Vous êtes sur la page 1sur 34

PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS TIPE II BELUM TERKONTROL

Disusun oleh : Arini Dewi Setyowati Venny Tiursani Sarumpaet Bangkit Pank Buminata Masrian H.

G1A212048 G1A212049 G1A212050 G1A212051

Pembimbing : dr. Mamun, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2013

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul : DIABETES MELITUS TIPE II BELUM TERKONTROL

Pada tanggal,

Maret 2013

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh : Arini Dewi Setyowati Venny Tiursani Sarumpaet Bangkit Pank Buminata Masrian H.

G1A212048 G1A212049 G1A212050 G1A212051

Mengetahui, Pembimbing

dr. Mamun, Sp.PD

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). Ada pula diabetes dalam kehamilan, dan diabetes akibat malnutrisi. Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa pertengahan (40-50 tahun). Kasus diabetes dilaporkan mengalami peningkatan di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003, jumlah penderita DM mencapai 194 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa di tahun 2025 mendatang, dan setengah dari angka tersebut terjadi di negara berkembang, termasuk negara Indonesia. Angka kejadian DM di Indonesia menempati urutan keempat tertinggi di dunia yaitu 8,4 juta jiwa [5]. Penderita DM di RSUD Kota Semarang berdasarkan data dari instalasi Rekam Medik pada tahun 2011 terdapat 663 jiwa yang menderita DM, 613 jiwa diantaranya mengalami komplikasi tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut akan meningkat di tahun mendatang. Jumlah populasi yang meningkat tersebut berkaitan dengan hal faktor genetika, life ekpectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. DM perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Distribusi penyakit ini juga menyebar pada semua tingkatan masyarakat dari tingkat sosial ekonomi rendah sampai tinggi, pada setiap ras, golongan etnis dan daerah geografis. Gejala DM yang bervariasi yang dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti

minum yang lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun, gejala tersebut berlangsung lama tanpa memperhatikan diet, olah raga, pengobatan sampai orang tersebut memeriksakan kadar gula darahnya. DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal, pembuluh darah kaki, syaraf dan lain-lain. Penderita DM dibandingkan dengan penderita non DM mempunyai kecenderungan 25 kali terjadi buta, 2 kali terjadi penyakit jantung koroner, 7 kali terjadi gagal ginjal kronik, dan 5 kali menderita ulkus diabetika. Komplikasi menahun DM di Indonesia terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus diabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1%

BAB II LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Nama Usia Alamat Jenis kelamin Status Pekerjaan Pendidikan Tanggal masuk : Ny. M : 40 Tahun : Sidamulya 3/13, Kab. Ciamis : Perempuan : Menikah : Buruh Tani : SD : 10Maret 2013

Tanggal periksa : 11Maret 2013 No. CM : 950283

B. ANAMNESIS 1. Keluhan utama : Muntah 2. Keluhan tambahan : Diare, mual,sakit kepala, lemas, batuk, dada sakit, sesak nafas 3. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMS tanggal 10 Maret 2013 dengan keluhan muntah sejak 2 hari sebelum masuk RSMS (8 Maret 2013) berwarna kecoklatan bercampur dengan makanan. Pasien sudah muntah sebanyak 5 kali sejak kemarin (8Maret 2013) dengan volume 1 gelas belimbing sekali muntah. Selain itu pasien juga mengeluhkan diare,mual, sakit kepala, batuk, sesak nafas. Sakit kepala, batuk, sesak nafas terasa dirasakan sejak 2 minggu yang lalu dan sudah sempat dirawat di RS. Banjar selama 4 hari. Pasien mengaku setelah keluar RS. Banjar, keluhan dirasa masih sama dan makin memberat dengan adanya diare dan mual muntah sampai tidak dapat melakukan aktivitas. Terdapat luka di jari

tangan kanan dan kedua kaki pasien. Pasien mengaku BAK tidak mengalami gangguan namun BAB berwarna kehitaman dan cair. 4. Riwayat penyakit dahulu a. Riwayat keluhan serupa b. Riwayat mondok : diakui :di RS. Banjar 2 minggu yang lalu karena muntah terus-menerus c. Riwayat hipertensi d. Riwayat sakit jantung e. Riwayat kencing manis diobati f. Riwayat penyakit ginjal 5. Riwayat penyakit keluarga a. Keluhan yang sama b. Riwayat Hipertensi c. Riwayat DM d. Riwayat penyakit jantung e. Riwayat penyakit ginjal f. Riwayat penyakit hati g. Riwayat penyakit stroke h. Riwayat penyakit liver i. Riwayat alergi j. Riwayat asthma 6. Riwayat sosial dan exposure a. Community Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan keluarga dekat baik. Sebelum sakit, pasien aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. b. Home Pasien tinggal di perkampungan dengan luas rumah 7x7 m2 bersama suami dan kedua anaknya. : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : sudah 8 tahun yang lalu dan tidak

