Vous êtes sur la page 1sur 36

Askep CHF Gagal Jantung Kongestif

Posted by Ferry IrawanMay 9, 201227 komentar

Askep Gagal Jantung Kongestif.Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan metabolisme jaringan dalam hal ini nutrisi dan juga oksigen pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung kongestif / CHF termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Demikian pengertian gagal jantung kongestif yang telah diposting sebelumnya ditinjau dari segi medis. Karena Blog Keperawatan ini juga berorientasi kepada asuhan keperawatan maka kali ini akan di share mengenai askep CHF gagal jantung kongestif dan semoga apa yang akan disharing tentang askep CHF gagal jantung kongestif ini akan memberikan manfaat. Setelah memahami akan apa yang dimaksud dengan penyakit CHF / gagal jantung kongestif di atas maka langsung saja ke topik pembahasan yaitu mengenai askep gagal jantung kongestif CHF ini.

Pengkajian yang dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan pasien denganCHF / gagal jantung kongestif dimulai dengan : 1. Aktifitas dan Istirahat. Yang dikaji dalam hal ini adalah keluhan pasien gagal jantung kongestif yang berupa adanya kelelahan / exhaustion dalam kesehariannya, mengalami insomnia, kurang istirahat, sakit / nyeri dada, dispnoe saat istirahat atau beraktifitas. 2. Sirkulasi. Yang dikaji dalam hal ini adalah riwayat hipertensi, bedah jantung, endokarditis, anemia, septik syok, penyakit jantung, disritmia, atrial fibrilasi, ascites, hepatomegali, sianosis, takikardia. Integritas Ego / Status mental. Yang dikaji dalam hal ini ansietas (cemas), kuatir dan takut, gelisah, marah, iritabel / peka, stress sehubungan dengan penyakitnya, sosial finansial. Eliminasi. Yang dikaji dalam hal ini adalah penurunan volume urine, urine yang pekat, nocturia(kencing malam hari), diare dan konstipasi. Makanan dan Cairan. Yang dikaji dalam hal ini adalah kehilangan nafsu makan, nausea, vomiting, oedema di ekstremitas bawah, asites. Kebersihan Diri. Yang dikaji dalam hal ini adalah kelelahan selama aktivitas perawatan diri. Neurosensori. Yang dikaji dalam hal ini adalah kelemahan, pening, pingsan, lethargia, bingung, disorientasi, iritabel. Rasa Nyaman. Yang dikaji dalam hal ini adalah sakit dada ,kronik / akut angina pektoris, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.

3. 4. 5. 6.

7.
8.

Pernapasan / Respirasi. Yang dikaji dalam hal ini adalah dispnoe pada waktu aktifitas, takipnoe, riwayat penyakit paru kronis. 10. Interaksi Sosial. Yang dikaji dalam hal ini adalah penurunan keikutsertaan dalam dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan. Selanjutnya kita berlanjut dalam diagnosa keperawatan pada CHF / gagal jantung kongestif. Diagnosa keperawatan pada askep CHF gagal jantung kongestif yang muncul diantaranya yaitu : 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial / perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural, ditandai dengan : Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : perubahan gambaran pola EKG, disritmia. Perubahan tekanan darah (hipertensi/hipotensi). Penurunan haluaran urine. Kulit dingin kusam. Bunyi jantung ekstra (S3 dan S4). Kriteria Hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung. Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung. Melaporkan penurunan episode angina(nyeri dada), dispnea. Intervensi Keperawatan : Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi dan juga irama jantung. Palpasi nadi perifer. Pantau Tekanan Darah. Kolaborasi medis dalam pemberian obat dan juga pemberian oksigen yang menggunakan kanul nasal O2 atau masker. 2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemia pada miocard ditandai dengan kelelahan, kelemahan, adanya disritmia, perubahan tanda-tanda vital, dispnoe, berkeringat, pucat. Kriteria Hasil : Pasien dapat menunjukkan berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan, dapat memenuhi perawatan diri, menurunnya kelemahan dan kelelahan. Intervensi Keperawatan : Periksa dan ukur tanda-tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan obat-obatan yang berpengaruh pada tekanan darah dan heart rate seperti vasodilator,diuretic dan penyekat beta. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat adanya takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat dan pucat. Evaluasi dalam hal peningkatan intoleran aktivitas. Kolaborasi dengan rehab medik. 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung), meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium / air. Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan volume cairan yang stabil dengan keseimbangan masukan dan juga pengeluaran, bunyi nafas bersih / jelas, tanda-tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual. Intervensi Keperawatan : Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam (balance cairan). Pantau Tanda-tanda vital (tekanan darah) Kaji bising usus. Catat keluhan adanya anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.

9.

Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. Kolaborasi medis dalam pemberian obat sesuai indikasi. 4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolus. Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan. Intervensi Keperawatan : Pantau bunyi nafas, catat adanya mengi, krekles. Ajarkan / anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam. Berikan perubahan posisi sesering mungkin. Kolaborasi medis dalam pemberian obat dan juga oksigen bola diperlukan.

