Vous êtes sur la page 1sur 6

Narasumber Waktu

: Prof. Arthani Hasbi : Senin, 1 Novembember 2011

AKHLAK A. Pendahuluan Akhlak secara bahasa atau etimologi memiliki kemiripan arti dengan kata adab, budi pekerti, perilaku, sikap, kelakuan, etiket, karakter, moral, perbuatan, dll. Dari kemiripan kata-kata tersebut terdapat penggolongan perilaku yakni akhlak, etiket, moral, dan mental. Kata etiket sendiri berarti tata cara dalam melakukan sesuatu, menentukan nilai sopan santun yang bersifat lahiriah. Kata moral mengandung arti nilai batin, nilai kejiwaan, dan nilai kepriadian. Sedangkan kata mental mengacu kepada attitude, kecerdasan, kecerdikan bahkan kelicikan. Namun ketiga kata ini lebih bersifat general dan universal, yang dalam arti tidak mengenal agama dalam pelaksanaannya.

B. Isi Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis berarti (1) tabiat, budi pekerti, (2) kebiasaan atau adat, (3) keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, (4) agama, dan (5) kemarahan (al-gadab). Bentuk lain dari kata dasar tersebut yaitu khaliq yang artinya pencipta (Allah) dan makhluq yang artinya yang diciptakan. Dalam hal ini penerapan akhlak tidak lepas dari nilai-nilai agama. Akhlak dapat diartikan sebagai sesuatu yang terdapat dalam hati dan sanubari yang kontak dengan akal fikiran tanpa sulit-sulit berfikir dan menimbulkan refleks bertindak tanpa keraguan. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran. Sebagai contoh, keyakinan akan hal baik yang telah diyakini oleh batin dan fikiran bahwa hal itu baik, maka akan menimbulkan tindakan yang baik pula. Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat di dalam jiwa, maka suatu perbuatan baru disebut akhlak kalau terpenuhi beberapa syarat

1. Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang Kalau suatu perbuatan hanya dilakukan sesekali saja, maka tidak dapat disebut akhlak. Misalnya, pada suatu saat orang yang jarang berderma tiba-tiba memberikan uang kepada orang lain karena alasan tertentu. Dengan tindakan ini ia tidak dapt disebut murah hati atau berakhlak dermawan karena hal itu tidak melekat pada jiwanya. 2. Perbuatan itu timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dahulu sehingga ia benar-benar merupakan suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul karena terpaksa atau setelah dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang, tidak disebut akhlak.

Rasulullah Muhammad SAW diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan akhlak manusia. Tugas yang diberikan Allah kepada Rasullullah ini dapat dikatakan sebagai suatu ujian, karena akhlak merupakan suatu yang vital bagi pencerminan perilaku manusia dan tugas menyempurnakan atau memperbiki akhlak manusia bukanlah hal yang mudah. Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlaq al-karimah. Hal ini tercantum antara lain dalam sabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Ahmad *Baihaqi, dan *Malik); Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya. (HR. *Tirmidzi); Orang yang paling baik keislamannya ialah orang yang paling baik akhlaknya. (HR. Ahmad); Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik adalah sesuatu yang paling banyak membawa manusia ke dalam surga. (HR. Tirmidzi); dan Tidak ada sesuatu yang lebih berat dari timbangan orang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang baik. (HR. Tirmidzi) Akhlak Nabi Muhammad SAW disebut juga akhlak Islam, karena akhlak ini bersumber dari Al-Quran, dan Al-Quran datang dari Allah SWT, maka akhlak Islam mempunyai ciri-ciri

tertentu yang membedakannya dengan akhlak wadiah(ciptaan manusia). Ciri-ciri tersebut antara lain: 1. Kebaikannya bersifat mutlak (al-khairiyyah al mutlaqah), yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan kebaikan murni, baik untuk individu maupun untuk masyarakat, di dalam lingkungan, keadaan, waktu, dan tempat apapun; 2. Kebaikannya bersifat menyeluruh (as-salahiyyah al-ammah), yaitukebaikan yang terkandung didalamnyamerupakan kebaikan untuk seluruh umat manusia di segala zaman dan di semua tempat; 3. Tetap, langgeng, dan mantap, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya bersifat tetap, tidak berubah oleh perubahan waktu dan tempat atau perubahan kehidupan masyarakat; 4. Kewajiban yang harus dipatuhi (al-izlam al-mustajab), yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi orang yang tidak melaksanakannya; 5. Pengawasan yang menyeluruh (ar-rabaqah al-muhitah).

