Vous êtes sur la page 1sur 49

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi suatu lingkungan perairan merupakan suatu sistem yang kompleks dan terdiri dari berbagai macam parameter yang saling berpengaruh satu sama lainnya. Beberapa parameter tersebut antara lain parameter fisika, kimia dan biologi. Plankton sebagai salah satu parameter biologi dipengaruhi oleh parameter lainnya dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam menunjang kehidupan organisme lainnya. Plankton, baik berupa fitoplankton maupun

zooplankton merupakan salah satu sumber hayati utama di laut, dimana secara langsung atau tidak langsung berperan bagi kehidupan ikan dan berbagai jenis organisme perairan, yaitu sebagai pakan. Keberadaan plankton dalam perairan sangat menentukan stabilitas ekosistem perairan tersebut (Davis, 1955). Sebaliknya, kelangsungan hidup, distribusi, dan kelimpahan plankton di perairan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia, tetapi juga oleh unsur hara di perairan. Menurut Davis (1955), perbedaan kondisi fisika-kimia suatu perairan akan menyebabkan perbedaan dalam distribusi plankton secara kualitatif maupun kuantitatif.

Komposisi kimia air laut sangat kompleks, di dalamnya terdapat bermacam-macam unsur dan senyawa kimia yang bermanfaat bagi kehidupan biota laut. Zat hara yang dibutuhkan sebagai nutrisi bagi biota laut merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat dalam air laut. Nitrogen dalam bentuk persenyawaannya merupakan salah satu unsur nutrisi tersebut. Keberadaan senyawa nitrogen tersebut sangat dibutuhkan untuk pembentukan protoplasma. Konsumen senyawa nitrogen dalam air laut adalah algae bentos dan fitoplankton. Kedua macam tumbuhan laut tersebut menurut SMAYDA (1983) mengambil senyawa nitrogen secara bertahap dengan urutan pertama yaitu nitrogen-nitrat (NO3-N), kemudian nitrogen- nitrit (NO2-N), dan terakhir nitrogen-ammonia (NH3-N).

Kemampuan perairan dalam menghasilkan zat organik dari zat anorganik sangat menentukan kesuburan perairan. Keberadaan zat-zat tersebut seperti nitrat, nitrit, amoniak, fosfat, dan silikat sebagai unsur hara yang terlarut dalam air laut merupakan produk siklus makanan antara produsen dan konsumen. Kandungan unsur unsur tersebut dalam perairan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton sebagai produsen primer dalam rantai makanan (Wardoyo, 1975). Jadi pengkayaan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif, namun pada tingkatan tertentu juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya adalah adanya peningkatan produksi fitoplankton dan total produksi ikan (Jones-Lee & Lee, 2005; Gypens et al., 2009) sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya penurunan kandungan oksigen di perairan, penurunan biodiversitas dan terkadang memperbesar potensi muncul dan berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya yang lebih umum dikenal dengan istilah Harmful Algal Blooms atau HABs (Howart et al., 2000; Gypens et al., 2009).

Keberadaan senyawa nitrogen dalam air laut selain secara alami, dapat juga berasal dari beberapa sumber pembuangan yang mengalir ke dalam laut. Beberapa sumber nitrogen tersebut di antaranya adalah industri-industri pertanian, kimia, tekstil, kulit, makanan dan kehutanan. Masing-masing industri mengalirkan buangannya ke dalam perairan dengan variasi bentuk dan konsentrasi senyawa nitrogen yang berbeda. Secara alamiah konsentrasi zat hara dalam perairan bervariasi untuk masing-masing bentuk senyawanya, namun dalam kondisi tertentu dapat terjadi keaadaan diluar batas yang dinyatakan aman untuk kategori tertentu. Kondisi yang dimaksud antara lain terjadinya pembuangan limbah yang melewati batas konsentrasi yang telah ditentukan oleh instansi yang berwenang. Akibatnya terjadi penurunan kualitas yang berdampak negative terhadap biota yang hidup diperairan tersebut.

Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum, 1971). Pencemaran perairan pesisir didefinisikan sebagai dampak negatif, pengaruh yang membahayakan terhadap kehidupan biota, sumberdaya dan kenyamanan ekosistem perairan serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem perairan yang disebabkan secara langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke dalam perairan yang berasal dari kegiatan manusia (Gesamp, 1986). Sedangkan bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah dari sumber tersebut berupa sediment, unsur hara (nutrient), logam beracun (toxic metal), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substance (bahan yang menyebabkan oksigen terlarut dalam air berkurang) (Dahuri,1998).

Keberadaan nitrogen dalam bentuk persenyawaannya cukup berperan dalam proses memperburuk kualitas perairan, sebab dalam batas-batas konsentrasi dan bentuk tertentu senyawa ini dapat bersifat racun bagi organisme perairan. Zat hara yang umum menjadi fokus perhatian di lingkungan perairan adalah nitrat, nitrit, dan amoniak. Unsur - unsur ini memiliki peran vital bagi pertumbuhan fitoplankton atau alga yang biasa digunakan sebagai indikator kualitas air dan tingkat kesuburan suatu perairan (Howart et al., 2000; Fachrul et al., 2005). Pengukuran konsentrasi nutrien inorganik terlarut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Namun metode apapun yang digunakan prinsip pengukurannya harus berdasarkan pada pembentukan indikator akhir yang digunakan sebagai ciri dari masing-masing bentuk nutrien terlarut. Indikator yang terbentuk merupakan hasil akhir reaksi dari larutan yang digunakan pada berbagai metode pengukuran amonia, nitrit, nitrat, ortofosfat dan silikat.

Mendasari hal tersebut, maka diperlukan adanya pengetahuan tentang pengaruh dari zat hara yaitu nitrat, nitrit, dan amoniak diperairan dan penentuan kandungan zat hara baik secara kualitatif dan kuantitatif.

1.2 Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana pengaruh dan distribusi zat hara dari nitrat,nitrit, dan amoniak dalam kaitannya dengan proses fisika kimia diperairan, serta cara menentukan kandungan dari zat hara tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Perairan Laut

Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Laut merupakan sebuah ekosistem besar yang menjadi tempat hidup bagi berbagai macam biota laut, dari yang berukuran kecil hingga yang berukuran besar, yang hidup di pesisir hingga hidup di laut dalam.

Air laut berhubungan bebas dengan air sungai, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Pickard, 1967). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain:

1. tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.

2. pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.

3.perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.

4. tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah estuaria tersebut. Perairan laut sangat kaya dengan bahan organik dan zat hara yang dibawa oleh air sungai. Bahan-bahan

organik dan zat hara dari sungai yang masuk secara massive ke perairan pesisir berperan penting dalam menstimulasi proses biologi di perairan tersebut (Gypens et al., 2009). Sebagai contoh, proses pengkayaan zat hara yang berasal dari upwelling, sumber antropogenik dan masukan air sungai menyebabkan peningkatan pertumbuhan fitoplankton di lingkungan pesisir (Bardalet et al.,1996; Carter et al., 2005).

Komposisi kimia air laut sangat kompleks, di dalamnya terdapat bermacam-macam unsur dan senyawa kimia yang bermanfaat bagi kehidupan biota laut. Zat hara yang dibutuhkan sebagai nutrisi bagi biota laut merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat dalam air laut. Nitrogen dalam bentuk persenyawaannya merupakan salah satu unsur nutrisi tersebut. Keberadaan senyawa nitrogen tersebut sangat dibutuhkan untuk pembentukan protoplasma. Konsumen senyawa nitrogen dalam air laut adalah algae bentos dan fitoplankton. Kedua macam tumbuhan laut tersebut menurut SMAYDA (1983) mengambil senyawa nitrogen secara bertahap dengan urutan pertama yaitu nitrogen-nitrat (NO3-N), kemudian nitrogen- nitrit (NO2-N), dan terakhir nitrogen-ammonia (NH3-N). Kemampuan perairan dalam menghasilkan zat organik dari zat anorganik sangat menentukan kesuburan perairan. Keberadaan zat organik seperti nitrat, nitrit, amoniak, fosfat, dan silikat sebagai unsur hara yang terlarut dalam air laut merupakan produk siklus makanan antara produsen dan konsumen. Kandungan unsur unsur tersebut dalam perairan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton sebagai produsen primer dalam rantai makanan (Wardoyo, 1975).

2.2 . Pencemaran Air laut


Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber kehidupan,

kondisi kehidupan dan proses industri (Odum, 1971). Pencemaran perairan pesisir didefinisikan sebagai dampak negatif, pengaruh yang membahayakan terhadap kehidupan biota, sumberdaya dan kenyamanan ekosistem perairan serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem perairan yang disebabkan secara langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke dalam perairan yang berasal dari kegiatan manusia (Gesamp, 1986). Secara garis besar sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas yaitu limbah, industri, limbah cair pemukiman (sewage) , limbah cair perkotaan (urban storm water), pertambangan, pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan budidaya. Sedangkan bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah dari ketujuh sumber tersebut berupa sediment, unsur hara (nutrient), logam beracun (toxic metal), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substance (bahan yang menyebabkan oksigen terlarut dalam air berkurang) (Dahuri,1998).

Jadi pengkayaan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif, namun pada tingkatan tertentu juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya adalah adanya peningkatan produksi fitoplankton dan total produksi ikan (Jones-Lee & Lee, 2005; Gypens et al., 2009) sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya penurunan kandungan oksigen di perairan, penurunan biodiversitas dan terkadang memperbesar potensi muncul dan berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya yang lebih umum dikenal dengan istilah Harmful Algal Blooms atau HABs (Howart et al., 2000; Gypens et al., 2009). Pencemaran perairan merupakan masalah lingkungan hidup yang perlu dipantau sumber dan dampaknya terhadap ekosistem. Dalam memantau pencemaran air digunakan kombinasi komponen fisika, kimia dan biologi. Penggunaan salah satu komponen saja sering tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa penggunaan komponen fisika dan kimia saja hanya akan memberikan gambaran kualitas lingkungan sesaat dan cenderung memberikan hasil dengan penafsiran dan kisaran

yang luas, oleh sebab itu penggunaan komponen biologi juga sangat diperlukan karena fungsinya yang dapat mengantisipasi perubahan pada lingkungan kualitas perairan. Romimohtarto (1991) menyatakan bahwa setelah memasuki perairan pesisir dan laut sifat bahan pencemar ditentukan oleh beberapa faktor atau beberapa jalur dengan kemungkinan perjalanan bahan pencemar sebagai berikut : 1. Terencerkan dan tersebar oleh adukan turbulensi dan arus laut, 2. Dipekatkan melalui: a. Proses biologis dengan cara diserap ikan, plankton nabati atau oleh ganggang laut bentuk biota ini pada gilirannya dimakan oleh mangsanya, b. Proses fisik dan kimiawi dengan cara absorpsi, pengendapan, pertukaran ion dan kemudian bahan pencemar itu akan mengendap di dasar perairan, 3. Terbawa langsung oleh arus dan biota (ikan). Johnsen et.al (1993) dalam Rachmansyah (2004) mengatakan bahwa pengkayaan bahan organik dapat mempengaruhi kehidupan makrofauna benthic disekitar lokasi budidaya, dicirikan oleh rendahnya keragaman spesies yang bersifat oportunistik. Beberapa jenis bahan organik dalam proses penguraiannya bisa menghasilkan gas-gas beracun, asam-asam organic disamping pelepasan unsur kimia. Zat hara yang dibutuhkan sebagai nutrisi bagi biota laut merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat dalam air laut. Nitrogen dalam bentuk persenyawaannya merupakan salah satu unsur nutrisi tersebut. Keberadaan senyawa nitrogen tersebut sangat dibutuhkan untuk pembentukan protoplasma. Konsumen senyawa nitrogen dalam air laut adalah algae bentos dan fitoplankton.

