Vous êtes sur la page 1sur 9

Asma Bronkial

Definisi
Asma bronkial adalah salah satu penyakit kronik dengan pasien terbanyak di dunia. Diperkirakan 300 juta orang di dunia menderita asma. Angka ini bisa jauh lebih besar kalau kriteria diagnosisnya diperlonggar. Bahkan, tahun ini paling tidak ada tambahan sekitar 100 juta pasien asma lagi. Di Indonesia, diperkirakan sampai 10 persen penduduk mengidap asma dalam berbagai bentuknya.Keluhan yang paling sering muncul dan mudah dikenali adalah sesak napas yang berbunyi ngik-ngik. Asma juga dapat diartikan suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.

Penyebab
Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien. Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.

Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala. Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera

dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.

Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas.Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang. Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk memantau pengobatan. Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma. Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test.

Pengobatan
Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan. Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor betaadrenergik. Bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor betaadrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik. Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang

lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.

Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator peroral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat. Jenis bronkodilator lainnya adalah theophylline. Theophylline biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet longacting. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang. Pada saat pertama kali mengkonsumsi theophylline, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang. Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan. Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:

gangguan proses penyembuhan luka terhambatnya pertumbuhan anak-anak hilangnya kalsium dari tulang perdarahan lambung katarak prematur peningkatan kadar gula darah

penambahan berat badan kelaparan kelainan mental.

Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya. Corticosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma. Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala. Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton) merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejalagejala asma).

Pengobatan
Pengobatan untuk serangan jantung
Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernafasan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda.

Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak nafas yang sangat berat). Nebulizer mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita. Pengobatan asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epinephrine atau terbutaline di bawah kulit dan aminophylline (sejenis theophylline) melalui infus intravena. Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan corticosteroid, biasanya secara intravena (melalui pembuluh darah). Pada serangan asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya rendah, sehingga diberikan tambahan oksigen. Jika terjadi dehidrasi, mungkin perlu diberikan cairan intravena. Jika diduga terjadi infeksi, diberikan antibiotik. Selama suatu serangan asma yang berat, dilakukan:

pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau peak flow meter) pemeriksaan rontgen dada.

Pengobatan Jangka Panjang


Salah satu pengobatan asma yang paling efektif adalah inhaler yang mengandung agonis reseptor beta-adrenergik. Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung. Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler corticosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan theophylline per-oral.

Pencegahan
Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.

Kemajuan Obat Asma


Oleh: Dr Tjandra Yoga Aditama Asma bronkial adalah salah satu penyakit kronik dengan pasien terbanyak di dunia. Diperkirakan 300 juta orang di dunia menderita asma. Angka ini bisa jauh lebih besar kalau kriteria diagnosisnya diperlonggar. Bahkan, tahun ini paling tidak ada tambahan sekitar 100 juta pasien asma lagi. Di Indonesia, diperkirakan sampai 10 persen penduduk mengidap asma dalam berbagai bentuknya. Keluhan yang paling sering muncul dan mudah dikenali adalah sesak napas yang berbunyi ngikngik. Berbagai obat di pasaran juga banyak digunakan para pasien asma. Dapat disampaikan di sini bahwa obat asma pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu pelega (reliever) dan pengontrol (controller). Kerja obat pelega adalah membuat saluran napas yang menyempit menjadi terbuka lebar kembali, disebut juga bronkodilator. Jadi, karena saluran napas menyempit, pasien asma mengeluh sesak. Bila diberi obat pelega, saluran napasnya membuka sehingga tidak sesak lagi. Akan tetapi, bila ada rangsangan, di kemudian hari akan sesak lagi dan tentu saja juga perlu obat pelega lagi. Demikianlah seterusnya. Obat pengontrol memang bertujuan agar saluran napas tidak cepat menyempit bila ada rangsangan tertentu. Yang termasuk dalam obat pengontrol pada dasarnya adalah yang bekerja sebagai antiperadangan (antiinflamasi) serta melalui berbagai mekanisme lainnya. Sulitnya obat pengontrol ini mungkin harus dipakai setiap hari, ada atau tidak adanya serangan, dalam jangka waktu lama, dapat bertahun-tahun. Penggunaan obat Masing-masing golongan obat di atas dijual dalam berbagai merek dagang di pasaran. Sebagian dapat dibeli bebas, umumnya yang bersifat pelega, dan sebagian lagi harus dengan resep dokter. Obat-obat asma ini dapat diberikan dalam bentuk diminum, disuntikkan, atau juga disemprot/diisap (inhalasi).

