Vous êtes sur la page 1sur 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat I Dosen Pengampu : Ns. Emma Setiyo Wulan,S.Kep

OLAH TING GI K I SE

KESEHATA U N LM

KIA U T A MA NDE CE

Disusun oleh Kelompok 5 : 1. 2. 3. 4. 5. Moch Rochman Siti Kotijah Siti Zulfianti Ony Puspita Sari Didit Panca Nugraha

STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS PROGRAM STUDI (S1) ILMU KEPERAWATAN TAHUN 2013

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT ,dan atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRATUR. Askep ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat I,Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Semester VI. Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan, namun berkat bantuandari semua pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ns.Emma Setiyo Wulan,S.Kep selaku koordinator mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. 2. Teman-teman PSIK Reguler semester VI kelas B yang telah memberikan motivasi dalam bentuk apapun. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.

Kudus, Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................................ DAFTAR ISI....................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................................ B. Tujuan ..................................................................................................................... BAB II TINJAUAN TEORI A. Anatomi dan Fisiologi............................................................................................. B. Definisi .................................................................................................................... C. Etiologi ................................................................................................................... D. Klasifikasi ............................................................................................................... E. Manifestasi Klinik ................................................................................................... F. Patofisologi ............................................................................................................. G. Komplikasi .............................................................................................................. H. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................... I. Penatalaksanaan ...................................................................................................... J. Asuhan Keperawatan .............................................................................................. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajiam ............................................................................................................. B. Riwayat Keperawatan ............................................................................................ C. Pengkajian Pola Fungsional ................................................................................... D. Pemeriksaan Fisik .................................................................................................. E. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................... F. Terapi yang didapatkan .......................................................................................... G. Analisa Data ........................................................................................................... H. Prioritas Diagnosa .................................................................................................. I. Nursing Care Plane ................................................................................................ J. Implementasi .......................................................................................................... K. Profres Report ........................................................................................................ L. Evaluasi .................................................................................................................. BAB IV PENUTUP ............................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Upaya pelayanan kesehatan seharusnya mendorong perawat untuk

meningkatkan profesionalismenya baik dalam fungsi sebagai pendidik, advokat, peneliti maupun sebagai pelaksanan asuhan keperawatan, masalah kesehatan seringkali membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan seseorang apalagi bila masalah tersebut sampai menghambat aktivitas kesehatan atau pekerjaan.Salah satu masalah kesehatan tersebut adalah fraktur. (DAPUS) Fraktur / patah tulang dapat terjadi pada semua kalangan tanpa batas usia baik pria maupun wanita, khususnya bagi individu dengan tingkat aktivitas tinggi rawan terhadap fraktur. Kota kudus sebagai kota industri dan terletak pada jalur pantura yang cukup ramai, secara teknis mempunyai kecenderungan yang tinggi terhadap terjadinya fraktur yang khususnya disebabkan oleh karena kecelakaan lalu lintas. Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun kemarin banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak,yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat atau sering disebut juga sangkal putung, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada usia prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon. Prinsip mengenai fraktur meliputi reduksi yaitu memperbaiki posisi fragmen yang terdiri dari reduksi tertutup (tanpa operasi) dan reduksi terbuka ( dengan operasi), mempertahankan reduksi / imobilisasi yaitu tindakan untuk mencegah pergeseran dengan traksi terus menerus, pembebatan dengan gips, pemakaian penahan

fungsional, fiksasi internal dan fiksasi eksternal, memulihkan fungsi yang tujuannya adalah mengurang oedema, mempertahankan gerakan sendi, memulihkan kekuatan otot dan memandu pasien kembali ke aktifitas normal. (Apley & Solamon 1995) TIDAK MASUK DALAMLATAR BELAKANG DITAMBAHKAN TINGKAT KEJADIAN FRAKTUR DAN TIAP PARAGRAF HARUS ADA DAPUSNYA

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Setelah dilakukan seminar makalah tentang Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dengan klien Fraktur mahasiswa mampu menjelaskan dan

mengaplikasikan Asuhan Keperawatan pada klien tersebut.


