Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. Pengertian Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000) Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
B. Etiologi 1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. 2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. 3. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar : Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik Penurunan tekanan osmotic koloid darah Peningkatan tekanan negative intrapleural Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
C. Patofisiologi Cairan pleura biasanya hanya cukup untuk berfungsi sebagai pelumas pleura viseral dan parietal. Penambahan cairan pleura atau efusi pleural dapat terjadi akibat penyakit atau trauma seperti gagal jantung kongestif, neoplasma, infeksi, tromboemboli dan efek kardiovaskoler dan immunologis. (Tambayong, 2000) Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura (Muttaqin, 2008),pada gangguan tertentu cairan dapat terkumpul dalam ruang pleural pada titik dimana penumpukan ini akan menjadi bukti secara klinis, dan hampir selalu merupakan signifikan patologi. Efusi dapat terdiri atas cairan yang secara relatif jernih, yang mungkin merupakan transudat atau eksudat, atau dapat mengandung darah atau purulen. Transudat (filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleural terganggu, biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik. Transudat menandakan bahwa kondisi seperti asites atau penyakit sistemik seperti gagal jantung kongestif atau gagal ginjal mendasari penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau aktivitas) biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor yang mengenai permukaan pleural. (Smeltzer & Bare, 2002) Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh maka terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis karena hipertensikapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura. (Soemantri, 2008) Infeksi pada tuberkolosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran pernafasan menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini, akan timbul peradangan saluran getah bening hilus. Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat dan akhirnya menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkolosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. (Muttaqin, 2008)
2
Pneumonia juga sering menyebabkan efusi pleura parapneumonik. Efusi tersebut biasanya merupakan eksudat steril dengan leukositosis neutrofilik dan hanya memerlukan pengobatan untuk menyembuhkan pneumonia. Namun jika bakteri menginvasi rongga pleura akan terjadi empiema atau efusi parapneumonik komplikata. Efusi tersebut ditandai dengan Ph rendah dan deposisi fibrin luas yang menyebabkan lokulasi cairan dan memerlukan drainase terbuka atau tertutup yang adekuat untuk penyembuhan Streptococcus pneumoniae, staphylococcus aureus, bakteri gram negatif, dan bakteri anaerob sering menyebabkan efusi komplikata. (Ward,2006)
D. Pathways
Penyakit dasar efusi pleura jenis cairan transudat Gagal jantung kongestif Tdk dpt memompa darah secara max. Tek. hidrostatik Hipertensi kapiler sistemik pembuluh darah bocor (cairan masuk pleura) ) Penekanan paru MK : Nyeri dada pleuritik Suplai O2turun Upaya batuk buruk Takut mati kehabisan nafas Koping tidak efektif stress MK : Ansietas Batuk produktif Suara nafas ronchi Sesak nafas MK : Jalan nafas (Arif Muttaqin, 2009) tidak efektif Penimbunan cairan Ekspansi paru menurun eksudat
TB Mycobacterium tuberculosis
Infeksi (inflamasi saluran getah bening), sub pleura robek Permebilitas membran
Empiema
Sesak nafas sianosis Nafas cuping hidung MK : Pola nafas tidak efektif
E. Manifestasi klinik Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
F. Pemeriksaan diagnostik a. Sinar tembus dada Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasaldari luar atau dari dalam paru-paru itu sendiri. Hal lain yang dapat terlihat pada foto dada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Namun bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya. (Soemantri, 2008)
b. Torakosentesis Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnosis maupun terapeutik. Pelaksanaan dilakukan sebaiknya pada posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru-paru di sela iga IX garis aksila posterior denagn memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi sekaligus banyak akan menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru-paru. Edema paru-paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat
mengembang. (Soemantri, 2008) c. Biopsi pleura Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi jalur perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura). d. Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum. e. Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
G. Komplikasi Pada setiap efusi pleura selalu ditakutkan terjadinya infeksi sekunder, juga terjadinya Schwarte sangat mungkin bila cairan mengandung banyak protein, seperti misalnya pada pleuritis eksudatif, hematothoraks dan piothoraks. Yang dimaksud dengan Schwarte ialah gumpalan fibrin yang akan melekatkan pleura viseralis dan pleura parietalis setempat. Schwarte ini tentunya akan mengurangi kemampuan ekspansi paru sehingga akan menurunkan kemampuan nafas penderita karena gangguan restriksi berupa penurunan kapsitas vital. Kemudian karena fibrin ini akan mengalami retraksi, maka akan timbul deformitas dan kemunduran faal paru akan lebih parah lagi. (Danusantoso, 2000)
H. Penatalaksanaan medis Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis adalah : a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal c. Bila terjadi reakumulasi cairan Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian thorakosentesis adalah : a. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura c. Dapat terjadi pneumothoraks(Muttaqin, 2008)
KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Aktifitas/istirahat Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat 2. Sirkulasi Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ 3. Integritas ego Tanda : ketakutan, gelisah 4. Makanan / cairan Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus 5. nyeri/kenyamanan Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi 6. Pernapasan Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma, Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat,
sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan. B. Diagnosa keperawatan dan Intervensi 1. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura ditandai dengan sesak nafas,
sianosis, cuping hidung. a. Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan pola nafas kembali efektif. b. Kriteria Hasil : i. Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan intervensi
mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru. ii. iii. Tidak ditemukan lagi adanya sianosis dan cuping hidung Irama, frekuensi, dan kedalaman nafas dalam batas normal.
