Vous êtes sur la page 1sur 13

ELEMEN INTERIOR RUANG PENGKONDISIAN MELIPUTI PENCAHAYAAN, PENGHAWAAN DAN KEBISINGAN KAITANYA DENGAN KENYAMANAN Disusun dalam rangka

memenuhi tugas Mata Kuliah Ergonomi

Disusun Oleh : Krishna Tri Nugraha NIM. 12150126

Dosen Pengampu: Putri Sekar Hapsari, S.Sn

POGRAM STUDI DESAIN INTERIOR JURUSAN DESAIN FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan Di negara yang beriklim panas-lembap tropis seperti negara Indonesia memiliki banyak permasalahan dalam perancangan bangunan atau rumah tinggal, karena harus menyesuaikan dengan kondisi alam yang ada. Perencanaan dalam pembangunan harus meliputi segala aspek yang harus di perhatikan, seperti kaitanya dengan kenyamanan. Kenyamanan merupakan sebuah kebutuhan yang mendasar manusia karena berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan. Dibutuhkan sebuah perencanaan yang meliputi pencahayaan, penghawaan dan kebisingan untuk mencapai sebuah bangunan yang nyaman. Perkembangan penataan ruang interior pada suatu bangunan saat ini merupakan suatu hal yang selalu jadi pertimbangan dan direncanakan dengan baik supaya menghasilkan sebuah karya desain yang dapat diterima dan dinikmati masyarakat luas serta memiliki nilai lebih dari desain yang pernah ada sebelumnya. Desain interior merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam mengolah bagian dalam sebuah ruangan, khususnya pada bangunan yang didalamnya mengadung unsur komersial. Tentunya selain itu desain interior dimaksudkan untuk menambah nilai kenyamanan pada seseorang yang berada didalamnya. Perencanaan interior pada masa globalisasi dan pesatnya pekembangan teknologi ini harus menyesuaikan dengan perkembanganya. Bukan hanya unsur moderen dan minimalis yang terdapat dalam desain masa kini tetapi harus meninjau dari segi alam dan lingkungan yang ada. Permasalahan muncul dengan pesatnya perkembangan dunia teknologi seperti kebisingan yang mengganggu kenyamanan dalam rumah tinggal yang di sebapkan suara dari luar rumah seperti suara mesin dan kendaraan bermotor. Permasalahan penghawaan udara juga merupakan permasalahan yang di hadapi dalam mendesain sebuah ruangan dengan isu pemanasan global saat ini merupakan permasalahan yang penting. Indonesia khususnya merupakan negara beriklim tropis yang memiliki suhu udara yang panas dan kelembapan yang tinggi dengan permasalahan itu patutlah di perhatikan dalam perencanaan sebuah bangunan. Dalam perencanaan ruang interior memiliki elemen-elemen yang harus dipenuhi seperti elemen ruang pengkondisian yang merupakan syarat standar dalam perencanaan desain, maka sangat penting mengetahui arti, makna dan definisi sebuah elemen ruang pengkondisian. Memahami konsep perencanaan ruang pengkondisian sangat lah penting untuk di pelajari, untuk mencapai sebuah ruangan yang nyaman tentu harus dengan perencanaan yang matang meliputi perencanaan pencahayaan, penghawaan dan kebisingan.

1.2 Perumusan Masalah Berdasar latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut. 1.2.1 Bagaimana pengertian dari ruang pengkondisian mencakup pencahayaan, penghawaan dan kebisingan ditinjau dari segi ergonomi/ kenyamanan dan dalam penerapanya?

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada pertanyaan penelitian tersebut di atas maka tujuan penelitian ini hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, yaitu: 1.3.1 Mendiskripsikan elemen interior ruang pengkondisian di tinjau dari segi ergonomi/ kenyamanan dan dalam penerapanya.

1.4 Manfaat Penelitian Hasil tulisan ilmiah ini dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat khususnya mereka yang memiliki kepentingan dalam dunia arsitektur dan desain interior. Tulisan ini pun diharapkan dapat membantu para mahasiswa dalam merancang desain interior dapat meninjau aspek-aspek ruang pengkondisian demi kenyamanan.