2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai definisi Fraktur b. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai etiologi dan manifestasi klinis Fraktur c. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai patofisiologi Fraktur d. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dari jenis-jenis Fraktur e. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dan komplikasi Fraktur f. Mahasiswa mampu menjelaskn tentang Asuhan Keperawatan dengan klien Fraktur.

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Anatomi dan Fisiologi Sistem musculoskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus pergerakan.Komponen utama dari system musculoskeletal adalah jaringan ikat. System ini terdiri dari tulang,sendi,otot rangka,tendon,ligamen,bursa dan jaringanjaringan khusus yang menghubungkan struktur-strktur ini. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari embrionik hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia,tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya: 1. Tulang panjang (Femur,Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Disebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Diantara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh,yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan dilempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblast,dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongy bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis,lempeng epifisis berfusi,dan tulang berhenti tumbuh. Hormone pertumbuhan,estrogen dan testoteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen bersama dengan testoteron merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsung tulang. 2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat. 3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang cancellous.

4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek. 5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak disekitar tulang yang berdekatan degan persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,misalnya patella (kap lutut). Tulang tersusun atas sel,matriks,protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblast,osteosit dan osteoklas. Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan,asam polisakarida,dan

proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran,resorpsi dan remodeling tulang. Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa.Ditengah osteon terdapat kapiler.Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit,yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghbungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm). Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh,selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum

mengandung saraf,pembuluh darah dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang. Endosteum adalah membranevaskuler tipis yang menutupi rongga sumsung tulang panjang dan rongga-rongga dalam ulang kansellus. Osteoklast,yang

melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum,terletak dekat dengan endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang). Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organic (hidup) dan 70% endapan garam. Bahan organic disebut matriks,dan terdiri dari 90% serat kolagen dan kurang dari 10% proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat,dengan sedikit natrium,kalium karbonat,dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan.Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiiki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan).Sedangkan garam-garam

menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).

Pembentukan tulang berlangsung secara terus-menerus dan dapat berupa pemanjangan dan penebalan tulang.Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangan hormone,factor makanan,dan jumlah stress yang dibebankan pada suatu tulang,dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblast. Osteoblast dijumpai dipermukan luar dan dalam tulang.Osteoblast berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matrik tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk,matrik tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garamgaram kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian osteoid,dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya ulang,osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit lainnya membentuk suatu system saluran mikroskopik di tulang. Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,sebagian ion kalsium ditulang tidak mengalami kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang,cairan interstisium dan darah. Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi,terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklast.Osteoklast adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip monosit yang terdapat ditulang.Osteoklast tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil pada potongan tulang,dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai disuatu daerah,osteoklast menghilang dan muncul osteoblast. Osteoblast mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan tulang yang baru yang lebih kuat. Keseimbangan antara aktivitas osteoblast dan osteoklast menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja,aktivitas osteoblast melebihi aktivitas osteoklast,sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblast juga melebihi aktivitas osteoklast pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda,aktivitas osteoblast dan osteoklast biasnaya setara,sehingga jumlah total massa tulang konstan. Pada usia

pertengahan,aktivitas osteoklast melebihi aktivitas osteoblast dan kepadatan tulang

mulai berkurang. Aktivitas osteoklast juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami immobilisasi. Pada usia decade ketujuh atau kedelapan,dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblast dan osteoklast dikontrol oleh beberapa factor fisik dan hormone. Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblast dirangsang oleh olah raga dan stress beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stress mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteobl zast,tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen,testoteron dan hormone pertumbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblast dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormone-hormon tersebut. Estrogen dan testoteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang).sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopause aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mngganggu pertumbuhan tulang. Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah,yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan

demikian,vitamin D dalam jumlah besar tanpa di imbangi kalisum yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang. Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormone paratiroid.Hormone paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormone paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormone paratiroid mningkatkan aktivitas osteoklast dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium kedalam darah.Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut.Estrogen tampaknya mengurangi efek hormone paratiroid pada osteoklast. Efek lain hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormone paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan

kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pembentukan osteoklast. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.