Keberadaan senyawa nitrogen dalam air laut selain secara alami, dapat juga berasal dari beberapa sumber pembuangan yang mengalir ke dalam laut. Beberapa sumber nitrogen tersebut di antaranya adalah industri-industri pertanian, kimia, tekstil, kulit, makanan dan

kehutanan. Masing-masing industri mengalirkan buangannya ke dalam perairan dengan variasi bentuk dan konsentrasi senyawa nitrogen yang berbeda. Bentuk buangan senyawa nitrogen dari masing-masing industri tersebut pada mulanya bukan merupakan senyawa kimia berbahaya, karena bentuknya masing-masing spesifik untuk jenis buangan industri tertentu. Namun setelah sampai di perairan akan bergabung dengan buangan senyawa kimia tetentu yang berasal dari industri lainnya sehingga akan bereaksi membentuk senyawa kimia baru yang berbahaya bagi kehidupan organisme di dalamnya.

2.3. Senyawa Nitrogen Nitrogen adalah senyawa yang tersebar secara luas di biosfir. Atmosfir bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen yang inert. Senyawa nitrogen terdapat di perairan laut dalam bentuk yang beragam mulai dari molekul nitrogen terlarut hingga bentuk anorganik dan organik. Senyawa nitrogen merupakan salah satu senyawa yang sangat penting dalam air laut (Saeni, 1989). Nitrogen merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh organisme, sebab unsur nitrogen diperlukan dalam mensintesis molekul-molekul protein yang kompleks dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi organisme tersebut. Menurut ODUM (1971) nitrogen yang terdapat dalam molekul-molekul protein dalam organisme yang telah mati akan diuraikan menjadi bentuk-bentuk nitrogen anorganik. Proses kimia ini dilakukan oleh serangkaian organisme pengurai, terutama bakteri pembentuk nitrat, hasilnya berupa zat hara nitrat yang merupakan bentuk nitrogen anorganik siap pakai. Konsumennya adalah tumbuhan hijau yang terdapat dalam air laut seperti plankton dan algae. Sehubungan dengan sifatnya yang unik, maka nitrogen dalam lingkungan perairan pun terdapat dalam berbagai bentuk dan gabungan kimiawi yang luas dan meliputi tingkat oksidasi yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut secara umum senyawa nitrogen dalam air

laut terdapat dalam dua bentuk, yaitu nitrogen-organik dan nitrogen anorganik. Senyawa nitrogen anorganik dalam keadaan larut di air laut terdapat dalam tiga bentuk yaitu ammonnia, nitrit dan nitrat. Senyawa nitrogen tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat oksigen rendah, nitrogen bergerak menuju ammonia, sedangkan pada saat kadar oksigen tinggi nitrogen bergerak menuju nitrat. Dengan demikian, nitrat merupakan akhir dari oksidasi nitrogen dalam air (Hutagalung dan Rozak, 1997). Unsur nitrogen yang terdapat dalam senyawa nitrat merupakan zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan oleh pertumbuhan fitoplankton. Menurut Effendi (2003) senyawa nitrogen organik berupa asam amino, protein, dan urea, bentuk-bentuk tersebut mengalami transformasi sebagai bagian dari siklus nitrogen. Senyawa nitrogen organik dapat ditransformasi menjadi nitrogen amonium dan dioksida menjadi nitrogen nitrat dan nitrit dalam sistem biologis (Jenie et al. 1993). Beberapa bahagian dari siklus biogeokimiawi nitrogen di laut turut berperan dalam rangkaian 'feedback' yang mengatur iklim, pembentukan sedimen biogenik, dan kadar beberapa bahan kimia dalam air laut. Karena keberadaan nitrogen secara alamiah dalam tingkat oksidasi yang beragam, nitrogen cenderung mengalami reaksi redoks yang mengakibatkan nitrogen memiliki siklus biogeokimiawi yang kompleks. Siklus yang kompleks tersebut ditambah dengan variabilitas spasial dan temporal nitrogen yang besar menyebabkan siklus nitrogen di laut sulit dipelajari. Keadaan ini mengakibatkan pengetahuan kita tentang aliran global dan ukuran cadangan dimana nitrogen tersimpan memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Data yang tersedia mengindikasikan bahwa siklus biogeokimiawi nitrogen di laut tidak dalam kondisi 'steady state', dan perkiraan tentang beberapa sumber nitrogen yang terikat terlampau rendah. Kegiatan manusia telah meningkatkan aliran nitrogen global. Laju aliran nitrogen terikat kedalam laut meningkat secara signifikan karena kegiatan buangan limbah dan

pertanian. Pertanian menyebabkan erosi tanah danlimpasan pupuk. Di beberapa lokasi, aliran antropogenik nitrogen ini melampaui masukan alami dari sungai dan telah mengakibatkan eutrofikasi pada perairan estuari. Nitrogen juga menghilang dari biosfer daratan karena biomasa yang terbakar, khususnya di hutan hujan tropika. Proses-proses ini bersama-sama dengan pembakaran bahan bakar fosil telah meningkatkan kandungan nitrogen oksida dalam atmosfer. Pencemaran udara ini membantu pembentukan ozone pada troposfer, tetapi menyebabkan perusakan lapisan ozone pada stratosfer. Eutrophikasi adalah proses alam dimana air (danau, sungai dll) menjadi terlampau kaya akan nutrien, umumnya nitrogen dan phospor. Ini merupakan salah satu cara dimana badan air (danau, sungai, dan laut) berubah bentuk dari kondisi kekurangan nutrien (oligotrophik), melalui fase yang sedikit kaya nutrien (mesotrophik) hingga menjadi kondisi yang kaya nutrien (eutrophik). Aktivitas manusia kadangkala memperbesar laju perubahan, karena aktivitas seperti perternakan, perhutanan, pembuatan jalan, industri dan pengolahan limbah dapat menyebabkan nutrien masuk ke dalam sumber-sumber air. Peningkatan nutrien dengan cara tersebut seringkali menyebabkan peledakan populasi alga dan tanaman air lainnya. Pada umumnya gas nitrogen ini tidak dapat dipergunakan secara langsung oleh makhluk hidup, hanya beberapa organisme khusus yang dapat mengubahnya ke dalam bentuk organik nitrogen dan proses yang terjadi dinamakan fiksasi. Dalam lingkungan perairan, nitrogen terlarut dapat diikat oleh sejumlah bakteri dan alga. Nitrogen organik yang disintesa oleh tumbuhan dan alga merupakan sumber nitrogen bagi hewan. Dalam metabolismenya hewan akan membuang nitrogen yang berada dalam bentuk senyawa-senyawa yang kemudian senyawa tersebut dimineralisasi oleh mikroorganisme dan nitrogen akan dilepaskan sebagai amoniak. Proses yang sama juga akan terjadi jika tumbuhtumbuhan dan hewan mati dan akan mengalami dekomposisi. Proses pelepasan amoniak ini

disebut juga dengan amonifikasi. Amoniak sangat berguna bagi tumbuhan dan mikroorganisme untuk asimilasi menjadi sel baru yang memberikan lebih banyak nitrogen organik. Untuk mengetahui sejauh mana peran senyawa nitrogen dalam proses pertumbuhan, maka perlu diketahui bentuk serta perubahannya yang terjadi di alam dalam suatu siklus yang disebut siklus nitrogen. SIKLUS BIOGEOKIMIA NITROGEN

Gambar 1. Siklus Nitrogen biokimiawi diperairan (Kennish, 1994) Siklus biogeokimia nitrogen terdapat lima proses yaitu amonifikasi, nitirifikasi, asimilasi nitrogen, denitrifikasi dan fiksasi nitrogen. Amonifikasi adalah proses pembentukan amonia dari materi organik. Amonia juga dapat mengalami asimilasi menjadi asam amino (NH2) dan dapat diasimilasi secara langsung oleh kelompok diatom, alga dan tanaman. Nitrifikasi merupakan reaksi oksidasi yaitu proses pembentukan nitrat dari amonia. Proses ini

dapat berlangsung secara biologis maupun kimiawi (NH3

NO2

NO3 ).

Denitrifikasi merupakan reduksi nitrat menjadi nitrit, nitrit oksidasi, nitrous oksida dan gas nitrogen ( NO3 NO2 N2). Fiksasi nitrogen merupakan pengikatan gas nitrogen

menjadi amonia dan nitrogen organic, dan ini dapat terjadi pada daerah pantai, simbiosis alga dan pencampuran nitrogen dari lingkungan/atmosfer (Dong et al. 2002). Senyawa nitrat dan amoniak dalam air digunakan oleh tumbuhan dan mikroorganisme dalam proses biosintesis (asimilasi) untuk membentuk sel baru yang akan menghasilkan nitrogen organik. 4NO3 + 8H2O 4NH3 + 4O2 + 4OH
-

NH3 + CO2 + tumbuhan hijau + cahaya matahari protein

Setelah hewan dan tumbuhan mati, maka akan didekomposisi oleh proses biokimia dan bahan-bahan nitrogen organik akan diubah kembali dalam bentuk amoniak. Proses ini dinamakan sebagai proses mineralisasi. Sebagian besar amoniak di alam akan dioksidasi
-

menjadi bentuk nitrit (NO2 ) dan kemudian menjadi nitrat (NO3 ) yang dilakukan oleh bakteri autotrof dalam proses yang disebut nitrifikasi. Kebanyakan nitrogen berada dalam bentuk N2, sehingga tidak dapat digunakan secara mudah, karena hanya organisme penangkap nitrogen yang mampu memecahkan ikatan rangkap tiga yang kuat dari N2. Kebanyakan nitrogen terikat yang terlarut dalam air laut adalah berbentuk nitrat dan asam humat. Biota laut mengandung kurang dari 0,002 persen kandungan nitrogen di laut yang tersebar merata pada biomasa tumbuhan dan bakteri. Meskipun biota darat mengandung persentase nitrogen yang lebih besar (2,74%), tetapi sebagian besar terdapat dalam bentuk biomasa tumbuhan.