1.5 Pembatasan Masalah Mengingat adanya berbagai keterbatasan teknis, maka penelitian ini akan di batasi pada beberapa hal tertentu saja, antara lain; penelitian hanya akan dengan studi tinjauan pustaka dengan buku-buku reverensi yang dapat di pertanggungjawabkan kebenaranya. Tulisan ini hanya membahas tentang ruang penhkondisian yang melipti pencahayaan, penghawaan dan kebisingan yang berkaitan dengan kenyamanan.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pencahayaan Cahaya merupakan energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang kasat mata. Cahaya dipancarkan ke semua arah. Walaupun demikian, sebaran cahaya memiliki sudut pancar yang lebih luas dibandingkan dengan sudut pancar dari sumbernya. Sementara itu, intensitas cahaya pada suatu jarak tertentu lebih kecil daripada intensitas cahaya pada sumbernya. Jadi, semakin jauh pancarannya, sudut sebaran cahaya akan semakin lebar, sedangkan intensitasnya berkurang. Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang dipantulkan oleh permukaan benda. Hal ini berkaitan dengan kekuatan warna dan tekstur benda. Permukaan yang mengilat dengan warna terang akan lebih banyak memantulkan cahaya jika dibandingkan dengan bidang yang gelap dan bertekstur kasar. Oleh karena itu, secara visual objek yang memiliki permukaan halus dan berwarna terang akan terlihat lebih jelas, meskipun keduanya disinari dengan intensitas yang sama. (Dwimirnani, Putri. Rahman, Mariana. Tata Cahaya Interior Rumah Tinggal. 2010.) Pencahayaan atau penerangan adalah salah satu unsur yang berpotensi dalam menyehatkan manusia. Cahaya tidakhanya berguna untuk kesehatan fisik namun juga untuk kesehatan pesikologis, karena cahaya yang terang akan memberi efek pesikologis yang meringankan dan menyenangkan dan membuat manusia lebih energik, sedangkan cahaya temaram membuat ritme kehidupan manusia lebih lambat dan relaks. Namun, harus diingat, cahaya yang kurang dari yang dibutuhkan akan menciptakan kesan tertekan. Cahaya matahari di sianghari akan menyehatkan tubuh, sedangkan pencahayaan buatan di malam hari berfungsu untuk menerangi sehingga mata dapat melihat di dalam kegelapan. Dari sisi kesehatan fisik, cahaya yang kurang dari jumlah yang dibutuhkan akan merusak mata dan menyebapkan kecelakaan, sehingga pencahayaan harus ditata dengan cermat. (Akmal, Imelda. Rumah Mungil yang Sehat. 2005.) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia menyadari bahwa pencahayaan tidak sama halnya dengan penerangan. Dalam tata cahaya, kejelasan visual berkolaborasi dengan factor estetika demi terciptanya kenyamanan. Keadaan ini belum tentu terlihat secara kasat mata, tetapi dapat dirasakan oleh siapa pun. Seiring dengan kesadaran akan kenyamanan visual, kebutuhan tata cahaya pun merambah hingga ruang-ruang residensial. Walaupun demikian, keberadaan cahaya bukan berarti hanya untuk mengejar estetika visual. Pencahayaan yang baik harus mampu meningkatkan efisiensi energi, efektivitas fungsi, dan pemenuhan aspek dekoratif. (Dwimirnani, Putri. Rahman, Mariana. Tata Cahaya Interior Rumah Tinggal. 2010.) Pencahayaan dibagi menjadi dua jenis yaitu pencahayaan Alam dan buatan manusia, pencahayaan alam merupakan cahaya yang terdapat di alam, di mana cahaya matahari, bulan ataupun bintang merupakan sumbercahaya yang penting. Tetapi karena manusia membutuhkan cahaya tambahan, mereka kemudian menciptakan cahaya buatan. (Karlen, Mark. James, Banya. Dasar-Dasar Desain Pencahayaan. 2007.)

2.1.1

Pencahayaan Alam.

Matahari merupakan sumber pencahayaan alam yang sangat besar dan baik untuk di manfaatkan secara maksimal. Pencahayaan matahari sangat baik untuk ruang interior, kamar, kantor, sekolah, dan ruang kerja yang membutuhkan cahaya yang maksimal. Jendela, skylight, dan bentuk lain bukaan digunakan untuk membawa masuk cahaya matahari ke dalam bangunan. Pencahayaan alam ini di sukai karena sangat baik bagi kesehatan manusia, salain itu dengan pencahayaan alam manusia dapat lebih baik untuk melihat. (Karlen, Mark. James, Banya. DasarDasar Desain Pencahayaan. 2007.) Cahaya yang paling baik adalah yang berasal dari sinar matahari yang memiliki tujuh spektrum warna yang lengkap, atau tepatnya sinar matahari pagi. Cahaya matahari juga mengandung ultraviolet yang berfungsi membunuh bakteri yang berbahaya bagi kesehatan serta mampu menghindarkan kita dari penyakit tuberkulosis. (Akmal, Imelda. Rumah Mungil yang Sehat. 2005.)

