Vous êtes sur la page 1sur 17

Askep Anak Thalasemia

BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian

Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (medicastore, 2004). Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis Hb yang ditandai dengan ada atau berkurangnya sintesis rantai globin. Thalasemia diwariskan sebagai sifat kodominan autosomal. Bentuk heterozigot (Thalasemia minor atau sifat thalasemia) mungkin asimptomatik atau bergejala ringan.
Bentuk homozigot, thalasemia mayor, berkaitan dengan anemia hemolitik yang berat. HbA adalah suatu tetrameter yang terdiri atas dua rantai alpha dan dua rantai beta. Rantai alpha dikode oleh dua gen alpha globin, yang terletak beriringan dikromosom 11. Sebaliknya rantai beta dikode oleh sebuah gen beta globin yang terletak pada kromosom 16.

Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih, 2001). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, menurut hukum mendel. Pada tahun 1925, diagnosa penyakit ini pertama kali diumumkan oleh Thomas Cooley (Cooleyanemia) yang di dapat diantara keluarga keturunan italia yang bermukim di USA. Kata thalassemia berasal dari bahasa yunani yang berarti laut.

B. Penyebab

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua. Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu. Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lainnya.

C. Klasifikasi

Thalasemia dibagi menjadi 2 yaitu thalasemia- dan thalasemia-. Pada thalasemia- dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori: Thalasemia o, berkaitan dengan ketiadaan total rantai -globin pada keadaan homozigot Thalasemia +, ditandai dengan penurunan (tetapi masih dapat dideteksi) sintesis -globin pada keadaan homozigot

Talasemia
Talasemia beta diklasifikasikan menjadi 2 kategori : talasemia yang berikatan dengan ketiadaan total rantai beta globin pada keadaan homozigot dan kondisi pasien parah yang memerlukan transfuse secara berkala, dan talasemia yang ditandai dengan penurunan beta globin pada keadaan heterozigot pada talasemia ini sifat penyakitnya asimtomatik dengan anemia ringan atau tanpa anemia dan ditemukan kelainan SDM. Penentuan sekuensi beta globin yang berhasil di klona dan diperoleh dari pasien talasemia berhasil mengungkapkan

lebih 100 mutasi penyebab talasemia 0 atau +. Berbeda dengan talasemia alpha yang disebabkan oleh delesi gen. Talasemia Thalasemia- sebagian besar disebabkan oleh delesi lokus gen -globin. Rantai alpha yang tidak berpasangan membentuk agrerat tak larut yang mengendap di SDM. Badan sel ini merusak membrane sel, mengurangi plastisitas, dan menyebabkan SDM rentan terhadap fagositosis oleh system fagosit mononukleus. Yang tidak terjadi tidak saja kerentanan SDM matur terhadap destruksi premature, tetapi juga kerusakan sebagian besar eritroblas di dalam sumsum tulang karena adanya badan inklusi yang merusak membrane. Destruksi SDM intramedula ini menimbulkan efek merugikan lainnya: peningkatan penyerapan zat besi dalam makanan yang berlebihan sehingga pasien kelebihan zat besi. Karena terdapat 4 gen -globin fungsional, terdapat empat derajat kemungkinan thalasemia-, didasarkan pada hilangnya satu sampai empat gen globin dari kromosom. Apabila tiga gen alpha globin hilang, terdapat kelebihan relatif beta globin atau rantai alpha globin lainnya. Kelebihan beta globin membentuk tetramer beta 4 dan gamma 4 yang relatif stabilyang masing-masing dikenal sebagai HbH dan Hb Bart. Tetramer ini tidak terlalu merusak membran dibandingkan dengan alpha globin bebas. Oleh karena itu, anemia hemolitik dan eritopoisis yang inefektif cenderung lebih ringan pada talasemia alpha daripada talasemia beta. Sayangnya, HbH dan Hb Bart memiliki afinitas yang terlalu tinggi terhadap O2 sehingga keduanya kurang efektif untuk menyalurkan O2 ke jaringan.

Secara molekuler, talasemia dibedakan atas: 1. 2. 3. Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa) Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta) Talasemia beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta)

4.

Talasemia delta (gangguan pembentukan rantai delta).

Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu: 1. Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan

gejala klinis yang jelas. 2. Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis.

