Vous êtes sur la page 1sur 21

Liverpool, Siapa bilang tak punya lambung orang tak bisa makan?

Dua gadis membuktikan mereka masih bisa hidup normal setelah lambungnya diangkat karena kanker. Tapi syaratnya makan tak bisa banyak-banyak kadang 1 sendok atau maksimal sepertiga porsi biasa. Hidup tanpa lambung itu dialami Ravindra dan Meeta Singh. Dua bersaudara ini mengangangkat lambungnya untuk mencegah dan mengalahkan kanker yang telah menewaskan 5 anggota keluarga mereka. Keluarga Singh, termasuk Ravindra dan Meeta, membawa gen mutan langka E-cadherin, yang hanya terjadi pada 100 keluarga di seluruh dunia. Gen mutan ini membuat mereka lebih rentan terhadap kanker lambung dan kanker payudara. Ravindra sudah menderita kanker lambung ketika ia menjalani operasi pengangkatan lambung, sedangkan Meeta memutuskan operasi sebagai tindakan pencegahan. Hampir setahun setelah operasi yang berlangsung di Liverpool, dua bersaudara ini mengaku sedang belajar untuk hidup lagi, tapi mereka merasa segala sesuatu menjadi sangat sulit, terutama yang berhubungan dengan urusan makan. "Saya jauh lebih baik daripada sebulan sebelumnya, tapi jelas masih ada efek samping yang saya rasakan dengan tidak memiliki lambung," tutur Ravindra yang masih sering merasa lelah dan pusing, seperti dilansir dari BBCNews, Rabu (4/8/2010). Sudah setahun pasca operasi, tapi Ravindra mengaku masih takut untuk keluar dan makan di luar rumah. Ketika pertama kali keluar dari ruang operasi, Ravindra hanya makan dengan jumlah yang sangat minim, yaitu satu sendok makan. Tapi setelah selang 1 tahun, ia bisa makan sepertiga dari porsi makannya yang biasa. "Tapi bila saya makan terlalu banyak, beberapa saat setelah saya selesai makan, saya akan merasa tidak nyaman, gangguan pencernaan, jumlah asam meningkat dan kemudian mengalami apa yang disebut sindrom 'dumping', seperti semacam diare parah," jelas Ravindra yang sekarang berusia 30 tahun. Meeta pun mengalami hal yang sama. "Itu tergantung pada apa makanan yang kita makan, tetapi jika itu adalah makanan yang seharusnya tidak kita makan, seperti roti, saya dapat merasakan sensasi bergerak ke tenggorokan dan kemudian roti ini serasa mengembang," ujar Meeta yang kini berusia 25 tahun dan merupakan adik kandung Ravindra. "Meskipun ini merupakan operasi yang besar, tapi ini memungkinkan seseorang untuk hidup tanpa lambung," jelas Simon Dexter, seorang konsultan di Leeds Teaching Hospitals dan merupakan dokter bedah yang menangani Meeta. Dexter menambahkan, usus sebenarnya adalah tabung yang bergerak dari atas ke bawah, sedangkan lambung merupakan pembengkakan di dalam tabung. Bila lambung dikeluarkan, maka sama saja dengan menutup celah yang terjadi di antara keduanya.

Fungsi utama dari lambung adalah penyimpanan. Ini memungkinkan seseorang untuk makan dengan jumlah besar dan kemudian menyimpannya di dalam lambung. Namun, bila orang tidak memiliki lambung, maka ia harus lebih sering makan tapi dengan porsi yang jauh lebih sedikit. "Lambung membantu penyerapan zat besi dan vitamin B12, sehingga memberi tambahan vitamin bagi tubuh. Tapi bila tak punya lambung, maka orang bisa melengkapi kebutuhan vitamin tersebut dengan suplemen. Sehingga tidak memiliki lambung seharusnya tidak memiliki efek yang mendalam," papar Dexter. Dan menurut Dexter, pengangkatan lambung adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawa Ravindra dan Meeta.

