Vous êtes sur la page 1sur 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN (OBSTRUKSI USUS)

OLEH KELOMPOK 2
Ayu Komang Dian Cahyanti I Dw. Ag. Ayu Sri Ariesti I Gst. Ag. Gd. Ary Martapan I. A. Putu Maheswari Ketut Yastrini Ni Ketut Pusparini Ni Luh Gd. Trisma Dewi Putu Jemi Aryawan (083210121) (083210127) (083210131) (083210139) (083210143) (083210146) (083210149) (083210165)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI 2009
GASTRITIS A.Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi Gastritis adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosi. Erosif karena perlukaan hanya pada bagian mukosa. Bentuk berat dari gastritis ini adalah gastritis erosive atau gastritis hemoragik. Perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajad dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat. 2. Epidemiologi/insiden kasus

Pada beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok (ulcer) dan dapat meningkatkan resiko dari kanker lambung. Akan tetapi bagi banyak orang, gastritis bukanlah penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan pengobatan.

3.

Etiologi/penyebab a. Obat analgetik anti inflamasi, terutama aspirin. b. Bahan-bahan kimia c. Merokok d. Alkohol e. Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat. f. Refluks usus ke lambung. g. Endotoksin. Patogenesis Seluruh mekanisme yang menimbulkan gastritis erosif karena keadaan-keadaan klinis yang berat belum diketahui benar. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan rusaknya mukosa lambung adalah: a. Kerusakan mukosa barrier sehingga difusi balik ion H+ meninggi. b. perfusi mukosa lambung yang terganggu c. jumlah asam lambung. Faktor ini saling berhubungan, misalnya stres fisik yang dapat menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu, sehingga timbul daerah-daerah infark kecil. Di samping itu, sekresi asam lambung juga terpacu. Pada gastritis refluks, gastritis karena bahan kimia, obat, mukosa barrier rusak, menyebabkan difusi balik ion H+ meninggi. Suasana asam yang terdapat pada lumen lambung akan mempercepat kerusakan mukosa barrier oleh cairan usus.

4.

Faktor Predisposisi

Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung. Beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya gastritis antara lain :

Infeksi bakteri. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada masa kanak - kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat - obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer. Penggunaan alkohol secara berlebihan. Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal. Penggunaan kokain. Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan gastritis. Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung. Kelainan autoimmune. Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini

mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua. Crohn's disease. Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn's disease (yaitu sakit perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala gastritis. Radiasi and kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung. Penyakit bile reflux. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemaklemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis. Faktor-faktor lain. Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.

5.

Patofisiologi
Factor predisposisi

NSAID

H. Pilory

Mukosa gangrene/ perforasi Mukosa lambung, edema dan hiperemik

Perubahan sel parietal

atrofi Infiltrasi seluler

Mensekresi getah lambung mengandung banyak mukus Ulserasi superfisial hemoragi

Fundus/korpus

Gastritis Kronis

Gastritis akut

1.ansieta s

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Resiko kekurangan volume cairan

4. Kurang pengetahua n

5. Nyeri

6.

Klasifikasi Gastritis ada dua yaitu: a. Gastritis akut Ulserasi suferfisial yang menimbulkan hemoragik Ketidaknyamanan abdomen (mual, anoreksia) Muntah serta cegukan Dapat terjadi kolik dan diare

b. Gastitis kronis Dapat diklasifikasikan sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A sering juga disebut sebagai gastritis autoimun yang diakibatkan oleh sel sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Gastritis tipe B sering disebut gastritis H. pillory mempengaruhi antrum dan pylorus (ujung bawah lambung dekat duodenum) Gastritis tipe A: asimptomatis Gastritis tipe B: mengeluh anoreksia sakit ulu hati setelah makan bersendawa rasa pahit dalam mulut
mual dan muntah

7.

