Vous êtes sur la page 1sur 12

Aspek Fisiologis Manusia dan Penerapannya dalam Perbaikan Sistem Kerja

Definisi Fisiologi Fisiologi adalah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari tentang fungsi normal dari suatu organisme mulai dari tingkat sel, jaringan, organ, sistem organ hingga tingkat organisme itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendefinisikan fisiologi adalah cabang biologi yang berkaitan dengan fungsi dan kegiatan kehidupan atau zat hidup (organ, jaringan, atau sel). Menurut kedua definisi tersebut bias disimpulkan bahwa fisiologi adalah fungsi kerja yang meliputi fungsi mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk

hidup (http://fkuii.org/tiki-index,php?page=ilmu+fisiologi). Fisiologi dapat digunakan dalam berbagai metode ilmiah untuk mempelajari sel, jaringan, organ, sistem organ, dan organisme secara keseleruhan menjalankan fungsi fisik ddan kimiawinya untuk mendukung kehidupan. Menurut objek kajiannya dikenal fisiologi manusia, fisiologi hewan, dan fisiologi tumbuhan. Prinsip fisiologi bersifat universal yaitu tidak bergantung pada jenis organisme yang

dipelajari. (http://id.wikipedia.org/wiki/fisiologi)

Manusia dalam suatu sistem bekerja dan berinteraksi dalam suatu lingkungan, dan dalam perspektif ergonomi keterkaitan dan interaksi antara manusia dan lingkungannya dikenal dengan istilah Environmental Ergonomicsatau ergonomi lingkungan. Wignjosoebroto (2008) menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam arti segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor faktor tersebut dapat berasal dari diri sendiri (intern), dapat juga dari pengaruh luar (ekstern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi lingkungan kerja, yaitu semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lainlain. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia. Parson (2000) mengemukakan bahwa

pada prinsipnya ergonomi lingkungan mencakup kondisi sosial, kondisi psikologis, budaya dan organisasi dari lingkungan. Kesemuanya ini akan membahas bagaimana reaksi manusia terhadap kondisi lingkungan kerja yang akan memberikan respon psikologis dan respon fisiologis sehingga dalam perancangan produk yang sering digunakan di lingkungan kerja yang ekstrim, dapat memperhitungkan factor lingkungannya, dan dalam kehidupan bahwa antara lingkungan fisik dan manusia saling mempengaruhi. Furnace area atau tungku peleburan merupakan area kerja yang memiliki risiko besar terjadinya heat stress karena lingkungan kerja yang penuh risiko dengan temperatur yang tinggi. Kondisi ini akan mempengaruhi durasi kerja dan 2 beban kerja itu sendiri. Penggunaan pakaian pelindung diri dengan standar yang lebih tinggi menjadi suatu keharusan untuk area kerja ini. Setelan pakaian pelindung diri harus cocok dengan kondisi lingkungan, khususnya terhadap temperatur yang yang akan mempengaruhi heat stress. Heat stress yang terusmenerus akan berpotensi menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Menurut Pulat (1992) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) karena peningkatan temperatur udara di luar comfort zone adalah vasodilatasi, denyut jantung meningkat, temperatur kulit meningkat, suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat. Suhu lingkungan kerja yang tinggi menyebabkan temperatur tubuh pekerja meningkat selanjutnya akan mengakibatkan tekanan panas (heat stress) pada pekerja sehingga akan mempengaruhi produktivitas pekerja. Di lingkungan kerja yang ekstrim, pakaian pelindung diri atau personal protective clothing (PPC) dijadikan sebagai salah satu faktor penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Performansi pekerja ketika menggunakan PPC menjadi hal penting untuk dikaji McLellan (2006) melakukan sebuah penelitian terkait dengan penurunan range of motion (ROM) pekerja ketika menggunakan pakaian pengaman (safety wear) pada pemadam kebakaran, pekerja pengolahan limbah, tentara, dan untuk pekerja yang penuh risiko lainnya dengan suhu ekstrim 40oC. Kemudian, banyak penelitian yang terkait dengan evaluasi PPC terhadap lingkungan kerja. Adams et al, (1994) mulai mencari keterkaitan antara efek pakaian kerja dengan performansi pekerja itu sendiri, meskipun didapatkan kesimpulan bahwa masih cukup sulit untuk memprediksikan keterkaitan antara efek dari pakaian kerja dengan performansi pekerja. Namun penelitian tersebut memperkenalkan sebuah kerangka penelitian tentang