c. Occupational Pasien bekerja sebagai petani yang bekerja mulai dari jam 07.0017.00. d. Personal habit Pasien memiliki kebiasaan makan tidak teratur dan suka mengkonsumsi masakan manis. Pasien tidak merokok dan sering meminum teh manis. Pasien setiap harinya biasa mengkonsumsi tahu tempe goreng dan jarang mengkonsumsi sayuran.

C. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan di bangsal Dahlia RSMS, 10 Maret 2013 1. Keadaanumum : Tampak sakit, sedang 2. Kesadaran 3. Tanda vital : Composmentis :

Tekanan darah : 80/60 mmHg Nadi Respirasi Suhu 4. BB 5. TB 6. Status generalis a. Pemeriksaan kepala Bentuk Rambut Mata : mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-) : tidakmudahdicabut, distribusi merata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),edema palpebra (-/-), reflex cahaya (+/+) normal, pupil bulat isokor,diameter 3 mm THT : faring hiperimis, tonsil T1 T1, lidah tampak kotor (+), tremor (-),discharge (-). Mulut Leher : Bibir sianosis (+), lidah sianosis (-) : deviasi trakea (-), JVP 52 cm H2O : 108x/ menit : 28x/ menit : 36,5C : 41 kg : 150 cm

b. Pemeriksaan dada Paru Inspeksi :Dinding dada tampak simetris, tidak tampakketertinggalan gerak antara hemithoraks dextra dan sinistra, kelainan bentuk dada (-), eksperium diperpanjang (-), retraksi interkostalis (-) Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri Perkusi : Perkusi orientasi seluruh lapang paru sonor Batas paru-hepar SIC V LMCD Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+ Ronki basah halus -/Ronki basah kasar +/+ Wheezing -/Jantung Inspeksi Palpasi : ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS : ictus cordis diSIC V 2 jari medial LMCS tidak kuat angkat Perkusi : batas jantung kanan atas kiri atas kanan bawah kiri bawah : SIC II LPSD : SIC II LPSS : SIC IV LPSD : SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi : datar, tidak terdapat massa, tidak terdapat jejas

Auskultasi : bising usus (+) N Palpasi Perkusi : supel, nyeri tekan (+) pada epigastrium, test undulasi (-) :timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeriketok costovertebrae (-) Hepar dan lien : tak teraba

Ekstremitas : Ekstremitas superior Dextra Edema Sianosis Akral dingin Reflek fisiologis Reflek patologis Ulkus diabetik + + Sinistra + Ekstremitas inferior Dextra + + Sinistra + +

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Darah Lengkap 1. Tanggal 10 Maret 2013 Darah lengkap Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC RDW MPV Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen : 0,2% : L 0,8% : L0,00% : 77,6% : L10,9 g/dl : H17980 uL : L 32% : L 4,1 10^6/uL : 398.000/uL : 79,4fL : L 26,8 pg : 33,7% : 14,3% : 9,2fL

Limfosit Monosit Kimia Klinik SGOT SGPT Ureum Kreatinin

: L 17,0% : 4,4%

: 21 : 32 : H 142,3 : H 2,04 : H 592 : 143 : 3,7 : 104

Glukosa sewaktu Natrium Kalium Klorida

2. Tanggal 11 Maret 2013 Kimia Klinik Glukosa puasa : H 190

Glukosa 2 jam PP : H 209 HBA1C : > 14,6

E. DIAGNOSIS Diabetes Melitus tipe II belum terkontrol

F. TERAPI 1. Non Farmakologis a. Bed rest b. Kurangi kebiasaan makan makanan manis 2. Farmakologi a. IVFD NaCl 20 tetes per menit b. Inj. Ceftriaxone 2x1 gr c. Inj. Kalnex 2x250 mg d. Inj. Ondansentron 3x1 ampul

BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Perkeni, 2011).

B. Klasifikasi DM dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. Etiologi dari masing-masing klasifikasi DM dapat dilihat pada Tabel 1.

