Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OBSTETRI GINEKOLOGI
OLEH
NECEL
2009
FKUNMUL ♥♥♥
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan dan persalinan merupakan hal yang wajar terjadi pada seorang
perempuan. Kedua hal tersebut berperan penting dalam proses reproduksi guna
mempertahankan kelestarian spesies manusia. Meskipun merupakan suatu hal
yang fisiologis, kehamilan dan persalinan memiliki banyak resiko yang dapat
membahayakan nyawa ibu dan janinnya.
Seorang ibu ketika akan mendekati waktu kelahiran bayi perlu untuk
mempersiapkan segala sesuatunya sebaik mungkin. Persiapan yang perlu
dilakukan adalah memilih tempat bersalin yang memadai dan nyaman, dan
memilih tenaga kesehatan yang akan menolong proses bersalin. Tenaga kesehatan
yang dianjurkan pemerintah dalam menolong persalinan misalnya dukun beranak
terlatih, bidan dan dokter. Permasalahan ketersediaan tenaga kesehatan tersebut
tidak menjadi masalah pada daerah kota atau desa yang mudah terjangkau tetapi
menjadi masalah bagi desa-desa yang terpencil atau terisolir dimana tenaga
penolong persalinan tidak memiliki pengetahuan persalinan yang cukup baik
dalam hal teknik persalinan maupun kebersihan proses persalinan. Pada masa
sekarang pemerintah mengusahakan seiring dengan semakin banyaknya lulusan
tenaga terlatih menyebarkan secara merata ke daerah-daerah terpencil para tenaga
penolong persalinan tersebut.
Angka kematian ibu di Indonesia pada saat persalinan tergolong tinggi
diantara negara berkembang. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena angka
kematian ibu adalah satu parameter yang menunjukkan kualitas pelayanan
kesehatan suatu negara. Hal ini mengakibatkan pentingnya bagi seorang tenaga
kesehatan khususnya dokter dalam memandu suatu pimpinan persalinan. Seorang
dokter dituntut memiliki kompetensi untuk mendiagnosis dan melakukan tindakan
penanganan suatu persalinan normal.
Dengan semakin berkembangnya ilmu kedokteran khususnya ilmu
mengenai obstetri dan ginekologi maka semakin berkembang pula teknik-teknik
dalam persalinan untuk mencegah kematian dan komplikasi akibat persalinan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengenalan Persalinan
Pengenalan Persalinan
Wanita hamil yang telah mendekati hari perkiraan pelahiran bayi wajib
untuk mengetahui tanda-tanda persalinan. Wanita hamil harus segera melapor
pada awal persalinan daripada menunda-nunda sampai waktu kelahiran telah
dekat karena kekhawatiran mengalami persalinan palsu. Penting bagi seorang
tenaga kesehatan untuk mendiagnosa apakah yang terjadi adalah persalinan
sejati (sebenarnya) ataukah persalinan palsu. Persalinan sejati didiagnosis
apabila kontraksi yang menimbulkan nyeri (his) disertai oleh pendataran
lengkap serviks, bloody show (darah lendir), atau pecahnya keruban. Wanita
dengan tanda-tanda ini diharuskan melahirkan bayi dalam waktu 12 jam.
(Cunningham, et.al 2006)
Tabel perbedaan persalinan sejati dan sebenarnya
- uji nonstress (NST): penilaian ada tidaknya akselerasi denyut jantung janin
dengan gerakan janin
- uji stress kontraksi (CST): penilaian frekuensi denyut jantung janin
sebelum, selama, dan setelah kontraksi uterus jika psaien telah in partu
Dengan pemeriksaan di atas dapat ditentukan apakah terdapat gawat janin atau
tidak. Pada kasus persalinan palsu dan telah dilakukan tes di atas dan hasilnya
normal maka ibu dapat dipulangkan dari unit bersalin. Jika terdapat hasil yang
tidak normal maka ibu harus dirawat untuk memperbaiki keadaan ibu dan
janinnya. (Cunningham, et.al, 2006)
Kala 4 : mulai dari lahirnya uri selama 1-2 jam. Merupakan kala
pengawasan seteah uri lahir 1-2 jam. Darah yang keluar harus ditakar
sebaik-baiknya. Kehilangan darah pada persalinan adalah biasa disebabkan
oleh luka karena pelepasan uri dan perobekan pada serviks dan perinium.
