Vous êtes sur la page 1sur 51

Makalah Pleno Ascites dan Melena et causa Sirosis Hepatis

Disusun oleh:
Jamil Hasim Masahida Putri Adheline Alang Yordi Njudang Shelly Yoshianne A Maria Amelinda Made Widhia Maria Valentina Sari Piter Pical Ayu Sriningsih Norlida binti Mohd Jamil 102009114 102009233 102010030 102010060 102010128 102010159 102010205 102010235 102010295 102010369

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6, Kebon Jeruk Jakarta 2011

BAB I 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Sirosis adalah penyakit kronis hati, di mana terjadi destruksi dan regenerasi difus sel-sel parenkim hati dan peningkatan pertumbuhan jaringan ikat difus yang menghasilkan disorganisasi arsitektur lobular dan vaskular. Struktur normal hati digantikan dengan regenerasi nodul dan dikelilingi oleh jaringan ikat yang terbentuk secara berlebihan. Sirosis sebenarnya merupakan kondisi dinamis antara proses pencederaan sel (nekrosis), fibrosis serta penggantian sel yang rusak dengan pembentukan nodul. Keadaan ini sangat mengganggu pasokan bahan nutrisi, oksigen dan bahan metabolik pada berbagai daerah di hati yang dapat memacu iskemia maka terjadinya sirosis yang lebih lanjut.1 Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh dunia, sirosis menempati urutan ke-7 penyebab kematina. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di rumah sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous bacterial, peritonitis, serta hepatosellular carcinoma. Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju maka kasus sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi. Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.

Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja.2 1.2. Tujuan Mampu mengetahui anamnesis yang berhubungan dengan sistem hepatobiliar Mampu mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjangnya Mampu mengetahui diagnosis kerja dan diagnosis banding dari kasus yang diberikan Mampu mengetahui etiologi& patofisiologinya Mampu mengetahui manifestasi klinisnya Mampu mengetahui komplikasinya Mampu mengetahui penatalakasanaannya Mampu mengetahui prognosisnya

BAB II
2. Pembahasan
Pasien 65 Tahun datang dengna keluhan perut membesar sejak 3 bulan lalu. Pasien mengatakan kakinya juga dirasa membengkak sejak 5 bulan yang lalu. Perut dan kedua kakinya yang bengkak tidak disertai dengan rasa sakit, pasien juga kadang demam yang tidak tinggi. 7hari smrs pasien mengatakan BAKnya mulai berwarna teh pekat, BAB pasien berwarna kehitaman sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan dirinya saat muda pernah diberitahu dokter menderita hepatitis. Riwayat konsumsi obat nyeri tulang selama 6 tahun belakangan. Pada pemeriksaan fisik: BP 130/80mmHg, HR 98x/menit, RR 18x/menit, T 38C, BB 85 kg. 2.1. Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung atau tidak langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan optimal. 3 Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan fakta tentang keadaan penyakit si pasien, berikut dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Wawancara dapat dilakukan dengan pasien sendiri yang disebut auto-anamnesis tetapi dapat juga dilakukan dengan menanyai keluarga atau yang menemani pasien misal pada anak-anak atau bila pasien dalam keadaan gawat atau menderita strok dengan afasia dan disebut allo-anamnesis. Dalam melakukan anamnesis diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan nonverbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan.3

Beberapa komponen riwayat kesehatan: Identifikasi data Mengidentifikasi data seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan. Sumber riwayat biasanya pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman, surat rujukan Keluhan utama Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien mencari perawatan atau rekam medis. Penyakit saat ini Menjelaskan keluhan utama, gambarkan bagaimana perkembangan setiap gejala, tunjukan tujuh gambaran dari setiap gejala yaitu lokasi (di mana, apakah menyebar), kualitas (seperti apa rasanya), kuantitas atau keparahan (seberapa parah), waktu terjadinya gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama, seberapa sering gejala muncul), kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor lingkungan, aktivitas individu, reaksi emosi, atau keadaan lain yang berperan terhadap timbulnya penyakit), faktor yang meredakan atau memperburuk penyakit, manifesatasi terkait (apakah anda mengenali hal-hal lain yang menyertai gejala tersebut). Kemudian juga termasuk pikiran dan perasaan klien mengenai penyakitnya. Poin pengkajian dapat mencakup medikasi, alergi, kebiasaan merokok, alkohol, karena kerap kali terkait dengan penyakit yang sedang diderita. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan : 1. Apakah pasien merasa nyeri di abdomen (lokasi, penjalaran, onset)? 2. Apakah pasien merasa mual-muntah (warna, darah, jumlah muntahan, terasa asam atau tidak, terasa nyeri tidak)? 3. Apakah pasien ada anoreksia (apa ada penurunan berat badan, bagaimana dengan nafsu makan, atau takut makan akibat nyeri)?

4. Apakah pasien sering cepat lelah, sesak napas (berapa jauh jarak hingga merasa sesak, dapat berbaring terlentang/tidak, apa sering terbangun pada malam hari)? 5. Apakah kulit menjadi kuning secara spontan? 6. Bagaimana dengan warna urin? 7. Adakah bengkak di kaki, apakah perut membuncit, berat badan turun, sakit kepala? 8. Apakah pasien mengalami perdarahan gusi atau mimisan? 9. Apakah pasien mengalami hematemesis-melena? Riwayat kesehatan masa lalu Penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa lengkap dengan waktunya yang sedikitnya mencakup empat kategori berikut: medis, pembedahan; obstetrik/ginekologik dan psikiatrik, termasuk praktik mempertahankan kesehatan seperti imunisasi, uji skrining, masalah gaya hidup, dan keamanan rumah. Pertamyaan lain yang dapat ditanyakan pada pasien: Adakah riwayat gangguan hematologis (misalnya limfoma, leukemia)? Adakah riwayat penyakit hati? Pernahkah pasien mengalami infeksi (misalnya malaria)? Adakah riwayat kondisi metabolik turunan (misalnya penyakit Gaucher)? Apakah pasien mengalami perubahan pola tidur? Apakah pasien mempunyai riwayat konsumsi alkohol (berapa banyak)? Apakah pasien mempunyai riwayat penggunaan obat-obatan terlarang, baik menggunakan jarum suntik atau tidak, riwayat transfusi darah? Apakah pasien mempunyai riwayat penggunaan obat-obatan lain? Riwayat keluarga Gambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan atau usia dan penyebab kematian, apakah bersumber dari saudara kandung, orangtua, dan kakek nenek. Dokumen yang menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam keluarga, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, dan sebagainya.

Riwayat pribadi dan sosial Jelaskan tentang tingkat pendidikan, suku bangsa keluarga, keadaan rumah tangga saat ini, minat individu, dan gaya hidup.2,4,5

2.2.

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan teknik pemeriksaan fisik untuk mendapatkan tanda-tanda penyakit yang diidap pasien. Pemeriksaan fisik sudah dapat dinilai, mulai dari saat pasien masuk ke ruang praktek, melihat bentuk tubuh, cara berjalan, cara bergerak dan kesadaran umum. Sekilas sudah tampak sakit ringan, sedang ataupun berat. Akan terlihat juga kesadaran, sesak bengkak, di seluruh badan atau di muka, warna kulit kuning atau pucat dan keadaan gizi. Selanjutnya diperiksa tanda-tanda vital yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi, frekuensi, napas dan suhu tubuh.2,6 Status Keadaan umum : tampak sakit ringan Kesadaran Tanda-tanda vital Tekanan darah Denyut nadi Frekuensi nafas Suhu Berat badan : 130/80 mmHg : 98x/menit : 18x/menit : 38:C : 85 kg : Compos mentis