hubungan antara lingkungan, pakaian kerja, dan performansi kerja. Kang et al, (2001) membuat pemodelan lingkungan panas dan respon manusia pada daerah iklim tropis yang berguna untuk desain dan evaluasi lingkungan bangunan non AC (non air conditioned building environments). Penelitian tentang lingkungan panas juga dilakukan Muflichatun (2006),dalam penelitiannya tersebut menyatakan bahwa ada hubungan antara tekanan panas (heat stress) dengan produktifitas dan denyut nadi. Tekanan panas pada pekerja dapat dikendalikan dengan memperbaiki lingkungan kerja 3 perusahaan atau dengan melakukan perbaikan pada seragam pekerja. Holmer (2006) dalam penelitiannya berpendapat bahwa PPC di lingkungan kerja yang panas sangat erat kaitannya dengan heat stress serta berpengaruh pada performansi pekerja yang diakibatkan oleh pengaruh lingkungan panas dan ketidaknyamanan dari PPC itu sendiri. Lingkungan kerja yang ekstrim tidak hanya area peleburan pada pabrik tertentu, tapi bagi mereka yang bekerja di sebagai petugas pemadam kebakaran juga erat dengan terjadinya heat stress. Mclellan (2006) mengevaluasi pengaruh tekanan panas pada pakaian pelindung selama operasi pemadam kebakaran. Gasperin (2008) merancang sebuah model untuk mengevaluasi pakaian pelindung diri anti api yang melakukan protocol test (simulation) dengan menggunakan manekin untuk menguji ketahanan pakaian pelindung diri yang tahan api. Raimundo dan Figueiredo (2009) telah membuat suatu pedoman yang berguna tentang penentuan pengaruh sifat-sifat pakaian pelindung diri selama operasi pemadaman kebakaran. Dari beberapa penelitian ini, terdapat beberapa kesimpulan yang sama yaitu tekanan panas pada pekerja akan mempengaruhi performansi pekerja dan juga mempengaruhi kesehatan pekerja itu sendiri. Penelitian terkait dengan lingkungan kerja juga diteliti oleh Furtado et al. (2007), penelitian tersebut juga melakukan sebuah eksperimen dengan mengukur performansi pekerja yang bekerja di lingkungan yang panas (trial outdoors) dan yang bekerja di dalam ruangan. Dari kedua lingkungan yang berbeda ini, tolak ukur penelitian adalah bagaimana performansi pekerja ketika menggunakan PPC dan tidak menggunakan PPC pada dua lingkungan kerja yang berbeda. Penelitian ini melakukan pendekatan fisiologi kerja yang menganalisa performansi pekerja dengan mengukur denyut jantung (HR). Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Kim et al. (2007) dengan kondisi lingkungan yang dingin. Penelitian Kim et al. (2007) focus pada analisis beban kerja dalam pemindahan material dari satu tempat ke tempat yang lain sesuai dengan skenario

eksperimen. Dari hasil eksperimen yang dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa performansi manusia akibat lingkungan yang dingin, akan mempengaruhi beban kerjanya dan mempengaruhi respon fisiologis manusia. Di India, juga dilakukan pengukuran beban kerja dengan mengambil sampel dari pekerja bangunan yang berjenis4 kelamin perempuan. Penelitian Maiti (2008) ini melakukan pengukuran langsungdimana yang menjadi pelaku eksperimen adalah para pekerja tersebut. Kondisi kerja yang manual dan tanpa pakaian pelindung diri merupakan aspek utama dalam penelitian Maiti (2008). Ketika beberapa peneliti sebelumnya melakukan penelitian dengan melakukan studi eksperimen fisiologi kerja, lain halnya dengan Tian et al. (2011). Pada penelitian Tian et al. (2011) mengkombinasikan aspek fisiologi kerja dan psikologi kerja dari manusia. Untuk aspek fisiologis kerja, penelitian tersebut melakukan eksperimen seperti penelitian lainnya, dan untuk aspek psikologis kerja akan diberikan kuisioner kepada responden terkait respon mereka terhadap lingkungan panas. Dari beberapa penelitian tersebut di atas sangat erat kaitannya dengan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan yang berada di lingkungan ekstrim tertentu. Outdoor activities dan juga pemadaman kebakaran merupakan beberapa dari sekian banyak contoh lingkungan kerja yang memiliki suhu di atas normal. Namun, dari pemaparan di atas, belum ditemui adanya penelitian yang memfokuskan pada lingkungan pabrik, khususnya di area peleburan. Mereka yang bekerja di area peleburan, akan berada di area dengan suhu yang panas dalam waktu yang cukup lama sesuai dengan shift kerja mereka. Sehingga, kondisi kesehatan pekerja akan erat kaitannya dengan keselamatan pekerja, dengan mengidentifikasi potensi bahaya dalam satu lingkungan kerja maka dapat mengurangi risiko penyakit hyperthermia. Sehingga, untuk mencapai tingkat keselamatan kerja atau yang biasa dikenal dengan istilah zero accident diperlukan kontribusi yang besar antara perusahaan dan karyawan. Beranjak dari ide penelitian Furtado et al. (2007), Kim et al. (2007), Maiti (2008), dan Tian et al. (2011), tentang analisis keterkaitan antara lingkungan kerja, beban kerja, fisiologis kerja, psikologis kerja, pakaian pelindung, maka penelitian tesis ini akan merancang model penliaian potensi personal protective clothing (PPC) dalam mempengaruhi kinerja karyawan pada lingkungan kerja ekstrim.