Rata-rata dalam batas normal jumlah pendarahan adalah 250cc. Biasanya
100-300cc. Bila pendarahan sudah lebih dari 500cc, ini sudah dianggap
abnormal. Harus dicari sebabnya (Cunningham, et. al, 2006)
Paling sering, kecuali kalau sudah ada perdarahan yg lebih dari darah lendir,
pemeriksaan vagina dgn kondisi aseptik dilakukan untuk mengetahui hal2
berikut:
a. Penipisan servix
b. Dilatasi servix
c. Posisi servix
d. Bagian presentasi
e. Stasi
f. Deteksi pecahnya selaput ketuban
Pemeriksaan Vagina
1. Palpasi Cervix,
Dengan melakukan palpasi cervix kita dapat menentukan
Apakah cervix lunak / kenyal?
Apakah cervix tipis dan mendatar atau tebal dan panjang?
Apakah cervix mudah di dilatasikan / tidak?
Apakah cervix tertutup atau terbuka? Kalau terbuka, perkirakan lebarnya
diameter cincin cervix.
2. Presentasi, yaitu dapat ditentukan :
Apakah presentasinya – kepala, bokong, atau bahu?
Apakah ada caput succendaneum? Dan apakah kecil atau besar?
Sampai dimana turunnya bagian terendah janin? Dimanakah kedudukan
bgaian terendah janin (bukan caput succendaneum) terhadap garis spina
ischiadica kanan – kiri ?
Kalau di atas garis, maka stasiunnya : -1, -2, atau -3 cm. Kalau di
bawahnya : +1, +2, atau +3 cm.
TANDA VITAL IBU. Suhu, denyut nadi, tekanan darah ibu dievaluasi
setidaknya setiap 4 jam (Tabel13-3). Jika selaput ketuban telah pecah lama
sebelum awitan persalinan, atau jika terjadi kenaikan suhu ambang, suhu
diperiksa tiap jam. Selain itu, bila terjadi pecah ketuban yang lama-lebih dari
18 jam-disarankan untuk memberikan antibiotik profilaksis terhadap infeksi
steptokokus grup B. (American College of Obstetricians and
Gynecologists,1996).
POSISI IBU SELAMA PERSALINAN. Ibu yang dalam proses bersalin tidak
perlu berbaring di tempat tidur pada awal persalinan. Sebuah kursi yang
nyaman mungkin lebih bermanfaat secara psikologis. Di tempat tidur, ibu
hendaknya diperolehkan mengambil posisi yang rasanya enak, paling sering
adalah berbaring miring. Ibu tidak harus ditahan pada posisi terlentang.
Bloom dkk. (1998) melakukan percobaan acak untuk berjalan selama
persalinan pada 1000 wanita dengan kehamilan risiko rendah. Mereka
menemukan bahwa berjalan tidak mempercepat atau mengganggu persalinan
aktif dan tidak berbahaya.
AMNIOTOMI. Bila selaput ketuban masih utuh, ada dorongan yang besar-
bahkan pada persalinan normal sekalipun-untuk melakukan amniotomi.
Manfaat yang diperkirakan adalah persalinan bertambah cepat, deteksi dini
kasus pencemaran mekonium pada cairan amnion, dan kesempatan untuk
memasang elektroda ke janin serta memasukkan pressure catheter ke dalam
rongga uterus. Jika amniotomi dilakukan, harus diupayakan menggunakan
teknik aseptik. Yang penting, kepala janin harus tetap berada di serviks dan
tidak dikeluarkan dari panggul selama prosedur; karena tindakan seperti itu
akan menyebabkan prolaps tali pusat.
E. Kelahiran spontan
Pada waktu kepala meregangkan vulva dan perineum pada saat
kontraksi sehingga cukup untuk membuka introitus vagina menjadi
berdiameter sekitar 5 cm, perlu memasang duk steril dengan satu tangan untuk
melindungi introitus dari anus dan kemudian menekan ke depan pada dagu
janin melalui perineum tepat di depan coccygis, sementara tangan lainnya
memberikan tekanan di atas pada occiput. Kepala dilahirkan secara berlahan
dengan basis occiput berputar di tepi bawah symphisis pubis sebagai titik
tumpu, sementara bregma (fontanela anterior), dahi dan wajah berturut-turut
terlihat di perineum. Setelah kepala lahir, kepala mengadakan putaran paksi
luar ke arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya melahirkan bahu janin.
Mula-mula lahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping
kiri dan kanan kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan kearah anus
sehingga lahir bahu depan, tarikan tidak boleh terlalu keras dan kasar oleh
karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoidues.
Kemudian, kepala janin diangkat kearah simfisis untuk melahirkan bahu
belakang.
Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha selanjutnya ialah
melahirkan badan janin, trokanter anterior dan disusul trokanter posterior.