Tabel 1. Pemeriksaan Fisik Head to Toe. Sirosis Hepatis Kulit Kepala & Tengkorak Rambut Telinga Mata & Pupil Mata Hidung dan mulut Leher Paru Jantung Hati Lien Usus Apendiks Kulit Anus Vagina Alat gerak atas & bawah Inspeksi Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio hipokondrium kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misal pada tumor hati) akan terlihat permukaan abdomen yang asimetris antara hipokondrium kanan dan kiri. Untuk memudahkan perabaan hati diperlukan dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut 45-60o dan pasien diminta untuk menarik napas panjang. Kemudian pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah kemudian pada awal inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolik. Selanjutnya +/- (rambut berkurang) + (jaundice) +/- (perdarahan gusi/mimisan) + (spider nevi) + (membesar/mengecil) + (pembesaran) + (jaundice, vena kolateral, asites, spider nevi) + (hemoroid) + (udem, Erythema Palmaris, spider nevi, flapping tremor, clubbing finger)

diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa dengan hati pada saat inspirasi maksimal. Palpasi Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat agar dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi palmar radial jari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas lagi bila arah jari membentuk sudut 450 dengan garis median. Ujung jari terletak pada bagian lateral muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk memeriksa hati lobus kiri. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju tepi lengkung iga kanan. Dinding abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat pasien sedang inspirasi. Bila pada palpasi, kita dapat meraba adanya pembesaran hati, maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut: Berapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga kanan? Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatis akut atau tumpul pada tumor hati? Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau keras (pada tumor hati)? Bagaimana permukaannya? Pada tumor hati permukaannya teraba berbenjol. Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada kelainan antara abses hati, tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan adanya fluktuasi. Pada palpasi hati, letakkan tangan kiri pada iga kanan bawah dan arahkanlah jari-jari tangan kanan bawah anda ke arah bahu kanan, dan lakukan penekanan. Mintalah pasien untuk menarik nafas dalam. Tepi hati akan

terasa menyentuh ujung jari tangan ketika turun pada waktu inspirasi. Secara progresif, lakukanlah palpasi lebih rendah sampai mencapai krista iliaca. Hati yang sangat membesar lebih sering tidak ditemukan ketimbang hati yang sedikit membesar. Sebagai teknik alternatif, dapat meletakkan tumit tangan kiri pada margo kosta dan melengkungkan jari tangan di atas tepi hati kerika pasien sedang menarik nafas. Pembesaran lobus kiri hati dapat melintas garis tengah sampai ke hipokondrium kiri. Kalau hati teraba, perhatikanlah apakah tepinya tidak nyeri, nyeri tekan, tajam atau tumpul. Yang terakhir ini merupakan tanda pembengkakkan yang merata. Pada keadaan normal, hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali pada beberapa kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di bawah lengkung iga harus dikonfirmasi apakah hal tersebut memang suatu pembesaran hati atau karena adanya perubahan bentuk diafragma (misal emfisema paru). Perkusi Perkusi menggambrakan batas-batas statik antara jaringan-jaringn dengan kepadatan yang berbeda-beda. Tekniknya sama seperti perkusi thorak. Jari pasif yang diletakkan dengan hati-hati di abdomen diketuk oleh jari fleksor dengan ketukan stakato dan bunyi serta retensinya diperhatikan. Jika tepi hati, teraba di hipokondrium kanan, harus menetukan apakah hati benarbenar membesar atau hanya terdorong ke bawah. Lakukanlah perkusi pada paru-paru anterior yang resonan dan bergeraklah ke bawah sampai pekak hati menunjukkan batas atas. Lebarnya berbeda-beda dari satu pasien ke pasien lain, tetapi ukuram yang melebihi 12 cm mungkin abnormal. Perkusi di daerah epigastrium dan hipokondrium kiri menimbulkan bunyi timpani karena adanya gelembung gas di dalam lambung. Perkusi memastikan dan memperjelas banyak penemuan pada palpasi. Nyeri tekan pantulan dapat diperoleh dengan perkusi dan juga dengan palpasi. Pekak yang berpindah menunjukkan asites. Cairan bebas menyebabkan usus mengandung udara terapung-apung di bagian paling atas, dan enyataan ini dimanfaatkan dengan perkusi. Pasien yang berbaring, mulailah perkusi di garis tengah dan

bergeraklah ke kedua pinggang. Tandailah dengan pena tempat dimana resonan berubah menjadi pekak. Gulingkanlah tubuh pasien ke salah satu sisi dan ulangi prosedur itu pada sisi yang lebih rendah. Gulingkanlah tubuh pasien ke sisi lainnya dan ulangi. Jarak antara garis yang dibuat ketika pasien telentang dan ketika tubuhnya digulingkan menunjukkan jumlah cairan karena permukaan airan akan selalu rata. Pada kasus asites yang meragukan, berusahalah menemukan puddle sign (tanda genangan). Suruhlah pasien untuk berdiri di atas keempat anggota tubuhnya. Sekarang cairan akan tergenang di umbilikus dimana ia akan menemukan daerah yang pekak. Auskultasi Auskultasi dengan diafragma stetoskop merupakan langkah kedua pada pemeriksaan abdomen. Perhatikan bahwa urutan pemeriksaan dsini berbeda dengan bagian tubuh lain dimana auskultasi mendahului palpasi. Diafragma diletakkan dengan kontak penuh pada kulit abdomen. Bising pertama yang dinilai gas usus dan dapat dinilai pada setiap kuadran. Tekan diafragma terhadap kulit dan dengar bunyi gemuruh intemiten pada aktivitas usus normal. Dengan meletakkan diafragma pada epigastrium (garis tengah tepat d bagian bawah dari xifoideus) maka hantaran bunyi jantung sering dapat terdengar, kadang-kadang lebih baik daripada di perikordium, terutama bila sebagian paru emfisema ditutupi jantung dan mengurangi hantaran bunyi. Dengan diafragma tepat di atas umbilikus dan ditekan dalam, maka bunyi sistolik dapat terdengar pada aorta abdominalis. Suara bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.2,6,7 2.3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar bilirubin total dan albumin, dan globulin serum, pemeriksaan alkali fosfatase, AST, ALT, dan PT (Protrombin Time), pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan histologi dari biopsi hati. Pada sirosis hati, pemeriksaan darah lengkap memperlihatkan adanya anemia, leucopenia, atau trombositopenia. Pemeriksaan fungsi hati dilakukan terhadap contoh darah. Sebagian besar pemeriksaan bertujuan untuk mengukur kadar enzim

atau bahan-bahan lainnya dalam darah, sebagai cara untuk mendiagnosis kelainan di hati. Pemeriksaan untuk mengukur hasil pemeriksaan menunjukkan : 1. Alkalin Fosfatase. Enzim yg dihasilkan di dalam hati, tulang & plasenta; yang dilepaskan ke hati bila terjadi cedera atau pada aktivitas normal tertentu, mis. pertumbuhan tulang atau kehamilan. Hasil pemeriksaan menunjukan penyumbatan saluran empedu, cedera hati & beberapa kanker 2. Alanin Transaminase (ALT). Enzim yg dihasilkan di hati, yg dilepaskan ke dalam darah jika sel hati mengalami luka. Hasil pemeriksaan menunjukan luka pada sel hati (mis. hepatitis). 3. Aspartat Transaminase (AST). Enzim yg dilepaskan ke dalam darah jika hati, jantung, otot atau otak mengalami luka Luka di hati, jantung, otot atau otak. Bilirubin Komponen dari cairan pencernaan (empedu) yg dihasilkan oleh hati. Hasil pemeriksaan menunjukan penyumbatan aliran empedu, kerusakan hati, pemecahan sel darah merah yg berlebihan 4. Gamma-glutamil Transpeptidase. Enzim yg dihasilkan oleh hati, pankreas & ginjal; dilepaskan ke dalam darah hika organ-organ tsb mengalami luka. Hasil pemeriksaan menunjukan kerusakan organ, keracunan obat, penyalahgunaan alkohol, penyakit pankreas 5. Laktik Dehidrogenase. Enzim yg dilepaskan ke dalam darah jika organ tertentu mengalami luka. Hasil pemeriksaan menunjukan kerusakan hati, jantung, paruparu atau otak & pemecahan sel darah merah yg berlebihan 6. 5-nukleotidase. Enzim yg hanya terdapat di hati; dilepaskan ke dalam darah jika hati mengalami cedera. Hasil pemeriksaan menunjukan penyumbatan saluran empedu atau gangguan aliran empedu 7. Albumin. Protein yg dihasilkan oleh hati & secara normal dilepaskan ke dalam darah; salah satu fungsinya adalah menahan cairan dalam pembuluh darah. Hasil pemeriksaan menunjukan kerusakan hati.