Dalam akhlak dibicarakan tatacara hablumminallah (hubungan dengan Allah) dan hablumminannas (hubungan dengan manusia) yang baik sesuai ajaran islam. Terkait hal ini, terdapat istilah akhlak mahmudah yakni akhlak terpuji dan akhlak mazmumah yakni akhlak yang tercela. Dalam membina hubungan dengan Allah dan ciptaan Nya dibutuhkan akhlak atau perilaku yang baik. Dalam AI-Quran surat An-Nisa Allah Menjelaskan: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membamggabanggakan diri. (QS An-Nisa[4]: 36). Jadi, dalam menjalin hubungan dengan Allah dan ciptaan Nya dibutuhkan akhlak manusia yang baik dan terpuji.

Zat Allah: tidak ada satupun yang menyerupai Allah Tauhid


Allah

Sifat Allah: sifat wajib Allah yang 20 Asma Allah: Allah yang 98 nama-nama

Afal: berperilaku terhadap Allah Ibadah (doa, zikir, syahadat, sholat, puasa, zakat, haji, dll)
Akhlak manusia yang terpuji terhadap Sesama

(nabi, orang tua, kerabat, teman, guru, pemimpin, orang yang meninggal)

fauna
Alam

flora benda mati

Dalam kehidupan terdapat beberapa kriteria dasar yang penting diterapkan sebagai nilai dasar keislaman yang disebut Ushulul Khomsah, yakni: 1. Hifzuddin, yang artinya memelihara nilai keyakinan dan keagamaan. Dalam kehidupan penerapan nilai ini dapat dilakukan dengan memelihara ibadah dan menjaga pengamalan rukun islam. 2. Hifzunnafs, yang artinya memelihara jiwa dan kehidupan. Penerapan nilai ini dapat dilakukan dengan adanya upaya atau ikhtiyar untuk menyembuhkan diri dari berbagai penyakit dengan tidak menyerah pada takdir kematian. 3. Hifzunnasl, yang artinya memelihara keturunan. Dalam islam, diharamkannya berzina merupakan suatu bentuk upaya menjaga keturunan agar tetap berada dalam garis keturunan yang sah sehingga setiap individu yang dilahirkan ke bumi ini dapat merasakan kasih sayang orang tua yang sesungguhnya.

4. Hifzulaqli, yang artinya memelihara akal fikiran. Akal merupakan suatu nikmat luar biasa dari Allah yang diberikanNya khusus untuk manusia, oleh karena itu, akal harus dipelihara dari hal-hal buruk dan maksiat yang tidak diridhai Allah agar tidak merusak fitrah akal. 5. Hifzulmaal, yang artinya memelihara harta kekayaan. Harta kekayaan merupakan rezeki yang diberikan Allah untuk hamba-hambaNya. Keberadaan harta harus dipelihara dari segala bentuk maksiat seperti korupsi, perjudian, riba, dan lain sebagainya dengan memperbanyak zakat, wakaf, sedekah kepada saudara kita yang membutuhkan. Kelima nilai diatas merupakan dasar-dasar untuk beragama yang baik. Selain itu terdapat pula nilai dasar beragama yang disebut Qowaidul Fiqhiyyah atau kaidah-kaidah fiqih yang penting dilaksanakan dalam penerapan akhlak manusia, diantaranya: 1. Prinsip niat, pada dasarnya segala tindakan yang kita lakukan harus berdasarkan pada niat. 2. Yakin 3. Al-masaqqah, dalam melakukan tindakan hendaknya menghindari berbagai kesulitan yang menghambat 4. Ad-dar, dalam melakukan tindakan hendaknya menjauhkan hal-hal yang dapat mengakibatkan kemudharatan (bahaya) 5. Al-urfi, dalam melakukan tindakan hendaknya mengedepankan adab kebiasaan dan perilaku baik

Nilai-nilai diatas merupakan nilai vital yang harus diperhatikan dalam menjalankan akhlak islamiyah yang mahmudah.

C. Daftar Pustaka Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1999. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Wahyuddin, Achmad etal. 2007. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Grasindo Kurniawan, Beni. 2009. Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Grasindo

Vous aimerez peut-être aussi