D. Patofisiologi

Mengenai dasar kelainan pada thalasemia berlaku secara umum yaitu kelainan thalasemia alfa disebabkan oleh delesi gen (terhapus karenakecelakaan gen) yang mengatur produks tetramer globin, sedangkan pada thalasemia beta karena adanya mutasi gen tersebut. Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggun karena tidak memerlukan rantai beta justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai karena tidak ada pasangannya akan mengendap pada dinding eritrosit dan menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberi gambaran anemia hipokrom dan mikrositer. Eritropoesis dalam sumsum tulang sangat gesit, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas dan masa hidup eritrosit memendek serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan. Thalasemia dan hemoglobinopati adalah contoh khas untuk penyakit/kelainan yang bedasarkan defek/kelainan hanya satu gen.

E. Maifestasi Klinis

Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar mengalami anemia ringan. Pada talasemia mayor, terjadi anemia berat tipe mikrositik dengan pembesaran pada hati dan limpa. Muka mongoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek), perubahan pada tulang karena hiperaktifitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan (terutama tulang panjang). Dapat pula mengakibatkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zigomatik dan maksilaris. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. IQ kurang baik apabila tidak mendapat tranfusi darah secara teratur dan menaikan kadar Hb. Anemia biasanya mulai muncul pada usia 3 bulan dan jelas pada usia 2 tahun. Gejala lain pada penderita thalassemia adalah jantung mudah berdebardebar. Hal ini karena tugas hemoglobin membawa oksigen ke seluruhtubuh. Pada thalassemia, karena oksigen yang dibawa hemoglobin kurang, maka jantung juga akan berusaha bekerja lebih keras, sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar. Lama kelamaan, jantung akan bekerja lebih keras, sehingga cepat lelah. Akibatnya terjadi lemah jantung. "Limpa penderita juga bisa menjadi besar, karena penghancuran darah merah terjadi di sana." Selain itu, sumsum tulang juga bekerja lebih keras, karena berusaha mengkompensir kekurangan hemoglobin. Akibatnya, tulang menjadi tipis dan rapuh. Jika kerusakan tulang terjadi pada tulang muka, misalnya, pada tulang hidung, maka bentuk muka pun akan berubah. Batang hidung menjadi hilang/melesak ke dalam (facies cooley). "Ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalassemia."

F. Komplikasi

Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. "Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.

Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. "Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana." Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.

G. Penatalaksanaan

Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit serendah-rendahnya. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent, yaitu Desferal secara intramuskular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum di dapatkan tanda hiperplenisme atau hemosiderosis. Sesudah splenektomi, biasanya frekuensi tranfusi menjadi berkurang. Pemberian multi vitamin tetapi kontra indikasi terhadap preparat besi.

H. Pemeriksaan Penunjang

Pada talasemia mayor:

Darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis dan aanya sel target; jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit muda (normoblas). Hb rendah, resistensi osmotik patologis. Nilai eritrosit rata-rata (MC), volume eritrosit rata-rata (VER/MCV), hemoglobin eritrosit rata-rata (HER/MCH) dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER/MCMC) menurun. Jumlah leukosit normal atau meningkat. Kadar besi dalam serum normal atau meningkat. Kadar bilirubin dalam serum meningkat. SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.

Pada thalasemia minor:


Kadar Hb bervariasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor atau hanya sebagian. Nilai VER dan HER biasanya menurun, sedangkan KHER biasanya normal. Resistensi osmotik meningkat. Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA, DNA probing, gene blotting dan pemeriksaan PCR (polymerase Chain Reaction). Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kdang terlihat brush appearance (menyerupai rambut berdiri potongan pendek). Fraktur kompresi vertebra dap[at terjadi. Tulang iga melebar terutama pada bagian artikulasi dengan processus transversus.

Treatment thalasemia: 1. 2. Transfusi diberikan untuk mempertahankan kadar Hb manfaat transfuse ekspansi bone narrow meminimalkan dilatasi cardiac dan

osteoporosis. Pemberiannya 15-20 ml/kg berupa packed cells diberikan bersama 4-5 minggu 3. cross maching menjaga agar tidak terjadi alloimunisasion dan mencegah

terjadinya reaksi transfuse

4.