menngambil
tindakanyang tepat. Ajarkan nafas dalam Memungkinkan pernafasan efektif Kaji kualitas, frekuensi, dan Untuk mengetahui sejauh serta mana perubahan kondisi terkontrol,
kedalaman
pernafasan,
melaporkan setiap perubahan yang klien. terjadi Baringkan klien dalam posisi yang Penurunan nyaman, dengan dalam kepala posisi tempat diafragma
duduk, dapat memperluas daerah tidur dada sehingga ekspansi bisa maksimal.
ditinggikan 60-90o atau miringkan paru kea rah sisi yang sakit.
Miring ke arah sisi yang sakit dapat menghindari efek penekanan gravitasi cairan sehingga ekspansi dapat maksimal.
Observasi pernafasan).
TTV
(nadi
merupakan
adanya penurunan fungsi paru. Kolaborasi dengan tim medis lain Pemberian untuk pemberian O2 dan obat- menurunkan obatan serta foto thorak. O2 dapat beban
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru. Ambroxol HCl Bronchicum Teofilin Melegakan pada klien pernafasan dengan
gangguan pernafasan
2. Intoleransi aktivitas b.d suplay O2 ke jaringan turun ditandai dengan peningkatan asam laktat, kelemahan fisik/fatigue dan metabolisme anaerob. a. Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu 3x24 jam, intoleransi aktivitas dapat teratasi. b. Kriteria Hasil : i. ii. Suplay O2 ke jaringan meningkat Pasien mampu menunjukkan peningkatan kemampuannya dalam beraktivitas iii. Penurunan asam laktat dalam tubuh dan penurunan metabolism anaerob. peningkatan
intervensi
rasional
Jelaskan aktivitas dan factor Merokok, suhu ekstrem, dan yang dapat meningkatkan stress menyebabkan
kebutuhan oksigen.
jantung. Ajarkan energi Ajarkan teknik nafas efektif. program hemat Mencegah penggunaan energy berlebihan. Meningkatkan oksigenasi tanpa mengorbankan banyak energi. Buat jadwal aktivitas harian, Mempertahankan tingkatkan secara bertahap. lambat dengan latihan pernafasan tetap fisik
10
memerhatikan
yang
memungkinkan
peningkatan kemampuan otot bantu pernafasan. Kaji respon abnormal setelah Respon aktivitas nadi, abnormal tekanan meliputi dan
darah,
pernafasan yang meningkat. Pertahankan terapi oksigen Mempertahankan, tambahan memperbaiki meningkatkan oksigen darah. Beri waktu istirahat yang Meningkatkan cukup daya tahan dan konsentrasi
3. Ansietas b.d ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas) ditandai dengan koping tidak efektif, sesak nafas. a. Tujuan : setelah diberikan intervensi dalam waktu 1x24 jam, klien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
b. Kriteria Hasil : i. Klien terlihat mampu bernafas secara normal dan mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai. ii. Memeragakan teknik bernapas untuk mengurangi dispnea dan menunjukan koping yang efektif. intervensi rasional
Bantu dalam mengidentifikasi Pemanfaatan sumber koping sumber koping yang ada yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam
mengatasi stress. Ajarkan teknik relaksasi Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
11
Pertahankan hubungan saling Hubungan percaya antara perawat dan membantu klien
saling
percaya
memperlancar
diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan
Bantu klien mengenali dan Rasa cemas merupakan efek mengakui rasa cemasnya emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, maka perasaan yang
12
I.