8. Alfa-fetoprotein. Protein yg dihasilkan oleh hati janin dan buah zakar (testis) . Hasil pemeriksaan menunjukan hepatitis berat atau kanker hati atau kanker testis. 9. Antibodi Mitokondrial. Antibodi untuk melawan mitokondria, merupakan komponen sel sebelah dalam. Hasil pemeriksaan menunjukan sirosis bilier primer & penyakit autoimun tertentu, mis. hepatitis menahun yg aktif. 10. Waktu Protombin (Protombin Time) Waktu yg diperlukan darah untuk membeku (pembekuan memerlukan vit. K & bahan-bahan yg dibuat oleh hati). 8,9

Tabel 2. Nilai Normal Untuk Masing-Masing Pemeriksaan Laboratorium 10 Parameter Biokimia Hati Bilirubin total Bilirubin direk (terkonjugasi) Bilirubin indirek AST / SGOT ALT / SGPT ALP Gamma glutamil transferase (GGT) Rentang Nilai Normal 2-20 mmol/L 1,7-5,1 mmol/L 1,7-17,1 mmol/L Pria: 37 U/L, wanita: 31 U/L Pria: 42 U/L, wanita: 32 U/L Pria:52-128 U/L, wanita: 49-98 U/L 0-45 IU/L (rata-rata dewasa) 10-80 IU/L (pria) 5-25 IU/L (wanita) Albumin Waktu protrombin 3,8-5,1 g/dL 10-14 detik

Hasil pemeriksaan laboratorium berikut dapat dijumpai apabila terdapat kerusakan hati: 1. Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokromik normosites, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. 2. Kenaikan SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat dan luasnya kerusakan parenkim hepar. Kenaikan SGOT dan SGPT dalam serum merupakan akibat

kebocoran dari sel yang rusak. Peningkatan kadar gamma GT sama dengan kedua enzim transaminase, ini lebih sensitif tapi kurang spesifik. 3. Kadar albumin, rendahnya kadar albumin merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang. 4. Pemeriksaan CHE (Cholinesterase), penting dalam menilai fungsi sel hati. Jika terjadi kerusakan sel hati maka kadar CHE turun. 5. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan diet garam. 6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin. Pemeriksaan hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esofagus, gusi maupun epistaksis. 7. Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen. 8. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbeAg, HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati. 2 Terdapat bermacam-macam pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada hepar dan organ-organ di sekitarnya. Pemeriksaan Laboratorium dan imaging 1. Breath test dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir sejumlah obat. 2. USG menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati,kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini paling bagus untuk mengetahui kelainan struktural seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah,paling aman dan paling peka untuk memberikan gambaran kandung empedu dan saluran empedu. 3. Imaging Radionuklida (radioisotop) menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif,yang disutikan ke dalam tubuh dan diikat ke organ tertentu. 4. Skening hati merupakan gambaran radionuklida yang menggunakan substansi radioaktif,yang diikat sel-sel hati.

5. Koleskintigrafi menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang dari hati ke saluran empedu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui peradangan akut dari kandung empedu. 6. CT scan bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar) seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang menebal abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena pemeriksaan ini mahal maka jarang digunakan. 7. MRI memberikan gambaran yang sempurna seperti CT scan, Namun pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu yang lama dan penderita harus berbaring dalam ruangan yang sempit,menyebabkan beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan tempat sempit). 8. Kolangiopankreatografi endoskopik retrogard merupakan suatu pemeriksaan dimana endoskopi dimasukan ke dalam mulut,melewati lambung dan usus duabelas jari menuju ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikan ke dalam saluran empedu dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pankreas pada 3-5% penderita. 9. Kolangiografi transhepatik perkutaneus menggunakan jarum panjang yang

dimasukkan melalui kulit ke dalam hati kemudian disuntikan zat radiopak ke dalam salah satu saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam hati. Biopsi hati Suatu contoh jaringan hati bisa diambil selama pembedahan eksplorasi, tetapi lebih sering diperoleh melalui sebuah jarum yang dimasukkan lewat kulit menuju ke hati.Sebelum dilakukan prosedur ini, diberikan bius lokal kepada penderita.Skening ultrasonik atau CT bisa digunakan untuk menentukan lokasi daerah yang abnormal, darimana contoh jaringan hati diambil.Biasanya penderita yang menjalani prosedur ini tidak perlu menjalani rawat inap.

Setelah diperoleh contoh jaringan, penderita dianjurkan untuk tidak segera meninggalkan rumah sakit (minimal selama 3-4 jam), karena prosedur ini memiliki resiko terjadinya komplikasi: Hati bisa mengalami robekan dan bisa terjadi perdarahan ke dalam perut Empedu bisa mengalami kebocoran ke dalam perut, menyebabkan peradangan selaput perut (peritonitis). Pada sekitar 2% penderita, komplikasi ini bisa menyebabkan masalah yang serius dan 1 dari 10.000 orang, meninggal setelah menjalani prosedur ini. Setelah biopsi hati sering timbul nyeri ringan di perut kanan bagian atas, yang kadang menjalar ke bahu kanan, dan biasanya akan menghilang setelah pemberian analgesik (obat pereda nyeri). Pada biopsi hati transvenosa, sebuah kateter dimasukkan kedalam suatu vena leher, menuju ke jantung dan ditempatkan ke dalam vena hepatik yang berasal dari hati. Jarum kateter kemudian dimasukkan melalui dinding vena kedalam hati. Dibandingkan dengan biopsi hati perkutaneus, tehnik ini tidak terlalu mencederai hati, dan bahkan bisa digunakan pada seseorang yang mudah mengalami perdarahan. 8,9

2.4. Diagnosis kerja Ascites et causa sirosis hepatis et causa HVB Kronik, HVC, Hepatotoksik Alkoholisme, Hepapotoksik Imbas Obat Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui mekanisme dasar yaitu transudasi dan eksudasi, asites yang berhubungan dengan sirosis hati dan hipertensi vena porta merupakan salah satu contoh transudasi. Asites jenis ini paling sering dijumpai di Indonesia. Asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasar jadi semakin kompleks. Infeksi pada cairan asites dapat memperparah penyakit dasarnya oleh

karena itu asites ini harus dikelola dengan baik. Pada bagian ini terutama akan dibahas lebih dalam asites akibat sirosis dan hipertensi porta.2 Istilah sirosis hati diberikan oeh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodulnodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan diosrganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. 2 Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. 11 Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum ada gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul > 3mm) atau mikronodular (besar nodul < 3mm) atau campuran mikro dan makronodular. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu, mikronodular, makronodular, campuran (yang memperlihatkan gambaran mikrodan makronodular). Secara Fungsional Sirosis terbagi atas sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atau di kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. Sirosis hati Dekompensata dikenal dengan Active Sirosis

hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.2 Salah satu penyebab sirosis hati adalah hepatitis. Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis akut, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut hepatitis kronis. 2 Hepatitis viral akut memberi suatu spektrum tanda-tanda klinis dan manifestasi laboratorium yang luas. Ini dapat berkisar menurut parahnya penyakit, dari penyakit yang tidak jelas (inapparent), infeksi yang asimtomatik, sampai penyakit yang fulminan, yang dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari saja. Kebanyakan pasien hepatitis viral menunjukkan pola penyakit yang khas. Pola yang tidak khas (atypical pattern) ditemukan pada sebagian kecil saja. 2 Sirosis hepatis ec HBV. Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang tergolong berbahaya di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau menahun. Seperti hal Hepatitis C, kedua penyakit ini dapat menjadi kronis dan akhirnya menjadi kanker hati. Proses penularan Hepatitis B yaitu melalui pertukaran cairan tubuh atau kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi Hepatitis B.
2

Adapun beberapa hal yang menjadi pola penularan antara lain penularan dari ibu ke bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik, maupun penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-sama. Hepatitis B dapat menyerang siapa saja, akan tetapi umumnya bagi mereka yang berusia produktif akan lebih beresiko terkena penyakit ini. 2 Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sclera). Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko. 2