Gejala Klinis

Walaupun banyak kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala dan tanda-tanda penyakit ini sama antara satu dengan yang lainnya. Gejala-gejala tersebut di antaranya: Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan. Mual Muntah Anoreksia Kembung Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan Kehilangan berat badan Gastritis yang terjadi tiba-tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan sakit perut bagian atas, seangkan gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya mempunyai gejala seperti sakit yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera. Kadang gastritis dapat menyebabkan perdarahan pada lambung, tapi hal ini jarang menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi borok pada lambung. Perdarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feses dan memerlukan perawatan segera.

8.

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan, kecuali mereka yang mengalami perdarahan hebat hingga menimbulkan gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dinginn, takikardi sampai gangguan kesadaran.

9.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik: a. Endoskopi, khususnya gastroduodenoskopi. Hasil pemeriksaan akan ditemukan gambaran mukosa sembab, merah, mudah berdarah atau terdapat perdarahan spontan, erosi mukosa yang bbervariasi. b. Histopatologi c. Radiologi dengan kontras ganda, meskipun kadanng dilakukan tapi tidak begitu memberikan hasil yang memuaskan.

10. Prognosis Penyakit gastritis dapat disembuhkan melalui proses pertahapan. Tahap pertama adalah konservatif empiris terapi atau terapi percobaan selama 4-6 minggu yang bisa dilakukan oleh siapa saja baik dokter umum maupun puskesmas. Pasca terapi, maka harus dilihat perkembangannya, jika membaik maka pengobatan dihentikan. Tapi jika belum ada perbaikan yang signifikan, maka lanjut ke tahap yang selanjutnya, yaitu menjalani pemeriksaan endoskopi yang dilakukan oleh dokter spesialis untuk bisa diketahui jenis penyakit gastritis yang diderita., mulai dari gastritis, tukak lambung, polip, sampai tumor. Dari sini diketahui jenis obat mana yang cocok untuk dikonsumsi. 11. Terapi Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan mungkin memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan, atau dalam kasus yang jarang pembedahan untuk mengobatinya. Terapi terhadap asam lambung: Antasida

Penghambat asam Penghambat pompa proton Cytoprotective agents Terapi terhadap H. Pylory Yang sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik. Pencegahan Makan secara benar Hindari alkohol Hindari merokok Olahraga teratur Kendalikan stres

12. Penatalaksanaan Gastritis akut diatasi dengan mengintruksikan pasien untuk menghindari alcohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila pendarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (mis., aluminium hidroksida); untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer atau cuka encer. Bila korosi luas atau berat, emetic dan lavase dihindari karena bahaya perforasi.

Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic, dan sedatif, antasida, serta cairan intravena. Endoskopi fiber optic mungkin diperlukan. Pembedahan darurat mungin diperlukan untuk mengangkat gangrene atau jaringan. Gastrojejunostomi atau reseksi lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi pylorus. Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stress, dan memulai farmakoterapi. H. pylory dapat diatasi dengan antibiotic

(seperti tetrasiklin atau amoksisilin) dan garam bismuth (Pepto-Bismol). Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorpsi vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap factor intrinsik

B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian Selama mengumpulkan riwayat, perawat menanyakan tentang tanda dan gejala pada pasien. Apakah pasien mengalami nyeri uluhati, tidak dapat makan, mual atau muntah?. Apakah gejala terjadi pada waktu kapan saja, sebelum atau sesudah makan, setelah mencerna makanan pedas atau pengiritasi, atau setelah mencerna obat tertentu, atau alcohol?. Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress, alergi, makan atau minum terlalu banyak atau makan terlalu cepat?. Bagaimana gejala hilang? Adakah riwayat penyakit lambung sebelumnya atau pembedahan lambung? Riwayat diet ditambah jenis diet yang baru dimakan selama 72 jam, akan membantu. Riwayat lengkap sangat penting dalam membantu perawat untuk mengidentifikasi apakah kelebihan diet atau diet sembrono yang di ketahui, berhubungan dengan gejala saat ini, apakah orang lain pada lingkungan pasien mempunyai gejala serupa, apakah pasien memuntahkan darah, dan apakah elemen penyebab yang diketahui telah tertahan. Tanda yang diketahui selama pemeriksaan fisik mencakup nyeri tekan abdomen, dehidrasi (perubahan turgor kulit, membran mukosa kering), dan bukti adanya gangguan sistemik dapat menyebabkan gejala gastritis. Lamanya waktu dimana gejala saat ini hilang dan metode yang digunakan oleh pasien untuk mengatasi gejala, serta efekefeknya, juga diidentifikasi. 2. Diagnosis Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa,keperawatan utama mencakup yang berikut: Ansietas berhubungan dengan pengobatan Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan masukan nutrien yang tidak adekuat. Resiko kekurangan volume cairan tidak cukup dan kehilangan cairan berlebihan karena muntah. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan diet dengan proses penyakit Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi

3.