1. Pengertian Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaring an dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer, 2001). Menurut Brunner dan Suddarth (2002) CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan Oksigen dan nutrisi. 2. Etiologi Menurut Hudak dan Gallo (1997) penyebab kegagalan jantung yaitu :
1.

Disritmia, seperti: Bradikardi, takikardi, dan kontraksi premature yang sering dapat menurunkan curah jantung.
Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang , seperti stenosis katup aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.

2.

3.

Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard, aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau hipertrofi l uas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau hipertensi sistemik.

4.

Ruptur miokard, terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi

selama 8 hari pertama setelah infa rk. Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2002) penyebab gagal jantung kongestif, yaitu: kelainan otot jantung, aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) , peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, penyakit jantung lain, faktor sistemik 3. Klasifikasi Menurut Mansjoer (2001) berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Menurut New York Heart Association (Mansjoer, 2001) klasifikasi fungsional jantung ada 4 kelas, yaitu: Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan keluhan. Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti vitas fisik terbatas.

Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas. Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi ak tivitas fisik ringan saja akan menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas. Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat pada keadaan istirahat. 4. Patofisiologi Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan t erjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (Venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi, takikardi , dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diata s sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung. Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akib at terjadinya kenaikan tekanan rata - rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena - vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paru - paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda - tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya,

dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri - kanan. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atr ium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bika keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites. 5. Manifestasi Klinis Menurut Hudak dan Gallo (1997) tanda dan gejala yang terjadi pada gagal jantung kiri antara lain kongesti vaskuler pulmonal, dyspnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, edema pulmonal akut, penurunan curah jantung, gallop atrial (S3), gallop ventrikel (S4), crackles paru, disritmia, bunyi nafas mengi, pulsus alternans, pernafasan chey ne-stokes, bukti - bukti radiologi tentang kongesti vaskuler pulmonal. Sedangkan untuk gagal j antung kanan antara lain curah jantung rendah, peningkatan JVP, edema, disritmia, S3 dan S4 ventrikel kanan, hiperesonan pada perkusi. 6. Diagnosis Menurut Framingham ( Mansjoer, 2001) kriterianya gagal jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. a. Kriteria mayor terdiri dari: 1) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea 2) Peningkatan vena jugularis 3) Ronchi basah tidak nyaring 4) Kardiomegali 5) Edema paru akut 6) Irama derap S3 7) Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O Refluks hepatojugular b. Kriteria minor terdiri dari: 1) Edema pergelangan kaki 2) Batuk malam hari 3) Dyspnea

4) Hepatomegali 5) Efusi pleura 6) Kapasitas vital berkurang menjadi ? maksimum 7) Takikardi (>120 x/ menit) Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor harus ada di saat bersama an. 7. Potensial Komplikasi Menurut Brunner & Suddarth (2002) potensial komplikasi mencakup: syok kardiogenik, episode tromboemboli, efus i perikardium, dan tamponade perikardium. 8. Pemeriksaan penunjang Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat d ilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu: a. Elektro kardiogram (EKG) Hipertropi atrial atau ventrikule r, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial. b. Skan jantung Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding . c. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram dopple) Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular. d. Kateterisasi jantung Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi. e. Rongent dada Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal. f. Enzim hepar Meningkat dalam gagal / kongesti hepar. g. Elektrolit Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik. h. Oksimetri nadi Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis. i. Analisa gas darah (AGD) Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir). j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal. k. Pemeriksaan tiroid

Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung kongestif. 9. Penatalaksanaan Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan Congestive Heart Failure adalah: a. Meningkatkan Oksigenasi dengan pemberian Oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat / pembatasan aktivitas. b. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung 1) Mengatasi keadaan reversibel termasuk tirotoksikosis, miksedema dan aritmia. 2) Digitalisasi, digoksin, condilamid. c. Menurunkan beban jantung 1) Menurunkan beban awal dengan: a) Diit rendah garam b) Diuretik: furosemid ditambah kalium c) Vasodilator: menghambat Angiotensin-converting enzyme (ACE), Isosorbid dinitrat (ISDN), nitrogliserin, nitroprusid. 2) Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol.
http://belajaraskep.blogspot.com/2012/05/askep-congestive-heart-failure-gagal.html

ASKEP CHF ( CONGESTIV HAERT FAILURE )

I.

KONSEP MEDIS

1.

PENGERTIAN

Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).

2. a.

ETIOLOGI

Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi

b.

Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

c.

Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

d.

e.

f.

3.

ANATOMI FISIOLOGI

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot jantung, bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kesadaran. a. Bentuk Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis cordis. Disebelah bawah agak runang disebut apex cordis. b. Letak Di dalam rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum arteriol), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya dibelakang kiri ICS 5 dan ICS 6 dua jari dibawah papilla mammae. Pada tempat itu teraba adanya pukulan jantung yang disebut Ictus Cordis. c. Ukuran Kurang lebih sebesar kepalan tangan dengan berat kira-kira 250-300 gram.

d.