(mer/ir) credit: detik.com

http://www.indowebster.web.id/archive/index.php/t-107886.html

Gastritis ini terjadi secara perlahan pada orang-orang yang sehat, bisa disertai dengan perdarahan atau pembentukan ulkus (borok, luka terbuka). Paling sering terjadi pada alkoholik. 1. Gastritis karena virus atau jamur bisa terjadi pada penderita penyakit menahun atau penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan. 2. Gastritis eosinofilik bisa terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap infestasi cacing gelang. Eosinofil (sel darah putih) terkumpul di dinding lambung. 3. Gastritis atrofik terjadi jika antibodi menyerang lapisan lambung, sehingga lapisan lambung menjadi sangat tipis dan kehilangan sebagian atau seluruh selnya yang menghasilkan asam dan enzim. Keadaan ini biasanya terjadi pada

usia lanjut. Gastritis ini juga cenderung terjadi pada orangorang yang sebagian lambungnya telah diangkat (menjalani pembedahan gastrektomi parsial). Gastritis atrofik bisa menyebabkan anemia pernisiosa karena mempengaruhi penyerapan vitamin B12 dari makanan.

4. Gastritis sel plasma merupakan gastritis yang penyebabnya tidak diketahui. Sel plasma (salah satu jenis sel darah putih) terkumpul di dalam dinding lambung dan organ lainnya. 5. Gastritis juga bisa terjadi jika seseorang menelan bahan korosif atau menerima terapi penyinaran kadar tinggi.
DIABETES MELLITUS

A. Pengertian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). B. Klasifikasi Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut : 1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM) 2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM) 3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya 4. Diabetes mellitus gestasional (GDM) C. Etiologi 1. Diabetes tipe I: a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. b. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. 2. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang

peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko : a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) b. Obesitas c. Riwayat keluarga D. Patofisiologi/Pathways

E. Tanda dan Gejala Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia

terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah : 1. Katarak 2. Glaukoma 3. Retinopati 4. Gatal seluruh badan 5. Pruritus Vulvae 6. Infeksi bakteri kulit 7. Infeksi jamur di kulit 8. Dermatopati 9. Neuropati perifer 10. Neuropati viseral 11. Amiotropi 12. Ulkus Neurotropik 13. Penyakit ginjal 14. Penyakit pembuluh darah perifer 15. Penyakit koroner 16. Penyakit pembuluh darah otak 17. Hipertensi Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak. Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas. F. Pemeriksaan Penunjang 1. Glukosa darah sewaktu

2. Kadar glukosa darah puasa 3. Tes toleransi glukosa Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl) Bukan DM Belum pasti DM DM Kadar glukosa darah sewaktu - Plasma vena - Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa - Plasma vena - Darah kapiler < 100 <80 <110 <90 100-200 80-200 110-120 90-110 >200 >200 >126 >110 Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) 3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl G. Penatalaksanaan Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes : 1. Diet 2. Latihan 3. Pemantauan 4. Terapi (jika diperlukan) 5. Pendidikan H. Pengkajian ? Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? ? Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. ? Aktivitas/ Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun. ? Sirkulasi Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah ? Integritas Ego Stress, ansietas ? Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare ? Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. ? Neurosensori Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan. ? Nyeri / Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) ? Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) ? Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit. I. Masalah Keperawatan 1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan 2. Kekurangan volume cairan 3. Gangguan integritas kulit 4. Resiko terjadi injury

J. Intervensi 1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak. Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : ? Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat ? Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya Intervensi : ? Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi. ? Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien. ? Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi. ? Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral. ? Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi. ? Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala. ? Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah. ? Kolaborasi pemberian pengobatan insulin. ? Kolaborasi dengan ahli diet. 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi : ? Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik ? Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul ? Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas ? Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa ? Pantau masukan dan pengeluaran ? Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung ? Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung. ? Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur

? Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K) 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer). Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan. Kriteria Hasil : Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi Intervensi : ? Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut. ? Kaji tanda vital ? Kaji adanya nyeri ? Lakukan perawatan luka ? Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi. ? Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. 4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan Tujuan : pasien tidak mengalami injury Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury Intervensi : ? Hindarkan lantai yang licin. ? Gunakan bed yang rendah. ? Orientasikan klien dengan ruangan. ? Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari ? Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi DAFTAR PUSTAKA Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997. Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999. Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002. Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996. Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
A. Pengertian Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada pembuluh basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.(Arif Mansyoer, 1997 : 580) Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. Diabetes Mellitus digolongkan sebagai penyakit endokrin atau hormonal karena gambaran produksi atau penggunaan insulin (Barbara C. Long, 1996:4) Diabetes Mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abmormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurogenik dan kardiovaskuler (Hotma Rumoharba, Skp, 1997). Diabetes Mellitus adalah penyakit herediter (diturunkan) secara genetis resesi berupa gangguan metabolisme KH yang disebabkan kekurangan insulin relatif atau absolut yang dapat timbul pada berbagai usia dengan gejala hiperglikemia, glikosuria, poliuria, polidipsi, kelemahan umum dan penurunan berat badan. Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah: 1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut): a. Autoimun b. Idiopatik 2. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin). 3. Diabetes tipe lain a. Defek genetik fungsi sel beta: 1) Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3 2) DNA mitokondria b. Defek genetik kerja insulin c. Penyakit eksokrin pankreas 1) Pankreatitis

2) Tumor / pankreatektomi 3) Pankreatopati fibrotakalkus d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, dan hipertiroidism. e. Karena obat / zat kimia 1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat 2) Glukokortikoid, hormon tiroid 3) Tiazid, dilantin, interferona, dll. f. Infeksi: rubela kongenital, sitomegalovirus g. Penyebab imunologi yanng jarang : antibodi antiinsullin h. Sindrom genetik lain yanng berkaitan dengan DM: sindrom down, sindrom kllinefelter, sindrom turner, dll. 4. Diabetes Mellitus Gestasional B. Etiologi Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin ( DMTI ) di sebabkan oleh destruksi sel beta pulau lengerhands akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM ) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin ( DMTTI ) disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. C. Patofisiologi Karena proses penuaan, gaya hidup, infeksi, keturunan, obesitas dan kehamilan akan menyebabkan kekurangan insulin atau tidak efektifnya insulin sehingga sehinga terjadi gangguan permeabilitas glukosa di dalam sel. Di samping itu juga dapat di sebabkan oleh karena keadaan akut kelebihan hormon tiroid, prolaktin dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah.peningkatan kadar hormon hoormon tersebut dalam jangka panjang terutama hormon pertumbuhan di anggap diabetogenik ( menimbulkan diabet ). Hormon hormon tersebut merangsang pengeluaran insulin secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau lengerhans paankreas, sehingga akhirnya terjadi penurunan respon sel terhadap innsulin dan apabila hati mengalami gangguan dalam mengolah glukoosa menjadi glikogen atau proses glikogenesis maka kadar gula dalam darah akan meningkat. Dan apabila ambang ginjal dilalui timbullah glukosuria yang menybebkan peningkatan volume urine, rasa haus tersimulasi dan pasien akan minum air dalam jumlah yang banyak ( polidipsi )karena glukosa hilang bersama urine, maka terjadi ekhilangan kalori dan starvasi seeluler, slera makan dan orang menjadi sering makan ( polifagi ). Hiperglikemia menyebabkan kadar gula dalam keringat meningkat, keringat menguap, gula tertimbun di dalam kulit dan menyebabkan iritasi dan gatal gatal. Akibat hiperglikemia terjadi penumpukan glukosa dalam sel yang yang merusak kapiler dan menyebabkan peningkaatan sarbitol yang akan menyebabkann gangguan fungsi endotel. Kebocoran sklerosis yang menyebabkan gangguan ganguan pada arteri dan kepiler. Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan glikoprotein dan penebalan membran dasar sehingga kapiler terganggu yang akan menyebebkan gangguan perfusi jaringan turun yang

mempengaruhi organ ginjal, mata, tungkai bawah, saraf. ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )

D. Manifestasi Klinis 1. Poliuria 2. Polidipsia 3. Polifagia 4. Penurunan berat badan 5. pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan kram otot, ( gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis ). Gejala lain yangmungkin di dikeluhkan pada pasien adalah kesemutan, gatal-gatal, mata kabur dan impotaansi pada pria. ( Mansjoer, 1999 ) E. Gejala Kronik Gejala Kronik Diabetes Mellitus Kadang-kadng pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus tidak menunjukkan gejala akut ( mendadak ), tapi pasien tersebut menunjukkan gajala sesudah beberapa bulan atau beberapa bulan mengiap penyakit DM. gejala ini disebut gejala kronik atau menahun, adapun gejala kronik yang sering timbul adalah : - Kesemutan - Kulit terasa panas ( medangen ) atau seperti terusuk jarum - Rasa tebal di kulit sehingga seeehingga kalau berrjalan seperti di atas bantal atau kasur - Kram - Mudah mengntuk - Capai - Mata kabur, biasanya seeing ganti kaca mata - Gatal sekitar kemaluan, terrutama pda wanita - Gigi mudaah lepas daaan mudaah goyah - kemempuan seksual menurun atau bahkan impoten - terjaddi hambatan dalam pertumbuhan dalam anak-anak ( Tjokro Prawito, 1997 ) Adapun kelompok resiko tinggi yang memudahkan terkena penyakit diabetes melitus adalah: - kelompok resiko tinggi untuk penyakit diabetes mellitus - kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun) - kegemukan - tekanan darah tinggi - riwayat keluarga DM - riwayat DM pada kehamilan - riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi 4 kg - riwayat terkena penyakit infeksi virus, misal virus morbili

- riwayat lama mengkonsumsi obat-obatan atau suntikan golongan kortikosteroid. ( Tjokro Prawito, 1997 ) F. Pemeriksaan Penunjang Glukosa darah: meningkat 200 100 mg/dl, atau lebih Aseton plasma (keton): positif secara menyolok Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat Osmolalitas serum: menngkat tetapi biasanya kurang dari 330 m Osm/l Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun Fosfor: lebih sering menurun. Hemoglobin glikosilat: kadarnya menngkat 2 4 kali lipat Gas darah arteri: biasanya menunjukkan PH rendah dan penurunan pada HCO3 (Asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentraasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi. Ureum/Kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan fungsi ginjal) Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari Diaabetes melitus (Diabetik ketoasidosis) Pemeriksaan fungsi ttiroid: peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat menongkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin Urin: gula dan asetan positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi saaluran kemih, infeksi pernafasan, dan infeksi pada luka. G. Penatalaksanaan Medis Tujuan utama untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronis. Jika pasien berhasil mengatasi diabetesnya,ia akan terhindar dari hiperglikemia dan hipoglikemia. Penatalaksanaan medis pada pasien diabetes mellitus tergantung pada ketepatan interaksi tiga faktor: Aktivitas fisik Diit Intervensi farmakologi dengan preparat hipoglikemik oral atau insulin. Intervensi yang direncanakan untuk diabetes harus individual, harus berdasarkan pada tujuan, usia, gaya hidup, kebutuhan nutrisi, maturasi, tingkat aktivitas, pekerjaan, tipe diabetes pasien dan kemampuan untuk secara mandiri melakukan ketrampilan yang dibutuhkan oleh rencana penatalaksanaan. Tujuan awal untuk pasien yang baru didiagnosa diabetes atau pasien dengan kontrol buruk diabetes harus difokuskan pada yang berikut ini: Elminasi ketosis, jika terdapat

Pencapaian berat badan yang diinginkan Pencegahan manifestasi hiperglikemia Pemeliharaan kesejahteraan psikososial Pemeliharaan toleransi latihan Pencegahan hipoglikemia Pengelolaan Hipoglikemia: a. Stadium permulaan (sadar): Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/ permen gulamurni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan makanan yang pengandung hidrat arang Stop obat hipoglikemik sementara, periksa glukosa darah sewaktu b. Stadium lanjut (koma hipoglikemia): Penanganan harus cepat Berikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon melalui vena setiap glukosa darah dalam nilai normal atau di atas normal disertai pemantauan glukosa darah Bila hipoglikemia belum teratasi, berikan anatagonis insulin seperti: adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 1 mg intravena/ intramuskular Pemantauan kadar glukosa darah. I. Komplikasi a. Akut Koma hipoglikemia Ketoasidosis Koma hiperosmolar nonketotik b. Kronik Makroangiopati, menegnai pembuluh darah besar, pembukluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak Mikroangiopati, mengenaipembuluh darah kecil, retino diabetik, nefropati diabetik Neuropati diabetik Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitas, dan infeksi saluran kemih Kaki diabetik. BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Riwayat Informasi Umum: Umur Sex BB sebelum dan sesudah sakit