Perencanaan dan Implementasi Tujuan utama mencakup mengurangi ansietas, menghindari makanan pengiritasi dan menjamin masuknya nutrien adekuat, mempertahankan keseimbangan cairan meningkatkan kesadaran tentang penatalaksanan diet dan menghilangkan nyeri.

4.

Intervensi Keperawatan Mengurangi ansietas. Bila pasien mencerna asam atau alkali, maka tindakan darurat diperlukan. Terapi pendukung diberikan pada pasien dan keluarga selama pengobatan dan setelah mencerna asam atau alkali yang telah dinetralisasi atau diencerkan. Pasien perlu disiapkan untuk pemerikasaan diagnostik (endoskopi) atau pembedahan. Asietas karena nyeri dan modalitas pengobatan biasanya timbul demikian juga rasa takut terhadap kerusakan permanen pada esofagus. Perawat menggunakan pendekatan untuk mengkaji pasien dan menjawab semua pertanyaan selengkap mungkin. Semua prosedur dan pengobatan dijelaskan sesuai dengan minat dan tingkat pemahaman pasien. Meningkatkan nutrisi. Untuk gastritis akut, dukungan fisik dan emosi diberikan dan pasien dibantu untuk menghadapi gejala, yang dapat mencakup mual, muntah, sakit uluhati, dan kelelahan. Makanan dan cairan tidak diijinkan melalui mulut selama beberapa jam atau beberapa hari sampai gejala akut berkurang. Bila terapi intravena diperlukan, pemberiannya dipantau dengan teratur, sesuai dengan nilai elektrolit serum. Bila gejala berkurang, pasien diberikan es batu diikuti cairan jernih. Makanan padat diberikan sesegera mungkin untuk memberikan nutrisi oral, menurunkan kebutuhan terhadap terapi intravena, dan meminimalkan iritasi pada mukosa lambung. Bila makanan diberikan, adanya gejala yang menunjukkan berulangnya episode gastritis dievaluasi dan dilaporkan. Masukkan minuman mengandung kafein di hindari karena kafein adalah stimulan sistem syaraf pusat yang meningkatkan aktifitas lambung dan sekresi pepsin. Penggunaan alkohol juga dihindari, demikian juga merokok karena merokok akan mengurangi sekresi bikarbonat pankreas dan karenanya menghambat netralisasi asam lambung dalam

