Vous êtes sur la page 1sur 8

TUGAS MATA KULYAH HUKUM ACARA PIDANA DOSEN PEBIMBING: M. ILHAM THOHARI,M.

HI

Oleh: Ahmad Abdu

PROGRAM STUDI S1 AHWALUS SYAKHSYIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM

PIHAK-PIHAK DALAM HUKUM ACARA PIDANA

Penyelidik dan Penyidik Menurut pasal 1 angka 4 KUHAP, Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh UU ini untuk melakukan penyelidikan Menurut pasal 1 angka 1 KUHAP. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan Jaksa dan Penuntut Umum. Menurut pasal 1 angka 6 huruf a KUHAP, Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Menurut pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP, Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim Hakim, Menurut pasal 1 angka 8 KUHAP, Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Tersangka, Terdakwa dan Terpidana Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (pasal 1 angka 13 KUHAP) Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan (pasal 1 angka 14 KUHAP) Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh keputusan hukum tetap (pasal 1 angka 32 KUHAP) Saksi Menurut pasal 1 angka 26 KUHAP, Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan alami sendiri.

PIHAK - PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA Pemeriksaan perkara pidana di Indonesia secara normatif (substantif) menunjuk kepada peraturan induknya yang termaktub dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), beserta aturan lainnya yang memiliki keterkaitan dengan ketentuan tersebut. Tahapan pemeriksaan menurut KUHAP dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Tahap Penyelidikan 2. Tahap Penyidikan 3. Tahap Penuntutan 4. Tahap Pemeriksaan di Sidang Pengadilan 5. Upaya Hukum Biasa dan Luar Biasa 6. Pelaksanaan Putusan Pengadilan (Eksekusi) Tahapan pemeriksaan ini diatur secara rinci dalam KUHAP yang pada prinsipnya memberikan kewenangan tertentu kepada lembaga administratif-birokratis untuk melaksanakan sistem, mekanisme aturan, serta menjamin hak tersangka dalam proses pemeriksaan. Pada kondisi demikian, peradilan pidana memiliki kekuasaan luar biasa besar, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Persoalannya adalah, seberapa jauh tugas pemeriksaan perkara dilaksanakan seperti harapan banyak pihak ditujukan terhadap bekerjanya aparatur penegak hukum, mampu atau tidak memberikan perlindungan terhadap masyarakat, karena kecenderungan yang selama ini muncul adalah bahwa peradilan pidana lebih bersifat formal administratif/birokratis. Hal ini muncul sebagai konsekuensi dari semakin superiornya peradilan dan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan fungsi administrasi peradilan untuk menanggulangi kejahatan. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam KUHAP maka terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan perkara pidana, yakni : 1).Tersangka/Terdakwa 2). Penyidik dan Penyelidik 3). Jaksa Penuntut Umum 4). Penasehat Hukum/Advokat 5). Hakim

Ad 1. Tersangka/Terdakwa Dalam KUHAP dibedakan mengenai istilah Tersangka dan Terdakwa. Perbedaan tersebut dapat ditemukan pada ketentuan Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14 dan 15 KUHAP yang menentukan bahwa : - Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 14 KUHAP). - Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan. (Pasal 1 angka 15 KUHAP) Dari ketentuan tersebut dapatlah dijabarkan bahwa apabila seseorang diduga melakukan suatu tindak pidana kemudian dilakukan penyelidikan oleh pihak Kepolisian dan selanjutnya berkas