Sirosis hepatis ec HCV. Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (VHC). Proses penularannya melalui kontak darah {transfusi, jarum suntuk (terkontaminasi), serangga yang menggigit penderita lalu menggigit orang lain di sekitarnya}. Penderita Hepatitis C kadang tidak menampakkan gejala yang jelas, akan tetapi pada penderita Hepatitis C kronik menyebabkan kerusakan/kematian sel-sel hati dan terdeteksi sebagai kanker hati. Sejumlah 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. 2 Penderita Hepatitis C seringkali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah lelah, hilang selera makan, sakit perut, urin menjadi gelap dan kulit atau mata menjadi kuning, yang disebut jaundice (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzim hati pada pemeriksaan urin, namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzim hati fluktuasi bahkan normal. 12 Tabel 3. Macam-macam Hepatitis Virus Virus Hepatitis Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E Akut Akut/Kronik Kronik Akut/Kronik Akut Epidemi Route Transmisi Fecal-oral Parenteral Parenteral Parenteral Fecal-oral Masa Inkubasi 2-6 minggu 2-6 bulan 2 minggu 5 bulan 1-4 bulan 2-8 minggu

Sirosis hepatis ec Hepatitis imbas obat. Karena metabolisme yang unik dan hubungan yang dekat dengan saluran pencernaan, hati rentan terhadap cedera dari narkoba dan zat lainnya. 75% darah yang datang ke hati tiba langsung dari

organ pencernaan dan kemudian ke lien melalui vena portal yang membawa obat dan xenobiotik dalam bentuk murni. Beberapa mekanisme bertanggung jawab baik untuk kerusakan hati atau memperburuk proses kerusakan. Banyak bahan kimia merusak mitokondria, organel intraseluler yang menghasilkan energi. Pada disfungsinya, ia akan membebaskan banyak oksidan yang pada akhirnya, melukai sel-sel hati. Aktivasi dari beberapa enzim dalam sistem sitokrom P-450 seperti CYP2E1 juga menyebabkan stress oksidatif. Cedera pada sel hepatosit dan saluran empedu menyebabkan akumulasi asam empedu di dalam hati. Hal ini mendorong kerusakan hati lebih lanjut. Sel non parenkim seperti sel kupfer, sel stellata, dan leukosit (yaitu neutrofil dan monosit) juga memiliki peran dalam mekanisme tersebut. 2,12 Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai dengan pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel sel hati yang uniform dan sedikit nodul regenerative. Sehingga kadang kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat disebabkan oleh penyakita atau cedera hati lainya tapi 3 lesi utama yang menyebabkannya adalah 1) perlemakan hati alkoholik 2) hepatitis alkoholik dan 3) sirosis alkoholik. 1. Perlemakan Hati Alkoholik. Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membrane sel. 2. Hepatitis alkoholik. a. Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alcohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi ditempat cedera dan merangsang pembetukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jarring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi

perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik. b. Mekanismenya adalah sebagai berikut 1) Hipoksia sentrilobular, metabolism asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relative dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (missal daerah perisentral) 2) Infiltrasi/aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease dan sitokin 3) Formasi acetal dehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen dan menghasilkan limfosit yang tersentitisasi serta antibody spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen ini. 4) Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolism etanol, disebut system yang mengoksidasi enzim mikrosomal. c. Pathogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin antara lain tumor necrotic factor, interleukin-1, PDGF dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis alkoholik. 3. Sirosis hati pasca nekrosis. a. Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. b. Pathogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir menunjukkan adanya sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (missal: hepatitis virus, bahan bahan

hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka fibrosis akan berjalan terus didalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat. Sirosis hati yang disebabkan oleh etiologi lain frekuensinya sangat kecil sehingga tidak dibicarakan di sini.2,13 Melena et causa sirosis hepatis Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicernanya darah pada usus halus. Melena timbul bilamana hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam. Umunya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena bismuth, sarcol, licorice, obat-obat yang mengandung besi (obat tambah darah) dapat menyebabkan feses menjadi hitam. Oleh karena itu dibutuhkan tes guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin. Sumber perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran cerna atas, meskipun demikian dapat juga dimulai dari usus disebelah bawah ligamentum Treitz sampai dengan kolon proksimal. Melena biasanya menggambarkan pendarahan pada esophagus lambung duodenum, tetapi lesi di jejunum,jejunum bahkan colon asendens bisa menyebabkan melena asalkan waktu pejalanan melalui traktus gastrointestinalis cukup panjang,warna melena yang hitam terjadi akibat bat kontak darah dengan asam hidroclorida sehingga terbentuk hematin,tinja tersebut akan berbentuk seperti ter ( lengket) dan menimbulkan bau yang khas. 2,13 Dari penelitian Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM di dapatkan penyebab perdarahan saluran cerna baian atas terbanyak adalah pecahnya varises esophagus. Penyebab varises esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia , disebabkan oleh penyakit sirosis hati. Secara teoritis lengkap

terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh ketidak seimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif meningkat atau factor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS), obat kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas. Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, mukus yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa terhadap ion H dan regulasi pH intra sel.14 2.5. Diagnosis banding Asites et causa Sirosis Biliaris Sirosis biliaris primer adalah penyakit hati kolestatik kronik progresif dan sering fatal ditandai kerusakan salurang empedu intrafepatik, peradangan dan pembentukan jaringan parut di porta dan akhirnya terjadi sirosis dan gagal hati. Gambaran utamanya adalah kerusakan inflamatorik nonsupuratif saluran empedu intrahepatik yang berukuran sedang. Terutama menyerang wanita 2080 tahun. Penyakitnya muncul perlahan awalnya sebagai pruritus, terus ikterus, terus hepatomegali biasanya terbentuk xantoma dan xantelasma karena retensi kolsterol. Stigmanata penyakit hati kronik muncul pada tahap lanjut penyakit. Setelah 2 dkade pasien akan mengalami dekompensasi hati. Termasuk hipertensi forta yang disertai perdarahan visceral dan ensefalo pati hepatica. Perlahan dan tidak bergejala selama bertahun-tahun. Akhirnya timbul pruritus, rasa lelah dan tidak nyaman di abdomen, yang seiring waktu diikuti oleh gambaran sekunder xantoma dan xantelasma, steatorea dan osteomalacia atau osteopororsis akibat malabsorbsi. Gambaran generalnya berupa ikterus dan dekompensasi hati, termasuk hipertensi porta dan perdarahan varises. Sumbatan berkempanjangan saluran empedu ekstra hepatic akan menyebabkan perubahan besar dihati. Kausa tersering adalah kolelitiasis ekstrahepatik

dimana batu empedu berada pada saluran saluran empedu diikuti oleh keganasan empedu atau caput pancreas dan struktur lainnya. Gambaran morfologik awal kholestasis dapat di tangani dan seluruhnya reversible jika obstruksi ditangani, namun peradangan sekunder akibat obstruksi bisa menimbulkan fibrosis periporta yang kemudian menjadi sirosis bilier sekunder menyebabkan jaringan parut dan nodus hati. Obstruksi subtotal dapat menyebabkan infeksi bakteri sekunder pada saluran empedu yang dapat memperberat cedera inflamatorik. 13,15 Melena et causa Ulcus Peptikum Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh asam lambung dan getah pencernaan. Ulkus peptikum terjadi pada lapisan saluran pencernaan yang telah terpapar oleh asam dan enzim-enzim pencernaan, terutama pada lambung dan usus dua belas jari. Nama dari ulkus menunjukkan lokasi anatomis atau lingkungan dimana ulkus terbentuk. Ulkus duodenalis, merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak ditemukan, terjadi pada duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa sentimeter pertama dari usus halus, tepat dibawah lambung. Ulkus gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang lengkung atas lambung. Jika sebagian dari lambung telah diangkat, bisa terjadi ulkus marginalis, pada daerah dimana lambung yang tersisa telah disambungkan ke usus. Regurgitasi berulang dari asam lambung ke dalam kerongkongan bagian bawah bisa menyebabkan peradangan (esofagitis) dan ulkusesofagealis. Ulkus yang terjadi dibawah tekanan karena penyakit berat, luka bakar atau cedera disebut ulkus karena stres.