IDENTIFIKASI A. PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Status perkawinan Agama/ Suku Warga Negara Bahasa yang digunakan Pendidikan Pekerjaan Alamat rumah Dx. Medik : Tn. R : 72 Tahun : Laki-laki : Kawin : Islam : Indonesia : Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia : TDS : Buruh : Banyumanik : Decompensasi cordis
B. PENANGGUNG JAWAB Nama Alamat Hubungan dengan pasien : Ny.D : Banyumanik : Cucu
C. RIWAYAT KESEHATAN 1. Keluhan Utama 2. Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien mengeluh sesak napas : Keluaraga pasien mengatakan
sebelumnya pasien mengeluh sesak napas dan batuk selama 3 hari, namun hanya berobat di puskesmas dan rawat jalan. Sebelumnya pasien belum pernah di opname di rumah sakit. Sebelum di bawa ke rumah sakit pasien
13
datang ke puskesmas terlebih dahulu kemudian dirujuk ke RSUD Ungaran pada tanggal 25 maret 2013 dan dirawat di ruang mawar. 3. Riwayat Kesehatan Lalu : Keluarga pasien mengatakan pasien
sudah lama menderita penyakit tersebut namun tidak pernah dirawat inap di rumah sakit. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga pasien mengatakan tidak ada
yang pernah sakit seperti yang di derita pasien, tidak ada penyakit keturunan maupun menular.
GENOGRAM
Keterangan :
14
II.
PEMERIKSAAN FISIK A. TANDA-TANDA VITAL 1. Kesadaran Kualitatif Kuantitatif Skala Coma Glasgow Respon Motorik Respon Bicara : 6 : 4 : Apatis
Respon Membuka Mata : 3 Kesimpulan Tekanan Darah MAP Suhu 2. Pernapasan : Gangguan kesadaran ringan : 130/ 90 mmHg : 2D + S : 3 = 2.90 + 130 : 3 = 103,3 mmHg : 37 o C : Frekuensi : 32 x/menit Irama Jenis : Irreguler : dada (penggunaan otot bantu pernapasan) 3. Nadi 4. SPO2 B. PEMERIKSAAN FISIK a. Kepala : Bentuk mesocepal, distribusi rambut merata, terdapat uban, kulit kepala tidak ada lesi dan bersih. b. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, terlihat lingkar hitam dibawah mata. c. Hidung d. Mulut e. Telinga : : : Simetris, bersih, tidak ada penumpukan sekret Bibir sianosis, bersih, tidak ada stomatitis, lidah putih kotor Simetris kanan dan kiri, tidak menggunakan alat bantu pendengaran, tidak ada lesi, tidak ada penumpukan serumen. f. Leher g. Dada : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid : 96 x/menit : 88 %
15
Paru I :
: Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, nampak penggunaan otot bantu pernapasan, pasien terlihat batuk
Pa : Pe : A :
Traktil fremitus menurun, ekspansi paru kanan tertinggal. Pekak pada paru kanan. Hiperesonan pada paru kanan dan kiri
Jantung I :
Pa : Pe : A : h. Abdomen : I : Tidak ada lesi, umbilicus tidak menonjol, cekung BU = 8 x/menit Timpani Tidak ada nyeri tekan terpasang kateter redup
A : Pe : Pa :
Tidak ada edema, tidak ada lesi, akral dingin, terpasang infus RL di metacarpal dekstra.
Bawah : k. Kulit
Tidak ada edema, tidak ada lesi, akral dingin : Turgor elastis, tekstur kasar, tidak ada lesi
III.
POLA PENGKAJIAN A. POLA PERSERPSI KESEHATAN-PEMELIHARAAN KESEHATAN Keluarga pasien mengatakan apabila sakit tidak pernah diperiksakan ke rumah sakit atau puskesmas, hanya minum obat . Apabila tidak kunjung sembuh baru dibawa ke puskesmas atau rumah sakit.