Sumber: Perkeni, 2011

C. Faktor Risiko Faktor risiko DM sama dengan faktor risiko intoleransi glukosa. Faktor risiko DM dan intoleransi glukosa dapat dibedakan menjadi faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, faktor risiko yang dapat dimodifikasi, dan faktor lain yang berkaitan dengan risiko diabetes (Perkeni, 2011). 1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : a. Ras dan etnik. b. Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes). c. Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. d. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional. e. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal. 2. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi; a. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2). b. Kurangnya aktivitas fisik. c. Hipertensi (> 140/90 mmHg). d. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atautrigliserida > 250 mg/dL. e. Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe 2. 3. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes : a. Penderita Polycystic Ovary Syndrome(PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin. b. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosadarah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. c. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases).

D. Patofisiologi Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel agar dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Dalam proses metabolisme ini insulin memegang peran yang sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hidrat arang dalam makanan diserap oleh usus halus dalam bentuk glukosa. Glukosa darah dalam tubuh manusia diubah menjadi glikogen hati dan otot oleh insulin. Sebaliknya, jika glikogen hati maupun otot akan digunakan, dipecah lagi menjadi glukosa oleh adrenalin. Jika kadar insulin darah berkurang, kadar glukosa darah akan melebihi normal, menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Inilah yang terjadi pada Diabetes Mellitus (Soegondo, 2009). Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin karena selsel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan).Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlabihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula, keadaan ini dinamakan diuesis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam

berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu

metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (Polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut. Terjadi sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.Namun untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosaakan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

E. Gejala Klinis Gejala polidipsia (banyak minum) dan poliuria (banyak kencing) bersama polifagia (banyak makan) dengan tubuh yang kurus pada usia anakanak merupakan gejala DM tipe 1 yang memerlukan suntikan insulin. DMT1 ini jarang ditemukan karena hanya 5% dari total kasus DM (Waspadi,2002). DM tipe 2 yang ditemukan pada usia pertengahan atau usia lanjut terjadi karena gangguan pada proses masuknya gula ke dalam sel (resistensi insulin). Pada tipe ini, penyandangnya bertubuh gemuk dan biasanya tidak memberikan keluhan serta gejala yang jelas sebelum terdapat komplikasi. Paling sering penyandang DMT2 yang jumlah sekitar 95% dari seluruh kasus DM mengeluhkan badan yang cepat lelah, sering pusing, berat badan yang bertambah terus, dan kulit yang sering terasa gatal. Lebih lanjut mungkin dia mengeluh banyak kencing terutama di malam hari, sering haus dan lapar, penglihatan kabur dan luka yang susah sembuh (Prince, 2005).

F. Diagnosis Diabetes Melitus Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (Soegondo, 2004). Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional (Soegondo, 2004).

G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya (mass-screening = pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karena disamping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check up) , adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu : 1. 2. 3. 4. Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun ) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)} Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg) Riwayat keluarga DM

5. 6. 7. 8.

Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram Riwayat DM pada kehamilan Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu).

G. Menegakkan diagnosis Diabetes Melitus Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal (Darmono, 1996). Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985): 1. 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa 2. kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan 3. puasa semalam, selama 10-12 jam 4. kadar glukosa darah puasa diperiksa 5. diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit 6. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Kriteria Diagnosis: 1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir. Atau: 2. Kadar gula darah puasa > 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau: 3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO >200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air. Tabel Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dL) Kadar glukosa darah puasa (mg/dL) Plasma Vena Darah Kapiler <100 <90 100-125 90-99 126 100 Plasma Vena Darah Kapiler <100 <90 Belum pasti DM 100-199 90-199 DM 200 200

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia,PERKENI 2011 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh. 1. TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199 mg/dl 2. GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl.

Reduksi Urin Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian daripemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan di klinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanya

glukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat dari hasil pemeriksaan reduksi urine adalah:

a. Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk menegakkan diagnosis dan dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan b. Nilai (+) sampai (++++) c. Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obat-obatan, dan lainnya d. Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 300 mg% e. Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 400 mg% f. Reduksi (++++) kemungkinan KGD: 400 mg% g. Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman Keluhan Klasik Diabetes

Keluhan Klasik Diabetes (+)

Keluhan Klasik Diabetes (-)

GDP atau GDS

126 200

<126 < 200

GDP atau GDS

126 200

100-125 140-199

<100 <140

Ulang GDS atau GDP

GDP atau GDS

126 200

<126 < 200

TTGO GD 2 Jam

200

140-199

<140

DIABETES MELITUS

TGT

GDP T

Normal

Evaluasi status gizi Evaluasi penyulit DM Evaluasi perencanaan makan sesuai kebutuhan

Nasihat umum Perencanaan makanan Latihan jasmani Berat idaman Belum perlu obat DM

