Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indometasin 2.1.1.

Uraian bahan (DITJEN POM, 1995) Rumus bangun :

Rumus molekul Berat molekul Nama kimia

: C19H16ClNO4 : 357.79 : Asam 1-(p-klorobenzoil)-5-metoksi-2-metilindola3-asetat [53-86-1]

Pemerian

: serbuk hablur, polimorf kuning pucat hingga kuning kecoklatan; tidak berbau atau hamper tidak berbau. Peka terhadap cahaya; meleleh pada suhu lebih kurang 162o

Kelarutan

: praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter.

pKa 2.1.2. Farmakologi

: 4.5

Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan adanya respon jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak atau noksi yang bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh. Noksi dapat berupa noksi kimia, fisika, bakteri, parasit dan sebagainya. Gejala-gejala klinis yang dapat diamati dari reaksi inflamasi antara lain peningkatan panas (kalor), warna kemerahan (rubor)

Universitas Sumatera Utara

dan pembengkakan (tumor), selain itu dapat menyebabkan terjadinya kehilangan fungsi jaringan (Mansjoer, 1999). Prostaglandin merupakan salah satu mediator kimiawi yang dilepaskan selama terjadi inflamasi. Dengan dihambatnya enzim siklooksigenase, maka perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu. Senyawa ini dapat dibentuk di seluruh tubuh seperti dinding lambung, pembuluh darah, ginjal dan paru-paru. Efek fisiologisnya terutama pada otot polos. Prostaglandin disintesa bila membran sel mengalami kerusakan atau rangsangan baik kimiawi ataupun fisik (Tjay dan Rahardja, 2002). 2.1.3 Pendarahan gastritis sebagai efek samping Indometasin Ada dua penyebab utama Pendarahan Akut Gastritis; Pertama diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stres gastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stres gastritis dialami pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat lainnya (Skach, et al., 1996). Gastritis akut merupakan suatu peradangan pada permukaan mukosa lambung yang akut dimana kerusakan yang terjadi tidak melewati mukosa muskularis (Hirlan dan Soeharjono, 1990). Sedangkan gastritis kronik adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa yang menahun dan ulkus peptikum (tukak peptik) adalah suatu kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, sub mukosa sampai lapisan muskularis propria (Simadibrata, 1990).

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Mekanisme terjadi pendarahan pada lambung Obat-obat anti inflamasi non steroid menyebabkan pendarahan karena kristal-kristal obat berkontak langsung dengan mukosa lambung, menyebabkan perubahan kualitatif mukus lambung yang dapat mempermudah degradasi mukus oleh pepsin. Prostaglandin terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam mukus gastrik dan tampaknya memainkan peranan penting dalam pertahanan mukus lambung. Obat-obat golongan ini mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan khususnya pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin. mukosa menjadi edema, dan sejumlah protein plasma dapat hilang

sehingga mukosa kapiler dapat rusak dan dapat mengakibatkan pendarahan (Price dan Wilson, 1994). 2.2 Alginat Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen, 2004). Alginat yang biasa digunakan adalah dalam bentuk natrium alginat yang larut dalam air dan jika dilarutkan dalam larutan kalsium klorida segera terbentuk gel kalsium alginat yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat antara kalsium dengan rantai L-guluronat dari alginat (Morris, et al., 1978). 2.3 Proses pertukaran ion dari alginat Tahap pertama pembuatan alginat adalah mengubah kalsium dan magnesium alginat yang tidak larut menjadi natrium alginat yang larut dalam air dengan pertukaran ion dibawah kondisi alkalin (Zhanjiang, 1990).

Universitas Sumatera Utara

OH-

M(Alg)2 + 2 Na+

2NaAlg + M2+

M adalah kation polivalen seperti Ca2+, Mg2+, dan lain-lain Alg adalah radikal alginat. Proses pertukaran ion dari alginat dilakukan dengan mineral asam sebelum diekstraksi dengan alkali. Ca(Alg)2 + 2 H+
OH-

2HAlg + Ca2+

HAlg + Na+

NaAlg + H+

Larutan natrium alginat kasar yang diperoleh, difiltrasi dan diendapkan dengan Ca2+ untuk membentuk garam kalsium yang tidak larut. Selanjutnya pemisahan dilakukan dengan proses acidifikasi untuk memisahkan asam alginat dan ion-ion kalsium. 2NaAlg + Ca2+ Ca(Alg)2 + 2 H+ Ca(Alg)2 + 2 Na+ 2HAlg + Ca2+

Kemudian gel asam alginat, setelah didehidrasi dicampur dengan alkali (Na2CO3) untuk membuat kembali garam natrium yang larut.
OH-

HAlg + Na+

NaAlg.