Lapisan

Endokardium :Lapisan jantung sebelah dalam, yang menutupi katup jantung. Miokardium :Lapisan inti dari jantung yang berisi otot untuk berkontraksi. Perikardium :lapisan bagian luar yang berdekatan dengan pericardium viseralis. Jantung sebagai pompa karena fungsi jantung adalah untuk memompa darah sehingga dibagi jadi dua bagian besar, yaitu pompa kiri dan pompa kanan. Pompa jantung kiri: peredaran darah yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh dimulai dari ventrikel kiri-aorta-arteri-arteriola-kapiler-venula-vena cava superior dan inferior-atrium kanan. Pompa jantung kanan: peredaran darah kecil yang mengalirkan darah ke pulmonal, dimulai dari ventrikel kanan-arteri pulmonalis-4 vena pulmonalis-atrium kiri. Gerakan jantung terdapat dua jenis, yaitu konstriksi (sistol) dan relaksasi (diastole) dari kedua atrium, terjadi serentak yang disebut sistol atrial dan diastole atrial. Konstriksi ventrikel kira-kira 0,3 detik dan tahap dilatasi selama 0,5 detik. Konstriksi kedua atrium pendek, sedang konstriksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong dari vantrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama, tapi tugasny hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru dimana tekanannya lebih rendah.

4.

PATOFISIOLOGI

Bila reservasi jantung (cardiac reserved) normal untuk berespons terhadap stres tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa,dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terhadap empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi : a. Meningkatnya Aktivitas Adrenergik Simpatis Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokonstriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan reditribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum starling. Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokonstriksi, takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan dengan observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis. b. Peningkatan Beban Awal melalui Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel, dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah. Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan dengan arteriol renal aferen dan bersebelahan dengan makula densa pada tubulus distal. Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati) menjadi angiotensin I. c. Hipertrofi ventrikel Respons terhadap kegagalan jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau bertambahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; bergantung pada jenis beban hemodinamika yang mengakibatkan gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta,akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga merupakan

akibat dari bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris. d. Volume cairan berlebihan (overload volume). Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besar. Karena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang terbatas, maka peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan tekanan intraventrikel yang sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah miofibril paralel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebihan menyebabkan pelebaran ruang dan hipertrofi eksentrik.

Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung. Mekanismemekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampa pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.

5.

TANDA DAN GEJALA

Gagal Jantung Kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu : a. Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) b. c. Batuk

Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik

d.

e.

Gagal jantung Kanan : a. b. c. d. e. f. Kongestif jaringan perifer dan visceral Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting, penambahan BB. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen Nokturia Kelemahan

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. EKOKARDIOGRAFI Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan diagnostik yang pertama dan sebagai alat yang pertama untuk manajemen gagal jantung; sifatnya tidak invasif dan segera dapat memberikan diagnosis disfungsi jantung dan informasi yang berkaitan dengan penyebab terjadinya disfungsi jantung dengan segera. Dengan adnya kombinasi MMode, ekokardiografi 2D, dan Doppler, maka pemeriksaan invasif lain tidak lagi diperlukan. Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel.

b.

RONTGEN TORAKS

Foto rontgen toraks posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah kedaerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.

c.

ELEKTROKARDIOGRAFI

Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, tetapi tidak dapat memberikan gambaran yang spesifik. Pada hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu dicurigai bahwa hasil diagnosis salah. Pada pemeriksaan EKG untuk klien untuk gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG seperti di berikut ini. 1) 2) 3) 4) 5) Left bundle branch block, kelainan segmen ST/T menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis; Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST menunjukkan penyakit jantung iskemik. Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik: menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi. Aritmia; Deviasi aksis kekanan, right bundle branch block, dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.

7.

PENGOBATAN Respons fisiologis pada gagal jantung memberikan rasional untuk tindakan. Sasaran penatalaksanaan gagal

jantung kongestif adalah: a. b. c. Menurunkan kerja jantung; Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokardium; Menurunkan retensi garam dan cairan.

a.

TERAPI OKSIGEN

Pemberian oksigen terutama ditujukan pada klien dengan gagal jantung yang disertai dengan adema paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

b.

TERAPI NITRAT DAN VASOLIDATOR KORONER

Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronik, sangat dianjurkan dalam penatalaksanaan gagal jantung. Jantung mengalami unloaded (penurunan afterload-beban akhir) dengan adanya vasolidatasi perifer. Peningkatan curah jantung lanjut akan menurunkan pulmonary artery wedge pressure (pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskular pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri) da penurunan pada konsumsi oksigen miokardium.

c.

TERAPI DIURETIK

Selain tirah baring, klien dengan gagal jantung perlu pembatasan garam dan air serta pemberian diuretik baik oral atau parenteral. Tujuannya agar menurunkan preload (beban awal) dan kerja jantung. Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan menurunkan tekanan darah. Jika garam natrium ditahan, air juga akan tertahan dan tekanan darah akan meningkat. Banyak jenis diuretik yang menyebabkan pelepasan elektrolit-elektrolit lainnya, yaitu kalium, magnesium, klorida, dan bikarbonat. Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium digolongkan sebagai diuretik yang tidak menahan kalium.

d.