TB Jika klien telah terdiagnosa Gejala spesifik Kapan gejalan tersebut muncul Obat-obat diabetes: nama, berapa lama, cara penyuntikan RX. Obat Jenis stressor: pekerjaan, rumah atau keluarga,penyaakit lain Jenis monitoring: darah, urin Program latihan: jenis Riwayat kesehatan dan masa lalu Riwayat keluarga: DM, penyakit jantung, stroke, obesitas, riwayat lahhir mati, kelahiran, dengan bayi 9 bulan Riwayat kesehatan saat ini: Pandangan double kabur Cramp kaki pada saat jalan dan saat istirahat tidak nyaman Pada extrimitas terasa: baal, perubahan warna, dingin, kesemutan, nyeri. Jika terdapat diare: fekol inkontinensia, kapan terjadinya Adakah masalah pemasukan Adakah masalah pemasukan: urin tersisa di vesicaurinaria menyebabkan rasa penuh yang aba Concern klien dan keluarga: harapan dan kebutuhhan khusus 2. Pemeriksaan Fisik Tingkat kesadaran orientasi klien respon terhadap stimulasi Tanda vital: N, S, TD, P, nafas bau aseton Manifestasi komplikasi: tanda retinopati ophtamoncopic Suhu kulit, nadi lemah (posterior tibial dan dorsalis pedia) Sensasi: tumpul dan tajam Reflex c. Psikososia Gambaran klien tentang dirinya sebelum terdiagnosa dan persepsi saat ini. Kapan klien terhadap kemampuan untuk melakukan tugas dan fungsi Interaksi klien dengan anggota keluarga yang lain dan orang dalam pekerjaan dan sekolah Kapan kien merasa lebih stress Suport dan pelayanan orang di sekitarnya Depresi merasa kehilangan fungsi, kebebasan dan kontrol. d. Laboratorium Serum elektrolit (k dan Na) Glukosa darah BUN dan serum cretinin

Microalbuminuria Glycosylated hemoglobin (HbA1c) Nilai PH dan PCO2 B. Diagnosa Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan Dapat berhubungan dengan : Diuresis osmotik (dari hiperglikemia), kehilangan gastrik berlebihan, diare, muntah, masukan dibatasi, mual, kacau mental. Kemungkinan dibuktikan oleh : Peningkatan keluaran urine, urine encer. Kelemahan, haus, penurunan BB tiba-tiba, kulit /membran mukosa kering, turgor kulit buruk, hipotensi, takikardi, pelambatan pengisian kapiler. Hasil yang diharapkan/ Kriteria evaluasi pasien akan : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,keluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal. Kolaborasi Berikan terapi sesuai dengan indikasi: Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dextrasa Albumin, plasma atau dextran. R/ - Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual. - Plasma ekspander (pengganti kadang dibutuhkan jika kekurangan mengancam kehidupan atau tekanan darah). Pasang atau pertahankan kateter urine tetap terpasang R/ Memberikan pengukuran yang tepat atau akurat terhadap pengukuran keluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan gangguan kantong kemih (retensi urine atau inkontinensia). Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui intravena dan atau melalui sesuai indikasi. R/ Kalium harus ditambahkan pada intravena (segera aliran adekuat) untuk mencegah hipokalemia.

Tindakan / Intervensi Pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik. R/ Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Suhu, warna kulit, atau kelembabannya. R/ Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal yang umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.

Kaji adanya perubahan mental/ sensori R/ Perubahan mental dapat berhubungan dengan glukosa yang tinggi atau yang rendah (hiperglikemia), elektrolit yang abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral dan berkembangnya hipoksia. 2. Nutrisi, perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh. Dapat berhubungan dengan : Ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak). Peenurunan masukan oral: anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran. Status hipermetabolisme: pelepasan hormon stres (misal epinfrin, kortisol dan hormon pertumbuhan), proses infeksius. Kemungkinan dibuktikan oleh : Melaporkan masukan tidak adekuat, kurang minat pada makanan. Penurunan BB, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare. Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi pasien akan : Mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat menunjukkan tingkat energi. Mendemonstrasikan BB stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya /yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal. Kolaborasi Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stiek R/ Analisa keadaan di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat (menunjukkan keadaan saat dilakukan pemeriksaan) daripada memantau gula dalam urine (reduksi urine yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah. Berikan larutan glukosa, misalnya dekstrosa dan setengah salin normal. R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Lakukan konsultasi dengan ahli diit. R/ Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diit untuk memenuhi kebutuhan nitrisi pasien. Tindakan / Intervensi Tentukan program diit dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien. R/ Mengindentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi. R/ Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan mobilitas atau fungsi lambung (distensi atau ilius paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan etnik atau

