Vous êtes sur la page 1sur 14

Laporan Akhir Praktikum Ilmu Kimia Makanan

Tanggal Praktikum : 20/05/2013 Tanggal Laporan : 20/05/2013

ANALISA KADAR ABU

Oleh Kelompok I : Andri Pratama Putra Dom-Dom Panjaitan (PO7131312 413) (PO7131312 420)

Pembimbing Praktikum : Fitria Gusfa, S.Si, M.Si Lily Restusari, Apt. M.Farm Lidya Novita, S.Si Daifillah Karima, S.Si

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU JURUSAN GIZI PEKANBARU 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari garamgaram asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat ,klorida, sulfat, nitrat. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan Kadar abu pada bahan pangan menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500-800C. dalam hal ini metode pengabuan dengan metode tanur adalah dengan cara membakar bahan hingga mencapai suhu 600-750 oC hingga bahan berwarna abu-abu

1.2 Tujuan Praktikum Tujuan dari melakukan praktikum kali ini adalah : Untuk menetukan baik tidaknya suatu proses pengolahan Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain. ( Irawati.2008 )

1.3 Prinsip Praktikum Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 5500 C

1.4 Manfaat Praktikum Manfaat melakukan praktikum ini adalah : Agar mahasiswa mampu menentukan kadar Nacl dalam abu Agar mahasiswa dapat melakukan analisis dengan baik dan benar Agar mahasiswa dapat mengetahui ada tidaknya kalsium dan natrium dalam abu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar Abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu total adalah bagian dari analisis proksimat yang bertujuan untuk mengevalusi nilai gizi suatu produk/bahan pangan terutama total mineral. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Mineral itu sendiri terbagi menjadi 4, yaitu: 1. 2. 3. 4. Garam organik: garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat Garam anorganik: garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat Senyawa komplek: klorofil-Mg, pektin-Ca, mioglobin-Fe, dll Kandungan abu dan komposisinya tergantung macam bahan dan cara pengabuannya. Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari garamgaram asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat ,klorida, sulfat, nitrat. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sia pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Anonim, 2010a). Kadar abu pada bahan pangan menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500-800C. dalam hal ini metode pengabuan dengan metode tanur adalah dengan cara membakar bahan hingga mencapai suhu 600-750 oC hingga bahan berwarna

abu-abu. Semua bahan organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidannya. Dengan mengetahui berat cawan ketika mula-mula kosong, dapat dihitung berat abu yang telah terjadi. Bila berat dinyatakan dalam persen berat asal sampel pada permulaan pengabuan, terdapatlah kadar berat abu dalam persen. Pengerjaan penimbangan harus dilakukan cepat, karena abu yang kering ini umumnya bersifat higroskopik, sehingga bila pengerjaan dilakukan lambat, abu akan bertambah berat karena mengisap uap air dari udara (Sediaoetomo 2000). Berikut tabel kadar abu beberapa bahan : Bahan Susu Susu kering tidak berlemak Gula, madu Buah-buahan segar Buah-buahan yang dikeringkan Sayur-sayuran Kacang-kacanan Daging segar Daging yang dikeringkan Daging ikan segar Kadar Abu (%) 0,5-1,0 1,5 0,5 0,2-0,8 3,5 1 1,5-2,5 1 12 1-2

Penentuan kandungan mineral dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penentuan abu total dan penentuan individu komponen mineral (makro & trace mineral) menggunakan titrimetrik, spektrofotometer, AAS (atomic absorption spectrofotometer). Pengabuan merupakan tahapan persiapan contoh yang harus dilakukan dalam anailisis elemen-elemen mineral (individu). Metode pengabuan terdiri dari dua cara yaitu: a. Pengabuan cara kering Pengabuan ini menggunakan panas tinggi dan adanya oksigen. Biasanya digunakan dalam analisis kadar abu (analisis proksimat). Metode pengabuan cara kering banyak dilakuakan untuk analisis kadar