Jenis-jenis Nitrogen

Proses kimiawi nitrogen di laut terutama dikontrol oleh reaksi redoks melalui perantaraan fitoplankton dan bakteri. Akibatnya, nitrogen dalam air laut dan sedimen berada pada tingkat oksidasi yang beragam. Jenis-jenis nitrogen yang secara alami paling dominan dengan tingkat okasidasinya disajikan dalam Tabel 1. Jenis-jenis nitrogen inorganik NO3 , NO2 , dan NH4 seringkali dinamakan sebagai Dissolved Inorganic Nitrogen (DIN)
-

Tabel 1. Jenis-jenis Nitrogen di Laut Jenis ion nitrat ion nitrit gas nitrous oksida gas nitric oksida gas nitrogen gas ammonia ion ammonium amina organic Rumus Molekul NO3NO2N2O NO N2 NH3 NH4RNH2 Bilangan Oksidasi Nitrogen +V +III +I +II 0 -III -III -III

Konsentrasi dari Bentuk Senyawa Nitrogen

Tabel 2. Konsentrasi beberapa bentuk senyawa nitrogen (g.atom N /I) dalam air laut (Sumber SHARP, 1983)

2.4 . Nitrat, Nitrit, dan Amoniak a. Nitrat Proses terbentuknya nitrat Nitrat ditemukan di alam dalam bentuk garam sebagai hasil siklus nitrogen. Nitrat terbentuk dari proses nitrifikasi, yaitu oksidasi amoniak dengan bantuan bakteri dalam tanah. Persenyawaan nitrat penting dalam sintesa protein yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan hewan. Nitrat banyak digunakan dalam produksi pembuatan pupuk, industri logam, farmasi dan industri makanan sebagai pengawet. Menurut Kirchman (2000) nitrat (NO3-N) adalah bentuk nitrogen yang dinamis dan menjadi bentuk yang paling dominan pada limpasan (run-off), masukan sungai, keluarnya air tanah dan deposisi atmosfir ke laut. Nitrat adalah nutrien utama bagi pertumbuhan alga, nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Nitrat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen dan amonia di perairan (Effendi 2000). Sumber utama nitrat dan berasal dari erosi tanah, limpasan dari daratan termasuk pupuk dan limbah (Chester 1990). Selain itu Millero dan Sohn (1991) menambahkan bahwa nitrat berasal dari permukaan air

selama produktivitas

primer, ketika tumbuhan mati, terdekomposisi kemudian nitrat

teregenerasi kekolom air. Konsentrasi nitrat disuatu perairan diatur dalam proses nitrifikasi. Proses nitrifikasi merupakan proses oksidasi senyawa ammonia dalam kondisi aerob. Oleh bakteri autrotop yang melalui proses mikrobiologi menjadi nitrat melalui senyawa nitrit (Suton 1974 dalam Galugu, 1997). Proses nitrifikasi terdiri dari dua tahap yaitu: 1) Merubah ammonia (NH3) menjadi nitrit (NO2) dan 2) Merubah nitrit (NO2) menjadi nitrat (NO3). Adapun jenis bakteri yang berperan dalam tahap pertama adalah bakteri Nitrosomonas sedangkan pada tahap kedua adalah bakteri Nitrobacter. Wheataon (1977) dalam Galugu

(1997 merumuskan kedua proses nitrifikasi tersebut sebagai berikut:

Pada proses nitrifikasi dihasilkan senyawa nitrat dan nitrit, kedua senyawa tersebut masih merupakan zat polutan, sehingga masih diperlukan suatu proses untuk menghilangkan kedua senyawa tesebut. Oleh karena itu setelah proses nitrifikasi dilanjutkan dengan proses denitrifikasi, yaitu proses yang merubah unsur nitrit dan nitrat menjadi gas nitrogen (N2) yang merupakan produk akhir dari proses pengolahan limbah amoniak secara keseluruhan. Gas nitrogen akan terbuang ke udara, sehingga tidak ada lagi unsur zat nitrogen yang mencemari

air yang keluar dari proses pengolahan limbah amoniak. Gas nitrogen adalah senyawa yang sangat stabil. Dua mekanisme penting pada proses biologi pengurangan yaitu assimilatory pengurangan nitrat dan disimilatory pengurangan nitrat : a. Asimilatory Pengurangan Nitrat Melalui mekanisme ini nitrat dirubah menjadi nitrit dan kemudian menjadi amonium oleh
-

mikroorganisme. Pada proses ini melibatkan enzim yang mengubah NO3 menjadi NH3, yang kemudian bersatu kedalam protein dan asam nucleic. Pengurangan nitrat didorong oleh asimilatory pengurangan nitrat, yang aktifitasnya tidak dipengaruhi oleh oksigen. Mikroorganisme tertentu (seperti pseudomonas aeruginosa) memiliki keduanya yaitu asimilatory pengurangan nitrat dan disimilatory pengurangan nitrat, yang sensitif terhadap oksigen. Kedua enzym diberi nama dengan gene yang berbeda. b. Disimilatory Pengurangan Nitrat
-

Proses ini adalah proses pernafasan anaerobic yang dalam hal ini NO3 berlaku sebagai
-

penerima elektron. NO3 direduksi menjadi nitrious oxide (N2O), dan gas nitrogen (N2). Pembebasan N2 adalah hal yang dominan pada denitrifikasi. Namun N2 mempunyai kelarutan yang rendah dalam air sehingga cenderung keluar naik sebagai gelembung . Mikroorganisme yang terlibat dalam denitrifikasi adalah aerobic autotrophic atau heterotrophic

mikroorganisme, yang dapat berubah menjadi anaerobic pada saat nitrat dipergunakan sebagai penerima electron. Denitirifikasi berlangsung menurut urutan sebagai berikut : Nitrate -----> Nitrit ---- > Nitric oxide ----> Nitrous Oxide ---- > Nitrogen Reduksi Reduksi Reduksi Reduksi

NO3 ---------> NO2 ------------> NO ----------- N2O -----------> N2

Motoh (1984) dalam Galugu (1997) mengemukakan bahwa pada saat konsentrasi oksigen berkurang didalam air, maka prose denitrifikasi mengambil alih proses mikrobiologi dimana ion nitrat dan nitrit diubah menjadi molekul nitrogen (N2). Produk akhir proses denitrifikasi adalah gas nitrogen (N2) yang relatif tidak dapat dimamfaatkan oleh sebagian besar organisme nabati secara langsung. Bakteri yang mampu melakukan proses denitrifikasi antara lain pseudomonas, Achromobacter dan Bacillus. Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) distribusi horizontal kadar nitrat akan semakin tinggi ke arah pantai, dan kadar yang tinggi ditemukan di perairan muara. Nitrat ditemukan di alam dalam bentuk garam sebagai hasil siklus nitrogen. Nitrat terbentuk dari proses nitrifikasi, yaitu oksidasi amoniak dengan bantuan bakteri dalam tanah. Persenyawaan nitrat penting dalam sintesa protein yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan hewan. Nitrat banyak digunakan dalam produksi pembuatan pupuk, industri logam, farmasi dan industri makanan sebagai pengawet. Nitrat adalah sumber utama nitrogen di perairan, namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter menggambarkan terjadinya eutrofikasi perairan. Nitrat adalah bentuk nitrogen sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna di perairan. Peningkatan kadar nitrat dilaut disebabkan oleh masuknya limbah domestic atau pertanian (pemupukan) yang umumnya mengandung banyak nitrat. Dan menurut Milero dan Sohn (1991) distribusi vertical kadar nitrat dilau menunjukkan bahwa kadar nitrat semakin

tinggi bila kedalaman laut bertambah, sedangkan kadar nitrat diperairan sungai tergantung dari beberapa factor seperti pasang surut, turbulensi dan kedalaman.

b. Nitrit Proses terbentuknya nitrit Nitrit biasanya ditemukan sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil dari nitrat karena bersifat tidak stabil. Nitrit merupakan senyawa antara hasil reduksi dari nitrat dan hasil oksidasi dari ammonia oleh mikroorganisme. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi), antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Selain itu, senyawa nitrit juga berasal dari hasil ekskresi fitoplankton, terutama pada saat timbulnya ledakan populasi fitoplankton (Grasshoff,1976). Distribusi vertical kadar nitrit semakin tinggi sejalan dengan pertambahan kedalaman laut dan semakin rendahnya kadar oksigen. Distribusi horizontal kadar nitrit semakin menuju kearah perairan pantai dan muara sungai kadarnya semakin tinggi. Meningkatnya kadar nitrit dilaut berkaitan erat dengan masuknya bahan organic yang mudah terurai (baik yang mengandung unsure nitrogen maupun tidak). Dengan demikian senyawa nitrit merupakan salah satu indicator pencemaran (Hutagalung dan Rozak, 1997). Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Sumber nitrit berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/L (Effendi 2000). Meningkatnya kadar nitrit di perairan laut berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah terurai. Penguraian bahan organik yang mengandung unsur nitrogen akan

menghasilkan senyawa nitrat, nitrit atau amonia. Penguraian bahan organik oleh bakteri membutuhkan oksigen dalam yang jumlah banyak. Pada kondisi lingkungan anaerob, bakteri

akan lebih cenderung menggunakan nitrat sebagai akseptor elektron dengan cara mereduksi senyawa nitrat menjadi nitrit (Hutagalung dan Rozak 1997). Senyawa nitrit oleh beberapa bakteri tertentu digunakan sebagai penerima elektron terakhir dalam proses metabolismenya. Hal ini terjadi pada kondisi lingkungan yang anaerobik. Mekanisme tersebut dikenal dengan istilah respirasi nitrit dan enzim yang berperan adalah nitrit reduktase (Madigan et al. 2003).