kultur. R/ Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. Timbang BB setiap hari atau sesuai dengan indikasi. R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan utilisasinya). 3. Infeksi,Resiko tinggi terhadap (Sepsis) Faktor resiko meliputi : kadar gula tinggi, penurunan fungsi leukosit, perrubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada seebelumnya atau ISK. Kemungkinan di buktikan oleh : ( tidak dapat di terapkan : adanya tendaa-tanda dan gejala gejala membuat diaknosa aktual ) Hal yang di harapkan / kriteria Evaluasi pasien akan : mengidentivikasi intervensi untuk menceegah atau menurunkan resiko infeksi. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeeksi. Kolaborasi Lakukan pemeriksaan kultur dan ssensitifitas sesuai dengan indikasi R/ untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih / memberikan terapi anti biotik yang terbaik. Berikan anti biotik yang sesuai R/ penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis. 4. Kelelahan Dapat dihubungkan dengan : penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hieper metabolik / infeksi. Kemungkinan di buktikan oleh : kurang energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahakan rutinitas biasanya, penutunan kinerja, kecenderungan untuk kecelakaan. Hasil yang di harapkan / kriteria Evaluasi pasien akan : mengungkapkan peeningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang di inginkan. Tindakan / Intervensi Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas R/ pendidikan apat memberikan motivasi untuk meninkatkan tingkat aktivitas meskipun passien mungkin sangat lelah. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa di ganggu. R/ mencegah kelelahan yang berlebihan. Pantau nadi, frekuensi pernapsan dan tekanan darah sebelum atua sesudah melakukan aktivitas. R/ mengindikasikan tingkat aktivitass yang dapat di toleransi secara fisiologis. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai degnan yang dapat di toleransi R/ meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang

dapat di toleransi pasien. 5. Kurang Pengetahuan ( Kebutuhan Beljar ) Mengenal Penyakit, Proknosis, dan Kebutuhan Pengobatan. Dapat di hubungkan dengan : kurang pemajanan / mengingat kesalahan interpretasi informasi. Kemungkinan di buktikan oleh : pertanyaan atau meminta informasi, mengungkapkan masalah.ketidakakuratan mengikuti instruksi terjadinya komplikasi yang dapat di cegah. Hasil yang di harapkan / kriteria Evaluasi pasien akan : mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. Mengidentifikasi hubungan tanda atau gejala degnan proses penyakit dn menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan. Melakukan perubahan gaya hidup dan beraprtisipassi dalaam program pengobatan. Tindakan / Intervensi Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada untuk pasien. R/ memperhatikan dan menanggapi perlu perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar. Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan R/ pertisipasi dalaam perencanaan meningkatkan antusias dan bekerja sama dengan pasien dengan prinsip-prinsip yang di pelajari. Diskusikan tentang rencana diit, penggunaan makanan tinggi serta dan cara untuk melakukan makan di luar rumah. R/ kesadaran tentang pentingnya kontrrol diit akan membantu pasien dalam emrancanakan makan atau menaati program. Tinjau ulang pengaruh rokok pada penggunaan insulin, anjurkan pasien untuk menghentikan merokok. R/ nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil daan absorbsi insulin di perlambat selama pembuluh darah ini mengalami konstriksi. Identifikasi sumber sumber yang ada di masyarakat, bila ada. R/ dukungan kontinue biassanya penting untuk menumpang perubahan gaya hidup dan meningkatkan penerimaan atas diri sendiri. DAFTAR PUSTAKA 1. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Mellsitus tipe 2. PB Perkeni, 2002. 2. Diabetes Mellitus klasifikasi, diagnosis, dan terapi. Askandar Tjokroprawito. PT Gramedia Pustaka Utama, 1989. 3. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Barbara Engram. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1994.