2.1.2

Pencahayaan Buatan

Selain Matahari sebagai sumber cahaya alam, terdapat pula sumber cahaya alternatif atau buatan. Sumber cahaya buatan yang sering digunakan saat ini berwujud lampu. Sumber pencahayaan buatan dapat di peroleh melalui beberapa sumber, api, gas, minyak dan listrik dan masih banyak lagi karena perkembangan teknologi yang semakin pesat. Messkipun lampu atau pencahayaan buatan tidak memiliki sinar ultraviolet dan spektrum warna yang mampu menjaga kesehatan tubuh, namun penerangan buatan tidak kalah penting untuk memberi cahaya dimalam hari. Oleh karena itu, pemilihan penerangan buatan yang sesuai untuk keamanan serta kesehatan rumah tetap harus dipertimbangkan secara cermat. (Akmal, Imelda. Rumah Mungil yang Sehat. 2005.)

2.2 Penghawaan Penghawaan atau pengudaraan, seperti halnya manusia rumah juga perlu bernapas sehingga manusia sebagai penghuni di dalamnya dapat bernafas dengan baik pula. Oleh karena itu, pengudaraan yang baik sangat penting artinya bagi rumah. Udara bersih, sehat dan segar sudah semestinya didapat dalam rumah sehingga menciptakan energi serta kesehatan yang baik. Ventilasi udara yang mampu mengalirkan udara dengan baik, udara di dalam rumah yang bebas polusi akan sangat membantu terciptanya kondiisi rumah yang nyaman, aman, dan sehat untuk ditinggali. Polusi udara dalam rumah dapat disebabkan oleh dua aspek. Pertama, masuknya udara kotor dari luar rumah ke dalam rumah. Bila lokasi rumah berada di kawasan perkotaan yang padat serta sangat minim unsur hijaunya, hendaknya rumah menghindari masuknya udara luar yang berpolusi dan menggantikanya dengan sistem ventilasi interior yang baik, misalnya dengan menanam tanaman di sekitar dan dalam rumah sebagai filter dan buffer, menggunakan fan sebagai sumber pergerakan udara, atau bahkan AC jika dibutuhkan. Kedua, polusi udara yang disebabkan dari dalam rumah itu sendiri misalnya material bangunan, kondisi rumah, dan lainlain. Polusi udara kedua ini dapat dikontrol sejak rumah didesain dan juga tahap pembanguan. Pilihlah material bangunan yang seminimal mungkin menimbulkan polusi udara. Material

bangunan hendaknya dipilih berdasarkan komposisi unsur kimianya, sejauh mana unsur alam material tersebut, dan emisi gasnya. Rumah yang memiliki resiko polusi udara paling besar adalah rumah baru atau rumah yang setelah direnivasi total karena bahan-bahan material baru berpotensi menyebarkan polusi udara dari bahankimia yang dikandungnya. Perhatikan baik-baik ketika memilih bahan bangunan dan finishing-nya. Hindari bahan yang mengandung logam berat terutama yang dapat menimbulkan karsinogen atau efek samping lainya. Kandungan total Volatele organic compouns tidak boleh melebihi batas 15% dari berat produk itu sendiri. Tunggulah bebarapa saat sebalum menghuni rumah baru, setidak-tidaknya 2 bulan setelah rumah selesai. Semakin lama usia material rumah, semakin sedikit polusi yang tercipta dari bahan bangunan. Oleh karena itu, furnitur antik yang tidak di-finishing ulang termasuk furnitur yang ideal untuk mendapat rumah sehat. (Akmal, Imelda. Rumah Mungil yang Sehat. 2005.) Pada dasarnya kenyamanan manusia dalam bangunan dapat dirasakan secara fisik maupun non fisik. Kenyamanan fisik didasarkan pada kebutuhan standar, sedangkan non fisik pada persepsi manusia. Pembahasan dititik beratkan pada kenyamanan fisik pengudaraan, pencahayaan, dan bunyi/ kebisingan. Kenyamanan pengudaraan ruang ditentukan 3 faktor yaitu: a. Temperatur/ suhu b. Kelembaban c. Aliran udara (Eddy, Firman. Jurnal Pengkondisian Ruang. 2004)