TERAPI DIGITALIS

Digitalis, salah satu dari obat-obatan tertua, dipakai sejak tahun 1200, dan hingga saat ini diuretik masih terus digunakan dalam bentuk yang telah dimurnikan. Digitalis dihasilkan dari tumbuhan foxglove ungu dan putih dan dapat bersifat racun. Pada tahun 1785, William Whitering dari inggris menggunakan digitalis untuk menyembuhkan sakit bengkak, yaitu edema pada ekstremitas akibat insufisiensi ginjal dan jantung. Dimasa itu, Withering tidak menyadari bahwa sakit bengkak tersebut merupakan akibat dari gagal jantung. Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Digitalis bila diberikan dalam dosis yang sangat besar dan diberikan secara berulang dengan cepat, kadang-kadang menyebabkan klien mengalami mabuk, muntah, pandangan kacau, objek yang terlihat tampak hijau dan kuning, klien melakukan gerakan yang sering dan kadang-kadang tidak mampu untuk menahannya. Digitalis juga menyebabkan sekresi urine meningkat, nadi lambat hingga 35 denyut dalam satu menit, keringat dingin, kekacauan mental, sinkope dan kematian. Digitalis juga bersifat laksatif. Pada kegagalan jantung, digitalis diberikan dengan tujuan memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi serta meningkatkan efesiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan yang melewati ginjal akan meningkat untuk difiltrasi dan diekskresi, sehingga volume intravaskuler menurun.

e.

TERAPI INOTROPIK POSITIF

Dopamin-merupakan salah satu obat inotropik positif-bila juga dipakai untuk meningkatkan denyut jantung (efek beta-1) pada keadaan bradikardia saat pemberian atropin pada dosis 5-20 mg/kg/menit tidak menghasilkan kerja yang efektif. Kerja dopamin bergantung pada dosis yang diberikan, pada dosis kecil (1-2 g/kg/menit), dopamin akan mendilatasi pembuluh darah ginjal dan pembuluh darah mesenterik serta menghasilkan peningkatan pengeluaran urine (efek dopaminergik); pada dosis 2-10 g/kg/menit, dopamin akan meningkatkan curah jantung melalui peningkatan kntraktilitas jantung (efek beta) dan meningkatan tekanan darah melalui vosokonstriksi (efek alfa-adrenergik). Penghentian pengobatan dopamin harus dilakukan secara bertahap, penghentian pemakaian yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi berat. Dobutamin (Dobutrekx) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja beta-1 adrenergik. Efek beta-1 adalah meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).

f.

TERAPI SEDATIF

pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedatif dapat mengurangi kegelisahan. Obat-obatan sedatif yang sering digunakan adalah Phenobarbital 15-30 mg empat kali sehari dengan tujuan untuk mengistirahatkan klien dan memberi relaksasi pada klien.

II.
A.

KONSEP ASUHAN KERERAWATAN


PENGKAJIAN

Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah gejala dn tanda, serta disebabkan oleh berbagai kelainan jantung seperti gangguan irama jantung, gangguan endokardial, perikardial, valvular, atau miokardial. Kelainan miokardium dapat bersifat sistolik (berhubungan dengan kontraksi dan pengosongan ventrikel), diastolik (berhubungan dengan relaksasi dan pengisian ventrikel) atau kombinasi keduanya. 1. a.
Identitas klien

Keluhan Utama Keluhan utama klien dengan gagal jantung adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.

b.

Riwayat Penyakit Saat Ini Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu : Provoking Incident : Kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung. Quality of Pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu pernafasan). Region : radiation, relief : Apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan. Severity (Scale) of Pain : Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.

Time : Sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas. c. Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diruretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat. d. Riwayat Keluarga Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyaki jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya. e. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan lingkingannya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok. Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut, data biografi juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu dengan menanyakan nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama yang dianut oleh klien. Saat mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis, maka pertanyaan yang diajukan bukan pertanyaan terbuka tetapi pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang jawabannya Ya atau Tidak atau pertanyaan yang dapat dijawab dengan gerakan tubuh, yaitu mengangguk atau menggelengkan kepala sehingga tidak memerlukan energi yang besar. f. Pengkajian Psikososial Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir tentang keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku, menyerang, dan fokus pada diri sendiri. Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan kesulitan koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia atau tampak kebingungan.

2.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat.

a.

Breathing Kongesti Vaskular Pulmonal Gejala-gejala kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, dan edema pulmonal akut.

1)

Dispnea Dispnea, dikarakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang menekan klien.

2)

Ortopnea Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vaskular pulmonal.

3)

Dispnea Nokturnal Paroksismal Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang dikenal baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam karena mengalami nafas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksismal diperkirakan disebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen intravaskular sebagai akibat dari posisi telentang. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini, sejumlah cairan keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun, dengan posisi telentang.