Jenis-jenis kerja Terdapat macam-macam jenis kerja di dalam fisiologi, jenis-jenis kerja tersebut ada terbagi dua yaitu kerja fisik (otot) dan kerja mental. Berikut penjelasan cirri-ciri kedua jenis kerja: 1. Kerja Fisik (otot) Kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya. Menurut Davis dan Miller kerja fisik ada tiga macam yaitu: a. Kerja total seluruh tubuh: melibatkan 2/3 atau otot tubuh.

b. Kerja sebagian otot: otot digunakan lebih sedikit. c. Kerja otot statis: menghasilkan gaya kontraksi otot. Secara umum, kerja fisik dibagi menjadi dua bagian yaitu kerja statis dan kerja dinamis. Berikut ini perbedaan antara kedua kerja tersebut: a. Kerja statis yaitu tidak menghasilkan gerak, kontraksi otot bersifat isometris, kelelahan lebih cepat terjadi. b. Kerja dinamis yaitu menghasilkan gerak, kontraksi otot bersifat isotonos dan ritmis, kelelahan relatif agak lama terjadi. Metode pengukuran kerja fisik adalah: a. Konsep Horse Power oleh taylor.

b. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi. c. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen.

2. Kerja Mental Merupakan kerja yang melibatkan proses berfikir dari otak dan pengeluaran energinya relatif lebih sedikit dari kerja fisik. Menurut Tiffin ada tiga criteria-kriteria untuk mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap manusia dalam suatu sistem kerja, yaitu: a. Kriteria Faali Kriteria faali meliputi: kecepatan denyut jantung, konsumsi oksigen, tekanan darah, tingkat penguapan, temperatur tubuh, komposisi kimiawi dalam darah dan air seni. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui perubahan fungsi alat-alat tubuh.

b. Kriteria Kejiwaan Kriteria kejiwaan meliputi; pengujian tingkat kejiwaan pekerja, seperti tingkat kejenuhan, emosi, motivasi, sikap dan lain-lain. Kriteria kejiwaan ini digunakan untuk mengetahui perubahan kejiwaan yang timbul selama bekerja. c. Kriteria Hasil Kerja Kriteria hasil keja meliputi: hasil kerja yang diperoleh dari pekerja. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh kondisi kerja dengan melihat hasil keja yang diperoleh dari pekerja tersebut.

Fisiologi Kerja Setiap kegiatan yang berlangsung pada diri manusia membutuhkan energy. Kemampuan manusia untuk melakukan berbagai kegiatan tergantung pada struktur fisik dari tubuhnya sendiri, struktur tulang, otot-otot rangka, system saraf dan proses metabolism. Dua ratus enam tulang membentuk rangka manusia yang berfungsi menopang dan melakukan kegiatan-kegiatan fisik. Tulang-tulang tersebut saling berhubungan dengan sendi-sendi yang merupakan gumpalan-gumpalan serabut otot yang dapat berkontraksi. Fungsi dari serabut otot adalah untuk mengubah energy kimia menjadi energy mekanik. Kegiatan-kegiatan otot dikontrol oleh system saraf sedemikian rupa sehingga kerja otot secara keseluruhan dapat berlangsung dengan baik. Untuk melakukan semua kegiatan manusia diperlukan suplai energy. Energy terbentuk karena adanya proses metabolism dalam otot, yaitu berupa serangkaian proses kimia yang mengubah bahan makanan menjadi dua bentuk energy : energy mekanis dan energy panas Aktivitas otot akan mengubah fungsi-fungsi fisiologis dalam tubuh sebagai berikut : Denyut jantung Tekanan darah Keluaran/output jantung (liter darah/menit Komposisi kimia dalam darah dan tubuh Temperature tubuh Laju penguapan Ventilasi paru-paru