16
B. POLA NUTRISI METABOLIK Dirumah : Pasien mengatakan makan 3x sehari, habis 1 porsi tiap kali makan nasi, lauk pauk dan sayuran. Minum 5-6 gelas per hari. Drumah Sakit : pasien mengatakan makan 3x sehari, habis 2 sendok tiap makan. Minum 3-4 gelas per hari. C. POLA ELIMINASI Dirumah : pasien mengatakan BAB 1x sehari, konsistensi lunak, bau khas. BAK 4-5 kali/ hari, warna urine khas, bau khas. Dirumah Sakit : Pasien mengatakan tidak bisa BAB selama di rumah sakit, BAK 1600 1900 cc/ hari warna dan bau urine khas. D. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN Dirumah : pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai buruh. Dirumah Sakit : pasien mengatakan selama sakit, aktivitas dibantu oleh keluarga maupun perawat karena sesak napas. E. POLA ISTIRAHAT TIDUR Dirumah : pasien mengatakan tidur 6-7 jam, tidur nyenyak dan bangun terasa segar. Dirumah Sakit : pasien mengatakan tidur hanya 3-4 jam, sering terbangun, tidur tidak nyenyak. F. POLA PERSEPSI KOGNITIF Dirumah : Pasien mengatakan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia + jawa, tidak ada gangguan penciuman, perabaan maupun pendengaran. Dirumah Sakit : Pasien mengatakan dapat bicara namun tidak bisa jelas karena sesak napas, menggunakan bahasa jawa dan memahami instruksi perawat. G. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI Dirumah : Pasien mengatakan merasa bangga menjadi seorang kakek yang dapat mengasuh cucu-cucunya Dirumah Sakit : Pasien megatakan yakin dan selalu berdoa untuk kesembuhannya agar bisa kumpul bersama anak maupun cucunya. H. POLA PERAN DAN HUBUNGAN Dirumah : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan masyarakat sekitar baik.
17
Dirumah Sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, perawat maupun petugas kesehatan lainnya baik serta pasien yang berada dalam satu ruangan juga baik. I. POLA REPRODUKSI-SEKSUAL Dirumah : Pasien mengatakan sudah menikah, mempunyai 4 orang anak yang terdiri dari 2 laki-laki dan 2 perempuan. Dirumah sakit : Pasien mengatakan ditemani/ ditunggu oleh istri dan anaknya secara bergantian. J. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRESS Dirumah : Pasien mengatakan ketika ada masalah selalu dibicarakan dengan suami dan anak-anaknya dan berkumpul dengan keluarganya. Dirumah Sakit : Pasien mengatakan apabila mengeluh sakit, keluarga pasien lapor kepada perawat. K. POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN Dirumah : Pasien mengatakan beragama islam, rajin shalat lima waktu dan melakukan puasa sunah maupun wajib. Dirumah Sakit : Pasien mengatakan selalu berdoa untuk kesembuhannya.
IV.
DATA PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 25 maret 2013 Jenis Pemeriksaan Darah Rutin Hemoglobin Lekosit Trombosit Hematokrit Eritrosit 13,6 8,1 268 40,9 4,47 13,0-18,0 4,0-11 150-440 39-54 4,4-6 Hasil Nilai Rujukan
Hitung jenis (DIFF) Granulosit Limfosit Monosit 76,8 14,5 8,7 50-70 20-40 2-8
18
Index eritrosit MCV MCH MCHC RDW LED 1 JAM KIMIA DIABETES Glukosa sewaktu Kimia-Ginjal Ureum Creatinin Kimia-profilipid Kolesterol total Trigliserid Kimia pemb. Hati 156 63 <200 35-160 39 0,84 10-45 0,50-1,10 124 70-140 91,7 30,4 33,2 16,9 47 82-92 27-31 11,6-14,8 11,6-14,8 0-10
b. Foto Rontgen Hasil pemeriksaan foto torax : Kardiomegali berat (LV, LA) Gambaran TB paru lama aktif Efusi pleura dekstra suspek empiema Efusi pleura sinistra (minimal)
c. Terapi Parenteral Injeksi Peroral : : : RL 16 tpm (MD) Furosemid 2 x 1 amp (2ml) Captropil 2 x 12,5 mg Diazepam 2 x 1 tab Digoxin 3 x tab
19
V.
ANALISA DATA No. Hari/tgl 1 Selasa, maret 2013 Data 26 DS : Etiologi Pasien Hiperventilasi Masalah Ketidakefektifan pola napas
Selasa,
26 DS:
Maret 2013
pasien mengatakan antara suplai dan Aktivitas pasien tiduran tidur saja. DO : Pasien bedress, dibantu hanya kebutuhan oksigen ditempat
terlihat aktivitas
Maret 2013
tidak efektif)
VI.