2.3 Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia. Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam. Kebisingan merupakon aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan ruang dan bangunan. Karena mempengaruhi kenyamanan, ketenangan, maupun konsentrasi dalam melakukan kegiatan. Dalam hal ini kebisingan ditentukan oleh unsur- unsur bunyi yaitu: a. Tingkat bunyi (perbandingon dua tekanan bunyi yang lain Pn dan Pnn oleh telinga). b. Nyaring bunyi (Fonn/phon : kesatuan kenyaringan subyektif yang diterima telinga). c. Pantulan dan Serapan bunyi. Kebisingan tergantung pada kebiasaan masing-masing yang disebut bunyi ambang, yaitu kebisingan yang biasa dalam suatu ruangan, yang berasal dari bermacam-macam sumber bunyi dan sudah terbiasa pada kita. Sehingga tidak merasa terganggu olehnya. Suatu kebisingan mengganggu ataupun tidak tergantung dan pikiran dan keinginan dari pendengarnya. Namun walaupun terbiasa dengan suatu kebisingan, hal ini dapat mengakibatkan kerugian fisik maupun psikis. Contohnya, sampai tingkat bunyi 65 db (mesin tik listrik berjarak 3 ml dapat menimbulkan kegelisahan psikis (bingung, gemetar, peka, dan letih).

Kebisingan dari laur bangunan terutama pada jalan- jalan dengan kepadatan tinggi mempunyai intensitas lebih kurang 70 db, tidak terlalu mengganggu untuk ruang-ruang yang tertutup (memakai ACI atau dengan peredam kebisingan yang baik. Sedangkan kebisingan dari dalam akibat penggunaan mesin/alat, gerak dari kegiatan yang terjadi, maupun karena suara dari percakapan. Slander tingkat bunyi yang dapat diterima pada ruang kegiatan berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan kegiatan yang berlangsung dalam ruang. (Eddy, Firman. Jurnal Pengkondisian Ruang. 2004)

2.3 Standar baku serta penerapan untuk kamar tidur

2.3.1 Standar baku Pencahayaan Standar Pencahayaan Alam Sesungguhnya tidak sulit menciptakan penerangan alam yang cukup untuk kamar. Karena bukaan yang kecil sudah cukup untuk menerangi ruang mungil, sesuakan saja dengan luas lantai, yaitu luas bukaan minimul 20% dari luas lantai. Kendala yang sering di hadapi adalah apabila tampak rumah sangat sempit sehingga rumah saling menempel dengan tetangga kiri kanannya. Bila hal ini terjadi, layout open plan lebih ideal untuk diterapkan, membuat bukaan yang banyak pada depan dan belakang rumah supaya ruangan dalam seperti kamar dapat pencahayaan dari sinar matahari. (Akmal, Imelda. Rumah Mungil yang Sehat. 2005.) Standar Pencahayaan Buatan Pada umumnya sebuah lampu yang terletak pada central plafon sudah menerang ruangan yang maksimal berukuran 4 m x 4 m. Lebih dari itu sebaiknya terdapat dua titik penerangan. Dengan demikian, desain titik-titik lampu biasanya memang lebih sederhana di ruangan yang kecil. Namun, bila ruangan berbentuk sempit memanjang akan lebih baik menggunakan 2 lampu dengan watt kecil caripada menggunakan 1 lampu dengan watt besar agar penerangan dapat lebih merata. (Akmal, Imelda.

Rumah Mungil yang Sehat. 2005.)

Persyaratan Bukaan bangunan Pemerintah memiliki aturan melalui UU no 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung bagian persyaratan sistem pencahayaan, antara lain : a. Pencahayaan alami meliputi perencanaan pencahayaan alami dan penentuan besarnya iluminasi. b. Bengunan gedung hunian rumah tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami. c. Pencahayaan buatan, meliputi tingkat iluminasi, konsumsi energi, perencanaan sistem pencahayaan, penggunaan lampu, daya maksimum yang diizinkan dan daya pencahayaan buatau di luar bangunan gedung. d. Pencahayaan buatan untuk pencahayaan darurat harus dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.