Akhirnya diperoleh pasta natrium alginat lalu dikeringkan dan digiling untuk memperoleh bubuk natrium alginat (Zhanjiang, 1990). 2.2.1. Struktur alginat Alginat merupakan kopolimer linear yang mengandung lebih dari 700 residu asam uronat yaitu -D-asam manuronat dan -L-asam guluronat dengan ikatan 1,4. Rantai alginat yang hanya mengandung residu asam manuronat disebut

Universitas Sumatera Utara

blok M, rantai alginat yang hanya mengandung residu asam guluronat disebut blok G dan rantai alginat yang mengandung residu asam manuronat serta asam guluronat disebut blok G-M (Inukai dan Masakatsu, 1999), seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.2. Struktur Alginat Asam alginat yang diperoleh dari Rhodophyceae-alga cokelat dalam setiap produksinya menghasilkan jenis-jenis alginat yang berbeda-beda dimana jumlahnya tergantung pada masa panennya dan bagian anatomi dari tumbuhan itu sendiri, dan dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 1. Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga Nama Spesies Ascophyllum nodosum Macrocytis Pyrifera Laminaria hyperborea Perbandingan asam uronat (%) Asam Guluronat (G) Asam Mannuronat (M) 35 65 40 60 70 30

Universitas Sumatera Utara

Perbandingan yang bervariasi dari ketiga segmen menyebabkan perbedaan sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang tinggi akan cenderung mempunyai struktur yang kaku (rigid) serta mempunyai porositas yang besar, sedangkan yang mengandung asam mannuronat yang tinggi mempunyai struktur yang tidak kaku (Prakash,S.,dkk, 2004).

Gambar 2.1. -L-Guluronat dan -D-Mannuronat 2.2.2. Sifat dan kegunaan Asam alginat tidak dapat larut dalam air dan secara umum pada industri untuk melarutkannya dilakukan dengan penambahan natrium ataupun kalsium. Salah satu sifat dari larutan natrium alginat adalah jika dicampurkan dengan larutan kalsium klorida akan membentuk gel kalsium alginat, yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat yaitu antara kalsium dengan rantai L-Guluronat dari alginat (Morris et al,1978). Ikatan ionik dapat dibentuk diantara gugus karboksilat dan Ca2+ dengan ikatan hidrogen diantara gugus hidroksi. Ketika blok G tersusun paralel berbentuk pola rantai seperti dengan lubang-lubang yang sangat ideal sebagai tempat

Universitas Sumatera Utara

pengikatan kalsium ini menyerupai telur dalam kotaknya (egg in an egg box) dan dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4. Kalsium berada pada blok G (egg in an egg box) Gel terbentuk melalui reaksi kimia dimana kalsium menggantikan natrium dengan alginat mengikat molekul molekul alginat yang panjang sehingga membentuk gel. Tergantung dari jumlah kalsium yang memberikan assosiasi sementara dan meningkatkan viskositas larutan, sementara kandungan kalsium yang tinggi menghasilkan assosiasi permanen yang menyebabkan pengendapan atau gelatin. Gel yang lebih homogen dan stabil dapat diperoleh melalui pendinginan yang lambat larutan alginat dengan adanya ion kalsium. Gel yang dibentuk selama pendinginan secara kimia lebih mudah dikontrol dan tidak mudah meleleh bila dipanaskan walaupun terdegradasi pada pH yang ekstrim (Robinson,1987). Kegunaan dari alginat didasarkan pada 3 sifat utamanya adalah : a. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan. b. Kemampuannya untuk membentuk gel. c.Kemampuannya untuk membuat film (natrium alginat) dan serat (kalsium alginat).