Fisiologi Tulang Fungsi tulang adalah sebagai berikut: 1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh 2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung,otak,dan paru-paru) dan jaringan lunak. 3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan). 4. Membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang belakang. 5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium,fosfor

B. Defisini Fraktur berarti deformitas atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang. ( Kowalak,dkk,2011 ) Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula.Fraktur terjadi jika tulang dikena stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

Fraktur adalahpatah tulang,biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. (Sylvia A. Price,1995) Fraktur atau umumnya patah tulang adalah terputusnyakontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang disebabkan olehrudapaksa. (Mansjoer Arief, 2000). Jadi menurut kelompok fraktur adalah deformitas atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma,kecelakaan atau tenaga fisik yang dapat menyebabkan hilangnya kemampuan tulang untuk menahan kompresi atau regangansehingga menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan tulang.

C. Etiologi 1. Fraktur akibat trauma Jika kekuatan langsung mengenai tulang, maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena. Hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak di sekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang, maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan dan kerusakan jaringan lunak dan di tempat fraktur mungkin tidak ada. 2. Fraktur patologis disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis / kanker tulang. 3. Torsio yaitu fraktur yang terjadi pada titik perputaran dari lokasi tekanan. Misalnya memutar kaki dengan sangat kuat dapat mematahkan tulang kaki. (Barbara C. Long, 2000).

D. Klasifikasi Fraktur 1. Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar/menembus kulit. 2. Fraktur Terbuka(open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. 3. Komplit / tidak komplit a. Fraktur komplit (Total), bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang. b. Faktur tidak komplit (Parsial),bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti : 1) Hair Line Fraktur (patah tidak rambut) 2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya. 3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang. 4. Bentuk garis patah dan hubunganya dengan mekanisme trauma. a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut sekitar 45 derajat terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasijuga.

c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. 5. Jumlah garis patah. a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. 6. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang a. Fraktur undisplacet (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi kedua pragmen tidak bergeser, peryosteumnya masih utuh. b. Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang, seperti : 1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). 2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang. 8. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. 2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. 3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. 4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.(Kowalak,dkk,2011)

E. Patofisiologi Ketika tulang patah pembuluh darah dibagian korteks sumsum dan jaringan lunak sekitarnya akan terganggu. perdarahan terjadi di ujung tulang yang patah dan dari jaringan lunak didekatnya. Cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang menentukan pembedahan segera dapat menimbulkan pembengkakan sekitar daerah cidera / deformitas akibat terputusnya kontinuitas tulang. Apabila ditahan atau digerakkan dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat sehingga dapat mengakibatkan syok neurogenik. Sedangkan kerusakan pada sistem persyarafan akan menimbulkan

kehilangan sensori yang dapat berakibat paralisis yang menetap. Pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak karena hilangnya fungsi pada daerah yang cidera. Kerusakan pada kulit dan jaringan lainnya dapat timbul oleh karena trauma patah tulang apabila kulit robek atau luka dan terjadi hubungan antara udara luar dengan tulang yang patah, maka mengakibatkan kontinuitas sehingga resiko infeksi sangat besar. Akibat tindakan pembedahan fase pasca pembedahan diarahkan untuk mengembalikan fungsi optimal dari organ tubuh secepat mungkin, proses

penyembuhan tulang harus ditingkatkan dan komplikasi pasca operasi harus dicegah. Pada tindakan ORIF (Open Reduction and Internal Fiksation) dilakukan pembedahan untuk memasang implant langsung pada tulang. Tindakan ini dilakukan dengan pengaruh anestesi. Insisi dibuat pada daerah yang patah sehingga memungkinkan dilakukan reposisi dan immobilisasi fragmen tulang. Tindakan ini akan menimbulkan luka yang mengakibatkan Port de entry atau jalan masuk bagi mikroorganisme, sehingga memungkinkan terjadinya infeksi. Insisi atau sayatan yang dibuat sewaktu operasi juga potensial merusak jaringan syaraf dan pembuluh darah, hal ini menyebabkan resiko perdarahan yang mengakibatkan hipovolemi dan gangguan nyeri. Fraktur tertutup dengan gangguan neurovaskuler. Fraktur tulang panjang dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak dan perdarahan yang keluar dapat menimbulkan tekanan pada compartement otot dan memberikan gejala compartement Syndrome, keadaan terakhir ini sering terjadi pada fraktur pada tungkai bawah dan lengan bawah. Pemeriksaan neoru vaskuler distal perlu dilakukan dengan cermat terutama pada tungkai atau lengan yang mengalami pembengkakan dan kulit yang tegang. Rasa kesemutan atau nyeri diujung jari dan selanjutnya bila