c. Ammonia Proses terbentuknya Ammonia Senyawa ammonia yang telah terionisasi/ammonium (NH4+) dan nitrat merupakan sumber nutrient utama untuk organisme perairan dan bakteri (Conell dan Hawker, 1992). Bentuk ammonium ini lebih disukai oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis dibandingkan dengan nitrat ( Millero dan Sohn, 1991; Kirchman,2000) Senyawa ammonia yang terdapat dalam air laut merupakan hasil reduksi senyawa nitrat (NO3) dan nitrit (NO2) oleh mikroorganisme. Selain itu senyawa ammonia juga berasal dari hasil ekskresi fitoplankton terutama pada saat timbulnya ledakan populasi fitoplankton dan hasil degradasi zat organic seperti protein (Grasshoff,1976; Kirchman,2000). Senyawa amonia yang terdapat dalam perairan merupakan hasil reduksi senyawa nitrat atau nitrit oleh bakteri dissimilative nitrate reduction to ammonium (DNRA) (Rusmana 2003a). Effendi (2000) menambahkan bahwa sumber ammonia di perairan berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air dan berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Tinja dan ekskresi biota akuatik merupakan limbah dari aktivitas metabolisme yang menghasilkan amonia. Sumber amonia yang lain adalah limbah industri dan domestik. Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia juga dapat terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi

dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Amonia di perairan dapat menghilang melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam larutan meningkat dengan
semakin meningkatnya pH. Hilangnya amonia ke atmosfir juga dapat meningkat dengan

meningkatnya kecepatan angin dan suhu (Effendi 2000). Nitrogen amonia berada dalam air
+

sebagai amonium (NH4 ) berdasarkan reaksi kesetimbangan sebagai berikut : NH3 + H2O NH4 + OH
+ -

Kadar amoniak bebas dalam air meningkat sejalan dengan meningkatnya pH dan temperatur. Kehidupan air terpengaruh oleh amoniak pada konsentrasi 1 mg/l dan dapat menyebabkan ikan mati lemas karena dapat mengurangi kapasitas oksigen dalam air. Senyawa amoniak dapat mengurangi efektifitas khlorin yang biasanya digunakan sebagai tahap akhir dalam pengolahan air untuk menghilangkan bahan organik yang tersisa serta untuk proses disinfeksi. Asam hipoklorid dapat bereaksi dengan amoniak membentuk khloramin, dimana kurang efektif sebagai disinfektan sehingga amoniak dapat dikatakan memakai kebutuhan klorin pada proses khlorinasi
2)

. Di dalam air limbah, senyawa

amoniak ini dapat diolah secara mikrobiologis dengan cara aerasi melalui proses nitrifikasi hingga menjadi nitrit dan nitrat. Kadar amonia dalam air laut sangat bervariasi dan dapat berubah dengan cepat (Hutagalung dan Rozak 1997). Distribusi vertikal kadar amonia semakin tinggi dengan pertambahan kedalaman air dan sejalan dengan semakin rendahnya oksigen, sedangkan distribusi horizontal kadar amonia semakin tinggi menuju ke arah perairan pantai atau muara sungai. Peningkatan kadar amonia berkaitan erat dengan masuknya bahan organik yang mudah terurai (Hutagalung dan Rozak 1997). Amonia yang terukur di perairan berupa amonia total (NH3 dan NH4 +). Amonia bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH4 +) dapat terionisasi. Persentase ammonia bebas meningkat dengan meningkatnya nilai

pH dan suhu perairan. Kehidupan air terpengaruh oleh amoniak pada konsentrasi 1 mg/l dan dapat menyebabkan ikan mati lemas karena dapat mengurangi kapasitas oksigen dalam air. Konsentrasi amoniak dapat berubah-ubah sepanjang tahun. Pada musim panas konsentrasi senyawa ini dapat sangat rendah, hal ini disebabkan amoniak diserap oleh tumbuhan, selain itu dapat dipengaruhi oleh temperatur air yang tinggi yang dapat mempengaruhi proses nitrifikasi. Sedangkan pada suhu yang rendah yaitu musim dingin sewaktu pertumbuhan bakteri berkurang dan proses nitrifikasi berjalan lambat menyebabkan konsentrasi amoniak pada sungai tinggi . Amoniak dapat menyebabkan kondisi toksik bagi kehidupan perairan. Konsentrasi tersebut tergantung dari pH dan temperatur yang mempengaruhi air. Amonia bebas bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas ini akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/L (Effendi 2000). Kadar amonia yang tinggi mengindikasikan adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan pupuk pertanian (Effendi 2000). Kadar amoniak yang tinggi pada air sungai menunjukkan terjadinya pencemaran. Pada air sungai kadar amoniak harus dibawah 1 mg/l (syarat mutu air sungai di Indonesia). Sementara itu pada air minum kadar amonia harus nol, disamping berbahaya, adanya amoniak menimbulkan rasa kurang enak. Senyawa amoniak dapat mengurangi efektifitas khlorin yang biasanya digunakan sebagai tahap akhir dalam pengolahan air untuk menghilangkan bahan organik yang tersisa serta untuk proses disinfeksi. Asam hipoklorid dapat bereaksi dengan amoniak membentuk khloramin, dimana kurang efektif sebagai disinfektan sehingga amoniak dapat dikatakan memakai kebutuhan klorin pada proses khlorinasi. Di dalam air limbah, senyawa amoniak

ini dapat diolah secara mikrobiologis dengan cara aerasi melalui proses nitrifikasi hingga menjadi nitrit dan nitrat.

2.5. Faktor- factor yang Mempengaruhi kandungan Nitrat, Nitrit, dan Ammnonia Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan terdiri dari parameter fisika, kimia, dan biologi. Menurut Millero dan Sohn (1991) keberadaan nitrat dilapisan permukaan diatur oleh proses biologi dan fisika. Pemamfaatan nitrat oleh fitoplankton terjadi selama berlangsung fotosintesis dan tergantung dari intensitas matahari. Menurut Wahyuningsih (1993) dalam, Galugu (1997) dsebutkan bahwa proses nitrifikasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti keberadaan senyawa organic yang beracun dalam air, suhu, pH, kandungan oksigen terlarut, dan salinitas. 1. Faktor Fisika Parameter fisika diperairan dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi, suhu, salinitas, kecerahan, kekeruhan serta angin. Fenomena-fenomena ini memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan perairan sehingga menyebabkan tejadinya kondisi fisika yang berbeda-beda. a. Pasang surut Pasang surut merupakan salah satu factor yang penting dalam ekosistem perairan (Levenson dan Barnard, 1988). Menurut Mann dan Lazier (1991) pasang surut dapat menyebabkan arus pasut. Arus pasut ini dapat menyebabkan terjadinya turbulensi dalam ailaman. Jika kedalaman suatu perairan tidak terlalu besar maka kekuatan arus pasut semakin besar dan pengaruh terhadaap proses pencampuran (mixing). Proses pencampuran (mixing). Proses pencampuran ini akan terjadi kesemua arah dan lapisan. Selanjutnya Davis (1992) mengatakan bahwa peranan pasang surut terhadap prosesproses didaerah perairan ada tiga, yaitu:

a. Menyebabkan terjadinya pencampuran (mixing) densitas dan salinitas b. Proses sedimentasi c. Merupakan zona interaksi antra daerah lautan dan sungai secara luas khususnya secara horizontal b. Arus Arus diperairan terutama disebabkan oleh kegiatan pasang surut dan aliran sungai. Arus biasanya terbatas pada kanal (saluran), tetapi dalam kanal ini, kecepatan arus dapat mencapai beberapa mil per jam. Kecepatan tertinggi terjadi pada bagian tengah kanal, dimana hambatan gesek dengan dasar dan sisi tepian paling kecil (Nybakten, 1988). Sebagaimana umumnya sifat perairan muara sungai kecepatan dan arah arus diperairan muara tidak selalu mengikuti pola tertentu, karena kondisi perairan muara sungai sangat kompleks yang menggunakan beberapa factor diantaranya pasang surut, intensitas tekanan, tekanan geser, arus limpasan dari sungai dan gaya coriolis (Yodfiatfianda, 1991 dalam Sawego 1994). c. Suhu Ammonia bersifat gas yang larut dalam air, sehingga kestabilan kadar ammonia dalam air contoh sangat dipengaruhi oleh suhu. Kelarutan gas semakin rendah dengan kenaikan suhu air. Senyawa nitrit umumnya mudah menguap, kenaikan suhu akan mempermudah terjadinya proses penguapan (Hutagalung dan Rozak, 1997). Nybakken (1988) menyatakan bahwa suhu diperairan lebih bervariasi daripada pantai didekatnya. Hal ini sebagian karena biasanya diperairan volume air lebih kecil, sedangkan luas permukaan lebih besar, dengan demikian pada kondisi atmosfer yang ada, air estuaria ini lebih cepat panas dan lebih cepat dingin. Alasan lain terjadinya variasi ini ialah masukan air tawar. Air tawar disungai dan kali lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman daripada air laut.

d. Kekeruhan Ammonia dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspens dan koloid sehingga dapat mengendap kedasar perairan (Effendi, 2000). Karena besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuaria, setidaknya pada waktu tertentu dalam setahun, air menjadi sangat keruh. Kekeruhan yng tetinggi terjadi pada saat aliran sungai maksimum. Kekeruhan biasanya minmum didekat mulut estuaria karena sepenuhnya berupa air laut, dan makin meningkat bila menuju kearah pedalaman. (Nybakken, 1988). e. Kecerahan Kadar nitrat didaerah eufotik sangat dipengaruhi oleh transportasi nitrat kedaerah tersebut oksidasi ammonia oleh mikroorganisme dan pengambilan nitrat untuk proses produtivitas primer. Bila intensitas cahaya yang masuk kekolom perairan cukup, maka kecepatan pengambilan nitrat (uptake) lebih cepat daripada proses transportasi nitrat kepermukaan (Grasshoff, 1976). Menurut Person dan Takahasi (1984) kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisa air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami, kecerahan sangatlah penting penting karena erat hubungannya dengan fotosintesis. Kecerahan yang tinggi merupakan syarat untuk berlangsungnya fotosintesis fitoplankton yang baik. Birowo dan Uktoselja (1981) menyatakan bahwa factor yang dapat mempengaruhi kecerahan air adalah kandungan lumpur, kandungan plankton, dan zat-zat terlarut lainnya. Pengaruh kandungan lumpur dapat dilihat didaerah pesisisr pantai dan muara sungai sehingga mengakibatkan tingkat kecerahan air rendah.