Syarat teknis dan perhitungan

Standar Nasional Indonesia tenteng tata cara perancangan penerangan alami siang hari untuk rumah dan gedung (SNI 03-2396-1991) adalah sebagai berikut : a. Ruang Lingkup Tata cara ini digunakan untuk memperoleh sistem penerangan alami sesuai syarat kesehatan, kenyamanan untuk rumah dan gedung, meliputi persyaratan-persyaratan pokok sistem penerangan alami siang hari dalam ruangan. b. Ringkasan Penerangan alami siang hari yang baik adalah sekitar jam 08.00 sampai jam 16.00, dimana banyak cahaya yang masuk dalam ruang dan tingkat penerangannya ditentukan oleh hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya. c. Penggolongan kualitas penerangan - Kualitas A : kerja halus sekali, pekerja cermat terus (seperti menggambar detail, menjahit kain warna gelap, dsb. - Kualitas B : kerja halus, cermat tidak intensif (seperti : menulis, membaca, merakit komponen kecil, dsb). - Kualitas C : kerja sedang, pekerjaan tanpa konsentrasi yang besar (seperti : pekerjaan kayu, merakit suku cadang yang agak besar, dsb). - Kualita D : Kerja kasar, pekerjaan hanya detail-detail yang besar (seperti : pada gudang, lorong lalu lintas orang, dsb). Dengan persyaratan teknis : d=jarak lubang cahaya ke dinding (M), fl min TUS = 40% dari fl min TUU dan tidak boleh kurang 0,10d.TUU = titik ukur utama dan TUS = titik ukur samping. - Penempatan faktor langit didasarkan atas keadaan langit terang merata dan kekuatan terangnya dilapangan terbuka sebesar 10.000 lux. - Faktor yang mempengaruhi kualitas penerangan : perbandingan las lubang cahaya dan luas lantai, bentuk dan letak lubang cahaya, refleksi cahaya didalam ruangan. - Untuk meningkatkan kualitas penerangan alami siang hari didalam ruangan, hendaknya ruangan menerima cahaya lebih dari satu arah. Kasa nyamuk dapat mengurangi cahaya masuk 15%.

2.3.2

Penerapan pencahayaan dalam kamar tidur

Dalam mengatur pencahayaan umumnya kamar tidur diperlukan keseimbangan antara pencahayaan umum dan lokal. Sama seperti desain interior, dalam mendesain pencahayaan diperlukan penyusunan dengan usia pengguna. Sepetrti dalam tata cahaya kamar tidur utama, fasilitas kamar tidur utama merupakan yang terlengkap dibanding dengan kamar tidur lain. Untuk mendapat kenyamanan yang maksimal di dalamnya, ruang ini perlu dilengkapi dengan pencahayaan umum. Namun, jangan lupa tambahkan pencahayaan yang sifatnya khusus. Ada 3 titik lampu khusus yang diperlukan agar kamar tidur senantiasa nyaman untuk melakukan berbagai aktivitas yang berbeda didalamnya, yaitu lampu tidur, lampu meja rias, dan lampu baca. Lampu tidur

Digunnakan menjaga suasana terpejam agar tidur lebih nyenyak. Tidur dengan cahaya yang terlaru terang bisa mengakibatkan kerusakan pada syaraf mata. Untuk itu, diperlukan pengaturan pencahayaan, terutama bagi yang memiliki masalah dengan kegelapan. Pilih lampu warm white dengan cahaya kekuning untuk memberi suasana yang hangat dan nyaman pada kamar tidur. Pencahayaan tak langsung lebih di sarankan karena mata akan terganggu jika terkena pencahayaan langsung. Atur sebaikmungkin posisi tidak masuk ke dalam sudut pandang mata, misalnya di balik headboard atau di bawah tempat tidur. Lampu meja rias Posisi terbaik untuk menata lampu pada meja rias adalah pada kedua sisi cermin, sebab sumber cahaya yang berasal dari atas hanya akan menghasilkan efek bayangan pada wajah. Akibatnya, kegiatan berdandan menjadi terganggu. Pilih lampu dengan color rendering index yang tinggi, yaitu diatas 80. Hal ini untuk menghindari kesalahan dalam pemilihan warna pada saat berdandan atau saat memilih pakaian. Lampu baca Membaca adalah salah satu kegiatan yang sangat umum dilakukan sebelum tidur, entah itu sekedar berupa bacaan ringan atau berkas-berkas pekerjaan. Oleh karena itu, tempatkan lampu baca pada samping tempat tidur. Bisa juga diletakkan diatas meja nakas ataupun menempel pada dinding. (Dwimirnani, Putri. Rahman, Mariana. Tata Cahaya Interior Rumah Tinggal. 2010.)