dilakukan pemeriksaan dengan mengekstensikan ujung jari akan menjadi lebih sakit maka keadaan tersebut adalah tanda awal dari Compartement Syndrome gejala seperti pucat, dingin, mati rasa atau kulit menjadi gelap pada ujung jari adalah tandatanda yang telah lanjut dan pengenalan yang terlambat terhadap compartement syndrome dapat berakhir dengan kematian jaringan distal dari fraktur. (dr. H. Nur Abadi,2007)

F. Pathway Terlampir

G. Manifestasi Klinis Banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi klinik dari fraktur seperti bagian atau lokasi, tingkat kesakitan, tipe fraktur dan adanya kerusakan dan struktur lainnya. Adapun manifestasi klinis yang muncul antara lain : 1. Deformitas : adanya tekanan yang kuat pada otot dan menyebabkan fragmen tulang bergeser sehingga perubahan countur kesejajaran sumbu tulang terjadi seperti : Angulasi, perputaran, pemendekan anggota badan. 2. Depresi pada tulang (penekanan pada tulang) Gangguan perputaran pada bagian yang terbuka, ketika dibandingkan sisi kebalikannya. 3. Pembengkakan Pembengkakan yang mungkin tampak secara cepat dari lokasi dan bagian yang mengalami fraktur. 4. Memar Kerusakan dan perdarahan yang terjadi pada daerah subcutan. 5. Spasme otot Kontraksi otot tak sadar disekitar lokasi fraktur. 6. Nyeri Rasa takut yang sangat dan muncul tiba-tiba pada saat injuri, setelah itu nyeri mungkin terjadi karena spasme otot kerusakan pembuluh darah dari struktur sekitarnya. 7. Hilangnya sensasi atau paralisis distal Bila saraf rusak / terjepit oleh otot karena edeme, perdarahan atau fragmen tulang.

8. Pergerakan yang abnormal, deformitas karena kontinuitas tulang rusak 9. Krepitasi yaitu suara yang dirasakan / didengar jika bagian yang injuri digerakkan. 10. Syok hipovolemik mungkin diakibatkan karena kehilangan darah dalam jumlah banyak atau injuri yang lain.

H. Komplikasi 1. Syndrom kompartemen Yaitu suatu keadaan peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam suatu tulang yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat. Terutama pada ekstremitas bagian distal, adapun tanda-tandanya meliputi : a. Jaringan pucat (cyanosis) b. Nadi lemah, paresis (mati rasa) c. Merupakan kasus emergency, kerusakan neuromuskuler akan terjadi dalam 4 6 jam setelah serangan dan anggota gerak badan tidak berfungsi dalam 24 sampai 28 jam. 2. Syok yaitu syok primer dan sekunder Syok primer berkaitan dengan pengurangan cairan tubuh, mual muntah atau perdarahan. 3. Trombo embolik complication Perdarahan atau trombus dari neuratom atau sisa-sisa pembuluh darah yang dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil. 4. Infeksi, yaitu karena : a. Luka terbuka yang tidak didebridement atau dibersihkan dengan baik. b. Perawatan luka yang tidak adekuat. c. Penurunan daya tahan tubuh karena infeksi yang menjalar diseluruh tubuh. 5. Avaskuler nekrosis Rusaknya pembuluh darah sehingga jaringan pada daerah distal akan terjadi nekrosis. 6. Delayed union Fraktur yang tidak mengalami penyembuhan dalam waktu 8 bulan sejak terjadi trauma, sering terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti infeksi. Delayed union merupakan kelainan yang sering didapatkan tindakan yang dilakukan dengan operasi tandur tulang oleh ahli tulang. 7. Non union

Kelainan yang disebabkan oleh karena hilangnya segmen tulang yang disertai dengan infeksi. 8. Mal union Fraktur yang tidak pernah mengalami penyembuhan secara utuh. 9. Fraktur embolism syndrom Pada fraktur terjadi peningkatan hormon katekolamin yang dapat menyebabkan emboli. (Brunner & Sudarth, 2002).

