Vous êtes sur la page 1sur 18

Askep Efusi Pleura

A. Pengertian Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson 2005).Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi ronggadada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps. Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa mililiter cairan.

B. Etiologi Berbagai penyebab timbulnya effusi pleura adalah :

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik. Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit. Trauma Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik dan uremia.

C. Patofisiologi Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh prluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau perforasi

karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan. Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi engembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata. Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2) 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) 50 mmHg melalui pemeriksaananalisa gas darah. D. Tanda dan Gejala

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Batuk Dispnea bervariasi Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik) Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi. Perkusi meredup diatas efusi pleura. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura. Fremitus fokal dan raba berkurang.

10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik, bronkiektasis, abses dan TB paru.

E.Pemeriksaan Penunjang

1.

Rontgen Toraks

Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.

2.

CT Scan Thoraks

Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.

3.

Ultrasound

Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.

4.

Torakosentesis

F. Penatalaksanaan Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.

1. 2. 3. 4. 5.

Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine). Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea. Water seal drainage (WSD)

Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

6. 7.

Antibiotika jika terdapat empiema. Operatif.

Askep Efusi Pleura

G. Komplikasi 1. Fibrotoraks Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut. 2. Atalektasis Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura. 3. Fibrosis paru Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis. 4. Kolaps Paru Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru. Askep Efusi Pleura

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura

A. Pengkajian

1.

Anamnesis:

Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi tuberkulosis.

2.

Kebutuhan istrahat dan aktifitas

Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak. Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).

3.

Kebutuhan integritas pribadi


4.

Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan dan harapan Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan

Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri


5.

Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang istrahat/kelelahan

Kebutuhan Respirasi

Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.


6.

Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah Dapat pula ditemukan deviasi trakea

Kebutuhan Keamanan


7.

Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub febris Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris

Kebutuhan Interaksi sosial

Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola peran.

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau hilang. Gerakan pernapasan menurun atau asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan fisik sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus kostalis yang menghilang dan gambaran batas cairan melengkung. Pemeriksaan Diagnostik Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 72 jam setelah injeksi. Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung. Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis) Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.

B Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :

1. 2. 3. 4.

Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia

C. Intervensi 1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk. NOC :

Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status pernafasan, pertukaran gas dan ventilasi yang tidak berbahaya :

- Mempunyai jalan nafas yang paten - Mengeluarkan sekresi secara efektif. - Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang normal. - Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.

Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :

- Mudah bernafas - Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea. - Saturasi O2 dalam batas normal - Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan. NIC :

Kaji dan dokumentasikan

- Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain. - Keefektifan pengobatan. - Kecenderungan pada gas darah arteri.

Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi hambatan. Penghisapan jalan nafas

- Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal. - Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung sebelum, selama dan setelah penghisapan.

Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas sekresi. Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya oksigen, alat penghisap lender. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruang perawatan. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi. Rundingkan dengan ahliterapi oernafasan sesuai dengan kebutuhan. Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi. Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal. Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi. Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi. Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur pasien diubah tiap 2 jam. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan kecemasan dan peningkatan kontrol diri.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis. NOC :

Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status pernafasan yang tidak bermasalah. Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :

- Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.

- Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas. - Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan - Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal. NIC :

Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas, produksi sputum. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter. Pantau hasil analisa gas darah. Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse) Peningkata frekuanse pemantauan pada saatpasien tampak somnolen. Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut. Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan. Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi. Ajarkan batuk yang efektif. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD dan alat Bantu yang dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi pasien. Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil AGD dan efek dari pengobatan. Berikan obat-obat yang diresepkan. Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, untuk menurunkan ansietas. Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea.

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum. NOC :

Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari. Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :

> Menyadari keterbatasan energi. > Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat. > Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas. NIC :

Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas. Tentukan penyebab keletihan. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi. Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen.

Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan. Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat. Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan ambulasi yang dapat ditolerir. Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan. Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas. Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia. NOC :

Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya makanan oral, pemberian makanan lewat NGT atau nutrisi parenteral. Mempertahankan berat badan dalam batas normal. Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.

NIC :

Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan. Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit. Ketahui makanan kesukaan pasien. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan. Timbang pasien pada interval yang tepat. Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal. Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan. Bantu makan sesuai kebutuhan. Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan.

DAFTAR PUSTAKA Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Terjemahan, Jakarta : EGC. NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Alih Bahasa : Budi Santosa, Prima Medika, Jakarta Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.