H. Penatalaksanaan Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus 1. Terapi gizi medis Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetes).Terapi gizi ini prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Beberapa manfaat yang telah dibuktikan dari terapi gizi medis antara lain: a. Menurunkan berat badan b. Menurunkan tekanan darah sistolok dan diastolik c. Menurunkan kadar glukosa darah d. Memperbaiki profil lipid e. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin f. Memperbaiki system koagulasi darah Adapun tujuandari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan: a. Kadar glukosa darah mendekati normal 1) Glukosa puasa berkisa 90-130 mg/dl 2) Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl 3) Kadar A1c <7% b. Tekanan darah < 130/80/mmHg c. Profil lipid 1) Kolesterol LDL <100 mg/dl 2) Kolesterol HDL >40 mg/dl 3) Trigliserida <150 mg/dl d. Berat badan senormal mungkin Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan diabetes antara lain: tinggi badan, berat badan, status gizi, status kesehatan, aktivitas fisik, dan faktor usia. Selain itu juga terdapat beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lain-lain.

Jenis Makanan a. Karbohidrat Sebagai sumber energy, karbohidrat yang diberikan pada diabetes tidak boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energy sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acid) . Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energy sebesar 4 kilokalori. b. Protein Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari. c. Lemak Batasi konsumsi nakanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.

Perhitungan Jumlah Kalori Perhitungan kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani.Penentuan status gizi dapat dipakai indeks masa tubuh (IMT) atau rumus brocca.

a. Penentuan status gizi berdasarkan imt IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat.Klasifikasi status gizi berdasarka IMT: 1) Berat badan kurang <18,5 2) BB normal 3) BB lebih 4) Dengan resiko 5) Obes I 6) Obes II 18,5 - 22,9 23,0 23- 24,9 25 - 29,9 30

b. Penentuan status gizi berdasarkan rumus brocca Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus: berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm-100)-10% Untuk laki-laki <160 cm, wanita < 150 cm, perhitungan BB idaman tidak dikurangi 10%. Penentuan status gizi dihitung dari : (BB actual : BB idaman) x 100%.11 1) Berat badan kurang 2) Berat badan normal 3) Berat badan lebih 4) Gemuk Latihan jasmani Pengelolaan diabetes mellitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetes sebagai kegiatan seharihari, seperti misalnya: bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan, bahkan tersenyum. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetesi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM seharihari. Latihan jasmani pada diabetes akan menimbulkan perubahan metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan, dan tingkat BB <90% BBI BB 90 - 110% BBI BB 110 120% BBI BB > 120% BBI

kebugaran, juga oleh kadar insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda keton dan imbangan cairan tubuh. Pada diabetes dengan gula darah tak terkontrol, latihan jasmani akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton yang dapat berakibat fatal. Satu penelitian mendapati bahwa pada kadar glukosa darah sekitar 332 mg/dl, bila tetap melakukan latihan jasmani, akan berbahaya bagi yang bersangkutan. Jadi, sebaiknya, bila ingin melakukan latihan jasmani, seorang diabetes harus mempunyai kadar glukosa darah tak lebih dari 250 mg/dl. Prinsip latihan jasmani bagi diabetes, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas, durasi dan jenis. a. Frekuensi: Jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu b. Intensitas: Ringan dan sedang (60-70% maximum heart rate) c. Durasi: 30-60 menit d. Jenis: Latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, bersepeda. Terapi Farmakologis pada Diabetes Melitus Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi darmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. 1. Obat Hipoglikemi oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): Sulfonilurea dan glinid b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion c. Penghambat glukoneogenesis: metformin d. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa e. DPP-IV inhibitor berenang dan

2. Suntikan a. Agonis GLP-1/incretin mimetic b. Insulin Insulin dihasilkan oleh kalenjar pankreas pada tubuh kita, hormon insulin yang diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai sebutan insulin endogen.Namun, ketika kalenjar pankreas mengalami gangguan sekresi guna memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan hormon insulin dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan manusia atau dikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen. Semua diabetesein diabetes tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta pada kalenjar pankreas tidak ada ataupun hampir tidak ada.Diabetesein diabetes tipe 2 mungkin membutuhkan insulin eksogen apabila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Selain itu, ada beberapa keadaan lain yang membutuhkan insulin eksogen.
1)

Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke.

2)

DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

3) 4) 5)

Ketoasidosis diabetik. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.

6) 7)

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.

Kekurangan hormon insulin akan menyebabkan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia), sedangkan kelebihan insulin dapat menyebabkan kadar glukosa terlalu rendah (hipoglikemia). Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu : Gula darah < 60 mg % < 200 mg % 200 250 mg% 250 - 300 mg% 300 350 mg% > 350 mg% = 0 unit = 5 8 unit = 10 12 unit = 15 16 unit = 20 unit = 20 24 unit

Perhitungan Dosis Insulin

Insulin dapat dibedakan atas dasar: a. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak disuntikan. b. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin. c. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai hilangnya efek insulin.

