Human Chorionic Gonadotropin hormone. Janin mulai membentuk struktur manusia. Saat ini telah terjadi pembentukan otak dan tulang belakang serta jantung dan aorta. Proses terbentuknya sistem saraf

pusat, organ organ utama dan struktur anatomi seperti mata, mulut dan lidah, sedangkan hati mulai memproduksi sel darah. (7) Pada minggu kelima, terbentuk 3 lapisan yaitu ectoderm, mesoderm dan endoderm. Ectoderm adalah lapisan yang paling atas yang akan membentuk sistem saraf pada janin tersebut yang seterusnya membentuk otak, tulang belakang, kulit serta rambut. Lapisan mesoderm berada pada lapisan tengah yang akan membentuk organ jantung, tulang dan organ reproduktif. Lapisan endoderm yaitu lapisan paling dalam yang akan membentuk usus, hati, pankreas dan kandung kemih. (7) Pada minggu keenam hingga kedelapan, sistem pencernaan dan pernafasan mulai dibentuk, bagian wajah mulai terbentuk, anggota tangan serta kaki juga terbentuk walaupun belum sempurna. (7) 3. Periode Fetus (Minggu 9 12) Periode dimana semua organ penting terus bertumbuh dengan cepat dan saling berkaitan dan aktivitas otak sangat tinggi. Semua organ penting yang telah terbentuk mulai bekerjasama. Pertumbuhan otak meningkat dengan cepat, hampir 250.000 sel saraf baru diproduksi setiap menit. Janin mulai tampak seperti manusia kecil dengan panjang 32-43 mm dan berat 7 gram. Pada akhir trimester pertama, plasenta berkembang untuk menyediakan oksigen, nutrisi dan pertukaran hasil metabolisme janin. (7)

Gambar 1. Perkembangan Janin Trimester I Dikutip dari kepustakaan nomor 7

B) Trimester kedua (Minggu 12 24) Bayi telah terbentuk sepenuhnya dan membutuhkan nutrisi melalui plasenta. Bayi telah mempunyai tulang yang kuat dan mulai bisa mendengar suara. Dalam proses pembentukan ini sistem peredaran darah adalah yang pertama terbentuk dan berfungsi. Pada trimester kedua ini terjadi peningkatan perkembangan janin. Pada minggu ke-18 kita bisa melakukan pemeriksaan dengan ultrasongrafi (USG) untuk mengecek kesempurnaan janin, posisi plasenta dan kemungkinan bayi kembar. Jaringan kuku, kulit dan rambut berkembang dan mengeras pada minggu ke 20 21. Indera penglihatan dan pendengaran janin mulai berfungsi. Kelopak mata sudah dapat membuka dan menutup. Janin (fetus) mulai tampak sebagai sosok manusia dengan panjang 30 cm. (7)

Gambar 2. Perkembangan Janin Trimester II Dikutip dari kepustakaan nomor 7

C) Trimester ketiga (24 -40) Dalam trimester ini semua organ tubuh tumbuh dengan sempurna. Janin menunjukkan aktivitas motorik yang terkoordinasi seperti menendang serta sudah memiliki periode tidur dan bangun. Masa tidurnya jauh lebih lama dibandingkan masa bangun. Paru paru berkembang pesat menjadi sempurna. Pada bulan ke 9 ini, janin mengambil posisi kepala di bawah dan siap untuk dilahirkan. Berat bayi lahir berkisar antara 3 3,5 kg dengan panjang 50 cm. (7)

VI. METODE PELAKSANAAN ABORTUS PROVOKATUS MEDISINALIS

Abortus provokatus medisinalis yang dilakukan meski dilakukan dengan prosedur lege artis, tetap saja mengandung risiko kesehatan baik bagi si ibu. Dapat dilakukan melalui manipulasi vagina atau uterus. Cara melakukan abortus buatan dalam garis besarnya dibedakan antara kehamilan triwulan ke 1 dan triwulan ke 2. Perbedaannya ialah pada kehamilan sampai 12 minggu isi kandungan belum besar, sehingga tindakan untuk mengeluarkan janin pada umumnya dapat dilakukan dalam satu tahap sesudah kanalis servikalis dilebarkan. Pada kehamilan yang lebih tua, karena besarnya janin, hal ini tidak mungkin dilakukan sehingga uterus perlu dirangsang untuk berkontaksi dan mengeluarkan janin dan plasenta seperti pada persalinan biasa. Cara melakukan abortus tersebut yaitu: A) Abortus buatan pada triwulan ke 1 (sampai 12 minggu) 1) Metode Penyedotan (Suction Curretage) Pada 1 3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan menarik ari ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Penggunaan metode ini harus teliti dan hati hati untuk menghindari robeknya rahim. Kesalahan penyedotan dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi jika masih ada sisa sisa plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi pasca aborsi. (8) 2) Dilatasi dan Kuretasi (D&C)

Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah inflamasi dan robeknya rahim yang dapat berlanjut hingga ke vesika urinaria. (8)

Gambar 3. Dilatasi dan Evakuasi Pada Aborsi Dikutip dari kepustakaan nomor (9)

3) Pil RU 486 Teknik ini menggunakan 2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan usia 5 9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra indikasi (seperti perokok berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan) yang dapat mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486. (8)

Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka kebutuhan nutrisi janin tidak terpenuhi sehingga janin bisa mati. Pada kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira kira 2 minggu setelah pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu dilakukan (5 10% dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari kemudian, pendarahan hebat, pusing, muntah muntah, rasa sakit hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan beberapa lainnya mengalami serangan jantung. (8) Di Amerika Serikat, percobaan penggunaan RU 486 diadakan pada tahun 1995. Seorang wanita diketahui hampir meninggal setelah kehilangan separuh dari volume darahnya dan akhirnya memerlukan operasi darurat. Efek jangka panjang dari RU 486 belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa alasan yang dapat dipercaya mengatakan bahwa RU 486 tidak saja mempengaruhi kehamilan yang sedang berlangsung, tetapi juga dapat mempengaruhi kehamilan selanjutnya, yaitu kemungkinan keguguran spontan dan cacat pada bayi yang dikandung. (8) 4) Suntikan Methotrexate (MTX) Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid, selaput yang menyelubungi embrio yang

10

juga merupakan cikal bakal plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai 'sistem penyanggah hidup' untuk janin yang sedang berkembang atau mengambil oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta membuang karbondioksida dan produk produk buangan lainnya, tetapi juga memproduksi hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang

memberikan tanda pada corpus luteum untuk terus memproduksi hormon progesteron yang berguna untuk mencegah gagal rahim dan keguguran. (8) MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin, sehingga janin akan kekurangan nutrisi. Sekitar 3 7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil tersebut untuk memicu terlepasnya janin dari rahim. Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu minggu. Si wanita hamil itu akan mendapatkan pendarahan selama berminggu minggu (42 hari dalam sebuah studi kasus), bahkan terjadi perdarahan hebat. Wanita yang masih mengandung pada kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, harus menjalani operasi untuk mengeluarkan janin itu. (8) Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum tulang belakang, kekurangan darah, kerusakan fungsi hati. Meski para dokter aborsi yang menggunakan MTX menepis efek efek samping MTX dan mengatakan MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi, dokter dokter aborsi lainnya tidak setuju karena pada paket injeksi yang digunakan untuk aborsi juga tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan dalam dosis rendah.(8) B) Abortus buatan pada trimester kedua (kehamilan sesudah 16 minggu) 1) Metode Dilatasi dan Evakuasi (D&E) Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu. Metode ini sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit

11

(forsep) dengan ujung pisau tajam untuk merobek robek janin. Hal ini dilakukan berulang ulang hingga seluruh tubuh janin dikeluarkan dari rahim. Karena pada usia kehamilan ini tengkorak janin sudah mengeras, maka tengkorak ini perlu dihancurkan supaya dapat dikeluarkan dari rahim. Jika tidak berhati hati dalam pengeluarannya, potongan tulang tulang yang runcing mungkin dapat menusuk dinding rahim dan menimbulkan luka rahim yang bisa meangakibatkan perdarahan. (8) 2) Metode Racun Garam (Saline) Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat kandungan berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin. Jarum disuntikkan ke dalam uterus dan 50 250 ml (kira kira secangkir) air ketuban dikeluarkan, diganti dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang sudah mulai bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga membuat kulit janin terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira kira satu jam, janin akan mati. Sekitar 33 35 jam setelah suntikan larutan garam itu bekerja, wanita hamil itu akan melahirkan anak yang telah mati dengan kulit hitam karena terbakar. Kira-kira 97% dari wanita yang memilih aborsi dengan cara ini melahirkan anaknya 72 jam setelah suntikan diberikan. Suntikan larutan garam ini juga memberikan efek samping pada wanita yang menggunakannya yang disebut "Konsumsi Koagulopati" (pembekuan darah yang tak terkendali di seluruh tubuh), juga dapat menimbulkan pendarahan hebat dan efek samping serius pada sistem saraf pusat. Serangan jantung mendadak, koma, atau kematian mungkin juga dihasilkan oleh suntikan saline lewat sistem pembuluh darah. (8)

3) Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai adalah hiperosmolar urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus disertai dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang

12

sering ditemui adalah pusing atau muntah muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim. Antara 1 2% dari pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim. (8)

4) Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari plasenta yang tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim karena proses kalahiran yang dipaksa, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.(8) 5) Partial Birth Abortion Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20 32 minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setela itu, kateter penyedot dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar. (8)

13

C) Abortus pada kehamilan trimester ketiga Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan dibuat di perut dan rahim.(8) Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim. Dalam 2 tahun pertama legalisasi aborsi di kota New York, tercatat 271,2 kematian per 100.000 kasus aborsi dengan cara ini.(8)

VII. ASPEK MEDIKOLEGAL ABORTUS PROVOKATUS MEDICINALIS KODEKI BaB II butir 7d Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. (10)

Sumpah Hiprocates Saya tidak akan memberikan obat yang mematikan kepada siapa pun meskipun diminta, atau menganjurkan kepada mereka untuk tujuan itu. Atas dasar yang sama, saya tidak akan memberikan obat untuk menggugurkan kandungan.