Maka, katakanlah obat golongan agonis beta 2, misalnya, dapat diberikan dalam bentuk tablet, sirup, suntikan, dan juga ada yang disemprotkan/diisap. Perlu diketahui bahwa cara pemberian obat asma yang paling baik adalah dengan disemprotkan/diisap (inhalasi) langsung ke saluran napas, apalagi untuk pemberian jangka panjang. Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, obat yang disemprotkan/diisap akan masuk langsung ke saluran napas, jadi efeknya lebih cepat. Kedua, karena masuknya langsung ke saluran napas, dosisnya bisa lebih kecil untuk mendapatkan efek yang baik. Ketiga, efek samping obat yang disemprotkan/diisap akan lebih kecil daripada obat yang diminum. Obat yang diminum akan masuk dulu ke perut, lalu diserap pembuluh darah, serta baru diedarkan ke seluruh tubuh dan sebagian ke saluran napas sehingga dosisnya perlu lebih tinggi, efeknya lebih lambat namun efek sampingnya lebih tinggi. Tidak benar pula pendapat sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa obat yang disemprot/diisap akan menyebabkan ketagihan, justru cara pemberian disemprot/diisap inilah yang paling baik. Kombinasi Dalam perkembangan, ada beberapa kombinasi obat yang dapat diberikan, baik antara pelega dan pengontrol maupun 2 obat pelega atau 2 obat pengontrol sekaligus. Setidaknya ada 4 kombinasi yang mungkin dilakukan. Pertama, kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan bronkodilator kerja lama inhalasi. Kombinasi ini aman dan terbukti efektif untuk menangani asma, khususnya serangan asma yang datang pada malam hari. Kedua, kortikosteroid inhalasi dikombinasi dengan bronkodilator yang dimakan/diminum, khususnya golongan teofilin kerja lama. Yang dimaksud dengan obat kerja lama adalah obat yang dapat bekerja selama 12-24 jam, jadi cukup dipakai 1-2 kali sehari saja. Kombinasi ketiga adalah kortikosteroid inhalasi dikombinasi dengan obat golongan leukotriene modifier. Dalam hal ini dua jenis antiinflamasi yang berfungsi sebagai pengontrol digabung jadi satu. Namun, leukotriene modifier selain berperan sebagai antiinflamasi juga berperan mencegah penyempitan saluran napas. Kombinasi keempat adalah obat golongan antikolinergik dengan bronkodilator kerja singkat (yang kerjanya 8 jam, jadi harus digunakan 3 kali sehari). Kombinasi keempat ini adalah penggabungan dua jenis obat pelega, tetapi bila digabungkan jadi satu disebutkan dapat punya efek jangka panjang yang baik. Perkembangan Hingga kini, belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan asma. Penelitian terus dilakukan untuk mendapatkan obat baru. Salah satunya berkonsentrasi untuk menemukan mediator yang lebih kuat dari histamin (salah satu mediator yang banyak dikenal). Mediator yang lebih kuat ini adalah platelet-activating factor dan cysteinyl-leukotrienes (Cys-LT). Antagonis leukotrien adalah salah satu bentuk baru obat antiasma, penemuan baru selama 20 tahun terakhir. Obat jenis ini juga bersifat antagonis terhadap Cys-LT.

Juga dilakukan berbagai penelitian lain untuk mengobati asma melalui penanganan sitokin-sitokin yang dipercaya berperan dalam terjadinya asma, antara lain inter leukin (IL)-4, IL-5, dan IL-13 . Salah satunya adalah penggunaan humanized monoclonal antibody to IL-5 (SB-240563), penelitian ini tadinya sukses pada binatang percobaan, tetapi ketika diterapkan pada manusia hasilnya tidak/belum memuaskan. Penelitian lain pernah mencoba menggunakan antagonis reseptor IL-4, tetapi lagi-lagi hasilnya belum memuaskan. Saat ini juga sedang diteliti efektivitas antagonis IL-13, yang masih harus ditunggu bagaimana hasilnya kelak. Khusus untuk obat pengontrol, kortikosteroid inhalasi tetap merupakan pilihan utama. Kini sedang diteliti agar efek maksimal obat ini berlangsung lokal di paru tanpa dampak sistemik yang merugikan di bagian tubuh lain. Pendekatan yang sedang diteliti antara lain mengupayakan bentuk on-site-activated steroids, seperti ciclesonide, soft steroids, dan bahan yang disebut dissociated steroids. Penutup Kini pilar utama pengobatan asma adalah pemberian obat pelega dan obat pengontrol. Seperti disampaikan di atas, cara pemberian obat terbaik adalah dengan disemprot atau diisap. Untuk ini kini tersedia berbagai teknik pemberian, baik dalam bentuk semprotan (misalnya dalam bentuk inhaler) maupun bubuk kering yang diisap, misalnya dalam bentuk turbohaler atau diskhaler. Untuk mencegah asma malam mungkin diperlukan obat asma kerja lama yang digunakan sebelum tidur supaya pasien dapat tidur nyenyak tanpa harus terganggu serangan asma. Satu hal yang harus dicamkan adalah pentingnya dibina hubungan baik antara dokter, pasien, dan keluarganya. Pengetahuan pasien dan keluarganya tentang seluk beluk asma akan menjadi pilar penting dalam keberhasilan mengendalikan asma pada pasien. dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K) MARS DTM&H Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RS Persahabatan

Vous aimerez peut-être aussi