duodenum. Nikotin juga meningkatkan stimulasi parasimpatisan yang meningkatan aktifitas otot dalam usus dan dapat menimbulkan mual dan muntah. Meningkatkan keseimbangan cairan. Masukkan dan haluaran cairan setiap hari dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda awal dehidrasi (haluaran urin minimal 30 ml/jam, masukkan minimal 1,5 L/hari). Bila makanan dan minuman ditunda, cairan intravena (3 liter/hari) biasanya diberikan. Masukkan cairan ditambah nilai kalori diukur (1 L 5% dekstrosa dalam air = 170 kalori karbohidrat). Nilai elektrolit (Natrium, kalium, klorida) dapat dikaji setiap 24 jam untuk deteksi indikator awal ketidakseimbangan. Perawat harus selalu waspada terhadap adanya indikator gastritis hemoragi: hematemesis(muntah darah), takikardia, dan hipotensi. Bila ini terjadi, dokter di waspadakan, tanda vital dipantau sesuai kebutuhan kondisi pasien dan ikut pedoman penatalaksanaan pendarahan saluran GI. Menghilangkan nyeri. Pasien diinstruksikan untuk menghindari makanan dan minuman yang dapat mengiritasi mukosa lambung. Perawat mengkaji tingkat nyeri dan kenyamanan pasien setelah penggunaan obat-obatan dan menghindari zat pengiritasi. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah. Pengetahuan pasien tentang gastritis dievaluasi sehingga rencana penyuluhan dapat bersifat individual. Diet diresepkan dan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan kalori harian pasien, makanan yang disukai, dan pola makan. Pasien diberi daftar zat-zat yang harus dihindari (mis; kafein, nikotin, bumbu pedas, pengiritasi, atau makanan yang sangat merangsang, alkohol). Antibiotik, garam bismut, obat-obatan untuk menurunkan sekresi lambung dan obat-obatan untuk melindungi selsel mukosal dari sekresi lambung diberikan sesuai resep. Pasien dengan anemia pernisiosa diberi instruksi tentang kebutuhan terhadap injeksi vitamin B12 jangka panjang. 5. Evaluasi Hasil yang diharapkan 1. 2. Menunjukkan berkurangnya ansietas. Menghindari makan makanan pengiritasi atau minuman yang mengandung kafein atau alkohol. 3. Mempertahankan keseimbangan cairan. Mentoleransi terapi intravena sedikitnya 1,5 L setiap hari.

a.

b. c. d. 4. a. b. 5.

Minum 6-8 gelas air setiap hari. Mempunyai haluaran urin kira-kira 1 L setiap hari. Menunjukkan turgor kulit yang adekuat. Mematuhi program pengobatan Memilih makanan dan minuman bukan pengiritasi. Menggunakan obat-obatan sesuai resep. Melaporkan nyeri berkurang

SIROSIS HEPATIS A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi

Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, di ikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer Arief, 1999). Sirosis Hepatis adalah suatu penyakit hati dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan, menjadi tidak teratur dan terjadinya pertambahan jaringan (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi (Soeparman, 1987). 2. Etiologi Penyebab sirosis hati biasanya tidak dapat diketahui hanya berdasarkan pada klasifikasi morfologis hati yang mengalami sirosis. Dua penyebab yang sampai saat sekarang masih dianggap paling sering menyebabkan sirosis ialah hepatitis virus dan alkoholisme. Sirosis yang diakibatkan penyakit genetik Dapat disebutkan disini misalnya galaktosemia, penyakit glycogen storage, defisiensi alfa-1 antitripsin, penyakit hemokromatosis, dan lain-lain. Sirosis karena bahan kimia Kerusakan karena bahan kimia ada 2 macam : - Kerusakan yang hampir pasti terjadi oleh suatu macam obat, dose dependent. - Kerusakan yang tidak dapat di duga sebelumnya, not-dose dependent. 3. Patofisiologi Meskipun ada beberapa factor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai factor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan

frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alcohol yang berlebihan merupakan factor penyebab yang uatama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum-minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alcohol yang tinggi.

Pathway
Virus hepatitis,alkohol

Poliferasi jaringan ikat

Poliferasi, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati

Kekacauan susunan parenkim hati

Perubahan sirkulasi mikro Perubahan anatomi pembuluh darah Perubahan seluruh sistem arsitektur hati

Pertambahan jaringan (fibrosis) di jaringan parenkim hati yang mengalami regenerasi

Peradangan difus Sirosis Hepatis

1. Intoleransi aktivitas

2. Perubahan suhu tubuh, hipertermia

3. Gangguan integritas kulit

4. Resiko Cedera

4. Klasifikasi Ada tiga tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati 1. Sirosis Portal Laennec (alkoholik, nutrisional), di mana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebabkn oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe sirosis yang paling sering ditemukan di Negara Barat. 2. Sirosis poscanekrotkl, di mana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. 3. Sirosis bilier, di mana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis); insidensnya lebih rendah daripada insidens sirosis Laennec dan Poscanekrotik.

5.