Ulkus terjadi jika mekanisme pertahanan yang melindungi duodenum atau lambung dari asam lambung menurun, misalnya jika terjadi perubahan dalam jumlah lendir yang dihasilkan. Penyebab dari menurunnya mekanisme pertahanan ini tidak diketahui. Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai komplikasi lanjut. Tetapi pada beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan komplikasi yang bisa berakibat fatal, seperti penetrasi, perforasi, perdarahan dan penyumbatan. Perdarahan adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Gejala dari perdarahan karena ulkus adalah muntah darah segar atau gumpalan coklat kemerahan yang berasal dari makanan yang sebagian telah dicerna, yang menyerupai endapan kopi, tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah. Dengan endoskopi dilakukan kauterisasi ulkus. Bila sumber perdarahan tidak dapat ditemukan dan perdarahan tidak hebat, diberikan pengobatan dengan antagonis-H2 dan antasid. Penderita juga dipuasakan dan diinfus, agar saluran pencernaan dapat beristirahat. Bila perdarahan hebat atau menetap, dengan endoskopi dapat disuntikkan bahan yang bisa menyebabkan pembekuan. Jika hal ini gagal, diperlukan pembedahan. 2 2.6. Etiologi Etiologi dari sirosis di Negara barat yang sering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. alcohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuansinya kecil seklai karena belum ada datanya.2 Bila mungkin harus diketahui apakah sebabnya karena gizi yang buruk, hepatitis virus, intoksikasi, kolestasis keras baik intrahepatik maupun ekstrahepatik, penyakit granulomatosa, infeksi parasit seperti skistosomiasis, atau penyakit metabolisme.

Berdasarkan klasifikasi etiologik dari sirosis hepatis, kekurangan nutrisi seperti protein hewani terutama asam amino kolin, metionin, vitamin B kompleks, tokofenol, kistein, atau alfa 1-antitripsin dapat menyebabkan sirosis. Hepatitis virus, terutama penderita hepatitis B kronik dan hepatitis C sering menjadi sirosis hepatis. Bendungan aliran vena hepatika yang dapat terjadi pada penyakit veno oklusif, penyakit perikarditis konstriktif dan sindrom Buddchiari. Zat hepatotoksik dapat pula menjadi pemicu timbulnya sirosis seperti aflatoksin maupun alcohol. Penggunaan obat-obatan seperti metrotreksat, INH, metildopa. Hematokromatosis baik didapat maupun kongenital dapat pula menjadi penyebab. Gangguan imunologis seperti hepatitis lupoid, dan hepatitis kronik aktif dapat sebagai etiologi dari sirosis hepatis. 1. Hepatitis virus kronis (B, C). Penderita hepatitis B kronik aktif sering menjadi sirosis. 2. Alkohol. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis) ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis), ke sirosis. 3. Kelainan metabolik: Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dansitoplasmin Penyakit Wilson (akumulasi tembaga yang abnormal) Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orangorangmuda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan. Defisiensi 1-alfa antitripsin Galaktosemia Tirosinemia

4. Kolestasis

Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi, penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini, empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia 1 bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Sirosis Bilier Primer. Sirosis Bilier Sekunder dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu. 5. Sumbatan saluran vena hepatika Sindroma Budd-Chiari Payah jantung

6. Gangguan imunitas (Hepatitis Lupoid) Suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati yang progresif, yang akhirnya menjurus pada sirosis. 7. Hemokromatosis Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu : 1. 2. Penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe sejak dilahirkan Kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis

8. Toksin dan obat-obatan (misalnya: metrotrexat, amiodaron, INH) 9. Malnutrisi, kekurangan protein hewani terutama asam amino kolin dan metionin. Kekurangan vitamin B kompleks, tokoferol, kistein, atau alfa-1 antitripsin dapat menyebabkan sirosis. 2,11,16,17 2.7. Epidemiologi Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau waktu autopsy. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis non alkoholik dengan prevalensi 4% dan berakhir dengan sirosis hari dengan prevalensi 0.3%. prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis non alkoholik dilaporkan 0.3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4.1% dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004, tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian penyakit dalam. 2 2.8. Patofisiologi Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut, sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatosit, sel Kupffer, dan endotel

sinusoid sebagai respons terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth factor beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut. 3 Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga menganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatosit dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splanchnicus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini mengakibatkan aktivitas plasma renin meningkat sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya

menyebabkan retensi cairan dan lama kelamaan menyebabkan asites dan juga edema. 12 Sehingga dapat kita simpulkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya, misal dikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson, dan juga ada yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul. 2,12 Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teoriteori itu misalnya underfilling, overfilling, dan periferal vasodilatation. Menurut teori underfilling asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan intravaskular menurun. Akibat volune cairan intravaskular menurun. Ginjal akan bereaksi dengan melakukan reabsorpsi garam danair melalui mekanisme neurohormonal. Sindrom hepatorenal terjadi bila volume cairan intravaskular sangat menurun. Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya yang menunjukkan bahwa pada pasien sirosis hari terjadi vasodilatasi perifer, vasodilatasi splanchnic bed, peningkatan volume cairan intravaskular dan curah jantung. Teori overfilling mengatakan bahwa asites dimulai dari ekspansi cairan plasma. Akibat reabsorpsi air oleh ginjal. Gangguan fungsi itu terjadi akibat peningkatan aktivitas hormon anti diuretik dan penurunan aktivitas hormon natriuretik karena penurunan fungsi hati. Teori overfilling tidak dapat menerangkan kelanjutan asites menjadi sindrom hepatorenal. Teori ini juga gagal menerangkan gangguan neuroormonal yang terjadi pada sirosis hati dan asites. Evolusi dari kedua teori itu adalah teori vasodilatasi perifer. Menurut teori ini

faktor patogenesis penyebab asites yang amayt penting adalah hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktor lokal dan gangguan fungsi ginjal yang sering disebut faktor sistemik. Akibat vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid terjadi peningkatan resistensi sistem porta dan terjadi hipertensi porta. Peningkatan resistensi vena porta diimbangi dengan vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodilatator endogen. Peningkatan resistensi sistem porta yang diikuti oleh peningkatan aliran darah akibat vaso dilatasi splanchnic bed menyebabkan hipertensi porta menjadi menetap. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan transudasi terutama disinusoid dan selanjutnya kapiler usus. Transudat akan terkumpul pada rongga peritoneum. Vasodilatator endogen yang dicurigai berperan antara lain: glukagon, nitric oxide (NO), calcitonine gene related peptide (CGRP), endotelin, faktor natriuretik atrial (ANF), polipeptida vasoaktif intestinal (VIP), prostaglandin, enkefalin, dan tumor necrosis factor (TNF). Vasodilatator endogen pada saatnya akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik, terdapat peningkatan vasodilatasi perifer sehingga terjadi proses underfilling relatif. Tubuh akan bereaksi dengan meningkatkan aktivitas saraf simpatik, sistem renin-angiotensin-aldosteron dan arginin vasopresin. Akibat selanjutnya adalah peningkatan reabsorpsi air dan garan oleh ginjal dan peningkatan indeks jantung. 2 2.9. Manifestasi klinis Pasien dapat asimptomatik atau muncul dengan gejala konstitusional yang tidak spesifik, atau gejala gagal hati, komplikasi hipertensi portal, atau keduanya. Gejala yang tidak spesifik seperti kelelahan, mual, muntah, anoreksia, perubahan pola tidur, perubahan libido, nyeri perut, dan malaise.18 Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat 2 tipe gangguan fisiologis: gagal hepatoselular dan hipertensi portal.

