Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Mohon perkenannya, saya sampaikan tulisan teman saya, yang terkadang sering saya malu padanya, karena dia sangat santun dan hormat kepada saya, seakan-akan saya ini salah satu "kia"-nya. Salam dan Doa, Toni Pangcu
ini dalam Al-Futuhat al-Makkiyah). Ketika seorang murid baru mengikuti tarekat, syaikh-nya akan mengajarinya untuk menjalankan tiga tahap latihan rohaniah selama tiga tahun. Ia baru diizinkan mengikuti Jalan Tasawuf, bila ia lulus melewatinya. Tahun pertama adalah latihan berkhidmat kepada sesama manusia. Tahun kedua beribadat kepada Tuhan, dan tahun ketiga mengawasi hatinya sendiri. Kita tidak bisa beribadat kepada Tuhan sebelum kita berkhidmat kepada sesama manusia. Menyembah Allah adalah berkhidmat kepada makhluk-Nya. Abu Said Abul Khayr terkenal sebagai sufi yang pertama kali mendirikan tarekat sufi. Ketika salah seorang pengikutnya menceritakan seorang suci yang dapat berjalan di atas air, ia berkata, "Sejak dahulu katak dapat melakukannya!" Ketika muridnya kemudian menyebut orang yang dapat terbang, ia menjawab singkat, "Lalat dapat melakukannya lebih baik." Muridnya bertanya, "Guru, gerangan apakah ciri kesucian itu?" Ia menjawab, "Cara terbaik untuk mendekati Tuhan adalah melakukan perkhidmatan sebaik-baiknya kepada sesama manusia, memasukkan kebahagiaan ke dalam hatinya." Mungkin karena perhatiannya yang sangat besar pada cinta kasih, kaum sufi banyak menyerap dari berbagai hikmah yang bisa diteladani demi meningkatkan kemuliaan diri (tahdzib al-akhlaq). Prinsip sufistik selaras sabda Nabi Muhammad:"ambilah hikmah dari mana datangnya." Kaum sufi juga belajar jalan cinta dari kisah Musa. Seorang syaikh menyampaikan cerita berikut ini, Kaum Bani Israil satu kali mendatangi Musa, "Wahai Musa, kami ingin mengundang Tuhan untuk menghadiri jamuan makan kami. Bicaralah kepada Tuhan supaya Dia berkenan menerima undangan kami." Dengan marah Musa menjawab, "Tidakkah kamu tahu bahwa Tuhan tidak memerlukan makanan?" Tetapi, ketika Musa menaiki bukit Sinai, Tuhan berkata kepadanya, "Kenapa tidak engkau sampaikan kepada-Ku undangan itu? Hamba-hamba-Ku telah mengundang Aku. Katakan kepada mereka, Aku akan datang pada pesta mereka Jumat petang." Musa menyampaikan sabda Tuhan itu kepada umatnya. Berhari-hari mereka sibuk mempersiapkan pesta itu. Pada Jumat sore, seorang tua tiba dalam keadaan lelah dari perjalanan jauh. "Saya lapar sekali," katanya kepada Musa. "Berilah aku makanan." Musa berkata, "Sabarlah, Tuhan Rabbul Alamin akan datang. Ambillah ember ini dan bawalah air ke sini. Kamu juga harus memberikan bantuan." Orang tua itu membawa air dan sekali lagi meminta makanan. Tapi tak seorang pun memberikan makanan sebelum Tuhan datang. Hari makin larut, dan akhirnya orang-orang mulai mengecam Musa yang mereka anggap telah memperdayakan mereka. Musa menaiki bukit Sinai dan berkata, "Tuhanku, saya sudah dipermalukan di hadapan setiap orang karena Engkau tidak datang seperti yang Engkau janjikan." Tuhan menjawab, "Aku sudah datang. Aku telah menemui kamu langsung, bahkan ketika Aku bicara kepadamu bahwa Aku lapar, kau menyuruh Aku mengambil air. Sekali lagi Aku minta, dan sekali lagi engkau menyuruhKu pergi. Baik kamu maupun umatmu tidak ada yang menyambut-Ku dengan penghormatan." "Tuhanku, seorang tua memang pernah datang dan meminta makanan, tapi ia hanyalah manusia
biasa," kata Musa. "Aku bersama hamba-Ku itu. Sekiranya kamu memuliakan dia, kamu memuliakan Aku juga. Berkhidmat kepadanya berarti berkhidmat kepada-Ku. Seluruh langit terlalu kecil untuk meliputiKu, tetapi hanya hati hamba-Ku yang dapat meliputi-Ku. Aku tidak makan dan minum, tetapi menghormati hamba-Ku berarti menghormati Aku. Melayani mereka berarti melayani Aku." Berbakti kepada sesama manusia bukanlah kewajiban sekelompok orang. Setiap Muslim apa pun jenis kelamin, usia, dan status sosialnya berkewajiban memperlakukan semua orang dengan baik. Dalam Al-Quran juga ada perintah, "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Berbaktilah kepada kedua orangtua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, orang-orang yang kehabisan bekal, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, yaitu orang-orang yang kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Kami telah menyediakan orang-orang kafir seperti itu, siksa yangmenghinakan."(QS.Al-Nisa',36-37) Tindakan membahagiakan orang lain disebut sebagai shadaqah. Kata ini berasal dari "shadaqa", yang berarti benar sejati atau tulus. Orang yang bersedekah adalah orang yang imannya tulus. Sedekah tidak selalu berbentuk harta atau uang. "Termasuk sedekah adalah engkau tersenyum ketika berjumpa dengan saudaramu, atau engkau singkirkan duri dari jalanan," sabda Nabi Muhammad SAW. Untuk bisa menolong orang lain dengan tulus, kita memerlukan kecintaan tanpa syarat (unconditional love) kepada semua orang. Cinta inilah yang dimasukkan sebagai fitrah dalam hati kita. Cinta ini adalah seperseratus dari Rahmat Allah yang dijatuhkan Tuhan di Bumi. Alkisah, bertahun-tahun yang lalu, seorang ibu dari salah seorang sultan dari Khilafah Utsmaniyah membaktikan hidupnya untuk kegiatan amal saleh. Ia membangun masjid, rumah sakit besar, dan sumur-sumur umum untuk daerah permukiman yang tidak punya air di Istanbul, Turki. Pada suatu hari, ia mengawasi pembangunan rumah sakit yang dibiayai sepenuhnya dari kekayaannya. Ia melihat ada semut kecil jatuh pada adukan beton yang masih basah. Ia memungut semut itu dan menempatkannya pada tanah yang kering. Tidak lama setelah itu, ia meninggal dunia. Kepada banyak kawannya, ia muncul dalam mimpi mereka. Ia tampak bersinar bahagia dan cantik. Kawan-kawannya bertanya, apakah ia masuk ke surga karena sedekah-sedekah yang dilakukannya ketika masih hidup? Ia menjawab, "Saya tidak masuk surga karena semua sumbangan yang sudah aku berikan. Saya masuk surga karena seekor semut.."