Nilai kecerahan yang diunkapkan dalam satuan meter sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan parameter tersuspensi serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi 2000). 2. Faktor Kimia Dahuri, et al,, (1996) menyatakan bahwa kualitas air suatu perairan pesisir dicirikan oleh karakteristik kimianya yang sangat mudah dipengaruhi oleh masukan dari daratan maupun lautan sekitarnya. Pada kenyataan perairan pesisir merupakan penampungan (storage system) akhir segala jenis limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia . karenanya karakteristik kimia perairan pesisir bersifat unik dan ditentukan oleh besar kecilnya pengaruh interaksi kegiatan-kegiatan diatas serta kondisi hidrodinamika perairan pesisir seperti difusi (difution), disolusi (dissolution), dan pengadukan (turbulence) terhadap substansi kimia. Komposisi kimia air laut, khususnya perairan estuaria sangat dipengaruhi oleh masukan massa dari system sungai yang bermuara. Pengaruh terhadap kualitas kimia perairan akan lebih nyata apabila massa air sungai yang bermuara keperairan mengandung buangan limbah cair industry, limbah domestic dan pertanian, yang berlansung secara kontinyu dan relative sama . kadar unsure kimia perairan sungai yang masuk keperairan memiliki perbedaan unsure kimia diair laut. a. Salinitas Gambaran dominan lingkungan perairan adalah berfluktuasinya salinitas. Secara definitive, suatu gradient salinitas akan tampak pada suatu saat tertentu ,tetapi pola gradient bervariasi bergantung pada musim, topografi perairan, pasang surut, dan jumlah air tawar ( Nybakken 1988). Kennis (1994) menyatakan bahwa salinintas diperairan berkisar antara 0 35%. Salinitas ini dapat bervariasi secara vertical maupun horizontal tergantung dari perbandingan antara limpasan air dari darat, masukan air hujan dan penguapan.

Perubahan salinitas musiman diperairan biasanya merupakan akibat perubahan penguapan musiman dan atau perubahan aliran air tawar musiman. Didaerah dimana debit air tawar berkurang atau kering sama sekali selama setengah waktu dalam setahun, salinitas tertinggi biasa didapat lebih jauh kehulu. Dengan mulainya kenaikan aliran air tawar, gradient salinitas digeser kehilir kearah mulut estuaria. Oleh karena itu pada berbagai musim, suatu titik tertentu diestuaria dapat mengalami salinitas yang berbeda-beda. b. Derajat Keasaman (pH) Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) dalam air laut ammonium (NH4) dan ammonia (NH3) berada dalam keseimbangan. Senyawa ammonium tidak beracun, sedangkan ammonia bersifat racun bagi organisme perairan. Keseimbangan asam basa ini dapat dipengaruhi oleh pH, dalam air yang bersifat basa (pH > 7) , NH3 lebih banyak daripada NH4+. Hal ini yang menyebabkan ammonia lebih beracun dalam air laut daripada air tawar. Pendapat tersebut didukung oleh Effendi (2000), yang menyatakan bahwa aammonia diperairan dapat hilang melalui proses volatisasi karena tekanan parsial ammonia dalam larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Pada pH 7 atau kurang, sebagian ammonia akan terionisasi. Pada pH lebih besar dari 7 justru ammonia tidak terionisasi yang bersifat toksik lebih banyak. c. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen adalah salah satu unsure kimia yang penting dalam proses kehidupan. Dalam air laut oksigen dimamfaatkan oleh organism perairan melalui proses respirasi dan menguraikan zat organic ileh mikroorganisme. Oksigen yang terdapat dalam air laut terdiri dari 2 bentuk senyawa yaitu terikat dengan unsure lain (NO3-, NO2-,PO4-3, H2O, CO2, CO3, dll) dan sebagai molekul bebas (O2). Molekul Oksigen (O2) yang terdapat dalam air laut terlarut secara fisika sehingga kelarutannya sangat dipengaruhi oleh suhu air. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi dan proses fotosintesis

fitoplankton pada siang hari. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah kenaikan suhu air, respirasi (khususnya malam hari), ada lapisan minyak diatas poermukaan laut dan masuknya limbah organic yang mudah terurai kelingkungan laut. Diantara factor tersebut factor utama yang sering menurunkan kadar oksigen terlarut adalah masuknya limbah organic yang mudah terurai. Kelarutan gas gas dalam air laut sangat dipengaruhi oleh suhu, semakin rendah suhu semakin besar kelarutannya. Kelarutan gas didalam air tidak begitu besar .senyawa nitrogen sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat oksigen rendah , nitrogen bergerak menuju ammonia, pada saat oksigen tinggi nitrogen akan bergerak menuju nitrat. Bahan organic yang mudah larut dalam air mengalami penguraian oleh mikroorganisme. Untuk penguraian mikroorganisme membutuhkan oksigen. Bila oksigen cukup maka mikroorganisme akan memamfaatkan oksigen bebas yang terdapat didalam air. Namun bila oksigen bebas tidak cukup , maka mikroorganisme akan mengambil oksigen dari senyawa nitrat.

2.6. Instrumentasi dan Prinsip Metode Kualitatif dan Kuantitatif A. Instrumentasi 1. Metode Spektrofotometri Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi

elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah inframerah dekat 780-3000 nm, dan daerah inframerah 2,5-40 m atau 4000-250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organic aromatik, molekul yang mengandung elektron- terkonjugasi dan atau atom dengan elektron-n yang menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004). Hukum Lambert-Beer (Beers Law) adalah hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit (Darchriyanus, 2004). Menurut Rohman (2007) dan Day (2002), Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan dan berbanding terbalik dengan transmitan. Menurut Day (2002), hukum tersebut dituliskan dengan: A = abc = log 1/T Keterangan : A = absorbansi (energi radiasi yang diserap oleh molekul) a = koefisien ekstingsi b = tebal sel (cm) c = konsentrasi analit T = transmitan (energi radiasi yang dilewatkan) Pada analisis menggunakan alat spektrofotometri sinar tampak dilakukan pemilihan panjang gelombang dan pembuatan kurva kalibrasi. Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang memiliki absorbansi maksimum dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Kurva kalibrasi menunjukkan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi baku sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Persamaan regresi ini dipakai untuk menghitung kadar dalam sampel (Rohman, 2007). Cara Kerja Alat Spektrofotometer UV- Visible ini adalah dimana Sinar dari sumber radiasi diteruskan menuju monokromator, Cahaya dari monokromator diarahkan terpisah

melalui blangko dan sampel dengan sebuah cermin berotasi. Kedua cahaya lalu bergantian berubah arah karena pemantulan dari cermin yang berotasi secara kontinyu, Detektor menerima cahaya dari blangko dan sampel secara bergantian secara berulang ulang, Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah ke digital dan dibandingkan antara sampel dan blanko, Perhitungan dilakukan dengan komputer yang sudah terprogram. 2. Warna Komplementer Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang berwarna maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara selektif dan radiasi sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah warna yang berlawanan dengan warna yang diamati, misalnya larutan berwarna merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah warna hijau. Dengan kata lain warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati (Suharta, 2005). Tabel 2.1. Spektrum Cahaya Tampak dan Warna-warna Komplementer Panjang Gelombang (nm) 400-435 435-480 480-490 490-500 500-560 560-580 580-595 595-610 610-750 Warna Violet Biru Hijau-biru Biru-hijau Hijau Kuning hijau Kuning Orange Merah Warna Komplementer Kuning-hijau Kuning Orange Merah Ungu Violet Biru Hijau-bru Biru-hijau (Day dan A.L. Underwood, 2002)

B. Prinsip Metode Kualitatif 1. Nitrat Analisis senyawa nitrat dengan menggunakan metode Grennberg et al,(1992). Senyawa nitrat direduksi menjadi nitrit oleh butiran cadmium yang dilapisi dengan tembaga dalam suatu kolom. Nitrit total yang terbentuk bereaksi dengan sulfanilamide dalam suasana asam
menghasilkan senyawa diazonium. Senyawa nitrit yang terbentuk kemudian direaksikan dengan

amina aromatic membentuk senyawa diazo yang berwarna merah muda. Sampel akan menun ujukkan perubahan warna merah muda, diukur pada panjang gelombang 543 nm. 2. Nitrit Pemeriksaan kualitatif nitrit dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu menggunakan asam sulfanilat dan larutan NED, serbuk antipirin, dan serbuk kalium iodida. Larutan yang mengandung nitrit bila ditambahkan beberapa tetes larutan asam sulfanilat dan larutan NED, dibiarkan selama beberapa menit akan memberikan hasil warna ungu merah (Vogel, 1990). Persamaan reaksinya adalah:

Larutan yang mengandung nitrit, dipekatkan diatas penangas air, kemudian pada sisa larutan diteteskan beberapa tetes asam klorida encer dan ditambahkan sedikit serbuk antipirin, kemudian diaduk akan memberikan hasil warna hijau (Roth, 1988). Persamaan reaksinya adalah: NaNO2 + HCl HNO2 + NaCl

Nitrit dalam suasana asam lemah pada pH 2,0 2,5 akan bereaksi dengan sulfanilamid (SA) dan N- (1-naphtyl) ethylene diamine dihydrocloride (NED dihydrocloride) membentuk senyawa azo yang berwarna merah keunguan. Warna yang terbentuk diukur absorbansinya secara spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum 543 nm. Larutan yang mengandung nitrit, ditambahkan sedikit serbuk kalium iodida lalu diasamkan dengan asam klorida encer, iod akan dibebaskan, yang dapat diidentifikasi dengan pasta kanji memberikan hasil warna biru (Roth, 1988). Persamaan reaksinya adalah: NaNO2 + HCl KI + HCl 2 HI + 2 HONO I2 + kanji 2. Ammonia Analisa senyawa ammonia dapat diketahui dengan metode Phenate (Cleseri et al, 1989), dalam suasana basa (pH = 8 11,5) , ammonia bereaksi dengan natrium hipoklorit membentuk senyawa monokloramin (quinon kloramin). Dengan adanya senyawa fenol dan hipoklorit yang berlebih akan dihasilkan senyawa indofenol yang berwarna biru. HOCl + NH3 HOCl + NH2Cl HOCl + NHCl2 NH2Cl + H2O (Monokloramin) NHCl2 + H2O (Dikloramin) NCl3 + H2O (Trikloramin) HNO2 + NaCl KCl + HI I2 + 2 NO + 2 H2O kanji Iod (biru)