DIAGNOSA KEPERAWATAN No.Dx 1 Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan Pasien mengatakan sesak napas, HR: 96 x/ menit, , RR: 32 x/ menit. SPO2: 96 %.
20
Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan Keluarga pasien mengatakan pasien hanya tiduran ditempat tidur saja, Pasien terlihat bedress, aktivitas dibantu oleh keluarganya.
ditandai dengan
Keluarga pasien mengatakan cemas akan kondisi pasien, pasien terlihat cemas dan gelisah (koping tidak efektif).
VII.
INTERVENSI 1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan Pasien mengatakan sesak napas, HR: 96 x/ menit, RR: 32 x/ menit. SPO2: 96 %. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam pola napas kembali efektif KH : Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru. Irama, frekuensi, dan kedalaman nafas dalam batas normal.
pleura sehingga dapat menngambil tindakanyang tepat. Ajarkan nafas dalam Memungkinkan terkontrol, efektif Kaji kualitas, frekuensi, dan Untuk mengetahui sejauh mana kedalaman melaporkan yang terjadi Baringkan klien dalam posisi Penurunan yang nyaman, dalam diafragma dapat pernafasan, setiap serta perubahan kondisi klien. pernafasan
perubahan
tidur ditinggikan 60-90o atau Miring ke arah sisi yang sakit miringkan kea rah sisi yang dapat menghindari efek penekanan sakit. gravitasi cairan sehingga ekspansi dapat maksimal. Observasi pernafasan). TTV (nadi dan peningkatan frekuensi napas dan takikardi merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi paru. Kolaborasi dengan tim medis Pemberian O2 dapat menurunkan lain untuk pemberian O2 dan beban pernapasan dan mencegah obat-obatan serta foto thorak. terjadinya sianosis akibat hipoksia. Dengan dimonitor berkurangnya foto thorak, kemajuan cairan dapat dari dan
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan Keluarga pasien mengatakan pasien hanya tiduran ditempat tidur saja, Pasien terlihat bedress, aktivitas dibantu oleh keluarganya. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, intoleransi aktivitas dapat teratasi. KH : Suplay O2 ke jaringan meningkat Pasien mampu menunjukkan peningkatan kemampuannya dalam beraktivitas Intervensi Rasional
Jelaskan aktivitas dan factor yang Merokok, suhu ekstrem, dan dapat oksigen. meningkatkan kebutuhan stress menyebabkan
Kaji
respon
abnormal
abnormal tekanan
meliputi dan
aktivitas
darah,
pernafasan yang meningkat. Pertahankan tambahan terapi oksigen Mempertahankan, memperbaiki meningkatkan oksigen darah. Beri waktu istirahat yang cukup Meningkatkan daya tahan dan konsentrasi
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian ditandai dengan Keluarga pasien mengatakan cemas akan kondisi pasien, pasien terlihat cemas dan gelisah (koping tidak efektif). Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan. KH: Klien terlihat mampu bernafas secara normal dan mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai. Mengajarkan teknik bernapas untuk mengurangi dispnea dan menunjukan koping yang efektif. Intervensi rasional
Bantu dalam mengidentifikasi Pemanfaatan sumber koping yang sumber koping yang ada ada secara konstruktif dalam sangat
mengatasi
Pertahankan hubungan
saling Hubungan
saling
percaya
terapeutik Kaji factor yang menyebabkan Tindakan yang tepat diperlukan timbulnya rasa cemas. dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan Bantu klien mengenali dan Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
I.
IMPLEMENTASI TGL 26 maret 2013 Dx. JAM IMPLEMENTASI RESPON PASIEN DS: Pasien mengatakan sesak napas DO: TD: 130/90 mmHg HR: 96X/menit, T: 36,30C, RR: 32X/menit, SPO2: 87% TTD
1,2
DS:
Pasien
mengatakan
instruksi perawat
1,2
DS:
Pasien
mengatakan
yang lemas dan sesak napas DO: pasien dalam posisi semifowler
11.00 Berikan
oksigen DS:
Pasien
mengatakan
24
nasal 3 lt
sudah tidak sesak napas DO: terpasang oksigen nasal 3lt, SPO2: 96%
DS: lemas
Pasien
mengatakan
2,3
DS:
Pasien
mengatakan
Pasien
mengatakan
masih lemas DO: TD: 130/80 mmHg, T: 36,50C, RR: 26X/menit, HR: 88X/menit, SPO2: 96%
17.45 Mengkaji
Pasien dengan
mengatakan kondisinya
penyebab cemas
stress menerima
terhadap pasien
DS: sudah
Pasien tidak
25
DS:
Pasien
mengatakan
DS:
Pasien
mengatakan
sudah tidak sesak lagi setelah diberikan oksigen tambahan DO: terpasang oksigen nasal 5 lt, RR: 22X/menit, SPO2: 98%
27 Maret 2013
DS:
Pasien
mengatakan
masih lemas DO: TD: 150/100 mmHg, HR: 89x/menit, T: 36,50C, RR: 23x/ menit, SPO2: 98%.