Lafal Sumpah Kedokteran Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.

Deklarasi Oslo (1970) Abortus buatan legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik yang keputusanya disetujui secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka dan prosedur operasionalnya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten diinstalasi yang diakui suatu otoritas yang sah, dengan syarat tindakan tersebut disetujui oleh ibu hamil bersangkutan, suami, atau keluarga.

14

Jika dokter yang melaksanakan tindakan tersebut merasa bahwa hati nuraninya tidak membenarkan ia melakukan pengguguran itu, ia berhak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada teman sejawat lain yang kompeten.

Yang dimaksud indikasi medis dalam abortus buatan legal ini adalah suatu kondisi yag benar-benar mengharuskan diambil tindakan tersebut sebab tanpa tindakan tersebut dapat membahayakan jiwa ibu atau adanya ancaman gangguan fisik, mental, dan psikososial jika kehamilan dilanjutkan, atau resiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat mental, atau cacat fisik yang berat.

Hukum UU. Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 75-77 1. Pasal 75 Setiap orang dilarang melakukan aborsi Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/ atau janin, yang menderita penyakit berat dan/ atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. 2. Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan: Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri. Dengan persetujuan ibu hamil. Dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan, dan

15

Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.

3. Pasal 77 Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dan (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan per- Undang-undang-an.

KUHP Pasal 299, 1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. 2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan, atau juru obat, pidananya ditambah sepertiga. 3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu. Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 347 1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

16

Pasal 348 1. Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasar kan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

UU No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). 10,13 Pada penjelasan UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15 dinyatakan sebagai berikut : Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Ayat (2) Butir (a) : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Butir (b) : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.

17

Butir (c) : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya. Butir (d) : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah. Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk. Abortus buatan legal, yaitu abortus buatan yang sesuai dengan ketentuan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, yakni harus memenuhi hal sebagai berikut : a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan; c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada sarana kesehatan tertentu. Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, maka tindakan aborsi tidak diperbolehkan apapun alasannya di luar alasan medis. Ketentuan dalam KUHP Bab XIX Pasal 346, 347, 348, 349 dan Pasal 299 tersebut dilandasi suatu pemikiran atau paradigma bahwa anak yang masih dalam kandungan merupakan subjek hukum sehingga berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Selain itu, apabila dilihat dari aspek hak asasi manusia bahwa setiap orang berhak untuk hidup maupun mempertahankan hidupnya sehingga pengakhiran kandungan (aborsi) dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Dengan kata lain paradigma yang digunakan adalah paradigma yang mengedepankan hak anak (pro-life). Oleh karena itu dalam KUHP tindakan aborsi dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap nyawa. Adapun yang dapat dikenai sanksi pidana berkaitan dengan perbuatan aborsi adalah perempuan yang menggugurkan kandungannya itu sendiri dan juga mereka yang terlibat dalam proses terjadinya aborsi seperti dokter, bidan atau juru obat.

18

Aborsi apabila ditinjau dari prespektif hak perempuan diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Ada kasus-kasus tertentu yang membuat perempuan hamil harus memutuskan untuk melakukan aborsi. Sebagai contoh hamil karena perbuatan kriminal yaitu akibat terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki karena perkosaan. Hal ini juga didukung dengan pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 13 tahun 1992 dipahami sebagai wujud adanya perlindungan terhadap hak perempuan, maka logikanya alasan medis sebagai upaya untuk meyelamatkan jiwa ibu hamil harus dapat pula diberikan kepada perempuan yang mengalami trauma psikis akibat kejahatan seksual. Bila Undang Undang Kesehatan memberikan kewenangan tenaga kesehatan untuk menyatakan seorang perempuan yang sedang hamil harus diaborsi dengan alasan medis dan untuk pelaksanaannya harus dengan persetujuan perempuan yang bersangkutan, suami atau keluarganya, maka tentunya perempuan itu sendiri sebagai orang yang mempunyai hak atas fungsi reproduksinya juga berwenang untuk mengambil keputusan atas dirinya sendiri apabila dirasakan kehamilan itu membawa penderitaan atau trauma berkepanjangan. Keputusan untuk melakukan aborsi dalam kasus seperti ini baru dapat dikatakan legal atau dibenarkan oleh hukum apabila ada persetujuan dari tenaga ahli seperti Psikiater atau Psikolog.