penggunakan packed RBc yang fress sangat mungkin, tapi dengan

menggunakan meticoulos care dan febrile reacsion. Semua hal diatas bisa diminimalkan dengan memberikan transfuse berupa frozen blood atau leukosit poor red blodd cell preparation dan juga dengan bemperian antipiretik. 5. Hemosidorosis dapat terjadi setelah transfuse karena setiap 500 ml darah

yang di transfusi mengandung 200 mg besi yang akan menuju jaringan, penumpukan besi tidak dapat ditoleransi tubuh dan harus dikeluarkan oleh obat. 6. hemosidosis dapat dikurangi dengan penggunaan iron- chelating drugs

contoh deferoxamin atau deferseral. Cara kerja obat ini dengan membuang dengan mengekskresikan lewat urin. Dalam pemberian obat ini harus tetap mempertahankan kadar darah tinggi. Pemberiannya dengan subkutan 8 sampai 12 jam menggunakan 7. splenomegali biasanya disebabkan hipertransfusi hal ini karena hasil ekstra

medullary eritropoesis, terapinya biasanya splenoktomi jika oragannya besar atau sekundari hipersplenisme. 8. efek samping dari splenoktomi biasanya sepsis dan tambah berat

penyakitnya. Biasanya pemberian ketika terjadi peningkatan transfuse biasanya melebihi 240 ml/tahun. 9. pemberian imunisasi hepatitis B dan hematococal, vaksin polisakarida

dibutuhkan. 10. terapi yang paling baik adalah transplantasi bone narrow angka kesuksesannya meningkat.

Keterangan :
1) a. Reaksi hemolitik Tipe yang paling parah, tapi jarang: menggigil dan gemetar

b. ketidakcocokan darah: demam

c. ketidakcocokan pada transfusi multifel: 2) a. nyeri pada area tusukan jarum dan sepanjang jalar vena mual/muntah sensasi sesak di dada urin kemeraha atau hitam sakit kepala nyeri panggul tanda progresif syok/gagal ginjal Reaksi demam Antibodi leukosit atau trombosis: demam

b. Antibodi protein plasma : Mengigil 3) Reaksi alergi

Resipien bereaksi terhadap alergen dalam darah : urticaria, kemerahan pada wajah, mengi asmatif dan edema laring, overload sirkulasi 4) a. Overload sirkulasi transfusi terlalu cepat (bahkan dalam jumlah kecil sekalipun) : nyeri

prekordial, dipsneu, rales, sianosis, batuk kering b. kelebihan jumlah darah yang ditransfusi (bahkan jira lambat sekalipun) : vena leer distency 5) Emboli udara

Dapat terjadi bila darah ditransfusikan di bawah tekanan: kesulitan bernafas yang tiba-tiba, nyeri tajam di dada, ketakutan 6) Hipotermia : menggigil, suhu rendah, frekuensi jantung tidak teratur,

kemungkinan henti jantung

7)

Gangguan elekrolit

Hiperkalemia (pada transfusi masif atau pada pasien dengan masalah ginjal) : mual, muntah, kelemahan otot, paraliksis flaksid, parestesia extremitas, bradikardi, ketakutan, henti jantung Reaksi lambat Penularan infeksi hepatitis HIV Malaria sfilis Bakteri atau virus dll

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pada dasarnya perawatan pada pasien talasemia sama dengan perawatan pada pasien anemia lainnya, yaitu memerlukan perawatan tersendiri dan perhatian yang lebih.

Pemeriksaan Penunjang

Pada talasemia mayor:


Darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis dan aanya sel target; jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit muda (normoblas). Hb rendah, resistensi osmotik patologis. Nilai eritrosit rata-rata (MC), volume eritrosit rata-rata (VER/MCV), hemoglobin eritrosit rata-rata (HER/MCH) dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER/MCMC) menurun. Jumlah leukosit normal atau meningkat. Kadar besi dalam serum normal atau meningkat. Kadar bilirubin dalam serum meningkat. SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.

Pada thalasemia minor:


Kadar Hb bervariasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor atau hanya sebagian. Nilai VER dan HER biasanya menurun, sedangkan KHER biasanya normal. Resistensi osmotik meningkat. Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA, DNA probing, gene blotting dan pemeriksaan PCR (polymerase Chain Reaction). Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kdang terlihat brush appearance (menyerupai rambut berdiri potongan pendek). Fraktur kompresi vertebra dap[at terjadi. Tulang iga melebar terutama pada bagian artikulasi dengan processus transversus.

B. Diagnosa Keperawatan

1.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,penurunan

oksigen ke jaringan. 2. Perubahan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan kemampuan

fisik yang disebabkan oleh kelainan hematology dan efek penyakit dan terapi.

3.

Risiko cedera berhubungan dengan jumlah hemoglobin yang abnormal,

penurunan jumlah oksigen, dan respon dari transfusi.

C. Rencana Keperawatan

DP 1 Risiko cedera berhubungan dengan jumlah hemoglobin yang abnormal, penurunan jumlah oksigen, dan respon dari transfusi.