Konsumsi oksigen oleh otot

Proses Metabolisme Proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh manusia merupakan fase yang penting sebagai penghasil energy yang diperlukan untuk kerja fisik. Proses metabolisme ini bias dianalogikan dengan proses pembakaran yang kita jumpai dalam mesin motor bakar (combustion engine). Lewat proses metabolis akan dihasilkan pandas dan energy yang diperlukan untuk kerja mekanis lewat system otot manusia. Disini zat-zat makanan akan bersenyawa dengan oksigen (O2) yang dihirup, terbakar dan menimbulkan panas serta energy mekanik

Pengukuran konsumsi energy Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran tekanan darah, aliran darah, komposisi kimia dalam darah, temperatur tubuh, tingkat penguapan dan jumlah udara yang dikeluarkan oleh paru-paru. Dalam penentuan konsumsi energi biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung. Indeks ini merupakan perbedaan antara kecepatan denyut jantung pada waktu kerja tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada saat istirahat. Untuk merumuskan hubungan antara energy expenditure dengan kecepatan heart rate (denyut jantung), dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara energy expediture dengan kecepatan denyut jantung dengan menggunakan analisa regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan sebagai berikut :
Y 1,80411 0,0229038X 4,71733.10 4 X 2

Dimana: Y : Energi (kilokalori per menit) X : Kecepatan denyut jantung (denyut per menit)

Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi, maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan dalam bentuk matematis sebagai berikut :

KE = Et Ei

Dimana : KE : Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu (kilokalori/menit) Et Ei : Pengeluaran energi pada saat waktu kerja tertentu (kilokalori/menit) : Pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori/menit)

Terdapat tiga tingkat energi fisiologi yang umum : Istirahat, limit kerja aerobik, dan kerja anaerobik. Pada tahap istirahat pengeluaran energi diperlukan untuk mempertahankan kehidupan tubuh yang disebut tingkat metabolisis basah. Hal tersebut mengukur perbandingan oksigen yang masuk dalam paru-paru dengan karbondioksida yang keluar. Berat tubuh dan luas permukaan adalah faktor penentu yang dinyatakan dalam kilokalori/area permukaan/jam. Rata-rata manusia mempuanyai berat 65 kg dan mempunyai area permukaan 1,77 meter persegi memerlukan energi sebesar 1 kilokalori/menit. Kerja disebut aerobik bila suply oksigen pada otot sempurna, sistem akan kekurangan oksigen dan kerja menjadi anaerobik. Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas fisiologi yang dapat ditingkatkan melalui latihan. Aktivitas dan tingkat energi dan Klasifikasi beban kerja dan reaksi fisiologis terlihat pada tabel 1 dan 2. Tabel 1. Aktivitas Dan Tingkat Energi ENERGI (Kkal/menit) DETAK JANTUNG (per menit) OKSIGEN (liter/menit) 0.2
Metabolis me basah Istirahat

2.5

7.5

10

60

75

100

125

150

0.5

1
Jalan (6.5kph) Angkat roda 100 kg

1.5

Kerja ringan

Kerja berat

Naik Pohon Membuat tungku

Duduk Mengendarai Mobil

Tidur

Bekerja ditambang

Jalan di Bulan

Tabel 2. Klasifikasi Beban Kerja Dan Reaksi Fisiologis Tingkat Pekerjaan Kkal / menit Undully Heavy Very Heavy Heavy Moderate Light Very Light >12.5 10.0 12.5 7.5 10.0 5.0 7.5 2.5 5.0 < 2.5 Kkal / 8jam >6000 4800 6000 3600 4800 2400 3600 1200 2400 < 1200 Detak / menit >175 150 175 125 150 100 125 60 100 < 60 Energy Expenditure Detak Jantung Konsumsi Energi Liter / menit >2.5 2.0 2.5 1.5 2.0 1.0 1.5 0.5 1.0 < 0.5

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan mendapatkan 4,8 kcal energi. R= Dimana : R T B S : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (Recoveery) : Total waktu kerja dalam menit : Kapasitas oksigen pada saat kerja (liter/menit) : Kapasitas oksigen pada saat diam (liter/menit) T(B S) B 0,3