Dengan kedua tangan di bawah ketiak janin dan sebagaian di atas dipunggung
atas berturut-turut dilahirkan badan janin, trokanter anterior dan trokanter
posterior.
Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal akan segera menarik napas
dan langsung menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala ke
bawah kira-kira membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar.
Lendir pada jalan napas segera dibersihkan atau diisap dengan
pengisap lendir. Tali pusat dipotong 5-10 cm dari umbilikus diantara 2 cunam
Kocher. Bila kemungkinan akan melakukan exchange transfusion pada bayi
maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-15cm. Ujung tali
pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat kuat. Hal ini harus diperhatikan
benar karena bila ikatan kurang kuat, ikatan dapat terlepas dan perdarahan dari
tali pusat masih dapat terjadi yang membahayakan bayi tersebut. Kemudian
diperhatikan kandung kencing ibu. Bila penuh, dilakukan pengosongan
kandung kencing, sedapat-dapatnya wanita bersangkutan disuruh kencing
sendiri. Kandung kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan
mengganggu pelepasan plasenta yang berarti menimbulkan perdarahan
postpartum. (Winkjosastro, 2006)
Tali pusat yang melilit janin bisa memicu kematian. Tetapi ternyata
lilitan tali pusat tidaklah terlalu membahayakan. Lilitan tali pusat menjadi
bahaya ketika memasuki proses persalinan dan terjadi kontraksi rahim
(mulas) dan kepala janin mulai turun memasuki saluran persalinan. Lilitan tali
pusat menjadi semakin erat dan menyebabkan penekanan atau kompresi pada
pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya, suplai darah yang
mengandung oksigen dan zat makanan ke bayi akan berkurang,
mengakibatkan bayi menjadi sesak atau hipoksia.
Penanganan
Pada bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian
terendah janin (kepala atau bokong) belum memasuki bagian atas rongga
panggul. Pada janin letak sungsang atau lintang yang menetap meskipun telah
dilakukan usaha untuk memutar janin (Versi luar/knee chest position) perlu
dicurigai pula adanya lilitan tali pusat. Tanda penurunan detak jantung janin di
bawah normal, terutama pada saat kontraksi rahim. (Conectique, 2008)
G. Pelahiran Bahu
H.Membersihkan nasofaring
Teknik Intubasi
Tali pusat dipotong di antara dua klem seperti yang dipasang 4 atau 5 cm
dari abdomen janin dan kemudian satu klem tali pusat dipasang 2 atau 3 cm
dari abdomen janin. Sebaiknya dalam memilih klem, gunakan klem plastik
yang aman, efisien, mudah disterilkan dan tidak terlalu mahal. (Cunningham,
et.al, 2006)
Partus kala III disebut kala uri. Kelalaian dalam memimpin kala III dapat
mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri dimulai sejak bayi lahir
lengkap sampai plasenta lahir lengkap. Ada 2 tingkat pada kelahiran plasenta,
yaitu :
1. melepasnya plasenta dari implantasinya pada dinding uterus
2. pengeluaran plasenta dari dalam kavum uteri
(Winkjosastro, 2006)
1. Uterus menjadi globular, dan biasanya lebih kencang. Tanda ini terlihat
paling awal.
2. Sering ada pancaran darah mendadak
3. Uterus naik di abomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun
masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya mendorong
uterus ke atas.
4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina, yang menunjukkan bahwa
plasenta telah turun. (Cunningham & et, 2006)
Tanda-tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi
lahir dan biasanya dalam 5 menit. Kalau plasenta sudah lepas, dokter harus
memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk
mengejan dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk
mendorong plasenta. Kalau upaya ini gagal atau kalau pengeluaran spontan
tidak mungkin karena anestesi, dan setelah memastikan bahwa uterus
berkontraksi kuat, tekan fundus uteri dengan tangan untuk mendorong plasenta
yang sudah terlepas ke dalam vagina (Cunningham, et. al, 2006)
Kelahiran plasenta
K. Kala IV
Anonim. (2005). Pelatihan APN. Retrieved October 18, 2008, from Instalasi
Kesehatan Reproduksi Pemalang: http://kesehatanreproduksi.tripod.com/apn.html
Paisal. (2007, October 20). Persalinan: Operasi Sesar atau Normal. Retrieved
Oktober 19, 2008, from Warta Medika:
http://www.wartamedika.com/2007/10/persalinan-operasi-sesar-atau-
normal.html>Persalinan : Operasi Sesar atau Normal?
Free to distributed and copied as if nothing of part of this document isn`t deleted
or changed.