2.3.3 Standar baku penghawaan Adapun standar kenyamanan untuk setiap ruang ditentukan oleh macam kegiatan yang dilakukan dalam ruang dan iklim setempat. Untuk daerah tropis dengan ciri-ciri temperatur, kelembaban, dan aliran udara yang tinggi. maka untuk menunjang kenyamanan. AC (pengkondisian udara buatan) sangat penting. Adapun manfaat lebih dalam penggunaan AC antara lain: a. Temperatur dan kelembaban (RH) udara konstan. b. Kecepatan udara dapat diatur. c. Udara bersih dan melindungi peralatan, arsip, file dan lainnya dari debu d. Memberikan kenyamanan sehingga meningkatkan kemampuan kerja dalam ruang. (Eddy, Firman. Jurnal Pengkondisian Ruang. 2004)

2.3.4 Penerapan Penghawaan pada kamat tidur Mengunakan penghawaan alami seperti ventilasi sangat baik untuk membuat sirkulasi udara yang selalu berganti. Ventilasi yang baik adalah domana ventilasi dapat mengalirkan udara dari satu titik ke titik yang lainnya atau ventilasi silang. Sistem ventilasi ini sangat baik bagi kesehatan karena dapat embuang polusi dalam ruangan dan membunuh kuman atau menghilangkian kelembapan. Fan dan air conditioner mampu membuat udara yang terperangkap dalam ruangan menjadi bergerak. Fan terdiri dari beberapa jenis. Pertama, fan yang dipasang permanen di langilangit rumah. Fan ini sangat baik untuk menggerakkan seluruh udara yang ada dalam ruangan.

Besar fan berfareasi sehingga kita dapat memilih yang sesuai dengan besarnya ruangan. Kedua, standing fan yang dapat berputar. Fan jenis ini sangat ideal untuk ruangan yang membutuhkan pergerakan udara pada saat-saat tertentu saja karena tidak bersifat permanen, ketiga, fan yang diletakkan di atas atap. Rungsi fan ini adalah untuk menggerakkan udara atau mengalirkan udara di bagian antara atp dan plafon. Fan ini berfungsi seperti atap bertingkat yang dapat mengurangi tekanan udara di bawah atap dan membuat udara mengalir. Keempat, exhaust fan atau fan yang berfungsi menarik udara dari luar kedalam atau sebaliknya. Fan jenis ini sangat baik digunakan dalam ruangan tertutup yang tidak memiliki jendela. Selain mengalirkan udara AC juga dapat mendinginkan udara dalam ruangan dan membuat udara yang lembab menjadi lebih kering. Sistem ini populer di kota-kota besar yang panas dan polusi udara yang tinggi karena dapat melindungi ruangan dari polusi udara di luar ruangan namun harganya cukup mahal, membutuhkan daya listrik yang besar. (Akmal, Imelda. Rumah Mungil yang Sehat. 2005.) 2.3.5 Standar baku kebisingan Nilai Ambang Batas (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Satuan tingkat intensitas bunyi adalah decibel (dB). Sound Level Meter (SLM) adalah alat standar untuk mengukur intensitas kebisingan. Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan mengukur tingkat tekanan bunyi. Tekanan bunyi adalah penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan oleh getaran partikel udara karena adanya gelombang yang dinyatakan sebagai amplitudo dari fluktuasi tekanan. SLM menunjukkan skala A, B dan C yang merupakan skala pengukuran tiga jenis karakter respon frekuensi. Skala A merupakan skala yang paling mewakili batasan pendengaran manusia dan respons telinga terhadap kebisingan. Jadi dB (A) adalah satuan tingkat kebisingan dalam kelas A, yaitu kelas yang sesuai dengan respon telinga manusia normal. Kebisingan akibat lalu lintas dan kebisingan yang dapat mengganggu pendengaran manusia termasuk dalam skala A yang dinyatakan dalam satuan dB (A). Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan Peruntukan Kawasan/ Lingkungan Kegiatan 1. Peruntukan Kawasan a. Perumahan dan Pemukiman b. Perdagangan dan Jasa c. Perkantoran dan Perdagangan d. Ruang Terbuka Hijau e. Industri f. Pemerintahan dan Fasilitas Umum g. Rekreasi 2. Lingkungan Kegiatan a. Rumah Sakit atau sejenisnya b. Sekolahatau sejenisnya c. Tempat Ibadah atau sejenisnya
Sumber : Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996