Universitas Sumatera Utara

2.3. Kitosan 2.3.1. Struktur. Kitosan adalah suatu rantai linear dari D-Glukosamin dan N-Asetil DGlukosamin yang terangkai pada posisi (1-4).Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air akan membentuk polielektronik dengan anion polielektrolit. Kitosan telah digunakan dalam bidang biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat

biokompatibel,biodegradasi dan tidak beracun (Adriana et al,2003). Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 2:

Gambar 2. Struktur Kitosan Karena adanya gugus amino,kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa 6,5) hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan : a.. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons. b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel,kapsul dan membran. c.Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Meryati,2005). variasi konfigurasi

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Sifat- Sifat Fisika dan Kimia 2.3.2.1. Sifat Fisika Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul yang tinggi didapati dengan mempunyai vikositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan hasil destilasi kitin, larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat membentuk gel dalam n-metilmorpin n-oksida yang dapat digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam kitin berkisar 5-8% tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam pembentukan N-asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting (Kumar, 2000). 2.3.2.2 Sifat Kimia Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan: a. N-Asil Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam karboksilat dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100% pada suhu 90oC dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N-formilatosan serta N-Asetil dalam asetat 20%. Pereaksi yang paling banyak digunakan untuk N-Asilasi kitosan adalah asil anhidrida,baik dalam kondisi homogen dan heterogen.

Universitas Sumatera Utara

b. O-Asilasi Gugus Amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Gugus amino perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O-Asil Kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul O-Asetilasi menggunakan larutan untuk mencegah hidrolisis asam dan basa Schiff. Pembuatan O-Asetil kitosan dapat juga dilakukan dengan melarutkan kitosan terasetilasi dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dengan HClO4 dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N-Asetilasi. N-dan O-Asetilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam dodekanoil klorida berlebih-piridin-kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam. Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzene, dietil eter dan piridin. c. Eter Kitosan Pembuatan derivate O-alkil kitosan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu O-Alkilasi kitin disusul pengurangan N-Asetilasi dan O-Alkilasi derivat kitosan dimana gugus amino diproteksi selama reaksi selama reaksi alkilasi. Karboksilmetil kitosan yang diperoleh melalui prosedur pertama

menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk busa ataupun garam hidroklorida dari asam amino dengan gugus karboksimetil dalam bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiloklorohidrin

Universitas Sumatera Utara

pada 0-15oC disusul deasetilasi menghasilkan O-hidroksialkil kitosan (Kaban, 2007). Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam maka keduanya lebih bersifat biokompatibel dan biodegradabel dibanding dengan polimer sintetik. Kitin dan kitosan serta senyawa turunannya telah banyak diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total perdagangan bahan-bahan tersebut pada tahun 2002 mencapai 112 trilyun rupiah (Toharisman, 2007). 2.4. Kalsium Alginat Kitosan Alginat yang merupakan polianionik dan kitosan polikationik bila dilarutkan pada kondisi yang tepat dapat berinteraksi satu sama lain melalui gugus karboksil dari alginat dan gugus amino dari kitosan (Cruz, M.C.P., dkk., 2004). Kompleks polielektrolit yang terbentuk diharapkan dapat memberikan aplikasi yang lebih baik dikarenakan keunikan struktur dan sifatnya. Sejauh ini kompleks polielektrolit alginate kitosan banyak dimanfaatkan sebagai serat, kapsul, dan butiran (Knill, C.J., 2003). 2.5. Swelling (Pengembangan) Swelling (pengembangan) adalah peningkatan volume suatu material pada saat kontak dengan cairan, gas, atau uap. Pengujian ini dilakukan antara lain untuk memprediksi zat yang bisa terdifusi melalui material-material tertentu. Ketika suatu biopolymer kontak dengan cairan, misalnya air, terjadinya pengembangan disebabkan adanya termodinamika yang bersesuaian antara rantai polimer dan air serta adanya gaya tarik yang disebabkan efek ikatan silang yang terjadi pada rantai polimer. Kesetimbangan swelling dicapai, ketika kedua kekuatan ini sama besar. Berhubung sifat termodinamika polimer dalam larutan berbeda-beda, maka