DS: Pasien mengatakan takut jika tidak sembuh DO: Pasien gelisah
13.00 Mempertahankan
DS:-
26
DO: Pasien nampak tiduran, RR: 22X/mnt, SPO2: 98% DS: Pasien mengatakan
14.10 Menganjurkan
pasien untuk tidak lemas beraktivitas berat DO: Pasien terlihat bedress
DS:
Pasien
mengatakan
nyaman jika posisi setengah duduk DO: Pasien dalam posisi semifowler
1,2
DS:
Pasien
mengatakan
napas sudah tidak sesak napas lagi DO: Pasien terlihat tenang
Pasien
mengatakan
merasa lemas DO: TD: 130/ 80 mmHg, RR: 24x/ menit, HR: 84x/ menit, T: 36,000C.
1,2,3 04.00 Mengganti cairan DS: infus RL DO: Cairan lancar, tdak ada sumbatan, dan tidak terjadi pembengkakan.
mikrodrip 20 tpm
28 Maret 2013
DS:
Pasien
mengatakan
masih lemas DO: TD: 140/80 mmHg, RR: 24x/menit, HR: 84x/menit, T: 36.3 0C.
27
DS:
Pasien
mengatakan
1,2
DS:
Pasien
mengatakan
napas sudah tidak sesak napas lagi DO: Pasien tampak tenang
1,2
DS: merasa
Pasien
mengatakan dengan
nyaman
posisi setengah duduk DO: Pasien tampak tenang dengan posisi semi fowler
II.
EVALUASI KEPERAWATAN TANGGAL DK CATATAN PERKEMBANGAN (EVALUASI) 26 2013 Maret 1 SOAP DATANG S: Pasien mengatakan sesak napas, lemas dan cemas O: TD: 130/90 mmHg, RR: 32x/ menit, HR: 96x/ menit, T: 36.30C, SPO2: 87%, pasien bedress, dan nampak gelisah A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1,2,3 SOAP PULANG S: Pasien mengatakan tidak sesak napas setelah dipasang O2 nasal 5 lt, lemas dan terlihat tenang TTD
28
O: Terpasang oksigen nasal 5 lt, RR: 22x/menit, SPO2: 98%, pasien bedress A: Maslah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 2,3
27 2013
Maret
DATA FOCUS DS: Psien mengatakan masih lemas dan merasa cemas terhadap kondisinya DO: Pasien terlihat bedress dan gelisah SOAP DATANG S: Pasien mengatakan masih lemas dan merasa cemas dengan kondisinya sekarang O: Pasien tampak lemas, bedresss dan telihat gelisah A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1,2,3 SOAP PULANG S: Pasien mengatakan merasa lemas O: TD: 130/ 80 mmHg, RR: 24x/ menit, HR: 84x/ menit, T: 36,000C, bedress. A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1,2,3
28 2013
Maret
DATA FOKUS DS: Pasien mengatakan masih lemas DO: TD: 140/80 mmHg, RR: 24x/menit, HR: 84x/menit, T: 36.3 0C. SOAP DATANG S: Pasien mengatakan lemas dan cemas O: TD: 140/80 mmHg, RR: 24x/menit, HR: 84x/menit, T: 36.3 0C, dan pasien terlihat gelisah A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 2,3
29
SOAP PULANG S: Pasien mengatakan sudah tidak sesak napas lagi O: Pasien tampak tenang A: Masalah sudah teratasi P: Hentikan intervensi
30
DAFTAR PUSTAKA Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999 Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997 Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995. Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982. Ralph, Taylor.2011. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarths, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002 Soemantri, Irman.2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medik Tamsuri, Anas.2008. Klien Gangguan Pernafasan. Jakarta : EGC
31