4)

Batuk Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskular pulmonal yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan batuk pendek. Gejala ini dihubungkan dengan kongestif mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan produksi mukus.

5)

Edema Pulmonal

Edema Pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi dihubungkan dengan kongesti vaskular pulmonal. Edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskular (kurang lebih 30 mmHg). Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernafasan, dan sangat nyeri dada dan sputum berwarna merah muda, berbusa yang keluar dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani dengan cepat dan tepat. b. Blood 1.) Inspeksi Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan adanya edema ekstremitas. 2.) Palpasi Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan. 3.) Auskultasi Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup. 4.) Perkusi Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali) 5.) Penurunan Curah Jantung Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien. Namun, gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap sebagai depresi, neurosis, atau keluhan fungsional. Oleh karena itu, kondisi ini secara potensial merupakan indikator penting penyimpangan fungsi pompa yang sering tidak diperhatikan dan klien juga diberi keyakinan yang tidak tepat atau diberi tranquilizer atau sediaan yang dapat meningkatkan suasana hati (mood). 6) Bunyi Jantung dan Crackles Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat dikenal dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) dan crackles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempatkan dengan tepat pada apeks jantung. Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat menunjukkan adanya penurunan komplians(peningkatan kekakuan) Miokardium.hal ini mungkin merupakan indikasi awal (premonitori) menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya ditemukan pada klien dengan infark miokardium akut dan mungkin tidak mempunyai prognosis bermakna, tetapi mungkin menunjukkan kegagalan yang baru terjadi.

S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa hampir tidak pernah ditemukan kecuali jika ada penyakit jantung signifikan. Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru dan sering dikenal sebagai bukti gagal ventrikel kiri, dan memang demikian sesungguhnya. Sebelum crackles ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung, klien harus diintruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena berada di bawah diafragma. 7) Disritmia Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal jantung terhadap stres, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. 8) Distensi Vena Jugularis Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel. Kiri, akan terjadinya dilatasi dari ruang ventrikel, peningkatan volume, dan tekanan pada diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan diteruskan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis. 9) Kulit Dingin Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah dialihkan dari organ-organ nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan perfusinya, maka manifestasi paling awal dari gagal kedepan yang lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis. 10) Perubahan Nadi Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan denyut yang cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf simpatik. Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer akan mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) dan menghasilkan denyut yang lemah atau thready pulse. Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus alternans atau gangguan pulsasi, suatu perubahan dari kekuatan denyut arteri. c. Brain Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. d. Bladder

Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah. e. Bowel 1.) Hepatomegali Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distres pernafasan. 2.) Anoreksia Anoreksia (hilangnya selera makan ) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen. f. Bone 1.) Edema Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel. Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap akan meningkat hingga ke bagian tungkai dan paha akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah). Pitting edema merupakan cara pemeriksaan edema di masa edema akan tetap cekung setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal sebanyak 4,5 kg.
2.) Mudah lelah Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembungan sisa hasil katabolisme. Gejalagejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.

3. DIAGNOSIS KEPERAWATAN a. b. c. Aktual/ risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi ektrikal. Aktual/ risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pemberesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan intertensial. Aktual/ risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunkan curah jantung.

4. RENCANA KEPERAWATAN

Aktualisasi/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunankontraktilitas ventrikal kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal. Ditandai dengan: peningkatan frekuensi jantung (takikardia), distrimia perubahan gambaran pola EKG, perubahan tekanan darah (TD) (hipotensi/hipertensi), bunyi jantug ekstra (S3,S4) tidak terdengar, penurunan output urine, nadi parifer tidak teraba, kulit dingin (kusam), diaforesis, ortopnea, krakles, distensi vena jugularis, pembesaran hepar, edema ekstremitas, dan nyeri dada. Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, penurunan curah jantung dapat teratasidan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (distrimia terkontrol atau hilang), dan bebas gejala gagal jantung (parameter hemodinamika dalam batas normal), output urine adekuat. Kriteria evalasi: klien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas yang dapat mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah dalam batas nrmal (120/80 mmHg, nadi 80x/menit), tidak terjadi aritmia, deyut jantung dan irama jantung teratur, CRT kurang dari 3 detik, poduksi urine >30 mil/jam. Intervensi Kaji dan lapor penurunan curah jantung Rasional Kejadian mortalitas dan morbiditas dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.

Periksa keadaan klien dengan mengauskultasi nadi Biasanya terjadi takikardia mekipun pada saat istirihat apikal: kaji frekuensi, irama jantung (dokumentasi untuk mengompensasi penurunan kontraktilitas distrimia, bila trsedia telemetri). ventrikal, KAP, PAT, MAT, PVC, dan AF distrimia umum berkenaan dengan GJK mesk ipun lainnya juga terjadi. Catatan : distrimia ventrikel tidak respontif terhdap obat yang di duga aneurisma ventrikel. Catat bunyi jantung S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah yang mengalir mlalui serambi yang mengalami distensi, murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral. Penurunan curah jantung dapat ditunjukkan dengan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis, dan post-tibial, nadi mungkin cepat hlang atau tidak teratur saat dipalpasi, dan gangguan pulsasi (denyut kuat disertasi dengan denyut lemah) mungkin ada. Ginjal berspon terhadap penurunan curah jantung dengan mereabsorbsi natrium dan cairan, output urine biasanya menurun selama 3 harikarena perpindahan