VIII. SYARAT-SYARAT ABORSI DILEGALKAN Berdasarkan deklarasi OSLO 1970 Abortus buatan legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik yang keputusanya disetujui secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka dan prosedur operasionalnya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten diinstalasi yang diakui suatu otoritas yang sah, dengan syarat tindakan tersebut disetujui oleh ibu hamil bersangkutan, suami, atau keluarga. Jika dokter yang melaksanakan tindakan tersebut merasa bahwa hati

19

nuraninya tidak membenarkan ia melakukan pengguguran itu, ia berhak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada teman sejawat lain yang kompeten. Yang dimaksud indikasi medis dalam abortus buatan legal ini adalah suatu kondisi yag benar-benar mengharuskan diambil tindakan tersebut sebab tanpa tindakan tersebut dapat membahayakan jiwa ibu atau adanya ancaman gangguan fisik, mental, dan psikososial jika kehamilan dilanjutkan, atau resiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat mental, atau cacat fisik yang berat.

Berdasarkan UU. NO. 36 tahun 2009 pasal 75 Setiap orang dilarang melakukan aborsi Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/ atau janin, yang menderita penyakit berat dan/ atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

Menurut UU kesehatan pasal 76 abortus provocatus dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut : Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri. Dengan persetujuan ibu hamil. Dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan, dan

20

Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.

Menurut ACOG indikasi medis untuk aborsi therapeutik adalah: Kehamilan akan sangat mengganggu kesehatan fisik dan mental ibu Anak yang lahir adalah cenderung memiliki cacat fisik danmental kuburan Kehamilan itu adalah hasil dari pemerkosaan atau incest

VIII. KOMPLIKASI ABORTUS MEDISINALIS 1. Komplikasi yang paling banyak terjadi setelah aborsi antara lain nyeri, pendarahan karena evakuasi yang tidak lengkap dan atonia uteri, dan infeksi dan luka karena alat yang dipergunakan selama prosedur aborsi. Pada sepsis akibat aborsi, infeksi biasanya dimulai dari endometritis. Jika tidak ditangani, infeksi dapat menyebar ke myometrium dan parametrium. Parametritis bisa berubah menjadi peritonitis. Pasien bisa mengalami bakteremia dan sepsis. Pelvic inflammatory disease adalah komplikasi yang paling sering dari sepsis akibat aborsi. 2. Syok servikal. Vasovagal syncope dihasilkan dari stimulasi kanalis servikalis yang dapat terlihat setelah blok paraservikal. Penggunaan atropin dengan anestesi paracervical atau penggunaan sedatif bisa mencegah syok servikal. 3. 4. Perdarahan masif mengindikasikan adanya atonia uteri atau perforasi. Hematometra. Nyeri perut bawah dengan intensitas yang meningkat pada 30 menit pertama mengindikasikan adanya hematometra. Jika tidak disertai demam atau jika perdarahannya berlangsung cepat, dan pada pemeriksaan uterus membesar, globular, tegang, dapat

mengindikasikan adanya suatu hematometra. Penanganannya adalah dengan reevakuasi segera. 5. Emboli.

21

REFERRENSI

1. 2.

3. 4.

5. 6. 7.

8.

9. 10.

Kumala P. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC; 1998. 3 p. Soge P. Ringkasan Disertai Untuk Ujian Promosi Dokter Dari Dewan Penguji Program Dokter Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2008. Aborsi SN. Seminar Nasional Kedokteran 8 SKP : Mengupas Aborsi 2009. FK UII. Hardianto J. Tinjauan Terhadap Konstruksi Hukum Dakwaan dalam Penuntutan Perkara Aborsi dan Implikasi Yuridis Terhadap Penjatuhan Sanksi Pidana. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2010. Azhari. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Palembang: UNSRI/RSMH; 2002. Subaidah Ratna Juita BRH. Abortus Provocatus Pada Korban Perkosaan Dalam Perspektif Hukum Pidana. Semarang: Universitas Semarang; 2010. Healt W. Proses Kehamilan dan Perkembangan Janin dalam Kandungan [cited 2010 July]; Available from: http://sweetspearls.com/education/proseskehamilan-dan-perkembangan-janin-dalam-kandungan/. Dunia G. Metode dan Proses Aborsi lengkap Available from: http://www.gallerydunia.com/2011/04/metode-dan-proses-aborsi-fullpicture.html. Ndie. Foto Janin Hasil Aborsi. Available from: http://ndieonline.blogspot.com/2011/12/foto-janin-hasil-aborsi-kejam.html. KODEKI. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia NO 221 /PB/A4/04/2002 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

22

Vous aimerez peut-être aussi