C. Prinsip Metode Kuantitatif 1. Nitrat Analisis senyawa nitrat dengan menggunakan metode Grennberg et al,(1992). Kadar nitrat ditentukan dengan cara memasukkan sebanyak 20 ml sampel yang telah diencerkan kedalam kolom reduksi. Senyawa nitrat direduksi menjadi nitrit oleh butiran cadmium yang dilapisi dengan tembaga dalam suatu kolom. Sebanyak 5 ml sampel direaksikan dengan reagen pada analisis nitrit. Senyawa nitrit yang terbentuk kemudian direaksikan dengan amina aromatic membentuk senyawa diazo yang berwarna merah muda. Senyawa Azo ini ekivalen dengan senyawa diazonium yang ekivalen dengan nitrit total. Warna merah diukur diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang disekitar 543 nm.. Kurva standar Natrium Nitit (NaNO2) dengan konsentrasi sebesar 0;0,2;0,4; 0,6; 0,.8, dan 1,0 mg/L, kemudian dikonversi mM dan digunakan untuk menentukan kadar nitrit pada sampel. Nilai konsentrasi nitrat adalah hasil pengurangan analisa konsentrasi nitrit yang dilewalkan pada kolom reduksi dengan konsentrasi nitrit yang tidal dilewatkan. Hasil reduksi sangat tergantung pada pH larutan dan aktivitas permukaan logam Cd/Cu. Kondisi reduksi harus disesuaikan pada pH ~ 8,5 sehingga secara kuantitatif hampir semua nitrat direduksi ---> nitrit . Kadar nitrat diperoleh dengan mengkoreksi hasil total nitrit yang didapat dari hasil reduksi dengan hasil nitrit yang diperoleh tanpa melewati kolom reduksi cadmium. 2. Nitrit Penentapan kadar nitrit dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain spektrofotometri sinar tampak dan volumetric. Metode spektrofotometri sinar tampak digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif nitrit dengan pereaksi asam sulfanilat dan NED (N(1-naftil) etilen diamin dihidroklorida, yang membentuk warna ungu merah dan dapat diukur dengan panjang gelombang maksimum 543 nm (Herlich 1990; vogel 1994). Metode ini

berdasarkan atas reaksi diazotasi dimana senyawa amin primer aromatic dikopling dengan NED. Dengan adanya nitrit maka akan menghasilkan senyawa yang berwarna ungu kemerahan yang dapat diukur swcaea spektrofotometri sinar tampak. (Rohman 2007) Spektrofotometri adalah pengukuran absortbsi energy cahaya oleh suatu molekul pada suatu panjang gelombang tertentu untuk tujuan analisa kualitatif dan kuantitatif. Bila suatu molekul dikenakan radiasi elektromagnetik maka moleklu tersebut akan meneyerap radiasi elektreomagnetik yang energinya sesuai. Hokum Lambert-Beer menyatakan nahwa intensitas yang diserap oleh larutan zat berbanding lurus dengan tebal konsentrasi larutan dan berbanding terbalik dengan transmitan (day 2002; Rohman 2007; menurut Day (2002) ,Hukum tersebut dapat dituliskan dengan: A = abc = log 1og 1/T

3.

Ammonia Pengukuran konsentrasi ammonium menmggunakan metode phenate(cleseri et al,

1989). Kadar ammonium ditentukan dengan cara memasukkan sebanyak 5 ml sampel kedalam tabung reaksi. Kemudian menambahkan 0,2 ml larutan fenol alcohol (C6H5OH) lalu dihomogenkan, diamkan selama 1 menit, lalu tambahkan 0,2 ml Na-dihidro Nitroprusid (Na2(Fe(CN)NO))2.H2O). kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan oksidan yang terdiri dari Natrium Sitrat (C6H5Na3O7.2H2O) dan natrium hipoklorit teknis (NaOCl2) dan biarkan selama satu jam pada suhu ruang (28-31) oC. Senyawa fenol dan hipoklorit yang berlebih akan dihasilkan senyawa indofenol yang berwarna biru yang dapat mengabsorbsi cahaya maksimum pada panjang gelombang 640 nm. Sampel yang telah diberi larutan indicator menunjukkan perubahan warna hijau sampai biru diukurkan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 640 nm. Kemudian membandingkan dengan absorbansi larutan standar, dan kadarnya dapat dihitung.

2.7 Aplikasi Analisis Kandungan Nitrat, Nitrit, dan Ammonia Sebagai Pencemar Di Laut Beberapa contoh penelitian untuk analisis kandungan nitrat, nitrit, dan ammonia sebagai pencemar dilaut. 1. Pengukuran Nutrien Inorganik Terlarut di Zona Eufotik Perairan Teluk Banten (Measurement Of Dissolved Inorganic Nutrient In Euphotic Zone The Banten Bay) oleh Alianto, Enan M Adiwilaga, Ario Damar, dan Ennang Haris (2009)

Pengukuran konsentrasi nutrien inorganik terlarut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Namun metode apapun yang digunakan prinsip pengukurannya harus berdasarkan pada pembentukan indikator akhir yang digunakan sebagai ciri dari masingmasing bentuk nutrien terlarut. Indikator yang terbentuk merupakan hasil akhir reaksi dari larutan yang digunakan pada berbagai metode pengukuran amonia, nitrit, nitrat, ortofosfat dan silikat. Pada umumnya pengukuran ammonia berdasarkan pada pembentukan indopenol yang berwarna biru, nitrit berdasarkan pada pembentukan senyawa azo yang berwarna merah terang yang biasa dikenal dengan n-naftilamin-p-azobenzen-p-sulfonilat [1-13], dan nitrat berdasarkan pada pembentukan larutan yang berwarna kuning . Selama proses pengukuran amonia, nitrit, nitrat, ortofosfat, dan silikat saling berinteraksi antara satu dengan lainnya sehingga turut mempengaruhi pembentukan indikator-indikator seperti yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu hal terpenting yang harus diperhatikan dalam memilih metode pengukuran adalah mengetahui tingkat akurasi dari metode yang akan digunakan terutama dalam meminimalisasi pengaruh dari unsur-unsur tersebut. Berkaitan dengan hal ini maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia nutrien inorganik terlarut dengan mengukur konsentrasi amonia dengan metode penat, nitrit dengan

metode sulfanilamit, nitrat dengan metode brusin, ortofosfat dengan metode asam askorbat dan silikat dengan metode molibdosilikat. a. Pengukuran Amonia dengan Metode Penat Langkah yang harus dikerjakan setelah menambahkan larutan alkalin, fenol, hipoklorit, dan nitroprusit dalam sampel air laut adalah menyimpan sampel tersebut pada tempat yang gelap selama 3 jam . Tujuan dari penyimpanan ini adalah untuk mempercepat terjadinya pembentukan warna biru dalam sampel air laut. Menurut Koroleff dan APHA warna biru tersebut merupakan indopenol yang terbentuk dalam kondisi larutan basa pada pH 8-11,5 sebagai hasil reaksi dari fenol dan hipoklorit dengan amonia. Pembentukan indopenol warna biru ini terjadi menurut reaksi berikut: fenol + NH3 + 3ClOhipoklorit indopenol + 2H2 O + OH- + 3Clbiru

Menurut Koroleff dan Parson et al. pembentukan senyawa indopenol seperti yang diperlihatkan pada reaksi di atas berlangsung cukup lama, tetapi dengan penambahan larutan nitroprusit dalam sampel air laut akan mempercepat reaksi pembentukan senyawa indopenol serta memperjelas warna biru yang terbentuk. Menurut Koroleff dan APHA warna biru yang terbentuk ini konsentrasinya proporsional dengan konsentrasi amonia yang ada dalam sampel air laut. Intensitas indopenol biru yang terbentuk sangat tergantung pada konsentrasi amonia dalam sampel air laut. Sampel air laut dengan konsentrasi amonia tinggi terlihat intensitas indopenol biru yang terbentuk sempurna. Sedangkan pada sampel dengan konsentrasi amonia rendah terlihat intensitas indopenol biru yang terbentuk tidak sempurna . Konsentrasi ammonia pada sampel air laut dengan pembentukan indopenol biru yang sempurna berkisar dari 0,206-0,396 mg/L. Sedangkan konsentrasi amonia pada sampel air laut dengan pembentukan indopenol biru yang tidak sempurna berkisar dari 0,005-0,180 mg/L.

Menurut APHA amonia yang terukur dengan metode ini adalah amonia total. Amonia total terdiri dari amonia (NH3) dan amonium (NH4 -) dan unsur ini dalam air laut selalu berada dalam keseimbangan seperti diperlihatkan reaksi berikut NH4 H+ + NH3

Pada perairan laut dengan pH 8,1 sekitar 95% total amonia berada dalam bentuk NH+ dan 5% dalam bentuk NH3. Menurut Riley dengan penambahan larutan alkali dalam sampel air laut ini menyebabkan pergeseran pH air menjadi kondisi basa kuat. Pada kondisi basa kuat amonium dikonversi menjadi amonia. Hal ini berarti, amonia yang terukur adalah ammonia yang secara alami ada dalam air laut ditambah ammonia yang berasal dari reduksi amonium menjadi ammonia. b. Pengukuran Nitrit dengan Metode Sulfanilamit Sampel air laut didiamkan kurang dari 10 menit setelah ditambahkan dengan larutan pewarna. Selama proses ini sampel air laut akan berubah menjadi warna pink atau merah terang. Menurut Riley dan Millero sebelum terbentuknya warna pink, terjadi pembentukan ion diazonium yang merupakan hasil reaksi dari nitrit dan sufanilamit yang terjadi pada persamaan reaksi: NH2 .C6 H4 . SO2 NH2 + NO2- + 2H+ Sulfanilat + N = N . C6 H4 . SO2 NH2 + H2O ion diazonium

Selanjutnya pada kondisi asam lemah pada pH 2,0-2,5 ion diazonium bereaksi dengan n-(1naftil)- etilendiamin dihidroklorida (NED dihidroklorida) membentuk senyawa azo yang berwarna pink menurut reaksi berikut: NH2 CH2 CH2 NH . C10 H7 + +N = N . C6 H4 SO2 NH2 Naftil etilen diamin ion diazonium

NH2 CH2 CH2 NH . C 10H6 . N = N . C6 H4 . SO2 NH2 + H+ Azo merah terang (pink)

Menurut Strickland dan Parsons pembentukan diazonium hanya memerlukan waktu 2 menit dan bila melebihi 10 menit akan menghasilkan reaksi samping dan larutan mengalami dekomposisi. Menurut Grasshof , serta Hutagalung dan Rozak bahwa jumlah azo yang terbentuk dalam reaksi tersebut proporsional dengan banyaknya ion diazonium, dengan demikian proporsional dengan jumlah nitrit dalam sampel air laut. Hasil pengukuran konsentrasi nitrit pada sampel air laut memperlihatkan intensitas azo pink yang terbentuk tidak sempurna. Hal ini disebabkan karena konsentrasi nitrit pada sampel air laut rendah yang berkisar dari 0,001- 0,037 mg/L Menurut Millero rendahnya konsentrasi nitrit disebabkan karena nitrit di perairan laut hanya sebagai senyawa peralihan (intermediete product) dari reduksi senyawa nitrat atau oksidasi senyawa amonia. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi nitrit dalam sampel air laut sangat mudah berubah-ubah. Dengan demikian hasil pengukuran konsentrasi nitrit lebih rendah dari nilai sebenarnya dalam sampel air laut (kesalahan negatif) c. Pengukuran Nitrat dengan Metode Brusin Pada metode ini sampel air laut dicampurkan dengan larutan natrium arsenit, brusin, asam sulfat dan setelah itu sampel air didiamkan beberapa saat dan akan berubah menjadi warna kuning. Menurut APHA warna kuning ini terbentuk sebagai hasil reaksi antara nitrat yang terdapat dalam sampel air laut dengan brusin yang ditambahkan. Namun warna yang terbentuk dari reaksi ini terlihat belum stabil dan optimum. Hal ini terlihat dari warna kuning dalam sampel air laut mengendap pada bagian dasar tabung dan bagian atasnya masih berwarna putih atau bening. Oleh karena itu, supaya warna kuning yang terbentuk dalam sampel air laut ini stabil atau menyebar pada seluruh bagian kolom sampel air laut dalam tabung maka sampel ini dipanaskan sampai mencapai suhu 100 C selama 25 menit . Setelah sampel air laut dipanaskan warna kuning yang terbentuk sudah menyebar dengan intensitas warna yang terbentuk ada yang sempurna dan tidak sempurna. Walaupun demikian, menurut