Palpasi nadi perifer

Pantau adanya output urine, catat jumlah dan kepekatan/konsentrasi urine.

cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan pindah kembali kesirkulasi bila klien tidur. Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal. Karena jantung tidak dapat diharapkan benar-benar istirahat saat proses pemulihan seperti luka pada patah tulang, maka hal yang terbaik yang dilakukan adalah dengan mengistirahatkan klien; sehingga melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung diturunkan. Tirah baring merupakan bagian yang penting dari pengobatan gagal jantung kongestif, khususnya pada tahap akut dan sulit untuk disembuhkan. Selain itu untuk menurunkan seluruh kebutuhan kerj pada jantung , tirah baring membantu menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume intravaskular melalui induksi diuresis berbaring. Istrirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cdangan jantung, dan menurunkan tekanan darah. Lamanya berbarung juga merangsang tejadinya diuresis karena berbaring akan memperbaiki perfus ginjal. Istirahat juga dapat mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung yang menurun akan memperpanjang periode diastolik pemulihan sehingga memperbaiki efisiensi kontraksi jantung. Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat Klien dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring tidur harus di naikkan 20-30 cm (8-10 inci)atau klien dengan posisi dalam gambar disebelah kiri untuk didudukkan di kursi. mengurangi kesulitan benafas dan mngurangi jumlah darah yang kembali kejantung. Yang dapat mengurangi kongesti paru. Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung (preload) dan paru berkurang, kongesti paru berkurang, dan penekanan hepar ke diafragma mejad minimal. Lengan bawah harus disokong dengan bantal untuk mengurangi kelelahan otot bahu akibat berat lengan yang menarik secara terusmenerus. Klien yang hanya dapat bernafas pada posisi tegak (ortopneu) dapat didudukkan disisi tempat tidur dengan kedua kaki disokong kursi, kepala dan lengan diletakkan di meja tempat tidur dan vertebra lumbosakral disokong dengan bantal. Bila terdapat kongesti paru, maka lebih

baik klien didudukkan di kursi karena posisi ini dapat memperbaiki pepindahan cairan dari paru. Edema yang biasanya terdapat dibagian bawah tubuh, akan pindah ke daerah yang sakral ketika klien dibaringkan ditempat tidur. Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas dan depresi. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral akibat sekunder dari penurunan curah jantung.

Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan yang Stres emosi dapat meningkatkan vasokonstriksi, yang tenang terkait dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan indikasi. Hindari manuver dinamik seperti berjongkok sewaktu BAB dan mengepal-ngepalkan tangan Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium melawan efek hipoksia/iskemia. Berjongkok Berjongkok meningkatkan aliran balik vena dan resistensi secara simultan menyebabkan kenaikan volume sekuncup (stroke volume) dan tekanan arterial. Peregangan ventrikelkiri bertambah akan meningkatkan beban kerja jantung secara simultan. Latihan isometrik Latihan isometrik : mengepal-ngepalkan tangan (handgrip) secara terus menerus selama 20-30 detik meningkatkan resistensi arterial sistematis, tekanan darah, dan ukuran jantung. Latihan ini akan meningkatkan beban kerja jantung. Kolaborasi untuk melakukan diet jantung Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan klien. Pembatasan natrium Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, dan menguragi edema seperti pada hipertensi atau gagal jantung. Hindari kata-kata makanan rendah garam atau bebas garam. Kesalahan yang sering terjadi biasanya disebabkan akibat penerjemahan yang tidak konsisten dari garam ke natrium. Harus diingat bahwa garam itu tidak 100% natrium. Terdapat 399 mg atau sekitar 400mg Natrium dalam 1 g (1000 mg) garam. Maka klien yang harus menjalani diet rendah natrium harus dianjurkan untuk

jangan membeli makanan olahan dan membaca label dengan teliti terhadap kata-kata garam atau natrium khususnya makanan kaleng. Kolaborasi untuk pemberian obat Terapi farmakologis dapat diguanakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontaktilitas dan menurunkan kongesti. Obat yang dapat menurunkan preload paling banyak digunakan dalam mengobati klien dengan curah jantung relatif normal ditambah dengangejala kongesti sehingga memengaruhi reabsorbsi natrium dan air. Vasodilitator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan olume sirkulasi (vasodilitator), dan tahanan vaskuler sistematis (merupakan arteriodilator seerta kerja ventrikel). Meningkatkan kekuatan kntraksi miokarium dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler sistematis (arteriodilator) serta kerja ventrikel. Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan memperlama periode refraktori angiotensin dalam paru dan menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD. Penurunan tahanan vaskuler dan aliran balik vena menurunkan kerja miokardium, menghilangkan cemas, dan mengistirahatkan sirkulasi umpan balik, mengeluaran katekolamin, vasokonstriksi. Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan kebutuhan oksigen dan kerja miokardium. Catatan: ada ontrial oral yang analog dengan amrinon (incor), agen inotrofik positif yang disebut milrinon, yang cocok untuk penggunaan jangka panjang. Dapat digunakan scara profilaksis untuk mncegah pembentukan trombus/emboli pada adanya faktor resiko seperti statis vena, tirah baring, distrima jantung, dan riwayat episode sebelumnya. Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, klien tidak dapat menoleransi peningkatan volume cairan (preload), klien juga mengeluarkan sedikit

Diuretik, furosemid (LASIX). Sprironolaktum (aldakton);

Vasodilator: 1. Nitrat (issorbide dinitrat, isordil)

2.