DO Dispnea Kelelahan, sakit kepala dan palor Peningkatan nadi Sianosis

Hasil yang diharapkan : Anak akan menghindari situasi pengurangan kebutuhan oksigen jaringan dan menadekuatkan oksigenasi jaringan.

Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi
Jelaskan pada pasien untuk meminimalisasi komplikasi dengan penggunaan fisik dan

Rasional
Untuk menghindari peningkatan kebutuhan oksigen Untuk mencegah penurunan

control emosi stress Mencegah infeksi Anjurkan untuk menghindari lingkungan yang sedikit oksigen (tempat ketinggian, pesawat)

oksigenasi

DP 2 Perubahan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan kemampuan fisik yang disebabkan oleh kelainan hematology dan efek penyakit dan terapi.

DO : Perubahan pertumbuhan fisik: a. Timbulnya bercak di kulit

b. Klien terlihat lelah c. Klien membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya d. Pada usia remaja terjadi pubertas yang terhambat atau tidak terjadi (menstruasi yang terhambat, tidak tumbuh payudara) e. Klien jarang bermain dengan teman sebayanya karena harus menjalani terapi

dan sering kelelahan f. Klien malas ke sekolah karena klien mengalami hambatan kognitif disebabkan

kekurangan Hb Ketidakmampuan melakukan keterampilan-keterampilan Afek datar Klien tampak pucat Sering mengalami sinkope

Kriteria Hasil : Anak akan menunjukan adanya peningkatan dalam perilaku social, kognitif, aktivitas motorik sesuai kelompok usianya.

Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi
Kaji factor penyebab dan factor penunjang: - kurang pengetahuan orang tua - penyakit kronis - konflik orang tua dan anak - perubahan lingkungan

Rasional
Mengetahui sebab adanya perubahan pertumbuhan dan perkembangan dan factor penunjang yang dapat memperberat kondisi klien

Ajari orang tua tentang tugas-tugas perkembangan sesuai dengan usia dan informasi pedoman bagi orang tua

Setiap tahap perkembangan mempunyai tugas perkembangan yang berbeda-beda untuk itu orang tua harus memahami tahap dan tugas tumbuh kembang anak sesuai usia

Secara hati-hati kaji tingkat

Agar hasil yang di dapat akurat perkembangan anak pada semua karena pada penyakit kronik area fungsi dengan banyak factor yang mempengaruhi menggunakan alat pengkajian khusus (miss, DDST) factor penmyebab keterlambatan tersebut

Berikan kesempatan anak yang sakit untuk melaksanakan tugas perkembangan sesuai

Biasakan anak tetap melakukan tugas perkembangannya (mis:

dengan usia.

bermain dengan teman sebayanya). Hal ini akan membuat anak hidup normal seperti anak yang lainnya.

Contoh intervensi pada tahap pertumbuhan remaja dengan thalasemia: sering berbicara dengan anak tentang perasaan, ide-ide, perhatian akan kondisi dan perawatannya berikan kesempatan untuk berinteraksi dengan anak yang lain yang seusia di bangsal atau unit identifiksi minat atau hobi yang dapat di dukung dengan sarana yang ada dan dukung untuk melakukan hal tersebut setiap hari biarkan rutinitas rumah sakit sesuai jadwal anak-anak gunakan pakaian dengan pakaiannya sendiri jika memungkinkan libatkan dalam pembuatan keputusan tentang perawatannya

DP 3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,penurunan oksigen ke jaringan.

DO: kadar Hb turun hipoksia pucat pusing kunang-kunang berkeringat keletihan (lemas, postur loyo, gerakan lambat) sinkop

Intervensi dan Rasionalisasi : Intervensi keperawatan Rasional

Observasi adanya tanda kerja Untuk merencanakan istirahat fisik (takikardi, palpitasi, takipnea, dispnea, napas pendek, hiperpnea, sesak napas, pusing, kunang-kunang, berkeringat) dan keletihan Pertahankan posisi fowlertinggi Beri oksigen suplemen Ukur tanda vital selama periode istirahat Antisipasi dan bantu dalam yang mungkin diluar batas toleransi anak Beri aktivitas bermain pengalihan yang meningkatkan istirahat dan tenang Rencanakan aktivitas keperawatan Untuk mencegah kebosanan dan menarik diri Untuk pertukaran udara yang optimal Untuk meningkatkan oksigen ke jaringan Untuk meningkatkan nilai dasar aktivitas Untuk mencegah kelelehan yang tepat

aktivitas kehidupan sehari-hari perbandingan selama periode

Untuk memberikan istirahat yang cukup

Vous aimerez peut-être aussi