abu. Caranya adalah dengan mendestruksi komponen organik contoh dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur (furnace) pengabuan, tanpa terjadi nyala api sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat tetap (konstan) tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator. Oksidasi komponen organik dilakukan pada suhu tinggi 500-6000C. Residu yang tertinggal ditimbang dan merupakan total abu dari suatu contoh. Beberapa hal yang oerlu diperhatikan dalam pengabuan cara kering ini adalah sebagai berikut. 1) Cawan Pengabuan Cawan biasanya terbuat dari porselin, silika, kuarsa, nikel, platina (kapasitas 25-100ml). Pemilihan cawan disesuaikan sifat bahan yang akan dianalisis. Cawan porselin (bagian dalam dilapisi silika) merupakan bahan bersifat asam. Cawan nikel digunakan untuk analisa abu untuk contoh dalam jumlah besar. Cawan kuarsa dapat dipanaskan sampai 9000C, tahan asam, tidak tahan basa. Cawan platina biasanya untuk bahan bersifat basa. Cawan porselen sering digunakan untuk pengabuan karena cepat mencapai berat konstan, harga relatif murah, namun mudah retak dan pecah jika dipanaskan pada suhu tinggi dengan tiba-tiba. 2) Contoh/bahan Untuk contoh basah (kadar air tinggi) dan cairan dikeringkan dahulu dalam oven pengering atau dapat juga dengan hotplate atau penangas air. Tahap pengeringan ini dapat pula dilakukan untuk menentukan kadar air contoh. Contoh yang mudah berbuih dilakukan pra-pengabuan di atas api terbuka sampai mengering dan tidak mengeluarkan asap lagi atau dapat ditambahkan anti buih (parafin, olive). Bahan berlemak banyak dan mudah menguap memiliki suhu mula-mula rendah, kemudian dinaikkan ke suhu pengabuan.

Berikut adalah tabel untuk berat bahan untuk pengabuan. Macam bahan Ikan & hasil olahan, biji-bijian, makanan ternak Padi-padian, susu, keju Gula, daging, sayuran Jelly, sirup, jam, buah kalengan Jus, buah segar Anggur Berat (g) 2 3-5 5-10 10 25 50

3) Suhu pengabuan Suhu pengabuan ini sangat penting karena elemen abu (K, Na, S, Ca, ) dapat menguap pada suhu tinggi serta dekomposisi senyawa K2CO3, CaCO3, MgCO3. Suhu pengabuan berbeda-beda tergantung komponen mineral dalam contoh. Berikut adalah persen kehilangan garam selama penguapan. Macam garam Pottasium klorida Pottasium sulfat Pottasium karbonat Kalsium klorida Kalsium sulfat Kalsium karbonat Kalsium oksida Magnesium sulfat Magnesium klorida 1,92 1,37 0,22 3,03 32,61 78,28 0,93 0,40 42,82 0,5 0,33 0,30 14,31 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4500C (1-3 jam) 0,99 1,11 1,53 6500C (8 jam) 0,37 0,33 0,07 7000C (8 jam) 1,36 0,00 1,01 7500C (8 jam) 8,92 0,00 2,45

Suhu pengabuan berbagai bahan Macam bahan Ikan & hasil olahan rempah, keju, anggur Buah-buahan, daging, gula, sayuran, & hasil olahan Serealia, susu & hasil olahan Biji-bijian, makanan ternak 550 600 Suhu pengabuan (0C) 500 525

4) Pengabuan Dalam pengabuan menggunakan tanur (furnace) sehingga suhu dapat diatur. Jika menggunakan pemanas bunsen suhu tidak dapat diatur. Secara visual warna api merah membara menandakan suhu sekitar 5500C (cawan porselin). Lama pengabuan sekitar 2-8 jam. Residu pengabuan berwarna putih keabuan & berat konstan pada selang waktu 30 menit. Setelah itu dilakukan penimbangan pada kondisi dingin. Bahan dimasukkan oven 1050C supaya suhu turun, lalu dimasukkan dalam desikator sampai dingin. Untuk mempercepat waktu pengabuan dapat dilakukan dengan cara: a) Mencampur dengan pasir kuarsa murni sehingga luas dan porositas tinggi. Misalnya dengan pasir bebas abu dan zat organik. Berat abu contoh harus sama dengan residu pembakaran (abu) dikurangi berat pasir. b) Menambahkan gliserol-alkohol. Oksidasi bahan dipercaya pada suhu tinggi dan terbentuk kerak yang porus. Gliserol-alkohol tidak mempengaruhi kadar abu contoh. c) Menambahkan hidrogen peroksida. Peroksida disini membantu proses oksidasi. Apabila pengabuan yang berkepanjangan tidak dapat