APHA warna kuning yang telah terbentuk ini proporsional dengan jumlah nitrat yang terdapat dalam sampel air laut. Sampel air laut dengan konsentrasi nitrat yang tinggi terlihat larutan warna kuning yang terbentuk sempurna. Sedangkan sampel air laut dengan konsentrasi nitrat rendah terlihat warna kuning yang terbentuk tidak sempurna. Konsentrasi nitrat dengan larutan warna kuning yang sempurna berkisar 0,128- 0,989 mg/L. Sedangkan konsentrasi nitrat dengan larutan warna kuning yang tidak sempurna berkisar dari 0,0010,097 mg/L . Menurut Grasshoff serta Hutagalung dan Rozak penyebab rendahnya konsentrasi nitrat seperti terlihat pada disebabkan karena dalam molekulnya mengandung atom oksigen dan sewaktu-waktu akan mengalami perubahan. Bila oksigen bebas dalam air kurang maka nitrat akan berubah menjadi nitrit atau amonia. Menurut Millero [6] mekanisme perubahan nitrat menjadi nitrit atau amonia terjadi menurut reaksi berikut: NO3+ + 2H+ + 2e 2NO2 + 4H+ + 4e NO2- + H2 O N2 O2-2 + 2H2 O Hiponitrit N2 O2-2 + 2H+ + 2e NH3 + H 2O

Dengan demikian, menurut Grasshoff serta Hutagalung dan Rozak konsentrasi nitrat yang diukur lebih rendah dari konsentrasi sebenarnya yang terkandung dalam sampel air (kesalahan negatif). Intensitas kesempurnaan pembentukan indopenol biru untuk pengukuran amonia, azo merah terang untuk pengkuran nitrit, larutan warna kuning untuk pengukuran nitrat, molibdenum biru untuk pengukuran ortofosfat, dan silikomolibdat kuning untuk pengukuran silikat sangat tergantung pada konsentrasi unsur-unsur ini dalam sampel air laut. Pada dasarnya intensitasnya akan semakin sempurna pada sampel air laut yang memiliki konsentrasi nutrien inorganik terlarut yang tinggi. Sebaliknya intensitasnya akan semakin tidak sempurna pada sampel air laut yang memiliki konsentrasi nutrien inorganik terlarut

yang rendah. Intensitas indopenol biru, larutan warna kuning, dan silikomolibdat kuning sempurna pada sebagian besar sampel air laut yang diambil dari zona eufotik 10%, 5% dan 1%. 2. Analisis Kadar Phosfat dan N-Nitrogen (Amonia, Nitrat, Nitrit) pada Tambak Air Payau akibat Rembesan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Penelitian oleh Hendrawati, Tri Heru Prihadi, Nuni Nurbani Rohmah (2007) a. Pendahuluan Sejak terjadinya semburan lumpur panas di Kecamatan Porong, tepatnya pada jarak 100-150 meter dari sumur eksplorasi Banjar Panji-1 di lokasi pertambangan gas PT. Lapindo Brantas di Kelurahan Siring Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo. Lumpur panas yang bercampur gas telah merendam sebagian desa di Kecamatan Porong meliputi Kelurahan Siring, Desa Jatirejo dan Desa Ratikenongo serta Desa Kedungbendo yang berada di Kecamatan Tanggulangin (Wikipedia.org). Keberadaan lumpur panas ini membuat ribuan warga mengungsi, mengancam ekosistem tambak, mengganggu system transportasi regional, dan bahkan mengakibatkan dampak sosial akibat terganggunya infrastruktur ekonomi, pendidikan dan sosial seperti menurunnya rasa saling percaya serta kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang diindikasikan tidak jelas sumbernya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk penanganan dampak dari lumpur panas ini, salah satunya dengan melakukan pembuangan lumpur kesebagian areal pertambakan. Kandungan lumpur dan air luapan lumpur yang merembes ke sebagian areal pertambakan akan mengakibatkan penurunan kualitas air tambak yang berpengaruh pula terhadap hasil budidaya petani tambak di daerah tersebut. Untuk melindungi petani tambak agar tidak mengalami kerugian, maka pengelolaan lumpur harus segera dilakukan berdasarkan hasil kajian ilmiah tentang dampaknya terhadap lingkungan. Salah satu yang harus dilakukan oleh para petani tambak adalah mengendalikan senyawa-senyawa phosfat

dan nitrogen seperti amoniak, nitrat dan nitrit yang terdapat di tambak. Senyawa tersebut bersifat metabolitoksik dan sangat berbahaya bagi perikanan tambak. Keberadaan phosfat secara belebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakkan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat perairan cukup mengandung phosfat, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi kebutuhannya. Fenomena yang demikian dikenal dengan istilah konsumsi lebih (luxury consumption) (Effendi, 2003). Senyawa nitrit yang berlebih di tambak akan menyebabkan menurunnya kemampuan darah udang untuk mengikat O2, karena nitrit akan bereaksi lebih kuat dengan hemoglobin yang mengakibatkan tingkat kematian udang tinggi. Selain itu, tingginya senyawa amonia dan nitrit di tambak juga akan menganggu proses pengeluaran senyawa amonia dan nitrit yang ada dalam tubuh udang, sehingga akan terakumulasi di dalam tubuh udang (Trobos, 2007). Mendasari hal tersebut, maka diperlukan adanya penelitian tentang dampak yang ditimbulkan oleh rembesan aliran lumpur panas Sidoarjo terhadap kadar Phosfat (P) dan Nitrogen (N) dalam bentuk senyawa amonia, nitrat, nitrit yang ada pada perikanan tambak air payau yang berada disekitar pusat semburan lumpur panas Lapindo di kabupaten Sidoarjo Jawa Tengah. b. Prosedur Percobaan Penentuan kadar Amonia (NH3-N) Penentuan kadar amonia dilakukan dengan metode spektrofotometer secara fenat (SNI 066989.30-2005) pada kisaran 0,1 mg/L sampai dengan 0,6 mg/L NH3-N dengan panjang gelombang 640 nm.

Penentuan kadar Nitrit (NO2-N) Penentuan kadar nitrit dilakukan dengan metode spektrofotometer (SNI 06- 6989.9-2004). Pada kisaran kadar 0,01 mg/L -1,0 mg/L. Dalam suasana asam (pH 2-2,5), nitrit akan bereaksi dengan Sulfanilamid (SA) dan N-(1-naphthyl) ethylene diamine dihydrochloride (NED dihydrochloride) membentuk senyawa azo yang berwarna merah keunguan yang dapat diukur pada panjang gelombang 543 nm. Penentuan kadar Nitrat (NO3-N) Penentuan kadar nitrat dilakukan dengan metode spektrofotometer (SNI 06- 2480-1991) pada kisaran kadar 0,1 mg/L - 2,0 mg/L dengan menggunakan metode brusin dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm. 3. Proses denitrifikasi air limbah terhadap uji aktivitas mikroba dengan parameter kandungan ammonia, nitrat, dan nitrit pada air limbah industry (2010) Penelitian dilakukan dengan skala laboratorium, air umpan sebagai bahan penelitian diambil dari PT XYZ, yang memiliki kandungan amonium yang tinggi, dan telah dilakukan proses nitrifikasi secara batch untuk mendapatkan konsentrasi nitrat yang diinginkan + 2000 mg/L. Waktu tinggal hidrolis (WTH) ditentukan yakni 2 hari, 3 hari, 4 hari. Penelitian tentang proses denitrifikasi air limbah ini dilakukan dalam beberapa tahap, seperti: aklimatisasi mikroba, pelekatan mikroba pada bioreactor denitrifikasi, pengambilan sampel air limbah amonium nitrat, pengujian paramater-parameter yang ditetapkan. Penyiapan sampel Pengambilan sampel air limbah dari PT XYZ langsung diolah dengan proses nitrifikasi, hasil dari proses tersebut digunakan dalam metode denitrifkasi sebanyak + 10 liter dimasukkan ke inlet denitrifkasi, setelah mengalami pengenceran dari limbah domestik untuk mendapatkan konsentrasi nitrat + 2000 mg-N/L yang diharapkan dalam penelitian ini. Sisa sampel air limbah yang telah diperoleh disimpan di dalam lemari pendingin, hal ini bertujuan

untuk mengurangi terjadinya reaksi yang dapat mengubah komposisi polutan pada air limbah selama proses penyimpanan. Pengujian Parameter Nitrat Nitrogen (NO3--N) Analisis nitrat menggunakan metode brucin sulfat dengan alat spektrofotometri SNI (1991). Untuk menguji nitrat nitrogen dibutuhkan larutan asam sulfat (20 + 3), larutan brucin, larutan standar nitrat 1000 mg/L, larutan standar nitrat 100 mg/L, untuk membuat larutan asam sulfat (20 + 3), ambil 75 mL air suling bebas nitrat kemudian tambahkan secara perlahan 500 mL asam sulfat, sambil diaduk dan dinginkan, lalu simpan dalam botol tertutup. Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan membuat larutan kerja dengan memipet 5 mL, 10 mL, 20 mL, 30 mL, 40 mL, 50 mL ke dalam labu 100 mL dan tambahkan aquades sampai tanda tertera. Ambil masing-masing 2 mL larutan kerja ke dalam tabung tertutup dan tambahkan 1 mL larutan brusin dan 10 mL asam sulfat (20 + 3) ke dalam masing-masing larutan kerja, simpan dalam tempat gelap dan dinginkan selama 10 menit, tambahkan 10 mL air suling, simpan selama 30 menit. Lalu diukur dengan spektrofotometer. Pengujian sampel sama seperti pembutan kurva kalibrasi Prinsip dari pengujian nitrat nitrogen yaitu ion nitrat bereaksi dengan brusin dalam suasana asam sulfat pekat membentuk senyawa kompleks berwarna kuning. Jadi sampel yang membentuk warna kuning pekat menunjukan konsentrasi nitrat nitrogen yang terkandung pada sampel sangat besar, dan jika sampel yang diuji memiliki konsentrasi nitrat nitrogen berada di luar kurva kalibrasi larutan standar maka sampel yang diuji harus diencerkan agar bias terbaca atau masuk dalam kurva kalibrasi. Pengujian Parameter Ammonium Nitrogen (NH4+-N) Pengujian ammonia digunakan metode nessler secara spektrofotometri SNI (1991). Prinsip kerja metode nessler, preaksi Nessler (K2HgI4) bila bereaksi dengan ammonium dalam larutan basa akan membentuk dispersi koloid yang berwarna kuning coklat. Intensitasnya dari warna yang terjadi dari perbandingan lurus dengan konsentrasi ammonium yang ada dalam