KATA PENGANTAR Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Medikal Bedah 1 ( KMB 1 ) ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan keluarga yang membantu memberikan semangat dan dorongan demi terwujudnya karya ini, yaitu makalah Keperawatan Medical Bedah 1 (KMB 1) ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu Ns. Febbryanti, S.Kep yang telah membantu kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis makalah ini. Atas bimbingan yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang juga membantu kami dalam penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang sempurna.Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan tujuan untuk menyempurnakan makalah ini. Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin, baik itu bagi diri sendiri maupun yang membaca makalah ini. Padang, 25 November 2012 Penulis

BAB I PENDAHULUAN 1. I. LATAR BELAKANG

Efusi pleura merupakan penyakit sauran pernapasan. Penyakit ini bukan merupakan suatu disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita (WHO). Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002). Secara geografis penyakit ini tersdapat diseluruh dunia bahkan menjadi masalah utama di negara negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan di Indonesia. Penyakit efusi pleura dapat ditemukan sepanjang tahun dan jarang dijumpai secara sporadis tetapi lebih sering bersifat epidemikk di suatu daerah. Pengetahuan yang dalamtentang efusi pleura dan segalanya merupakan pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan yang tepat. Disamping pemberian obat, penerapan proses keperawatan yang tepat memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyembuhan dan pencegahan, guna mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat efusi pleura. 1. II. TUJUAN 2. Tujuan Umum Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien efusi pleura 1. Tujuan Khusus Setelah melakukan pembelajaran tentang asuhan keperawatan dengan efusi pleura. maka mahasiswa/i diharapkan mampu : 1. 2. 3. 4. 5. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan efusi pleura Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan efusi pleura Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan efusi pleura

Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan efusi pleura Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan efusi pleura BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. I. DEFENISI Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan ( terjadi penumpukkan cairan dalam rongga pleura).Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111). Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995) Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis). 1. II. ETIOLOGI

Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar : Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik Penurunan tekanan osmotic koloid darah Peningkatan tekanan negative intrapleural Adanya inflamasi atau neoplastik pleura Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik. Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit. Trauma Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik dan uremia III. MANIFESTASI KLINIS Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sputum. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

1. 2. 3. 4.


1.

1. ANATOMI FISIOLOGI Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari; sel-sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluhpembuluh darah kapiler, dan pembuluh pembuluh getah bening. Seluruh jaringan tersebut memisahkan paruparu dari dinding dada dan mediastinum.Pleura terdiri dari 2 lapisan yang berbeda yakni pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yakni: 1. Pleura viseralis, bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 um). Diantara celah celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Dibawah selsel mesotellial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan seratserat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Arteri pulmonalis dan Arteri brakialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseral ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. 2. Pleura parietalis, disini lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan seratserat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persyarafan ini berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya. 1. V. PARASITOLOGI Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura.dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.

Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat) , sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder ( akibat samping) terhadap peradangan atau adanya neoplasma. Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah jantung/gagal jantung kongestif.Saat jantung tidak dapat memompakkan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada didalam pembuluh darah pada area tersebut bocor dan masuk kedalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang abnormal/berlebihan.Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukkan cairan pleura dan reabsorbsi yang berkurang.Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura. Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada kekakuan relatif paru dan dinding dada.Pada volume paru dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil keluar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil kedalam. 1. Pleura VI. WOC

Keseimbangan antara cairan dan elektrolit Peningkatan tekanan Pneumonalis peningkatan permaebili kapiler

Transudat

eksudat

Penimbunan trransudat perluasan infeksi Dalam rongga pleura

emplema Cairan tertimbun pada dasar paru2

Cairan neorologis

Efusi pleura

Menghambat funfsi paru

Gagal napas 1. Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002). 1) Transudat VII. KLASIFIKASI

Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (Suzanue C

Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena ketidakseimbangan tekanan hidrostaltik atau ankotik. Transudasi menandakan kondisi seperti asites, perikarditis. Penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan. 2) Eksudat

Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus. Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif. TBC, pneumonia, infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme paru, infeksi parasitik. VIII. KOMPLIKASI 1. Fibrotoraks Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut. 1. Atalektasis Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura. 1. Fibrosis paru Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis. 1. Kolaps Paru Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru. 1. IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Sinar Tembus Dada Yang dapat terlihat dalam foto efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya. 1. Torakosintesi Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Torakosentesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9 garis aksila posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok pleural ( hipotensi ) atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat mengembang. 1. Biopsi Pleura Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak, hemotorak, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada. Pendekatan pada Efusi yang tidak terdiagnosis Pemeriksaan penunjang lainnya: Bronkoskopi: pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses paru. Scanning isotop: pada kasus-kasus dengan emboli paru. Totakoskopi ( fiber-optik pleuroscopy ) : pada kasus dengan neoplasma atau TBC. PERBEDAAN CAIRAN TRANSUDAT DAN EKSUDAT

No 1 2 Warna Bekuan

Transudat Kuning pucat, jernih -

Eksudat Jernih,keruh,purulen,hemoragik -/+

3 4 5

Berat jenis Leukosit Eritrosit

< 1018 <1000Ul Sedikit

>1018 Bervariasi,>1000uL Biasanya banyak Terutama polimorfonuklear (PMN) >50% serum >60% serum =/<plasma 4-6 % atau lebih >50% serum -/+

6 7 8 9 10 11 12
1. X.

Hitung jenis Protein total LDH Glukosa Fibrinogen Amilase Bakteri


PENATALAKSANAAN

MN(limfosit/mesotel) <50% serum <60% serum = plasma 0,3- 4 % -

Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasari untuk mencegah kembali penumpukan cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang mendasari. 1. 2. 3. 4. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, mengumpulkan spesimen untuk analisis, dan menghilangkan dispnea. Selang dada dan drainase water-seal mungkin diperlukan untuk pneumotoraks ( kadang merupakan akibat torasentesis berulang ) Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pleura dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut. Modalitas pengobatan lainnya : radiasi dinding dada, operasi pleuraktomi, dan terapi diuretik. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

1.

1.

PENGKAJIAN

Identitas klien Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).

Keluhan Utama Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

Riwayat penyakit sekarang Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

Riwayat penyakit keluarga Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya. Riwayat psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).

1.

Pola fungsi kesehatan Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit. Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek. 1. Pola nutrisi dan metabolik Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah. Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun. 1. Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi. 1. Pola aktivitas dan latihan Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya. Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas. 1. Pola tidur dan istirahat Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat. 1. Pola hubungan dan peran Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular. 1. Pola sensori dan kognitif Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan. 1. Pola persepsi dan konsep diri Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan

kehilangan gambaran positif terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya. 1. Pola reproduksi dan seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada. 1. Pola penanggulangan stress Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya. Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan. 1. Pola tata nilai dan kepercayaan Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan. Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.

Status Kesehatan Umum Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien. 1. 2. DIAGDOSA

Pemeriksaan fisik

Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis 1. 3. INTERVENSI A. 1. Dx 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler Tujuan :tidak adanya gangguan pertukaran gas Kriteria hasil : Klien akan :

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas

Memperluihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Intervensi Rasionalisasi Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas , kelelahan Rasional : Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan gejala distress pernafasan.

Melaporkan berkurangnya dyspnea

Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan perubahan warna kulit, membran mukosa danclubbing finger. Rasional : Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi Rasional : Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas (Doengoes, Marilyn (1989))
1. 2. Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas Tujuan : Bersihnya jalan napas Kriteria hasil : Memperlihatkan perilaku mempertahankan bersihan jalan napas Intervensi

Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten

Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori

Rasional : Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas.

Atur posisi semi fowler Rasional :Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari Rasional :Intake cairan mengurangi penimbunan sekret, memudahkan pembersihan Kolaborasi emberian oksigen lembab Rasional : Mencegah mukosa membran kering, mengurangi secret
(Doengoes, Marilyn (1989) 1. 3. Dx 3 : . Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis Tujuan : penyebaran infeksi teratasi Kriteria hasil : Klien akan dapat :

Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi. Intervensi :

Mengidentifikasi cara pencegahan dan penurunan resiko penyebaran infeksi

Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet air borne Rasional : Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan perawatan untuk mencegah penularan pada orang lain dan mencegah komplikasi
Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue. Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan dengan baik Rasional : Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah penularan infeksi

Monitor suhu sesuai sesuai indikasi Rasional : Reaksi febris merupakan indikator berlanjutnya infeksi
Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum selama terapi Rasional : Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan respons klien