menghasilkan abu bebas karbon (carbon free ash) residu dibasahi lagi dengan air lalu dikeringkan selanjutnya diabukan sampai didapatkan abu berwarna putih keabuan. Jika penambahan air tidak berhasil maka residu diperlakukan dengan hidrogen peroksida, asam nitrat, dan/atau

asam sulfat. Hasil pengabuan kering dapat juga digunakan sebagai contoh untuk analisis mineral. Sebelum dianalisis, contoh abu dilarutkan dalam larutan asam. Cara mempercepat pengabuan ; a) Mencampur bahan dengan pasir kwarsa murni sebelum pengabuan b) Menambahkan campuran alcohol ke dalam sample sebelum diabukan c) Menambahkan pengabuan Analisis kadar abu metode pengabuan kering (SNI 01-28911992) dengan tahap sebagai berikut. a) Keringkan cawan porselin ksosong (dan tutupnya) dalam oven bersuhu 1050C selama 15 menit dan dinginkan dalam desikator hydrogen peroksida pada sample sebelum

b) Timbang cawan porselin kering tersebut dan catat beratnya c) Timbang 2-3 gram contoh ke dalam cawan porselin tersebut d) Bila contoh berbentuk cairan, uapkan dahulu air dalam contoh di atas penangas air sampai kering. Bila contoh kering, arangkan dahulu di atas nyala pembakar e) Masukkan contoh ke dalam tanur listrik. Panaskan pada suhu maksimum 5500C sampai pengabuan sempurna f) Setelah pengabuan selesai, dinginkan cawan contoh di dalam desikator, kemudian timbang. Ulangi penimbangan hingga diperoleh berat tetap Perhitungan pada analisis kadar abu pengabuan kering adalah sebagai berikut. a. Kadar abu dalam basis basah (bb) Kadar abu (g/100 g bahan basah) = ((W1-W2)/W)x100 dimana: W = berat contoh sebelum diabukan (g)

W1 = berat contoh + cawan sesudah diabukan (g) W2 = berat cawan kosong (g)

b. Kadar air dalam basis kering (bk) Kadar abu (g/100 g bahan kering) = ((kadar abu (bb)/(100-kadar air (bb))x100 Selanjutnya dilakukan penghitungan nilai rata-rata ulangan dan standar deviasi data analisis.

b.

Pengabuan cara basah Pengabuan ini menggunakan oksidator-oksidator kuat (asam kuat). Biasanya digunakan untuk penentuan individu komponen mineral. Pengabuan merupakan tahapan persiapan contoh. Pengabuan cara basah ini dilakukan dengan mendestruksi komponen-komponen organik (C, H, dan O) bahan dengan oksidator seperti asam kuat. Pengabuan cara ini dilakukan untuk menentukan elemen-elemen mineral. Cara ini lebih baik dari cara kering karena pengabuan cara kering lama dan terjadi kehilangan mineral karena suhu tinggi. Prinsip pengabuan cara basah adalah memberi reagen kimia (asam kuat) pada bahan sebelum pengabuan. Bahan tersebut dapat berupa: 1. Asam sulfat Bahan pengoksidasi kuat yang dapat mempercepat reaksi oksidasi. 2. Campuran asam sulfat & potasium sulfat K2SO4 menaikkan titik didih H2SO4 menyebabkan suhu

pengabuan tinggi sehingga pengabuan berlangsung cepat. 3. Campuran asam sulfat & asam nitrat Campuran ini banyak digunakan selain itu capuran ini merupakan oksidator kuat. Memiliki suhu difesti dibawah 3500C. 4. Campuran asam perklorat & asam nitrat Untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi campuran ini baik untuk digunakan karena pengabuan sangat cepat 10 menit. Perklorat bersifat mudah meledak.

Residu anorganik dari proses pengabuan (cara kering dan basah) terdiri dari bermacam-macam mineral yang komposisi dan jumlahnya tergantung pada jenis bahan pangan dan metode analisis yang digunakan. Analisis atau penentuan kadar mineral dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagai jenis metode: metode titrimetrii,

spektrofotometer, dan atomic absorption spectrofotometer (AAS). Hasil pengabuan kering atau basah dapat digunakan sebagai contoh untuk analisis kadar mineral. Sebelum dianalisis, contoh abu dilarutkan dalam larutan asam atau larutan abu. Pembuatan larutan abu dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Siapkan abu dalam cawan Tambahkan 40-50 ml HCl encer (1:1) perlahan-lahan Pindahkan ke gelas piala 100 ml Bilas cawan dengan HCl encer (1:1) dan masukkan dalam gela spiala Tutup gelas piala dengan gelas arloji untuk mencegah muncrat Panaskan di penangas air selama 30 menit Tambahkan 10 ml HCl dan air Sering menggunakan corong yang dilapisi kertas saring, tampung dalam labu takar 100 ml 9. Bila residu yang tertinggal di kertas saring dengan HCl encer (1:1)