contoh. Tahap pengujian, pembuatan larutan induk ammonium (NH4-N), larutkan 0.819 gr ammonium klorida NH4Cl yang telah di formalkan pada suhu 100 derajat selama 2 jam dengan 100 mL air suling di dalam labu ukur 1000 mL. tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera. Pada larutan baku, pipet 0, 250, 500, 1000, dan 2500 mL larutan induk ammonium dan masukkan masingmasing kedalam labu ukur 500 mL, tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera sehingga di peroleh kadar ammonium sebesar 0,0; 0,5; 1,0; 2,5 dan 5,0 mg/L NH4-N. Pembuatan kalibrasi kurva, ukur 50 mL larutan secara duplo dan masukkan kedalam labu Erlenmeyer 100 mL, tambahkan 1 mL larutan nessler, kocok dan biarkan proses reaksi berlansung paling sedikit selama 10 menit, masukkan kedalam kuvet pada alat spektrophotometri untuk diketahui hasilnya. Pengujian Parameter Nitrit Nitrogen (NO2--N) Analisis nitrit menggunakan metode Sulfanilamide Cleseri et al. (1989). Pengujian parameter nitrit nitrogen yang terkandung dalam air limbah dilakukan sesuai dengan SNI menggunakan alat spektrofotometer pada kisaran kadar 0,01 mg/L sampai dengan 1,00 mg/L NO2-N. Larutan yang harus disediakan dalam melakukan pengujian nitrit antara lain: larutan induk, larutan intermedia, larutan baku, larutan kerja, larutan sulfanilamida dan larutan NED dihdroklorida. Pembuatan larutan induk harus melarutkan 0,308 g NaNO2 dengan air suling bebas nitrit untuk diencerkan sampai 250 mL, larutan ini mempunyai kadar 250 mg/L NO2-N. Larutan intermedia yang diperlukan sebanyak 100 mL sehingga hasil dari perhitungan di atas menunjukan volume larutan induk yang dibutuhkan sebanyak 20 mL. Larutan baku nitrit dibuat dengan mengambil 2,5 mL larutan intermedia dan diencerkan dengan air suling sampai 250 mL. Larutan yang terakhir dibuat adalah larutan kerja untuk membuat kurva kalibrasi yang digunakan sebagai pembatas kadar nitrit pada sampel yang diuji. Larutan kerja harus dibuat dengan memipet 0,0 mL, 1,0 mL, 2,0 mL, 5,0 mL, 10,0 mL, 15,0 mL, dan 20,0

mL larutan baku nitrit (0,5 mg/L) masing-masing kedalam labu ukur 50 mL serta encerkan dengan air suling sampai batas yang tertera di labu ukur. Tahap selanjutnya adalah pembuatan kurva kalibrasi dengan menambahkan 1 mL larutan sulfanilamida kemudian kocok dan diamkan 2 menit 8 menit. Selanjutnya tambahkan 1 mL larutan NED dihidroklorida, kocok dan biarkan selama 10 menit, warna larutan kerja setelah ditambahkan dengan NED akan menjadi merah keunguan, karena larutan NED akan bereaksi dengan larutan yang mengandung nitrit. Setelah dibiarkan segera lakukan pengukuran absorbansi dengan spektrofotometri menggunakan panjang gelombang 543 nm. Setelah kurva kalibrasi didapatkan, sampel dapat diuji dengan memipet 50 mL contoh uji (sampel) ke dalam labu ukur, lalu menambahkan 1 mL larutan sulfanilamida dan 1 mL larutan NED dengan perlakuan yang sama seperti pembuatan kurva kalibrasi. Jika hasil pengujian sampel melebihi batas kurva yang telah dibuat (warna lebih pekat) dari larutan standar yang dibuat maka sebaiknya sampel dilakukan pengenceran hingga nilainya masuk ke dalam kurva kalibrasi. Semakin pekat warna merah yang terbentuk maka semakin tinggi konsentrasi nitrit nitrogen yang terkandung dalam air limbah yang sedang diuji. Adapun prinsip dari pengujian nitrit nitrogen yaitu nitrit dalam suasana asam pada pH 22,5 akan bereaksi dengan sulfanilamide dan N-(1-naphthyl)- ethylene diamine dihydrocloride (NED Dihidroklorida) membentuk senyawa azo yang berwarna merah keunguan. Warna yang terbentuk diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 543 nm.

2.8 Cara Penanggulangan Pencemaran limbah Di Laut

Bakteri aerob dapat memecah gula menjadi air, karbondioksida (CO2), dan 45rgani. Oleh karena itu, saat ini, bakteri aerob banyak dimanfaatkan untuk pengolahan limbahlimbah cair yang dihasilkan dari pabrik-pabrik. Dalam pengolahan limbah ini, bakteri aerob memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.

1. Bakteri aerob memerlukan suhu yang tinggi agar dapat bekerja maksimal. Ia memerlukan 46rganism46re lebih tinggi dari sebelumnya jika ingin sampai pada reaksiyangdiinginkan. 2. Bakteri ini akan efektif bekerja pada kisaran Ph 6,5 sampai dengan 8,5. Pada 46rganis aerob, hal tesebut dikenal dengan istilah Completely Mixed Activated Sludge (CMAS). Pada proses tersebut, terjadi netralisasi asam dan basa sehingga tidak diperlukan lagi tambahan bahan kimia selama BOD-nya kurang dari 25mg/liter limbah.

3. Memiliki kebutuhan 46rgani yang tinggi untuk prosesnya dengan tingkat pengolahan 60-90 persen.

4. Produksi lumpur yang akan dihasilkan untuk pengolahannya tinggi. Begitupun, stabilitas proses terhadap racun dari limbah dan perubahan bebannya dari sedang sampaitinggi. 5. Bakteri aerob memerlukan 46rganism yang tinggi untuk beberapa limbah industri. 6. Tidak ada bau yang dihasilkan dari pengolahan limbahnya.

Tujuan utama pengolahan limbah air adalah untuk menguraikan BOD, partikel tercampur srta membunuh organisme pathogen. Berikut ini adalah beberapa kegiatan yang beasanya dipergunakan pada penglaman limbah air berikut beberapa tujuan dari kegiatan yang dilaksanakan:

1. Kegiatan nitrifikasi atau denitrifikasi bertujuan untuk menghilangkan nitrat secara biologis. 2. Kegiatan air stripping tujuan untuk amoniak. 3. Desinfeksi tujuan untuk membunuh mikroorganisme. 4.Osmosis atau elektro dianalisis tujuan untuk menghilangkan zat terlarut.

BAB III

KESIMPULAN

1. Komposisi kimia air laut sangat kompleks, di dalamnya terdapat bermacam-macam unsur dan senyawa kimia yang bermanfaat bagi kehidupan biota laut. Zat hara yang dibutuhkan sebagai nutrisi bagi biota laut merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat dalam air laut seperti Nitrogen. 2. Senyawa- senyawa nitrogen dalam air laut terdapat dalam dua bentuk, yaitu nitrogenorganik dan nitrogen anorganik. Senyawa nitrogen anorganik dalam keadaan larut di air laut terdapat dalam tiga bentuk yaitu ammonnia, nitrit dan nitrat. sedangkan senyawa nitrogen organik berupa asam amino, protein, dan urea, bentuk-bentuk tersebut mengalami transformasi sebagai bagian dari siklus nitrogen 3. Proses yang terjadindalam siklus nitrogen yaitu: amonifikasi, nitrifikasi , asimilasi, denitrifikasi dan fiksasi nitrogen . Ammonia, nitrit, dan nitrat berasal dari hasil ekskresi fitoplankton terutama pada saat timbulnya ledakan populasi fitoplankton dan hasil degradasi zat organic seperti protein , dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air , dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati oleh mikroba dan jamur 4. Peningkatan kadar ammonia, nitrat, nitrit dilaut disebabkan oleh limbah domestik dan pertanian dan dapat diketahui berdasarkan distribusi secara horizontal dan vertikal. Kandungan ammonia, nitrit, dan nitrat dapat dtentukan berdasarkan metode analisis kualitatif dan kuantitatif

5. faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan ammonia,nitrit, dan nitrat adalah faktor fisika (pasang surut, arus, suhu, kekeruhan, dan kecerahan) sedangkan faktor kimia (salinitas, derajat keasaman /pH, dan oksigen terlarut).

DAFTAR PUSTAKA

Alianto, Enan M. Adiwilaga, Ario Damar, and Enang Harris (2009), Pengukuran Nutrien Inorganik Terlarut di Zona Eufotik Perairan Teluk Banten Apri. I. Supii Dan I W Arthana (2008), Studi Kualitas Perairan Pada Kegiatan Budidaya
Tiram Mutiara (Pinctada Maxima) Di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali

Arie Herlambang dan Ruliasih Marsidi (2003,Proses Denitrifikasi Dengan Sistem Biofilter Untuk Pengolahan Air Limbah Yang Mengandung Nitrat Fonny J.L Risamasu dan Hanif Budi Prayitno,(2011), Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan
Hendrawati, Tri Heru Prihadi, Nuni Nurbani Rohmah, 2007 Analisis Kadar Phosfat dan N- Nitrogen

(Amonia, Nitrat, Nitrit) pada tambak Air Payau akibat Rembesan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur Niniek Widyorini1 dan Ruswahyuni(2008), Sebaran Unsur Hara Terhadap Struktur

Komunitas Plankton Di Pantai Bandengan Dan Pulau Panjang, Jepara

Syulfi Waldy, (2009) ,Analisis Kadar Phosfat dan N-Nitrogen (Amonia, Nitrat, Nitrit) pada Tambak Air Payau akibat Rembesan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur Sumarlinah, 2000, Hubungan Komunitas Fitoplankton dan unsure hara N dan P didanau Sunter Sulawesi, Jakarta utara Wahyono, 2001, Karakteristik nitrat, nitrit, dan ammonia dalam proses pencampuran diperairan muara Sungai bengawan Solo gresik Jawa timur

Vous aimerez peut-être aussi