perkara (BAP) diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum maka status orang tersebut masih sebagai tersangka, sedangkan apabila perkara itu telah dilimpahkan ke Pengadilan untuk diperiksa, dituntut dan diadili maka berubahlah status tersangka itu menjadi terdakwa. Apabila diperbandingkan penyebutan istilah tersangka atau terdakwa ini, maka dalam ketentuan Wetboek van Strafvordering Belanda (Ned. Sv.) kedua istilah tersebut tidak dibedakan, akan tetapi hanya disebut dalam satu istilah saja yaitu verdachte. Pada ketentuan Pasal 27 ayat (1) Ned. Sv. Istilah tersangka ditafsirkan secara lebih luas dan lugas yaitu dipandang sebagai orang karena fakta-fakta atau keadaan-keadaan menunjukan patut diduga bersalah melakukan suatu tindak pidana . Dalam praktek pemeriksaan perkara pidana hal yang paling mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak tersangka/terdakwa baik dari tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan. Mengenai hal ini, KUHAP telah memberikan jaminan terhadap hak -hak tersangka/terdakwa antara lain : 1. Hak untuk dengan segera mendapatkan pemeriksaan oleh Penyidik, diajukan ke Penuntut Umum dan perkaranya dilimpahkan ke pengadilan untuk diadili (Pasal 50 ayat (1), (2) dan (3) KUHAP). 2. Hak agar diberitahukan secara jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya dan didakwakan pada waktu pemeriksaan (Pasal 51 butir (a) dan (b) KUHAP). 3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan kepada hakim pada waktu tingkat penyidikan dan pengadilan (Pasal 52 KUHAP). 4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1) KUHAP). 5. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum guna kepentingan pembelaan selama dan waktu dan setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP). 6. Hak untuk memilih Penasehat Hukumnya sendiri (Pasal 55 KUHAP) serta dalam hal tidak mampu berhak didampingi Penasihat Hukum secara cuma cuma/prodeo sebagaimana dimaksudkan ketentuan Pasal 56 ayat (1) dan (2) KUHAP. 7. Hak tersangka apabila ditahan untuk dapat menghubungi Penasihat Hukum setiap saat diperlukan dan hak tersangka/terdakwa warga negara asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (1) dan (2) KUHAP. 8. Hak tersangka atau terdakwa apabila ditahan untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya (Pasal 58 KUHAP). 9. Hak agar diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka/terdakwa apabila ditahan untuk memperoleh bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak berhubungan dengan keluarga sesuai maksud si atas (Pasal 59 dan Pasal 60 KUHAP) 10. Hak tersangka atau terdakwa secara langsung atau dengan perantaraan penasihat Hukumnya menerima kunjungan sanak keluarganya guna kepentingan pekerjaan atau kekeluargaan (Pasal 61 KUHAP).

11. Hak tersangka atau terdakwa mengirim atau menerima surat dengan Penasihat Hukumnya (Pasal 62 KUHAP). 12. Hak tersangka atau terdakwa menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan (Pasal 63 KUHAP). 13. Hak agar terdakwa diadili di sidang pengadilan secara terbuka untuk umum (Pasal 64 KUHAP). 14. Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65 KUHAP). 15. Hak tersangka atau terdakwa agar tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66 KUHAP). 16. Hak tersangka atau terdakwa mendapatkan ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68 jo Pasal 95 ayat (1) jo Pasal 97 ayat (1) KUHAP). 17. Hak terdakwa mengajukan keberatan tentang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan (Pasal 156 ayat (1) KUHAP. 18. Hak terdakwa untuk mengajukan banding, kasasi dan melakukan Peninjauan kembali (Pasal 67 jo Pasal 233, Pasal 244 dan Pasal 263 ayat (1) KUHAP).

Ad.2 Penyidik dan Penyelidik KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik atau opsporing/interrogation dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa Penyidikan itu adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Andi Hamzah, secara global menyebutkan beberapa bagian Hukum Acara Pidana yang menyangkut penyidikan adalah : 1. Ketentuan tentang alat-alat penyidikan 2. Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik 3. Pemeriksaan di tempat kejadian 4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa 5. Penahanan sementara 6. Penggeledahan 7. Pemeriksaan atau interogasi

8. Berita Acara (penggeledahan, interogasi dan pemeriksaan di tempat) 9. Penyitaan 10. Penyampingan perkara 11. Pelimpahan perkara kepada Penuntut Umum dan pengembaliannya kepada Penyidik untuk disempurnakan. Adapun mengenai Penyelidik menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP adalah orang yang melakukan Penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa tampak jelas hubungan erat tugas dan fungsi penyidik dan penyelidik. Penyelidikan bukanlah fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan, yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum.

Ad.3 Jaksa Penuntut Umum Dalam KUHAP dibedakan pengertian istilah antara Jaksa dan Penuntut Umum. Pasal 1 angka 6 KUHAP menegaskan bahwa : a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti. b. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim.