10. Tepatkan larutan abu dalam labu takar hingga 100 ml dengan air destilata. Total volume akhir 100 ml 11. Simpan larutan abu dalam refrigerator dengan ditutup alumunium foil sampai digunakan dalam analisis mineral (Fe dan P). Masing-masing mineral dianalisis. Beberapa mineral tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Analisis NaCl (metode Titrimetri) Penetapan kandungan NaCl dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan metode modifikasi Mahr. Contoh terlebih dahulu dibuat menjadi abu dengan proses pengabuan menggunakan tanur. Residu abu dapat langsung dititrasi dengan perak nitrat. Ion-ion perak

mengendap sebagai perak klorida sampai ion klorida habis. Dan kelebihan perak diukur dengan potasium kromat. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut. a. Cuci abu dalam cawan sebanyak 3 kali dengan 1-2 ml air destilata. Total air destilata yang digunakan untuk membilas adalah 10-15 ml b. Pindahan larutan abu ke dalam erlenmeyer 100 ml c. Tambahkan 1 ml larutan k2CrO4 5%, lalu titrasi dengan larutan AgNO3 0,1 m d. Titik akhir titrasi tercapai sampai terbentuk warna orange yang pertama Perhitungan: Kadar NaCl %NaCl =[(TxMx5,84)/100]

%Cl

= [(TxMx3,55)/100]

dimana: T = ml AgNO3

M = molaritas AgNO3 W = berat contoh dalam gram (pada saat pengabuan) 2. Analisis fosfor (Metode spektrofotometer) Dilakukan secara kolorimetrik dengan spektrofotometer

menggunakan metode vanadat-molibdat. Fosfor pada larutan abu contoh diubah menjadi ortofosfat dengan menggunakan asam nitrat. Ortofosfat yang terbentuk direaksikan dengan asam molibdat dan asam vanadat membentuk kompleks asam vanadimolibdifosfat yang berwarna kuning oranye. Intensitas warna dari senyawa kompleks diukur absorbansnya pada 400 nm. Hasil pengukuran contoh dibandingkan dengan stnadar fosfor yang telah diketahui konsentrasinya.

Sebelum melakukan analisis perlu adanya penetapan contoh dengan langkah sebagai berikut. a) Ambil 5 ml larutan abu, masukkan dalam labu takar 50 ml b) Tambahkan 20 ml air destilata dan 12,5 ml pereaksi vanadatmolibdat c) Encerkan dengan air destilata sampai tanda tera d) Diamkan larutan selama 10 menit e) Ukur absorban pada panjang gelombang 400 nm Selanjutnya dilakukan pembuatan kurva standar dengan langkah sebagai berikut. 1) Menggunakan stanrdar potasium dihidrogen fosfat yang dibuat dalam beberapa konsentrasi 2) Melakukan analisis seperti pada contoh 3) Membuat kurva standar Perhitungan. o Kadar fosfor: Kadar P% = (P x 2)/W dimana: P = konsentrasi fosfor dari kurva standar (mg/50 ml)

W = berat contoh pada saat pengabuan (gram) 3. Analisis besi (Metode spektrofotometer) Mineral besi dalam bahan pangan dianalisis dnegan

mengkonversi besi dari bentuk fero menjadi feri dengan menggunakan oksidator (potasium tiosianat) sehingga membentuk warna merah. Warna yang terbentuk diukur absorbans dengan spektofotometer pada 480 nm. Perhitungan kadar besi: Mg besi/100g = (OD Contoh x 1 x Vol total larutan abu)/(OD standar x 5 x berat sampel awal

DAFTAR PUSTAKA

Alexeyev. V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow : MIR Publishers A.L.Underwood. 1989. Analisa kuantitatif edisi keempat. Jakarta : erlangga Anonim. 2008.Penuntun Praktikum Kimia Dasar II.Kendari: universitas Haluoleo Harrizul, 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Erlangga Khopkar, S.M.1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik

Vous aimerez peut-être aussi