1. Manifestasi gagal hepatoselular Terjadi ikterus pada 60% penderita dan biasanya minimal. Hiperbilirubinemia tanpa ikterus lebih sering terjadi. Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis karena hormon korteks adrenal, testis, dan ovarium diinaktivasi di hati, sehingga terjadi peningkatan hormonhormon tersebut dalam tubuh. Akibatnya, terjadi spider naevi pada kulit, atrofi testis, ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, dan eritema palmaris, karena kelebihan estrogen dalam sirkulasi. Gangguan hematologik yang seing terjadi antara lain kecenderungan perdarahan karena masa proterombin memanjang akibat kurangnya sintesis faktor pembekuan oleh hati. Anemia, leucopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (splenomegali), tapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi sehingga dapat terjadi pansitopenia. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan hemolisis eritrosit. Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites, dan terjadi karena hipoalbuminemia dan retensi daram dan air akibat kegagalan hati menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik. Fetor hepatikum (bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita, terutama koma hepatikum) terjadi karena ketidakmampuan hati dalam memetabolisme metionin. Gangguan neurologis yang paling serius pada sirosis lanjut adalah ensefalopati hepatik atau koma hepatikum, akibat kelebihan ammonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap toksin. Berkembangnya ensefalopati hepatik sering merupakan keadaan terminal sirosis.12 2. Manifestasi hipertensi portal Hipertensi portal secara langsung menyebabkan 2 komplikasi utama dari sirosis, yaitu perdarahan varises dan asites. Selain itu, hipertensi portal juga menyebabkan splenomegali dan hipersplenisme.

Hipertensi

portal

didefinisikan

sebagai

keadaan

dimana

terjadi

peningkatan tekanan vena porta hepatika > 5 mmHg. Keadaan ini disebabkan oleh kombinasi 2 proses hemodinamik yang berlangsung terus menerus, yaitu: 1. Peningkatan resistensi intrahepatik terhadap pasase aliran darah melewati hati karena adanya sirosis dan nodul regeneratif, dan 2. Peningkatan sekunder aliran darah splanknikus karena vasodilatasi dari pembuluh darah splanknikus.12 Kombinasi kedua faktor ini menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal yang akhirnya merangsang timbulnya aliran kolateral untuk menghindari obstruksi hepatik sehingga terjadi varises. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah sehingga terjadi varises esofagus. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian. Selain itu, sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superficial dinding abdomen, sehingga mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus (caput medusae). Sistem vena rectal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi dan dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid interna. Namun perdarahan dari hemoroid yang pecah biasanya tidak hebat, karena tekanan di daerah ini tidak setinggi tekanan pada esofagus karena jarak yang lebih jauh dari vena porta. Splenomegali pada sirosis terjadi karena kongesti pasif kronis akibat aliran balik dan tekanan darah yang lebih tinggi pada vena lienalis. Peningkatan tekanan portal juga menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbunemia sehingga menyebabkan oedem dan asites.12

Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi: Perasaan mudah lelah dan lemas Perasaan perut kembung, Selera makan berkurang Mual Berat badan menurun Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.1 Gejala sirosis lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi: Hilangnya rambut badan Gangguan tidur Demam tidak begitu tinggi akibat nekrosis hepar Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat Perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma Gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis.2

Temuan klinis sirosis hepatis meliputi spider angio maspiderangiomata atau spider telangiektasi, suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda tanda ini seriditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/ testosterone bebas. Tanda ini juga bias ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan pula pada orang sehat walaupun umumnya lesi berukuran kecil. Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaikan dengan perubahan metabolism esterogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan juga pada kehamilan, RA, hipertiroidisme dan keganasan hematologi.

Perubahan kuku kuku murhche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengna warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bias ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain sperti sindrom nefrotik. Jari gada atau clubbing sering juga ditemukan pada sirosis bilier, osteoartopati hipertrofi suatu periostitis proliperatif kronik, menimbulkan nyeri. Kontraktur dupytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien DM, distrofi reflex simpatetik dan perokok yang alcoholic berat. Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki sehingga lakilaki mengalai perubahan kearah feminieme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira mengalami fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bias membesar, normal ataupun mengecil. Bila mana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan teruatama pada sirosis nonalkoholik.

Perbesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat.

Ikterus pada kulit dan membrane mukosa diakibatkan oleh bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tak terlihat. Warna urin gelap seperti air teh pekat. Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. Tanda tanda yang menyertai diantaranya; deman yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar, batu pada vesica felea akibat hemolisis, pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema. Diabetes mellitus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pancreas. 2 2.10. Diagnosis Asites Asites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi akan tampak perut membuncit seperti perut katak, umbilikus seolah bergerak kearah kaudal mendekati simpisis os pubis. Sering dijumpai hernia umbilikalis akibat tekanan intraabdomen yang meningkat. Pada perkusi, pekak samping meningkat dan terjadi shifting dullness. Asites yang masih sedikit belum menunjukkan tandatanda fisik yang nyata. Diperlukan cara pemeriksaan khusus misalnya dengan pudle sign untuk menemukan asites. Pemeriksaan penunjang yang dapat memberiksan informasi untuk mendeteksi asites adalag ultrasonografi. Untuk menegakkan diagnosis asites, ultrasonografi mempunyai ketelitian yang tinggi. Parasenstesis diagnostik sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites baru. Pemeriksaan cairan asites dapat memberikan informasi yang amat penting untuk pengelolaan selanjutnya, misalnya: 1. Gambaran makroskopik. Cairan asites hemoragik, sering dihubungkan dengan keganasan. Warna kemerahan dapat juga dijumpai pada asites karena sirosis hati akibat

ruptur kapiler peritoneum. Chillous ascites merupakan tanda ruptur pembuluh limfe, sehingga cairan limfe tumpah ke peritoneum. 2. Gradien nilai albumin serum dan asites. Pemeriksaan ini sangat penting untuk membedakan asites yang ada hubungannya dengan hipertensi porta atau asites eksudat. Disepakati bahwa gradien dikatakan tinggi bila nilainya >1,1 gram/dL. Kurang dari nilai itu disebut rendah. Gradien tinggi terdapat pada asites transudasi dan berhubungan dengan hipertensi porta sedangkan nilai gradien rendah lebih sering terdapat pada asites eksudat. Konsentrasi protein asites kadang-kadang dapat menunjukkan asal asites, misalnya protein asites < 3 gram/dL lebih sering terdapat pada asites transudat sedangkan konsentrasi protein > 3 gram/dL sering dihubungkan dengan asites eksudat. Pemeriksaan ini terbukti tidak akurat karena nilai akurasinya hanya kira-kira 40% 3. Hitung sel. Peningkatan jumlah sel leukosit menunjukkan proses inflamasi. Untuk menilai asal infeksi lebih tepat digunakan hitung jenis sel. Sel PMN yang meningkat lebih dari 250/mm3 menunjukkan peritonitis bakteri spontan. Sedangkan peningkatan MN lebih sering terjadi pada peritonitis tuberkulosa atau karsinomatosis. 4. Biakan kuman. Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites yang dicurigai terinfeksi. Asites yang terinfeksi akibat perforasi usus akan menghasilkan kuman polimikroba sedangkan peritonitis bakteri spontan monomikroba. Metoda pengambilan sampel untuk biakan kuman asites sebaiknya disamakan dengan sampel untuk biakan kumah dari darah yakni bed side innoculation blood culture bottle.

5. Pemeriksaan sitologi. Pada kasus-kasus karsinomatosis peritoneum, pemeriksaan sitologi asites dengan cara yang baik memberikan hasil true positive hampir 100%. Sampel untuk pemeriksaan sitologi harus cukup banyak (kira-kira 200ml) untuk meningkatkan sensitivitas. Harus diingat banyak tumor penghasil asites tidak melalui mekanisme karsinomatosis peritoneum sehingga tidak dapat dipastikan melalui pemeriksaan sitologi asites. 2 Sirosis Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu protombin. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat ransaminase (SGPT) meningkat tetapi tidak begitu tinggi. AST meningkat daripada ALT namum bila transaminasi normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis hati. Pada orang yang menderita sirosis hati jika kadar AST dan ALT nya meningkat drastic maka semakin cepat orang tersebut meninggal. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 3 kali dari batas normal. Konsentrasi yang tinggi bila ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gamma glutamil transpeptidase (GGT) konsentrasinya sam halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, hepatic, karena alcohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic juga bias menyebabkan bocornya GGT dari hepatosist. Bilirubin, konsentrasinya biasa normal pada sirosis hati kompensata tapi dapat meningkat pada sirosis yang lanjut.

Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari system porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. Waktu protombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang, namun serum neuron terutama pada sirosis dengan asites dikaitkan dengan kemampuan tidak bias eksresi air bebas. Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bias bermacam macam, anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau makrositer. Anemia dengan trombositopedia, lekopenia dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasive dan juga mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bias dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas dan adanya massa. Pada sirosis hati lanjut, hati mengecil dan nodular permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, thrombosis vena porta dan pelebaran venda porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Tomografi terkomputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biasanya relative mahal. Magnetic resonance imaging (MRI) peranannya tidak begitu nyata dalam mendiagnosis sirosis dan harganya juga mahal. Pada stadium kompensasi sempurna kadang kadang sangat sulit menegakkan diagnose sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompnsasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Pada saat ini menegakkan diagnosis sirosis hati terdiri dari atas pemeriksaan fisis laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis jelas karena gejala dan tanda tanda klinis sudah tampak dengna adanya komplikasi.2,13 Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan menggunakan klasifikasi Child Pugh. Tabel 4. Klasifikasi Child Pugh 19 Derajat Kerusakan Bilirubin (total) Serum albumin Nutrisi Ascites <35> >35 35-50 30-35 >50 (>3) <30 Sulit terkontrol Nihil Dapat dengan pengobatan Hepatic encephalopathy Nihil minimal Berat/koma terkendali Tidak dapat terkendali mol/l (mg/dL) g/L Minimal Sedang Berat Satuan

Sempurna Mudah dikontrol

Melena

Melena umumnya terjadi akibat perdarahan pada gastrointestinal bagian depan. Namun dapat juga terjadi bila hewan mengingesti darah dari rongga mulut atau saluran respirasi. Melena biasanya berkaitan dengan vomit, anoreksia, berat badan turun atau membrana mukosa pucat. Pemeriksaan fisik yang ditemukan bergantung pada penyebab penyakit.

Hemogram menunjukkan anemia mikrositik hipokromik bila pasien mengalami perdarahan yang kronis, neutrofilia atau trombositopenia. Gambaran biokimia darah menunjukkan penyebab melena ekstraintestinal (gagal ginjal atau penyakit hepar). Urinalisis biasanya normal. Pemeriksaan lain profil koagulasi biasanya abnormal. Pemeriksaan feses menunjukkan penyebab (parasit).2 2.11. Komplikasi Bila sirosis hati berlanjut progresif maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan bergantung pada dua kelompok besar komplikasi: 1. Kegagalan hati (hepatoseluler) Dibagi dalam 2 kelompok yaitu kegagalan ekstrinsik dan intrinsik. Kegagalan ekstrinsik dapat disebakan oleh: Infeksi sekunder Gangguan elektrolit, terutama hipokalemi Perdarahan, terutama saluran cerna atau pecahnya varises esofagus Syok hipovolemik, antara lain pada parasentesis asites yang berlebihan Pemberian protein dalam makanan yang berlebihan dapat meningkatkan kadar amonia darah 2. Hipertensi portal Kegagalan hati, timbul spider nevi, eritem Palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati. Timbul asites akibat hipertensi portal dengan hipoalbumin akibat kegagalan hati. Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut. Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan, angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.13

Bila komplikasi berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi lain berupa Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien asimptomatik, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.2 Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.2 Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap aliran porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula dan ekspansi nodul parenkim. Anastomosis antara sistem arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan hipertensi porta karena mengakibatkan sistem vena porta yang bertekanan rendah mendapat tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah asites, pembentukan pirau vena portosistemik, splenomegali kongestif dan ensefalopati hepatica.13 Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka mortalitasnya sangat tinggi, sekitar 2/3 akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises dengan beberapa cara.2 Enselofati hepatica merupakan penyulit gagal hati akut dan kronis (sirosis) yang paling ditakuti. Pasien memperlihatkan beragam gangguan kesadaran, berkisar dari kelainan perilaku yang samar hingga kebingungan yang mencolok dan stupor, hingga koma dalam dan kematian. Tanda neurologis fluktuatif yang terkait adalah rigiditas, hiperrefleksia, perubahan elektroensefalografik nonspesifik, dan yang jarang kejang. Yang cukup khas adalah asteriksis, yaitu suatu pola gerakan cepat ekstensi-fleksi nonritmik kepala dan ekstremitas, yang paling jelas

terlihat

jika

lengan

diekstensikan

dan

pergelangan

tangan

didorsofleksikan. Enselofati hepatica dianggap sebagai suatu gangguan metabolic SSP dan sistem neuromuscular. Pada sebagian nesar kasus, hanya terjadi perubahan morfologik minor di otak, seperti edema dan reaksi astrositik. Dua factor fisiologis yang menyebabkan gangguan ini: (1) sangat berkurangnya fungsi hepatoselular dan (2) pirau darah mengelilingi hati yang sangat kronis. 13 2.12. Penatalaksanaan Asites 1. Asites eksudatif : obati penyakit yang mendasar Peritonitis bakterialis: antibiotik. Pada asites dengan kadar protein rendah bisa diberikan antibiotic profilaksis. Asites karena keganasan: obati keganansan yang menjadi penyebab. Umunya harus dilakukan parasintesis terapeutik untuk mengurangi gejala.6 2. Asites transudatif sebaikanya dilakukan secara komprehensi, meliputi: Tirah baring. Tirah baring disini bukanlah istirahat total ditempat tidur sepanjang hari, tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, selama beberapa jam setelah minum obat diuretika. Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretic pada pasien asites transudat yang berhubungan dengan hipertensi porta, yang berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat tirah baring dan juga akan menyebabkan aktivitas simpatis dan system rennin-angiotensinaldosteron menurun.2 Diuretic. Obat diuretic yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron. Obat diuretic dapat diberikan bila pembatasan garam tidak memberikan perbaikan.2 Diuretika hemat kalium, misalnya sprinolakton, diberikan 100-200mg/hari peroral (dapat ditingkatkan 100mg tiap 3-5 hari) hingga dosis maksimal

400-600mg/hari.20,21 Loop diuretics dapat diberikan sebagai kombinasi bila diperlukan (adanya resiko tinggi terjadi sindrom hepatorenal dan ensefalopati). Furosemid dapat diberikan 4080mg/hari peroral atau intravena hingga dosis maksimum 120160mg/hari. Pada pengunaan obat diuretic kadar elektrolit (kalium) darah harus dipantau untuk mencegah terjadinya hipo atau hiperkalemia. Selain itu, berat badan, kadar Na dan K urin, kreatinin, dan efek samping diuretika harus dievaluasi. Target yang sebaiknya dicapai adalah peningkatan dieresis hingga berat badan turun 4008000g/hari. Berat badan dapat turun hingga 1500g/hari pada pasien yang disertai edema perifer.2 Transjugular Intrahepatik Portosystemic Shunt (TIPS) dapat dilakukan pada keadaan asites refrakter parah.2 TIPS dilakukan dengan memasang stent logam yang dapat disesuaikan panjangnya diantara cabang vena hepatica dan vena porta dengan kateter yang dimasukan melalui vena jugularis interna.21 TIPS terutama digunakan pada pasien yang memerlukan pengawasan jangka pendek perdarahan varises atau asites sambil menunggu dilakukan transplantasi hati. Namun TIPS diduga berkaitan dengan insidens ensefalopati hepatis.2,21 Selain itu transplantasi hati dapat dipertimbangkan bila memenuhi indikasi dilakukan transplantasi hati. Dengan mengatasi penyakit yang mendasari, asites dapat di atasi. Terapi parasentesis. Parasentesis sebenarnya merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno. Pada mulanya karena berbagai komplikasi, parasentesis asites tidak lagi disukai. Beberapa tahun terakhir ini parasentesis kembali dianjurkan karena mempunyai banyak keuntungan dibandingkan terapi konvensional bila dikerjakan dengan baik. Untuk setiap liyter cairan asites yang dikeluarkan

sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin parenteral sebanyak 6-8 gram. Setelah parasentesis sebaiknya terapi konvensional tetap diberikan. Parasentesis asites sebaiknya tidak dilakukan pada pasien sirosis dengan Child-Pugh C, kecuali asites tersebut refrakter. 2 Sirosis Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan

mengurangi progresi penyakit, menghindari bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1,2 g/kgBB 1,5 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati non alkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi, sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.

Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standard. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan. Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengaah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan menjadi terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktivasi dari sel stellata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stellata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metrotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obatobatan herbal juga sedang dalam penelitian. 2 Melena 1. Infus dan transfusi darah Tindakan pertama yang dilakukan adalali resusitasi, untuk memulihkan keadaan penderita akibat kehilangan cairan atau syok. Yaitu cairan infus dekstrose 5% atau Ringer laktat atau NACL O,9% dan transfusi Whole Blood atau Packed Red Cell Penderita dengan perdarahan 500 -1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema tungkai sebaiknya diberi infus Dextrose 5%. Penderita dengan perdarahan yang masif lebih dari 1000cc dengan Hb kurang dari 8g%, perlu segera ditransfusi. Pada hipovolemik ringan diberi transfuse sebesar 25% dari volume normal, sebaiknya dalam bentuk darah segar. Pada hipovolemik berat/syok, kadangkala diperlukan transfusi sampai 40-50% dari volume normal. Kecepatan transfusi berkisar pada 80-100 tetes atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus berlangsung, sebaiknya di bawah pengawasan tekanan venasentral. Pada

perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC, defisiensi faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer. Bilamana darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal 1000 cc, selang seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat mempengaruhi agregasi trombosit. Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk mencegah terjadinya keracunan asam sitrat. 2. Psikoterapi Sebagai akibat perdarahan yang banyak, dapat membuat penderita menjadi gelisah. Maka diperlukan psikoterapi. 3. Istirahat mutlak Istirahat mutlak sangat dianjurkan, sekurang kurangnya selama 3 hari setelah 4. Diet Dianjurkan puasa jika perdarahan belum berhenti. Dan penderita mendapat nutrisi secara parenteral total sampai perdarahan berhenti. Jika perdarahan berhenti, diet biasa dimulai dengan diet cair HI/LI. Selanjutnya secara bertahap diet beralih ke makanan padat 5. Pemasangan Nasogastric Tube, kemudian dilakukan lavage. Lambung dengan air es yang dimasukkan, di tunggu 5 menit, dan dikeluarkan. Ini dilakukan berulang-ulang sampai cairan lambung jemih. Tindakan ini biasa diulang 1-2 jam kemudian jika masih ada perdarahan. 6. Medikamentosa. Antasida cair, untuk menetralkan asam lambung. Injeksi Simetidin atau injeksi Ranitidine, yaitu antagonis reseptor H2 untuk mengurangi sekresi asam lambung. Injeksi Traneksamic acid, jika ada peningkatan aktifitas fibrinolisin. Injeksi Vitamin K, jika ada tanda-tanda Sirosis hati. Sterilisasi usus dengan Laktulosa oral serta Clisma tinggi, jika ada tanda-tanda sirosis hati, ditambahkan Neomycin atau Kanamycin.2 Pemberian antasida secara intensif 10-15 cc setiap jam disertai simetidin 200 mgtiap 4-6 jam i.v. berguna untuk menetralkan dan menekan sekresi asam lambung yang berlebihan, terutama pada penderita dengan ulkus peptikum dan gastritis hemoragika. Bila perdarahan berhenti, antasida diberikan dalam dosis perdarahan berhenti.

lebih rendah setiap 3 - 4 jam 10 cc, demikian juga simetidin dapat diberi per oral 200 mg tiap 4 - 6 jam.. Sebagai pengganti simetidin dapat diberikan : Sucralfate sebanyak 1-2 gram tiap 6 jam melalui pipa nasogastrik, kemudian per oral. Pirenzepin 20 mg tiap 8 jam i.v. atau 50 mg tablet tiap 12 jam. Somatostatin dilarutkan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 250 ug/jam. 2

2.12. Pencegahan Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun. Baju juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan pula kebersihan lingkungan. Hal itu untuk menghindari berkembangnya berbagai virus yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita Hindari penularan virus hepatitis Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati. Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus. Juga tidak melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis. Gunakan jarum suntik sekali pakai. Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka orang itu bisa tertular virus. Pemeriksaan darah donor Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular dan berisiko terkena sirosis. Tidak mengkonsumsi alcohol Hindari mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman beralkohol, hentikan kebiasaan itu. Melakukan vaksin hepatitis

Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus hepatitis sehingga dapat juga terhindar dari sirosis hati.13 2.13. Prognosis Asites Asites dilaporkan pada 15-50% pasien dengan keganasan. Dari semua kasus asites, 10% berasal dari keganasan. Prognosis dari asites ini cukup buruk, dan satu-satunya cara untuk menyembuhkan asites adalah dengan transplantasi hati.22 Sirosis Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh (tabel 4), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. 2 Melena Indeks hati dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil penelitian sebelumnya, pasien yang mengalami kegagalan hati ringan (indeks hati 0 2), angka kematian antara 0 16%, sementara yang mempunyai kegagalan hati sedang sampai berat (indeks hati 3 8 ) angka kematian antara 18 40%.2

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. Behrman RE dan Vaughn VC. The liver and billiary system text book of pediatrics. Edisi 17. Philadelphia: Saunders; 2004: 1304-49 Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna publishing; 2009.h.453-4; 513-7; 672; 708. Soegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.h.35-7 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Gleadle. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2005 Bickley S. Lynn. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2008: 15 Burnside JW. Diagnosis Fisik. Edisi 17. Jakarta : EGC, 2002;270-83 T RSU Dr.Soetomo, 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Surabaya: RSU Dr. Soetomo. Mark HS. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC : Jakarta; 1995.h.245-52. Kosasih EN, Kosasih AH. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. 2nd ed. Karisma : Jakarta; 2008.p.296-317. Djojodibroto RD. Seluk-beluk pemeriksaan kesehatan (general medical check up): bagaimana menyikapi hasilnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2001.h.88 Sherlock S. Penyakit hati dan sistem saluran empedu. Oxford: England Blackwell; 1997.h.280; 365. Lindseth, Glenda N. Sirosis hati. Dalam: Price SA, Wilson LM, penyunting. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006.h.493-501. 13. 14. 15. Kumar V., Cotran R.S., Robbins S.L. Buku ajar patologi robbins, ed.7, vol.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007, hal 670-7. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.36-7. Sulaiman A, Akbar N, Lesmana L, Noer S. Buku ajar ilmu penyakit hati. Jayadi : Jakarta; 2007.

16. 17.

Balistreri WF. Sistem hati dan saluran empedu. Dalam: Wahab AS, penyunting. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 1996.h.1386-8 Abeysinghe, M.R.N., Almeida, R., Fernandopulle, M., Karunatiluka, H., Ruwanpathirana, S. Guidlines on Clinical Management of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever. Sri lanka : SLMH;2005: p. 1- 44

18. 19. 20. 21. 22.

Cirrhosis. Dalam: Runge, M. S., Greganti, M.A. Netters internal medicine. Edisi ke-2. China: Elsevier Saunders; 2009.h.457-63. Garcia-Tsao, et al., 2007, Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and Variceal Heorrage in Cirrhosis. AASLD Practice Guidelines. Harrisons Manual of Medicine. Fauci AS et al (eds). Cirrhotic ascites. Edisi 17. McGraw-Hill. USA; 2009: 272. 2009 Current Medical Diagnosis & Treatment. McPhee SJ, PapadakisMA (eds). Cirrhosis. Edisi 47. McGraw-Hill. USA; 2008: 601-607.3. Carey WD, Choure A, Cesario KB. Complications of Cirrhosis: Ascites, Hepatic Encephalopathy, and Variceal Hemorrhage. Diunduh dari www.clevelandclinicmeded.com/ , 9 Juni 2012.

Vous aimerez peut-être aussi