Digoxin (lanoxin)

4. 5. 6.

Captopril (capoten) Lisinopril (prinvil) Enapril (vasotec) Morfin sulfat

Tranqulilizer/sedative

Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warfarin (coumadin).

Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam.

natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium. Pantau rangkaian gambaran EKG dan perubahan foto Rontogen toraks. Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto rontgen toraks dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahankongesti pulmonal.

Aktual/risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pembesaran aciran, kongesti akibat skunder dari perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan interstitial Tujuan : dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat perubahan respon sesak napas. Kriteria evaluasi : secara subjektif klien menyatakan penurunan sesak napas, secara objektif didapatkan tanda vital dalam baats normal (RR 16-20x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas, analisa gas darah dalam batas normal. Intervensi Berikan tambahan oksigen 6 liter/menitRasional Pantau saturasi (oksimetri), Ph, BE, HCO3 dengan analisa gas darahUntuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam proses pertukaran gas Koreksi keseimbangan asam basaUntuk mengetahui tingkat oksigenisasi pada jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas Cegah atelektasis dengan melatih untuk batuk efektif dan napas dalamMencegah asedosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan Kolaborasi :Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia. RL 500 cc/24 jam Digoxin 1-0-0 Furosemind 2-1-0Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat mengurangi timbulnya edema sehingga dapat mencegah gangguan pertukaran gas. Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH Aktual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah jantung Tujuan : dalam waktu 2x24 jam perfusi perifer meningkat. Kriteria evaluasi : klien tidak mengeluh pusing, tanda vital dalam batas normal, CRT <3 detik, urine >600ml/hari. Intervensi

Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri bila memungkinkan.Rasional Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi, perifer dan diaphoresis secara teratur.Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan difungsi ventrikel, hipertensi juga merupakan fenomena umum berhubungan dengan nyeri, cemas, pengeluaran katekolamin. Kaji kualitas peristaltic, jika perlu pasang slang nasogastrik.Mengetehaui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer. Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas.Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran pencernaan serta dampak penurunan elektrolit Pantau output urinesebagai dampak gagal jantung kanan berat akan di temukan adanya tanda kongesti pada hepar Catat murmurPenurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine <600 ml/hari merupakan tanda-tanda syok kardiogenik. Pantau frekuensi jantung dan iramaMenunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung (kelainan katup, kerusakan, septum, atau vibrasi otot papilaris). Berikan makanan kecil dan mudah di kunyah, batasi intake caffeinePerubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi distritmia. Kolaborasi - Pertahankan jalur masuk pemberian heparin (IV) sesuai indikasi.Makanan besar dapat meningkatkan kerja jantung, kafein dapat merangsang langsung ke jantung sehingga menigkatkan frekuensi jantung. Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat.
4. EVALUASI Diagnosa 1 : 1. 2. Melaporkan penurunan episode dispnea, angina. Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung Diagnosa 2 : a. b. c. RR Normal Tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan GDANormal Diagnosa 3:

a. b.

Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi. Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Doengoes, Marilyn C, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC, 1999 2. Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta, EGC: 1997

3. Price, Sylvia, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC, 1999 4. Smeltzer, Bare, Buku Ajar keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8, Jakarta, EGC, 2001

MAKALAH CHF(GAGAL JANTUNG KONGESTIF


( CHF ) GAGAL JANTUNG KONGESTIF

A. Definisi GAGAL JANTUNG KONGESTIF ( CHF ) Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald). B. Etiologi GAGAL JANTUNG KONGESTIF ( CHF ) Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya

gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4 kelainan fungsional : I. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat II. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang III. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan IV. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat C. Patofisiologi GAGAL JANTUNG KONGESTIF ( CHF ) Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk mempertahankan kardiak output, yaitu meliputi : a. Respon system saraf simpatis terhadap barroreseptor atau kemoreseptor b. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap peningkatan volume c. Vaskontriksi arterirenal dan aktivasi system rennin angiotensin d. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi terhadap cairan Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria. Menurunnya COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan. D. Manifestasi klinis GAGAL JANTUNG KONGESTIF ( CHF ) Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi. Gagal Jantung Kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu : Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggupertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat

mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) Batuk Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambatjaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik Gagal jantung Kanan : Kongestif jaringan perifer dan visceral Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting, penambahan BB. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen Nokturia Kelemahan E. Evaluasi diagnostik GAGAL JANTUNG KONGESTIF ( CHF ) Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik. Pengukuran tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh melalui lubanglubang yang terletak pada berbagai interfal sepanjang kateter. Pengukuran CVP (N 15 20 mmHg) dapat menghasilkan pengukuran preload yang akurat. PAWP atau Pulmonary Aretry Wedge Pressure adalah tekanan penyempitan aretri pulmonal dimana yang diukur adalah tekanan akhir diastolic ventrikel kiri. Curah jantung diukur dengan suatu lumen termodelusi yang dihubungkan dengan komputer. F. Penatalaksanaan GAGAL JANTUNG KONGESTIF ( CHF ) Tujuan pengobatan adalah : Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokardium dengan preparat farmakologi Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat Terapi Farmakologis : -. Glikosida jantung Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat

frekuensi jantung. Efek yang dihasillkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema. - Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia - Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan. Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau menghilangkan oedema. G. Proses keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian Primer Airway : batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot pernafasan, oksigen, dll Breathing : Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal Circulation : Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung, anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna kulit, kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada pembesaran, bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema Pengkajian Sekunder Aktifitas/istirahat Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas. Integritas ego : Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung Eliminasi Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada malam hari, diare / konstipasi Makanana/cairan Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll Hygiene : Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang. Neurosensori Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.

Nyeri/kenyamanan Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah Interaksi social : penurunan aktifitas yang biasa dilakukan Pemeriksaan Diagnostik GAGAL JANTUNG KONGESTIF ( CHF ) Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF? EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram ? Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar ?natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah 2. Diagnosa Keperawatan GAGAL JANTUNG KONGESTIF ( CHF ) Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung, hipoksemia ?jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli, kemungkinan dibuktikan oleh : - Daerah perifer dingin, Nyeri dada - EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu. 100 X/menit>- RR lebih dari 24 kali per menit, Nadi - Kapiler refill lebih dari 3 detik - Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru 80 mmHg.< 45 mmHg dan saturasi > 80 mmHg, pa CO2 < 120/80 mmHg, AGD dengan : pa O2 >- HR lebih dari 100X/menit, TD - Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan Kriteria : Daerah perifer hangat, tidak sianosis,gambaran EKG tak menunjukkan perluasan infark, RR 16-24 X/mnt, clubbing finger (-), kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100X/mnt, TD 120/80 mmHg. Rencana Tindakan : - Monitor frekuensi dan irama jantung - Observasi perubahan status mental - Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa - Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya - Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi - Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Missal EKG, elektrolit, GDA (pa O2, pa CO2 dan saturasi O2), dan pemeriksaan oksigen Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sekret ?

Tujuan : Jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS. Kriteria hasil : Tidak sesak nafas, RR normal (16-24 X/menit) , tidak ada secret, suara nafas normal Intervensi : - Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan. - Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronchi, dll - Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas misal batuk, penghisapan lendir, dll - Tinggikan kepala / mpat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien - Kaji toleransi aktifitas misal keluhan kelemahan/kelelahan selama kerja Kemungkinan terhadap kelebihan volume cairan ekstravaskuler b.d ?penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam area interstisial / jaringan Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di rawat di RS Kriteria : Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah dalam batas normal, tidak ada distensi vena perifer/vena dan oedema 10%)dependen, paru bersih dan BB ideal (BB ideal = TB 100 Intervensi : - Ukur masukan/haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan - Observasi adanya oedema dependen - Timbang BB tiap hari - Pertahankan masukan cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler - Kolaborasi : pemberian diit rendah natrium, berikan diuretic - Kaji JVP setelah terapi diuretic - Pantau CVP dan tekanan darah Pola nafas tidak efektif b.d penurunan volume paru, hepatomegali, ?splenomegali, kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan, gangguan pengembangan dada, GDA tidak normal. Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatab selama di RS, RR normal, tidak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan dan GDA normal. Intervensi :

Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi dan kespansi dada Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapai posisi yang senyaman mungkin. Kolaborasi pemberian oksigen dan pemeriksaan GDA.

Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antar suplai oksigen ? miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard, kemungkinan dibuktikan oleh : gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam katifitas, terjadinya disritmia dan kelemahan umum. Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan. Kriteria : Frekuensi jantung 60-100 X/mnt, TD 120/80 mmHg Intervensi : - Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas - Tingkatkan istirahat (ditempat tidur) - Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat - Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan

DAFTAR PUSTAKA
Brummer & Suddart. 2002. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC. Carpenito, L. J. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Keperawatan. Jakarta : EGC. Diane, Boughman. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Doenges, Marlyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. Long. Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah Vol. 2. Bandung : Yayasan Alummi Pendidikan Keperawatan Padjajaran. Mahasiswa PSIK.B. 2001. Diagnosa Keperawatan. Nanda. Definisi dan Klafikasi. 2001-2002. Yogyakarta : FKUGM. Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius : FKUL. Robin dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzzare C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Theodorus, 1996. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta : EGC

Vous aimerez peut-être aussi