Tingkat Kebisingan dB (A)

55 70 65 50 70 60 70

55 55 55

Melalui SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996 tanggal 25 November 1996, pemerintah Indonesia telah menetapkan baku tingkat kebisingan untuk daerah perkantoran dan perdagangan adalah sebesar 65 dB (A).

2.3.6 Penerapan Pengendalian Kebisingan (akustik) dalam kamar tidur Tata Akustik merupakan pengolahan tata suara pada suatu ruang untuk menghasilkan kualitas suara yang nyaman untuk dinikmati, merupakan unsur penunjang terhadap

keberhasilan desain yang baik karena pengaruhnya sangat luas dan dapat menimbulkan efek-efek fisik dan emosional dalam ruang sehingga seseorang akan mampu merasakan kesan-kesan tertentu. (Ambarwati, Dwi Retno Sri. Perencanaan akustik interior gedung pertunjukan) Kebisingan merupakan masalah yang sering di hdapi masyarakat pada rumah tinggalnya. Lebih baik untuk mencegahnya dengan memilih lokasi rumah yang nyaman, hindari lokasi di jalan raya atau lokasi industri. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kebisingan yang tidak nyaman. Pertama, pengendalian dari external yaitu dengan menanam pohon-pohonan di sekitar rumah. Kedua, tata kelola dengan memilih bahan material yang kedap suara, hindari penggunaan material yang dapat memantulkan suara. Ketiga, dengan tata kelola kebisingan interior gunakan elemen yang bertekstur pada dinding dan plafon, gunakan wallpaper karpet pada dinding kamar, karena tekstur dan serat karpet dapat meredam suara.

BAB III KESIMPULAN Permasalahan pengkondisian ruang sering d abaikan oleh masyarakat dalam perencanaan rumah tinggalnya. Mereka lupa bahwa pengaturan penhkondisian sangat penting bukan hanya sebagai kerapian dan keindahan, didalamnya terdapat prinsip-prinsip kesehatan dalam rumah. Masyarakat kadang tidak memikirkan hal ini di awal pembangunan rumahnya dan merasakan dampaknya jika rumah itu telah jadi. Pengkondisian pencahayaan diangkap penting karena menyangkut kesehatan mata dan aktifitas d dalam ruangan tersebut. Sangat fital kaitanya dengan produktifitas di malam hari. Pengkondisian penghawaan atau bukaan-bukaan cendela sering d abaikan arah bukaanya ini seharusnya menjadi sorotan penting. Penghawaan masih dapat d atasi oleh fan dan AC sebagai pengkondisian udara di dalam ruangan dengan kelebihan kekuranganya. Kebisingan sering mengganggu masarakat khususnya di perkotaan yang padat hal ini seharunya juga merupakan oertimbangan memilih lokasi dan menatanya sedemikian rupa untuk mengurangi gangguan pada pendengaran yang di karenakan oleh kebisingan di sekitar rumah tinggal. Maka di harapkan massyarakat dapat memperhatikan hal ini sebagai acuan dalam merencanakan rumah mereka.

DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, Dwi Retno Sri. Perencanaan akustik interior gedung pertunjukan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Akmal, Imelda. 2005. Rumah Mungil Yang Sehat. Jakarta: Gramedia.

Doelle, Leslie. Arch, Eng. 1986. Akustik Lingkungan. Jakarta: Erlangga.

Dwimirnani, Putri. Rahman, Mariana. 2010. Tata Cahaya Interior Rumah Tinggal. Jakarta: Griya Kreasi.

Eddy, Firman. 2004. Jurnal Pengkondisian Ruang. Medan: Program Studi Arsitektur Universitas Sumatra Utara.

Karlen, Mark. Benya, James. 2007. Dasar-Dasar Desain Pencahayaan. Jakarta: Erlangga.

Vous aimerez peut-être aussi