Manifestasi Klinis a. Pembesaran Hati Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hal tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat dari pembesaran hati yang cepat. Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler). b. Obstruksi Portal dan Asites Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah-darah dari organ digestif akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan dperlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal. Kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan seperti ini akan cenderung menderita dispepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. c. Varises Gastrointestinal Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus

gastrointestinal. Esofagus, lambung, dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.. d. Edema Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. e. Defisiensi Vitamin dan Anemia Karena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vutamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersamasama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. f. Kemunduran Mental Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pad sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu sera tempat, dan pola bicara. 6. Evaluasi Diagnostik Derajat penyakit hati dan pengobatannya ditentukan setelah mengkaji hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Karena fungsi hati yang kompleks, ada banyak pemeriksan diagnostik yang dapat dilakukan untuk memberikan informasi tentang fungsi hati. Pasien harus mengetahui mengapa semua pemeriksaan ini harus, mengapa dipandang penting, dan bagaimana cara bekerja sama dalam menjalaninya. Pada disfungsi parenkimal hati yang berat, kadar albumin serum cenderung menurun sementara kadar globulin serum meningkat. Pemeriksaan enzim menunjukkan kerusakan sel hati, yaitu: kadar alkali fosfatase, AST (SGOT) sera ALT (SGPT) meningkat dn kadar kolinesterase serum dapat menurun. Pemeriksaan bilirubin dilakukan untuk mengukur ekskresi empedu atau retensi empedu. Laparoskopi yang dikerjakan bersama biopsi memungkinkan pemeriksa untuk melihat hati secara langsung. Pemeriksaan pemindai USG akan mengukur perbedaan densitas antara sel-sel parenkim hati dan jaringan parut. Pemeriksaan pemindai CT (computed tomography), MRI, dan pemindai radioisotop hati memberikan informasi tentang besar hati dan aliran darah hepatik serta obstruksi aliran tersebut. Analisis gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan ventilasi-

perfusi dan hipoksia pada sirosis hepatis. 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Misalnya, antasida diberikan untuk mengurangi distres lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat factor pecetus, khususnya penyalahgunaan alcohol dalam jangka waktu yang lama di camping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani penderita. Pola penggunaan alcohol yang sekarang dan pada masa lampau (durasi dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Yang juga harus dicatat adalah riwayat kontak dengan zat-zat toksik di tempat kerja atau selama melakukan aktivitas rekreasi. Pajanan dengan obat-obat yang potencial bersifat hepatotoksik atau dengan obat-obat anastesi umum dicatat dan dilaporkan. Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan tentang status jasmani dan rohani. Di samping itu, hubungan pasien dengan keluarga, sahabat, dan teman sekerja dapat memberikan petunjuk tentang kehilangan kemampuan yang terjadi sekunder akibat penggunaan alcohol dan sirosis. Distensi abdomen serta meteorismus (kembung), perdarahan gastrointestinal, memar, dan perubahan berat badan perlu diperhatikan. Status nutrisi yang merupakan indikator penting pada sirosis dikaji melalui penimbangan berat yang dilakukan setiap hari, pemeriksaan antropometrik, dan pemantauan protein plasma, transferin, serta kadar kreatinin. 2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pada semua data hasil pengkajian, diagnosa yang mungkin muncul adalah: a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran keadaan

umum, pelisutan otot, dan gangguan rasa nyaman.. b. Perubahan suhu tubuh, hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis. c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status imunologi, edema, dan nutrisi yang buruk. d. Resiko untuk cedera berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan dan hipertensi portal.

3.

Rencana Tindakan dan Rasionalisasi a. Dx: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran keadaan umum, pelisutan otot, dan gangguan rasa nyaman.. Tujuan : Peningkatan enrgi dan partisipasi dalam aktivitas Intervensi: Tawarkan diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K) Motovasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap. Rasional: Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan. Memberikan nutrien tambahan. Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien. Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri. Hasil diharapkan: Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.

Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup. Meningkatkan aktivitas dan latihan bersama dengan bertambahnya kekuatan. Bertambah berat tanpa peningkatan edema atau pembentukan asites. Memperlihatkan asupan nutrien yang adekuat dan menghilangkan alkohol dari diet.

b. Dx: Perubahan suhu tubuh, hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis. Tujuan: Pemeliharaan suhu tubuh yang normal Intervensi: Catat suhu tubuh secara teratur. Motivasi asupan cairan. Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh. Berikan antibiotik seperti yang diresepkan. Hidari kontak dengan infeksi. Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi. Rasional Memberi dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi. Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien. Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan kenyamanan pasien. Meningkatkan konsentrasi antibiotik serum yang tepat untuk mengatasi infeksi. Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolik. Mengurangi laju metabolik. Hasil yang diharapkan: Melaporkan suhu tubuh yang normal dan tidak terdapatnya gejala menggigil atau perspirasi. Memperlihatkan asupan cairan yang adekuat.

c. Dx: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status imunologi, edema, dan nutrisi yang buruk. Tujuan: Memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan yang mengalami edema. Intervensi: Batasi natium seperti yang diresepkan. Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit. Balik dan ubah posisi pasien dengan sering. Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari. Lakukan latihan gerak secara pasif; tinggikan ekstremitas yang edematus. Letakkan bantalan busa yang kecil di bawah tumit, maleolus, dan tonjolan tulang lainnya. Rasional: Meminimalkan pembentukan edema. Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma. Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema. Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik. Meningkatkan mobilisasi edema. Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dlakukan dengan benar. Hasil yang diharapkan: Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh. Tidak memperlihatkan luka pada kulit. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna, atau peningkatan suhu di daerah tonjolan tulang. Mengubah posisi dengan sering. d. Dx: Resiko untuk cedera berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan dan hipertensi portal. Tujuan: Pengurangn resiko cedera

Intervens: Amati setiap feses yang diekskresi untuk memeriksa warna, konsistensi serta warnanya. Waspadai gejala ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan, dan kegelisahan. Periksa setiap feses dan muntahan untuk mendeteksi darah yang tersembunyi. Rasional: Memungkinkan deteksi perdarahan dalam traktus gastrointestinal. Dapat menunjukkan tanda-tanda dini perdarahan dan syok. Mendeteksi tanda dini yang membuktukan adanya perdarahan. Hasil yang diharapkan: Tidak memperlihatkan adanya perdarahan yang nyata daro traktus gastrointestinal. Tidak memperlihatkan adanya kegelisahan, rasa penuh pada epigastrium, dan indikator lain yang menunjukkan hemoragik serta syok. Mmperlihatkan hasil pemeriksaan yang negatif untuk perdarahan yang tersembunyi gastrointestinal.

APENDISITIS A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendiks memiliki panjang sekitar 10 cm, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi. Epidemiologi Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendicitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih sering daripada dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10-30 tahun. Etiologi Apendicitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel lympoid fecalit, benda asing striktur karena fibrasi, karena adanya peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi

2.

3.

mucosa mengalami bendungan. Namun, elastisitas dinding apendiks memiliki keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi mucosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh adanya nyeri epigastrium. a. Ulserasi pada mukosa b. Obstruksi pada kolon oleh fekalit (feses yang mengeras) c. Pemberian barium d. Barbagai penyakit cacing e. Tumor f. Striktur karena fibrosis pada dinding usus. 4. Patofisiologi Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus. Pathway
Fekalit, benda asing

Tumor

Inflamasi, edema, pus Tekanan intraluminal meningkat

Apendisitis

1. resiko infeksi

2. nyeri

3. resiko kekurangan cairan tubuh

4. kurang pengetahuan

5.

Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum pasien benar-benar terlihat sakit. b. Suhu tubuh naik ringan. Suhu tubuh meninggi dan menetap sekitar 30oC atau lebih

bila telah terjadi perforasi. c. Dehidrasi tingan sampai berat bergantung pada derajat sakinya. Dehidrasi berat pada klien apendisit perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini disebabkan kekurangan masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh, dan pengumpulan cairan dalam jaringan viskus (udem) dan rongga peritoneal. d. Abdomen. Tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah. Pada apendisitis perforasi lebih jelas, seperti defans muskuler, nyeri ketok, dan nyeri tekan. e. Tidak jarang dijumpai tanda-tanda obstruksi usus paralitik akibat proses peritonitis lokal maupun umum. 6. a. b.
c.