Konsumsi energi berdasarkan denyut jantung (heart rate) Jika denyut nadi dipantau selama istirahat, kerja dan pemulihan, maka recovery (waktu pemulihan) untuk beristirahat meningkat sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan yang ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup sehingga mengalami kelelahan yang kronis. Murrel membuat metode untuk menentukan waktu istirahat sebagai kompensasi dari pekerjaan fisik :
R T W S W 1,5

Dimana : R : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (Recoveery)

: Total waktu kerja dalam menit

W : Konsumsi energi rata-rata untuk bekerja dalam kkal/menit S : Pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan dalam kkal/menit (biasanya 4 atau 5 Kkal/menit) Menentukan Waktu Standar Dengan Metode Fisiologis Pengukuran fisiologi dapat dipergunakan untuk membandingkan cost energy pada suatu pekerjaan yang memenuhi waktu standar, dengan pekerjaan serupa yang tidak standard, tetapi perbandingan harus dibuat untuk orang yang sama. hasilnya mungkin beberapa orang yang memiliki performansi 150% hingga 160% menggunakan energi expenditure sama dengan orang yang performansinya hanya 110% sampai 115%. Waktu standar ditentukan untuk tugas, pekerjaan yang spesifik dan jelas definisinya. Dr. Lucien Brouha telah membuat tabel klasifikasi beban kerja dalam reaksi fisiologi, untuk menentukan berat ringannya suatu pekerjaan, seperti terlihat pada tabel 3.. Tabel 3. Jenis Pekerjaan Dengan Konsumsi Oksigen OXYGEN WORK LOAD CONSUMPTION (Liter/Minute) Light Moderate Heavy Very Heavy 0.5 1.0 1.0 1.5 1.5 2.0 2.0 2.5 ENERGY EXPENDITURE (Calories/minute) 2.5 5.0 5.0 7.5 7.5 10.0 10.0 12.5 HEART RATE DURING WORK (Beats per minute) 60 100 100 125 125 150 150 - 175

Fatique Fatique adalah suatu kelelahan yang terjadi pada syaraf dan otot-otot manusia sehingga tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Kelelahan dipandang dari sudut industri adalah pengaruh dari kerja pada pikiran dan tubuh manusia yang cenderung untuk mengurangi kecepatan kerja mereka atau menurunkan kualitas produksi, atau kedua-duanya dari performansi optimum seorang operator. Cakupan dari kelelahan, yaitu : 1. Penurunan dalam performansi kerja Pengurangan dalam kecepatan dan kualitas output yang terjadi bila melewati suatu periode tertentu, disebut industry fatique.

2. Pengurangan dalam kapasitas kerja perusakan otot atau ketidakseimbangan susunan saraf untuk memberikan stimulus, disebut Psikologis fatique 3. Laporan-laporan subyektif dari pekerja Berhubungan dengan perasaan gelisah dan bosan, disebut fungsional fatique.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fatique adalah besarnya tenaga yang dikeluarkan, kecepatan, cara dan sikap melakukan aktivitas, jenis kelamin dan umur. Fatique dapat diukur dengan : a. Mengukur kecepatan denyut jantung dan pernapasan b. Mengukur tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang dipakai, jumlah CO2 yang dihasilkan, temperatur badan, komposisis kimia dalam urin dan darah c. Menggunakan alat uji kelelahan Riken Fatique.
d. Kelelahan otot adalah kelelahan yang terjadi karena kerja otot dengan adanya

aktivitas kontraksi dan relaksasi. Tipe aktivitas otot oleh Ryan dalam Work & Effort adalah: 1. Pengeluaran sejumlah energi secara cepat. 2. Pekerjaan yang dilakukan secara teru-menerus. 3. Pekerjaan setempat atau lokal yang terus-menerus berulang dengan pengeluaran energi setempat yang besar. 4. Sikap yang dibatasi (kerja statis).
e. Kelelahan secara umum juga sering dirasakan pada setiap aktivitas yang dilakukan.

Kelelahan umum ditandai dengan berbagai kondisi antara lain: 1. Kelelahan visual (indera penglihatan) disebabkan oleh illuminasi, luminasi, seringnya akomodasi mata. 2. Kelelahan seluruh tubuh. 3. Kelelahan mental. 4. Kelelahan urat saraf. 5. Stress (pikiran tegang). 6. Rasa malas bekerja.

Untuk lebih jelas mengenai fatique dapat dibaca pada buku Motion & Time Study: Design & measurement of Work, Barnes Ralph, 1980

Vous aimerez peut-être aussi