Dari batasan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pengertian Jaksa dihubungkan dengan aspek jabatan sedangkan pengertian Penuntut Umum berhubungan dengan aspek fungsi dalam melakukan suatu penuntutan dalam persidangan. Dalam hal-hal tertentu dapat saja penyidikan dilakukan oleh Kejaksaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo Pasal 30 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI khususnya Tindak Pidana Ekonomi (UU No.7 drt Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi) dan Tindak Pidana Korupsi (UU No 31 Tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001) masih dimungkinkan penyidikan dilakukan oleh Kejaksaan.

Ad.4 Penasehat Hukum/ Advokat

Bertitik tolak bahwa KUHAP lebih memperhatikan hak-hak azasi manusia maka eksistensi Advokat/Penasehat Hukum dalam mendampingi tersangka/terdakwa dirasakan penting sifatnya. Dalam praktek, sebelum mendampingi seorang terdakwa di persidangan maka Penasehat Hukum harus mendapatkan Surat Kuasa Khusus dari terdakwa yang kemudian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang menyidangkan perkara tersebut atau dapat ditunjuk secara lisan oleh terdakwa dipersidangan dan apabila terdakwa seorang yang tidak mampu dapat didampingi oleh Penasehat Hukum yang ditunjuk pengadilan berdasarkan Penetapan penunjukan oleh Majelis Hakim yang menyidangkan perkara itu. Untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma maka terdakwa itu harus membuktikan dirinya tidak mampu berdasarkan surat keterangan dari pemerintah setempat. Berdasarkan ketentuan Pasal 56 KUHAP maka Penasehat Hukum sangat diperlukan, karena pasal tersebut menyebutkan adanya kewajiban bagi pejabat untuk menunjuk penasehat hukum bagi terdakwa yang diancam pidana mati atau ancaman pidana lima tahun atau lebih, juga bagi mereka yang tidak mampu. Adapun hak-hak Penasehat Hukum yang bersifat fundamental dapatlah disebut antara lain berupa : 1. Penasehat Hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang (Pasal 69 KUHAP). 2. Penasehat Hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaannya (Pasal 70 ayat (1) KUHAP). 3. Penasehat Hukum tersangka dapat meminta turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya (Pasal 72 KUHAP). 4. Penasehat Hukum berhak menerima dan mengirim surat kepada tersangka (Pasal 73 KUHAP).

Ad.5. Hakim Dalam suatu negara hukum seperti halnya Indonesia, maka tugas Hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan merupakan salah satu dasar yang pokok dan utama. Di samping sebagai Pegawai Negeri, Hakim juga berkewajiban menggali, mengikuti, dan memahami nilai -nilai dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 28 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam menangani suatu perkara pidana, Hakim mempunyai wewenang antara lain : 1. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan (Pasal 20 ayat (3), dan Pasal 26 ayat (1) KUHAP). 2. Memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau orang, berdasarkan syarat yang ditentukan (Pasal 31 ayat (1) KUHAP).

3. Mengeluarkan Penetapan agar terdakwa yang tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama dan berikutnya (Pasal 154 ayat (6) KUHAP). 4. Menentukan tentang sah atau tidaknya segala alasan atas permintaan orang yang karena pekerjaanya, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia dan minta dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi (Pasal 170 KUHAP). 5. Mengeluarkan perintah penahanan terhadap seorang saksi yang diduga telah memberikan keterangan palsu di persidangan baik karena jabatannya atau atas permintaan Penuntut Umum atau Terdakwa (Pasal 174 ayat (2) KUHAP). 6. Memerintahkan perkara yang diajukan oleh Penuntut Umum secara singkat agar diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa setelah adanya pemeriksaan tambahan dalam waktu 14 (empat belas) hari akan tetapi Penuntut Umum belum dapat juga menyelesaikan pemeriksaan tambahan tersebut (Pasal 203 ayat (3) huruf (b) KUHAP). 7. Memberikan penjelesan terhadap hukum yang berlaku, bila dipandang perlu di persidangan, baik atas kehendaknya sendiri mapun atas permintaan terdakwa atau Penasehat Hukum-nya (Pasal 221 KUHAP). 8. Memberikan perintah kepada seorang untuk mengucapkan sumpah atau janji di luar sidang (Pasal 223 ayat (1) KUHAP).

Vous aimerez peut-être aussi