d.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan adiologi: Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda perotinitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum dan ileum). Patognomonik bila terlihat gambaran fekalit. Fotopolos pada apendisits perforasi: Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah. Penebalan dinding usus sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum. Garis lemak pra peritoneal menghilang. Skoliosis ke kanan. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan akibat paralisis usus-usus lokal di daerah proses interaksi. Pemeriksaan laboratorium: a. Pemeriksaan darah. Leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000?mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. b. Pemeriksaan urin. Sedimen dapat normal atau terdapat leukosit lebih dari normal bila apendiks meradang menempel pada ureter atau vesika urinaria. Terapi a. Apendisitis perforasi Persiapan prabedah: Pemasangan sonde lambung Rehidrasi Penurunan suhu tubuh Antibiotik dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena b. Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum

7.

Umumnya klien dalam kondisi buruk. Tampak septis dan dalam kondisi hipovolemik serta hipertensi. Hipovolemik akibat puasa lama, muntah dan pemutusan cairan di daerah proses radang, seperti udem organ intraperitoneal, dinding abdomen, dan pengumpulan cairan dalam rongga usus dan rongga peritoneal. Persiapan prabedah: Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin Rehidrasi Antibiotik dengan spektrum luas, dosis cukup, diberikan secara intravena Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largatil untuk membuka pembuluh-pembuluh darah perifer setelah rehidrasi tercapai. 8. Penatalaksanaan a. Massa apendiks dengan proses radang ditandai dengan: Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi. Pemerksaan lokal pada abdomen kuadran kana bawah masih jelas terdapat tandatanda peritonitis. Laboratorium masih terdapat lekositosis. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikhawatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
b. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan:

Umumnya pasien berumur 5 tahun atau lebih Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan. Laboratorium hitung leukosit normal. Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, terlebih jika massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Aktivitas/ istirahat: Malaise b. Sirkulasi : Tachikardi c. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal Diare (kadang-kadang) Distensi abdomen Nyeri tekan/lepas abdomen Penurunan bising usus d. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah e. Kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam f. Keamanan : demam g. Pernapasan Tachipnea Pernapasan dangkal Diagnosa Keperawatan dan Intervensi a. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria: Penyembuhan luka berjalan baik Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen Tekanan darah >90/60 mmHg Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal Abdomen lunak, tidak ada distensi Bising usus 5-34 x/menit Intervensi: Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat dan dangkal Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik

2.

Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema Kolaborasi: antibiotik b. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah Kriteria hasil: Persepsi subyektif tentang nyeri menurun Tampak rileks Pasien dapat istirahat dengan cukup Intervensi: Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler Dorong untuk ambulasi dini Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan otot yang tegang Hindari tekanan area popliteal Berikan antiemetik, analgetik sesuai program c. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi Kriteria hasil: Membran mukosa lembab Turgor kulit baik Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam Tanda vital stabil Intervensi: Awasi tekanan darah dan tanda vial Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus Berikan perawatan mulut sering Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi Berikan cairan IV dan Elektrolit d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi Kriteria: Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan Berpartisipasidalam program pengobatan

Intervensi Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC

OBSTRUKSI USUS
1. Definisi Obstruksi usus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis, parcial, maupun total. Obstruksi usus kronis biasanya mengenai kolon akibat adanya karsinoma atau pertumbuhan tumor, dan perkembangannya lambat. Sebagian obstruksi mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Obstruksi usus terjadi bila sumbatan mencegah aliran normal dari isi usus melalui saluran usus. Etiologi a. Mekanis Terjadi obstruksi intramular dari tekanan pada dinding usus. Contoh kondisi ini yang dapat menyebabkan obstruksi mekanis adalah intususepsi, tumor polipoid dan

2.

neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia, dan abses. b. Fungsional Muskularus usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya adalah amiloidosis, distrofi otot, gangguan endokrin seperti diabetes melitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson. Ini juga dapat bersifat sementara sebagai akibat dari penanganan usus selama pembedahan. 3. Patofisiologi Ada dua jenis obstruksi dengan patofisiologi yang hampir mirip. a. Obstruksi usus halus. Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah di atas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus, dengan akibat peritonitis. Muntah refluks dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah, dan akhirnya mencetuskan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosis yang terjadi kemudian, disebabkan karena hilangnya cairan dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut, syok hipovolemik dapat terjadi. b. Obstruksi usus besar. Seperti pada obstruksi usus halus, obstruksi usus besar mengakibatkan isi susu, cairan, dan gas berada proksimal di sbelah obstruksi. Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan distensi berat dan perforasi kecuali gas dan cairan dapat mengalir balik melalui katup ileal. Obstruksi usus besar, meskipun lengkap, biasany tidak dramatis bila suplai darah ke kolon tidak terganggu. Apbila suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus dan nekrosis (kematian jeringan); kondisi ini mengancam hidup. Pada usus besar, dehidrasi terjadi lebih lambat dibanding usus halus karena kolon mampu mengabsorpsi isi cairannya dan dapat melebar samapi usuran yang dipertimbangkan di atas kapasitas normalnya. Pathway
Aliran normal isi usus tersumbat

Obstruksi Usus

Obstruksi Usus halus


Distensi & retensi cairan

Akumulasi isi usus,cairan,& gas 2. Nyeri


Distensi & perforasi

Obstruksi Usus besar

Sekresi lambung terangsang banyak Peningkatan distensi Tekanan dlm lumen usus meningkat

Distensi abdomen Muntah refluks Ion hidirogen & kalium dalam lambung hilang Kalium & klorida dalam darah Alkalosis metabolik Cairan Na hilang Dehidrasi & asidosis

Suplai darah terhenti Strangulasi usus & nekrosis Mengancam hidup

Tekanan kapiler vena & arteriola Edema,kongesti,nekrosis Rupture/perforasi dinding usus peritonitis

Syok hipovolemik

1. kekurangan volume cairan

3. ketidakefektifan pola napas

4.

Klasifikasi a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik) Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari. b. Obstruksi mekanik Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup ( paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus.

5.

Gejala klinis a. Mekanika sederhana usus halus atas Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas Distensi Muntah empedu awal peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat) nyeri tekan difus minimal. b. Mekanika sederhana usus halus bawah Kolik (kram) signifikan midabdomen distensi berat,muntah sedikit atau tidak ada kemudian mempunyai ampas, bising usus meningkat nyeri tekan difus minimal. c. Mekanika sederhana kolon Kram (abdomen tengah sampa bawah) distensi yang muncul terakhir kemudian terjadi muntah (fekulen) peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal. d. Obstruksi mekanik parsial Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare. e. Strangulasi Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. Pemeriksaan Penunjang a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup. c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus. d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik. Penatalaksanaan Medis a. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

6.

7.

b. Terapi Na+, K+, komponen darah c. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial d. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler e. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan. f. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis. g. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi. h. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung. i. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko. j. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Umum : Anoreksia dan malaise Demam Takikardia Diaforesis Pucat Kekakuan abdomen kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal peningkatan bising usus (awal obstruksi) penurunan bising usus (lanjut)

retensi perkemihan dan leukositosis. b. Khusus : Usus halus Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi Distensi ringan Mual Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal Dehidrasi Usus besar Ketidaknyamana abdominal ringan Distensi berat Muntah fekal laten Dehidrasi laten : asidosis jarang 2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis. Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi Kriteria hasil : Tanda vital normal Masukan dan haluaran seimbang Intervensi : Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam Pantau elektrolit, Hb Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang

telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat. Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah absorpsi. Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan. Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus. Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan. Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat. Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi b. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol Kriteria hasil : pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks. Intervensi : Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut. Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin Berikan periode istirahat terencana. Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit. Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan. Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau

kekakuan. Tujuan : pola nafas menjadi efektif. Kriteria hasil : pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan perlahan. Intervensi : Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, pernafasan cepat Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat. Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam.

Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam. d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan. Tujuan : ansietas teratasi Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas. Intervensi : Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC http://stikep.blogspot.com

Vous aimerez peut-être aussi