1. Pengkajian. Mengumpulkan data pasien DM baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wawancara, observasi dan dokumentasi secara biopsikososial dan spiritual. a. Identitas klien. Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, no.register RS, Diagnosa medis, penanggung jawab. Keluhan utama. Biasanya pasien datang dengan keluhan : pusing, lemah, letih, luka yang tidak sembuh. b. Riwayat penyakit sekarang. perubahan pola berkemih. Pusing. Mual, muntah. Apa ada diberi obat sebelum masuk RS. c. Riwayat penyakit dahulu. Apakah pasien punya penyakit DM sebelumnya. d. Riwayat penyakit keluarga. Tanyakan pada pasien apa ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti yang di derita pasien. e. Pemeriksaan Fisik Diabetes Mellitus Keadaan umum : penampilan, tanda vital, kesadaran, TB, BB. Kulit : keadaan kulit, warnanya, turgor,edema, lesi, memar. Kepala : keadaan rambut, warna rambut, apa ada massa. Mata : bagaimana pupilnya, warna sklera, kunjungtiva, bagaimana reaksi pupil terhadap cahaya, apakah menggunakan alat bantal. Hidung : strukturnya, apa ada polip, peradangan, fungsi penciuman. Telinga : strukturnya, apa ada cairan keluar dari telinga, peradangan, nyeri. Mulut : keadaan mulut, gigi, mukosa mulut dan bibir, apa ada gangguan menelan. Leher : keadaan leher, kelenjar tiroid. Dada/pernapasan/sirkulasi : bentuk dada, frekuensi napas, apa ada bunyi tambahan, gerakan dinding dada. Abdomen : struktur, kebersihan, apa ada asites, kembung, bising usus, apa ada nyeri tekan. f. Kebutuhan biologis. Nutrisi : pola kebiasaan makanan, jenis makanan / minuman. Eliminasi : pola, frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi (BAK/BAB ). Istirahat / tidur : kebiasaan tidur selama di rumah dan RS. Aktivitas : Apakah terganggu atau terbatas, faktor yang memperingan atau memperberat, riwayat pekerjaan.

g. Riwayat psikologis. Bagaimana pola pemecahan masalah pasien terhadap masalahnya demikian juga keluarga. h. Riwayat sosial. Kebiasaan hidup, konsep diri terhadap masalah kesehatan, hubungan dengan keluarga, tetangga, dokter, perawat. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL PADA DIABETES MELLITUS. 1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan anggota tubuh ditandai, pasien mengelih badan terasa lemah, berjalan dengan di bantu. Tujuan : mobilisasi fisik terpenuhi. Intervensi : 1. Kaji tingkat kelemahan 2. Diskusikan dengan pasien pentingnya aktivitas 3. Berikan partisipasi pasien dalam ADL 4. Dekatkan peralatan yang dibutukan pasien 5. Monitor tanda vital setelah dan sebelum melakukan aktiovitas ringan 6. Bantu pasien melakukan aktipitas ringan. 2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar gula darah ditandai Pasien mengatakan ia sering ingin buang air kecil, kadar gula sewaktu dan kadar gula darah puasa. Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit: Intervensi : 1. Kaji perubahan warna kulit 2. Anjurkan pasien berhati-hati dalam melakukan aktifitas (kekamar kecil) 3. Beritahu pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung pemanis. 4. Beritahu atau beri penjelasan tentang hal yang berhubungan dengan penyakitnya. 3. Risiko hipoglikemia berhubungan dengan terlalu banyak insulin, makan sedikit, gula darah terlalu drastis turun ditandai kulit pucat, lembab, takikardi, diaforesis, gugup. Tujuan : Mengatasi dan meminimalkan episode abnormal gula darah dan komplikasi vaskuler. Intervensi : 1. Pantau tanda dan gejala hipoglikemi : a. Glukosa darah < 70 mg/dl b. Kulit dingin, pucat, lembab c. Takikardia, diaforesis d. Gugup, gelisah e. Inkoordinasi f. Cenderung tidur g. Ketidaksadaran tentang Hipoglikemia.

Vous aimerez peut-être aussi