Universitas Sumatera Utara

tidak ada teori yang bisa memprediksikan dengan pasti tentang sifat pengembangan. Ketika matriks mengembang, mobilitas rantai polimer bertambah, sehingga memudahkan penetrasi pelarut . selain itu, ion-ion kecil yang terperangkap dalam matriks, berdifusi meninggalkan matriks, sehingga

memberikan peluang yang lebih besar bagi pelarut untuk mengisi ruang-ruang kosong yang ditinggalkan. Pegembangan matriks alginat-kitosan, kemungkinan disebabkan masih adanya ion COO- yang bersifat hidrofilik dalam matriks. 2.6. Disolusi Disolusi adalah suatu proses dimana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologik disolusi obat dalam media aqueous merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik. Laju disolusi obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdesintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat (Shargel, 1988). Pada tahun 1897 Noyes dan Whitney mengembangkan suatu persamaan untuk menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan disolusi yaitu: = K (Cs Ct) Dimana dc/dt adalah laju disolusi obat, K adalah tetapan disolusi, Cs konsentrasi saturasi (kelarutan maksimum), Ct adalah konsentrasi pada waktu t. Dalam percobaan mereka, Noyes dan Whitney menjaga luas permukaan konstan. Namun oleh karena kondisi seperti ini tidak selamanya dapat dipraktekkan maka Brunner dan Tollozko memodifikasi persamaan diatas dengan memasukkan luas permukaan S sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut: = KS (Cs Ct)

Universitas Sumatera Utara

Dalam penentuan laju disolusi obat dari sediaan padat maka harus dipertimbangkan beberapa proses fisikokimia. Proses ini termasuk proses pembasahan sediaan padat, penetrasi medium disolusi kedalam sediaan, proses pengembangan, desintegrasi dan deagregasi (Abdou, 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori, yaitu: 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi: a. Efek kelarutan obat Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat. b. Efek ukuran partikel Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat. 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi: a. Faktor formulasi: bahan pengisi, penghancur, pengikat dan bahan pelican. b. Faktor pembuatan: metode granulasi, daya kompresi. 3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan laju disolusi, meliputi: a. Tegangan permukaan medium disolusi Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, karena itu menaikkan proses penetrasi matriks oleh medium disolusi. b. Viskositas medium Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat.

Universitas Sumatera Utara

c. pH medium disolusi Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionic, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Martin, 1993). Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam melakukan uji disolusi yaitu: a. Ukuran dan bentuk wadah. Bentuk dapat berupa alat bulat atau datar. b. Jumlah pengadukan c. Suhu media disolusi. Variasi suhu harus dihindarkan , sebagian besar uji disolusi dilakukan pada suhu 370C. d. Sifat media disolusi. Media disolusi tidak boleh jenuh dengan obat. Media yang digunakan cairan HCl 0,1 N; cairan lambung buatan dan cairan usus buatan. Alat disolusi berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV ada dua jenis yaitu: a. Metode Keranjang Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37 0,5C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. b. Metode Dayung Alat ini menggunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus

Universitas Sumatera Utara

tanpa goyangan yang berarti. Jarak 25 mm 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan. 2.7. Sistem Penyampaian Obat Pelepasan Terkontrol Sistem penyampaian obat dengan pelepasan yang dimodifikasi (modified release) dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu: 1. Pelepasan tertunda (delayed release) 2. Pelepasan terus-menerus/berkesinambungan (sustained release) 3. Pelepasan dengan target tempat tertentu (site-spesific targeting) 4. Pelepasan dengan target reseptor (receptor targeting) Keuntungan potensial dari terapi obat terkontrol, yaitu: 1. Menghindari masalah kepatuhan pasien 2. Menggunakan lebih sedikit obat a. Mengurangi atau meniadakan efek samping local b. Mengurangi atau meniadakan efek samping sistemik c. Mendapatkan potensial lebih sedikit atau mengurangi aktivitas obat dengan pemakaian kronis (lama) d. Mengurangi akumulasi obat dengan pemakaian kronis 3. Peningkatan efisiensi dalam pengobatan: a. Mengobati atau mengontrol kondisi lebih tepat b. Meningkatkan kontrol dari kondisi, seperti mengurangi fluktuasi dalam level obat

Universitas Sumatera Utara

c. Meningkatkan bioavailabilitas beberapa obat d. Membuat pemakaian efek khusus, misalnya aspirin sustained release untuk pengobatan pagi dari encok dengan pemberian sebelum tidur. 4. Penghematan

Universitas Sumatera Utara

Vous aimerez peut-être aussi