Kolaborasi pemberian INH, etambutol,rifampicin. Rasional :Inh merupakan pilihan obat untuk klien beresiko terhadap perkembangan TB dan dikombinasikan dengan primary drugs lain jhususnya pada penyakit tahap lanjut.(Doengoes, Marilyn (1989)

BAB III PENUTUP 1. I. KESIMPULAN Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudatyang diakibatkan karena terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bekteri atau virus. Gejala klinis efusi pleura yaitu nyeri pada pleuritik dan batuk kering dapat terjadi, cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200 300 ml. Tanda tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan fremitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara napas. 1. II. SARAN

Untuk Instansi

Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan

Untuk Klien dan Keluarga

Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai. DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC : Jakarta Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika Suriadi, skp, msn & rita yuliani, skp. M.psi, asuhan keperawatan pada anak, edisi 2. Jakarta 2010

EFUSI PLEURA GANAS, patofisiologi


Ada berbagai mekanisme timbulnya efusi pleura pada keganasan, secara garis besar dibagi menjadi langsung dan tidak langsung sebagai berikut: Secara langsung

Metastasis ke pleura dengan peningkatan permeabilitas permukaan pleura Metastasis dengan obstruksi pembuluh limfe di pleura

Pembesaran kelenjar getah bening mediastinum yang mengakibatkan penurunan kemampuan drainase pleura melalui sistem limfatik Sumbatan di duktus torakikus (kilotoraks) Obstruksi bronkus, menyebabkan penurunan tekanan intrapleura Gangguan perikardial Secara tidak langsung Hipoproteinemia Emboli paru Pasca radioterapi

Beberapa pasien dengan tumor yang bemetastasis ke pleura akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas permukaan pleura sehingga volume cairan yang masuk ke rongga pleura akan lebih banyak daripada volume cairan yang dapat dikeluarkan. Sebaliknya, penurunan kemampuan untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura juga dapat menyebabkan terjadinya efusi pleura. Penurunan drainase limfatik ini disebabkan oleh dua mekanisme yang berbeda. Mekanisme pertama, karena cairan yang meninggalkan rongga pleura menuju daerah pembuluh limfe di pleura parietal, maka metastasis di pleura parietal dapat menyumbat saluran tersebut sehingga menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura dan pada akhirnya akan terjadi penumpukan cairan pleura. Mekanisme kedua, karena pembuluh limfe dari pleura parietal terutama mengalir menuju kelenjar getah bening mediastinal, maka suatu keganasan yang menyerang daerah mediastinal baik itu primer atau metastasis akan menyebabkan penyumbatan saluran ini sehingga kemampuan drainase cairan pleura berkurang. Keganasan juga dapat menimbulkan efusi pleura dengan penyumbatan duktus torakikus dan efusi pleura yang terjadi adalah kilotoraks. Keganasan adalah penyebab kedua kilotoraks sedang penyebab tersering adalah trauma. Dari seluruh keganasan yang menyebabkan kilotoraks, 70% disebabkan oleh limfoma. Mekanisme lainnya adalah obstruksi bronkus. Ketika neoplasma menyebabkan obstruksi bronkus utama atau bronkus salah satu lobus, parenkim paru sebelah distal tempat obstruksi akan mengalami atelektasis. Atelektasis paru atau bronkus akan menyebabkan timbulnya tekanan negatif dalam rongga pleura sehingga akan terjadi akumulasi cairan dalam rongga pleura dan pada akhirnya akan terbentuk efusi pleura. Efusi perikardial yang disebabkan peningkatan tekanan hidrostatik baik sistemik maupun lokal (pada sirkulasi pulmonal), bisa menyebabkan timbulnya efusi pleura dan biasanya jenis transudat. Tidak semua efusi pleura ganas disebabkan oleh kelainan intratorakal akibat keganasan. Banyak pasien keganasan mengalami malnutrisi sehingga terjadi hipoproteinemia, dan kondisi ini dapat menimbulkan efusi pleura. Emboli paru yang sering terjadi pada keganasan sering menyebabkann efusi pleura. Selain itu pasien dengan keganasan intratoraks sering menjalani radioterapi pada toraks, dan terapi ini dapat menyebabkan efusi pleura. Efusi pleura bisa juga terjadi pada beberapa jenis kemoterapi.

Vous aimerez peut-être aussi