I. Biologi Penyembuhan Tulang Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: 1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. 2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang

menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya. 3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat padapermukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang

yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu. 4. Stadium Empat-Konsolidasi Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. 5. Stadium Lima-Remodelling Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

J. Penyembuhan Fraktur Ada 4 konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur: Rekognisi, Reduksi, Retensi, dan Rehabilitasi. a. Rekognisi Menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan an deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri menentukan apakah ada kemungkinan fraktur dan apakah perlu dilakukan pemeriksaan speksifikasi untuk encari adanya fraktur. b. Reduksi Reduksi adalah usaha atau tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.Frsktur tertutup pada tulang panjang seringkali ditangani dengan reduksi tertutup. Tindakan ii dapat dilaksanakan secara efektif didalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips pada evaluasi awal. c. Retensi

Retensi

menyatakan

metode-metode

yang

dilaksanakan

untuk

mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan.Sebagai aturan umum, gips yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati posisinya membentuk sududt dengan sumbu longitudinal tulang yang patah, maka koreksi angulasi dan oposisi dapat dipertahankan dan sekaligus mencegah perubahan letak rotasional. d. Rehabilitasi Rencana rehabilitasi harus segera dimulai dan dilaksakan bersamaan dengan pengobatan fraktur. Rehabilitasi adlah mengembalikan fungsi normal bagian yang cedera.

K. Penatalaksanaan (DIBEDAKAN ANTARA MEDIS DAN KEPERAWATAN) DAN LEBIH MENGARAH KE GAWAT DARURATNYA 1. Penatalaksanaan medik a. Pembidaian Fungsi bidai 1) Mempertahankan kedudukan fragmen tulang (imobilisasi) 2) Mengurangi rasa sakit 3) Mengurangi atau menghilangkan perdarahan 4) Mencegah kerusakan lebih lanjut. b. Reduksi Mengembangkan garis tulang yang patah dengan cara : Tertutup : Tindakan non bedah dengan mengembalikan bagian tulang

yang terbentuk sesuai anatomisnya. (traksi). Terbuka : Tindakan perbaikan bentuk dan kedudukan tulang dengan

pembedahan, sering dilakukan dengan internal fiksasi (ORIF). c. Fiksasi 1) Eksternal Cor / Gipsona Tindakan mekanisme yang tetap dan terus menerus pada bagian tubuh tertentu. 2) Internal Plate & screw, pen, wire, hail.

3) Traksi Secara umum traksi didapatkan dengan penempatan beban berat dengan tali pada ekstremitas bagian bawah (femur).

Macam traksi : a) Manual / tangan b) Traksi skeletal atau tulang. Misal : pen, kawat c) Sekrup d) Traksi skin atau kulit pembungkusan harus dilakukan atau dipasang harus tanpa lipatan dan benjolan dan tulang harus diberi bantalan, traksi kulit yang digunakan adalah buck ekstension pusseis traction, balance ruiseis traction. d. Imobilisasi Bagian yang patah tulang tidak boleh digerakkan. e. Debriment (Pada fraktur terbuka) 2. Penatalaksanaan keperawatan a. Mengatur posisi Tujuan memberi rasa nyaman Hal yang harus diperhatikan dalam pengaturan posisi 1) Hindari tekanan / tarikan pada alat fiksasi 2) Sikap tidur pasien disesuaikan kondisi 3) Setelah patah tulang direduksi, pergantian posisi tidur dilakukan minimal 2 jam sekali. b. Pemantauan neurosirkulasi Dilaksanakan tiap 2 jam secara dini pada pasien dengan fraktur karena kerusakan pembuluh darah atau serabut saraf dapat terjadi karena patah tulang atau proses reduksi. Pemantauan dilakukan dengan cara : 1. Meraba lokasi fraktur, apakah masih hangat 2. Observasi warna kulit 3. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensori pada lokasi fraktur. c. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat

Bengkak dan edeme adalah respon alami jaringan terhadap trauma dan pembedahan, penekankan syaraf karena pembengkakan dapat menurunkan aliran darah pada ekstremitas dan menyebabkan kerusakan syaraf perifer, otot dan terputusnya aliran darah. Secara umum edeme dapat dikontrol dengan meningkatkan area injuri dalam meningkatkan perfusi jaringan, perawat perlu melakukan monitor terhadap ekstremitas yang fraktur seperti nyeri, bengkak, pucat atau edeme, yang kesemuanya dapat menurunkan perfusi jaringan. Sianosis diduga disebabkan oleh obstruksi arteri, sedangkan menurunnya kemampuan motorik diindikasikan adanya iskemi syaraf. d. Pertahankan kekuatan mobilisasi Anjurkan pada pasien agar bisa melakukan sesuatu. Bergerak bebas terbatas adanya pembatasan kepada anggota tubuh yang telah direduksi yang dilengkapi alat-alat mobilisasi, setiap sendi yang termobilisasi harus dilatih dan digerakkan untuk mempertahankan fungsi. Jika pada pasien terpasang balutan tungkai, exercise pada ibu jari bisa dilakukan dan bila terpasang pada lengan : exercise pada jari-jari tangan. e. Mempertahankan keutuhan kulit dan penyembuhan luka. 1. Mempertahankan daerah kulit yang berisiko terutama pada daerah tonjolan tulang. 2. Reguler (minimal 8 jam) memperhatikan adanya tekanan. 3. Menggerakkan (minimal 2 jam sekali) dalam batasan menurut sistem pada anggota gerak yang fraktur. 4. Sebelum balutan terpasang, laserasi dan abrasi kulit harus ditangani untuk mempercepat penyembuhan, kulit dibersihkan, kemudian balutan steril dipasang untuk membalut luka. 5. Menganjurkan pasien untuk makan sesuai diit yang disediakan (TKTP) f. Mengurangi nyeri 1. Meninggikan apa yang sakit. 2. Kompres dingin pada tempat yang cedera. 3. Ganti posisi secara teratur sesuai prosedur dan batasan menurut sistem. g. Perawatan diri Defisit perawatan diri terjadi saat ada bagian tubuh yang termobilisasi sehingga menyebabkan menurunnya self care dan mengembangkan strategi terbaik dalam membantu mencapai kemandirian ADL. Partisipasi pasien

dalam

ADL

penting

untuk

meningkatkan

self

care

kemandirian

pemeliharaan dan menghindari reaksi pasienikologis.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian 1. Pengkajian Primer a) Airway :Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanyapenumpukan

sekret akibat kelemahan reflek batuk b) Breathing :Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,

timbulnyapernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafasterdengar ronchi /aspirasi. c) Circulation: TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahaplanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosispada tahap lanjut. 2. Pengkajian Sekunder a) Identitas klien : meliputi nama,umur,jenis kelamin,pendidikan,pekerjaan,dll. b) Keluhan Utama: keluhan yang paling mengganggu yang dirasakan klien. c) Riwayat Kesehatan Sekarang : kejadian yang mengalami cedera. d) Riwayat kesehatan Dahulu : riwayat penyakit TB, arthritis,osteomielitis, dan lain-lain. e) Riwayat Imunisasi : Polio, Tetanus. f) Aktivitas/istirahat Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena. Keterbatasan mobilitas. g) Sirkulasi Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah) Tachikardi. Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera. Cailary Refil Time melambat. Pucat pada bagian yang terkena. Masa hematoma pada sisi cedera.

h) Neurosensori Kesemutan Deformitas Krepitasi Pemendekan Kelemahan i) Kenyamanan/nyeri Nyeri tiba-tiba saat cidera Spasme/ kram otot j) Keamanan Laserasi kulit Perdarahan Perubahan warna Pembengkakan lokal k) Integumen Laserasi Perdarahan edema Perubahan warnakulit. l) Sistem Otot Kekuatan gerak koordinasi.

B. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Rontgen Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secaralangsung Mengetahui tempat dan type fraktur Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasidan selama proses penyembuhan secara periodic. 2. Scan tulang, tomogram, scan CT, MRI : memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk mengindentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Arteriogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler.

4. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi )atau menurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelahtrauma.

5. Kreatinin: Trauma otot meningkat beban kreatinin pemantauan creatinin untuk pemeriksaan ginjal klien. 6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple atau cedera hati (Doengoes, 2000 ).

C. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri Akut berhubungan dengan terputusnya kontunuitas jaringan tulang, pergeseran fragmen tulang. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi. 3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah oleh emboli. 4. Resti infeksi berhubungan dengan adanya luka fraktur terbuka,port de entry. 5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rusaknya jaringan kulit,laserasi kulit. 6. Potensi Syok Hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang banyak.

D. Intervensi Keperawatan NO Dx 1. Setelah NOC NIC dilakukan tindakan Manajemen INTERVENSI ACTIVITY 1. Kaji krakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri(010). ke Skala

keperawatan selama 3x24 jam Nyeri diharapakan tercapai (NOC:

Pengendalian Nyeri) dg KH: Penurunan ringan menjadi 0 2 Ekspresi wajah rileks Pasien tidak merintih severity

2.

Batasi pergerakan pada daerah fraktur, klien harus bed rest.

dengan

3. Berikan sokongan (support) pada ekstremitas yang luka. 4. Ajarkan pasien tehnik

kesakitan dan menangis Pasien dapat menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan non analgetik yang diajarkan perawat.

relaksasi tehnik

nafas

dalam

dan untuk

distraksi

mengurangi rasa sakit pada skala nyeri 5. 5. Informasikan kepada pasien untuk menginformasikan

kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai. 6. Kolaborasi analgetik. 2. Setelah dilakukan tidkan Terapi Latihan 1. Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang : pemberian

keperawatan selama 3x24 jam Fisik: diharapakan tercapai (NOC: Mobilitas Sendi

Mobilitas) dg KH: Memperlihatkan mobilitas,misal:berjalan, pergerakan otot,bergerak mudah. Melakukan ADL secara mandiri tanpa alat bantun sendi dan dengan

immobilisasi tersebut. 2. Ajarkan penggunaan mobilitas (misalnya,tongkat,walker,kruk ,atau kursi roda). 3. Ajarkan dan bantu dalam proses pasien pasien alat tentang bantu

berpindah

bantu,maupun orang lain.

(misalnya,dari tempat tidur ke kursi). 4. Ajarkan dan dukung pasien dalam maupun latihan ROM aktif pasif untuk atau

mempertahankan

meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. 5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik dan okupasi untuk

meningkatkan mobilitas. 3. Setelah dilakukan tindakan Perawatan


1. Pantau tingkat

keperawatan selama 3x24 jam Embolus: dihrapakan tercapai (NOC: Perfusi perifer jaringan: perifer) dg KH : Pengisian ulang kapiler

ketidaknyamanan saat melakukan

atau

nyeri latihan

fisik,pada malam hari, aau saat istirahat. 2. Lakukan pengkajian

(jari tangan dan jari kaki). Turgor kulit baik Nadi perifer teraba Warna kulit baik

komprehensif terhadap sirkulasi perifer misalnya kaji nadi

perifer,edema,suhu. 3. Pantau pemeriksaan

laboratorium sesuai indikasi. 4. Berikan obat anti koagulan jika diperlukan.

4.

Setelah

dilakukan

tindakan Perawatan luka

1. Observasi adanya tanda-tanda infeksi pada lokasi luka

keperawatan selama 3x24 jam diharapakan Penyembuhan /sekunder) dg KH: Penyembuhan luka sempurna. Tidak ada tanda infeksi. Bagian yang fraktur/luka dapat semula. berfungsi seperti tercapai luka (NOC: primer

(kemerahan, bengkak dan rasa sakit). 2. Observasi adanya peningkatan HR, anemia, penurunan

kesadaran berlanjut. 3. Observasi penampilan kulit ; pucat, vesikel kemerahan, yang berisi adanya cairan

berwarna merah dan adanya gejala-gejala gangren. 4. Kolaborasi dengan medis awal gas

pemberian cairan parenteral dan obat antibiotic. 5. Setelah dilakukan tindakan Perawatan
1. Observasi adanya

keperawatan selama 3x24 jam Area Isisi dihrapakan Integritas tercapai jaringan: (NOC: membran

kemerahan,pembengkakan pada area insisi. 2. Kaji luka ada tidaknya tandatanda infeksi setempat 3. Kaji luka ada tidaknya

mukosa dan kulit) dg KH: Menunjukan keutuhan

kulit Perfusi jaringan baik Penyatuan luka fraktur

perluasan ke jaringan dibawah kulit. 4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang makanan tinggi dan

protein,mineral,kalori vitamin untuk

mempercepat

proses penyembuhan.

6.

Setelah

dilakukan

tindakan

1. Observasi Vital Sign(meliputi ,BP,HR,RR dan T). 2. Kaji sumber lokasi dan

keperawatan selama 3x24 jam diharapakan tercapai (NOC:) dg KH: Tidak terjadi perdarahan Nilai Hb dan Ht dalam batas normal Tidak anemis

banyaknya perdarahan. 3. Berikan posisi supinasi. 4. Berikan (minum). 5. Berikan cairan perinfus. 6. Pantau (Hb,Ht). 7. Kolaborasi dengan medis hasil laboratorium banyak cairan

pemberian obat koagulan.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan Setelah dilakukan seminar dan pembahasan tentang asuhan keperawatan pada klien fraktur maka dapat disimpulkan fraktur adalah deformitas atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma,kecelakaan atau tenaga fisik yang dapat menyebabkan hilangnya kemampuan tulang untuk menahan kompresi atau regangan sehingga menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan tulang . Penatalaksaan bisa dilakukan dengan pembidaian,reduksi,fiksasi,imobilisasi, Debriment (Pada fraktur terbuka)dan dapat dilakukan dengan pembedahan dengan cara ORIF (Open Ruduction Internal Fixation) maupun OREF (Open Reduction External Fixation). B. Saran Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien hendaknya perawat mengetahui apa itu penyakitnya, penyebabnya, bagaimana tanda dan gejalanya, bagaimaa proses terjadinya, dan juga mengetahui terapinya ataupun

penatalaksanaannya.Dan tidak lupa antara perawat dan klien harus dapat membina hubungan saling percaya agar dalam memberikan Asuhan Keperawatan kepada klien dapat semaksimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA
Barbara C. Long.2000. Brunner & Suddart.2000. Doengoes, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC Kowalak,dkk.2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC Mansjoer Arief.2000. Price, Sylvia A.1995.Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit.Jakarta:EGC Wilkinson,Judith M & Ahern,Nancy R.2011.Buku Saku Diagnosis Keperawatan DiagnosisNanda,Intervensi NIC,Kriteria Hasil NOC edisi 9.Jakarta:EGC

PATHWAY
Trauma langsung Trauma tdk langsung Faktor Patologis

FRAKTUR Fraktur Terbuka Robeknya jar.kulit sekitar Pergeseran fragmen tulang Deformitas G3. Fungsi Nyeri G3. Mobilitas fisik Output berlebih G3.keseimba ngan cairan dan elektrolit
Resti Infeksi

Fraktur Tertutup
Terputusnya kontinuitas tulang Kerusakan fragmen tulang

Pembedahan Pre op Intra op

Post op Port de Entry

Laserasi kulit

Cemas

Depresi syaraf

G3.integrit as kulit

Invansi kuman

Robeknya pem.darah vena/arteri perdarahan

Tekanan sumsum tulang dari kapiler Reaksi stress klien Melepaskan katekolamin Memobilisasi asam lemak Menyatu dengan trombosit Emboli Menyumbat pem.darah

Resti infeksi

Potensi Syok Hipovolemik

G.3 perfusi jaringan

Vous aimerez peut-être aussi