I. Komplikasi Komplikasi DM dapat dibagi menjadi komplikasi akut dan kronis.Komplikasi akut terdiri dari koma hipoglikemia, ketoasidosis diabetes dan HONK. Yang pertama terjadi karena kadar gula yang terlalu rendah (di bawah 50 mg/dL). Yang kedua, ketoasidosis, terjadi jika tubuh hanya mampu menggunakan lemak sebagai sumber energi; keadaan ini terjadi karena tidak adanya insulin baik yang dibuat oleh sel beta pankreas tubuh sendiri maupun yang didapat lewat suntikan insulin. Penggunaan lemak sebagai sumber energi menghasilkan keton bodies yang jika kadarnya terlalu tinggi akan membuat darah menjadi asam. Akhirnya yang ketiga, HONK (hiperglikemia hiperosmoler nonketosis) terjadi jika kadar GD sangat tinggi tapi tanpa pembentukan keton bodies yang berlebihan. Ketiga komplikasi akut ini membuat seorang diabetisi harus dirawat di RS. Komplikasi kronis berupa gangguan pembuluh darah makro (besar) dan mikro (halus).Yang pertama disebut makroangiopati dan dapat menimbulkan stroke, penyakit jantung koroner serta kaki diabetes yang bisa berupa luka, borok atau gangren yang sulit sembuh sehingga tidak jarang kaki itu harus diamputasi.Mikroangiopati dapat menyebabkan mata diabetes (retinopati), gangguan saraf yaitu neuropati dgn rasa nyeri yang kronis, dan ginjal diabetes (nefropati). DM memang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan asalkan anda mau bersahabat dengannya. Penyulit akut: 1. 2. 3. ketoasidosis diabetik hiperosmolar non ketotik Hipoglikemia

Penyulit menahun: 1. makroangiopati: 2. pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner) pembuluh darah tepi pembuluh darah otak (stroke)

mikroangiopati: retinopati diabetik nefropati diabetik

3. 4.

Neuropati Rentan infeksi, misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran kemih

5. 6.

Kaki diabetik Disfungsi Ereksi

J. KETOASIDOSIS DIABETIK Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi

kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipolikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat.Akibat diuresis osmotik, KAD biasnya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok (Sudoyo, 2006).

Epidemiologi Di negara maju dengan saran yang lengkap, angka kematian KAD berkisar 9-10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25-50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD seperti sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien KAD usia muda, umumnya dapat dihindari engan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai

sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.

Faktor pencetus Ada sekitar 20% paseien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali.Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus ini penting untuk pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid,mengehentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak ditemukan faktor pencetus.

Patofisiologi KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, ketokolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dkelompokkan menjad dua bagian yaitu: a. Akibat hiperglikemia b. Akibat ketosis

Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibat lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan.Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam keadaan normal kadar 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa. Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak

bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber energi utama sel. Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin relatif.Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat mengganggu sensitivitas insulin. Peranan insulin Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon kontra regulasi yang berlebihan (glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan).Defisiensi insulin dapat disebabkan oelh resistensi insulin atau suplai insulin endogen ataieksogen yang berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut, menyebabkan 3 proses patofisiologi yang nyata pada 3 organ, yaitu sel-sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama meibatka metabolisme lemak dan karbohidrat. Peranan Glukagon Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling

berperan dalam ketogenesis KAD. Glukagon mengahambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan malonyl CoA adalah suatu penghambat cartnitine acyl transferase (CPT 1 dan 2) yang bekerja pada transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian peningkatan glukagon akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis. Pada pasien DM tipe 1, kadar glukagon darah tidak teregulasi denganbaik, bila kadar insulin rendah maka kadar glukagon darah sangat meningkat serta mengakibatkan reaksi kebalikan respons insulin pada sel-sel lemak dan hati.

Horman Kontra Regulator Insulin lain Kadar epinefrin dan kortisol darah menngikat pada KAD.Hormon pertumbuhan (GH) pada awal terapi KAD kadarnya kadang-kadang meningkat dan lebih meningkat lagi dengan pemberian insulin. Keadaan stres sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang pada akhirnya akan menstimulasi pembentukan benda-benda keton, glukonoegenesis serta potensial sebagai pencetus KAD. Sekali proses KAD terjadi maka akan terjadi stres berkepanjangan.

Gejala klinis Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah tercium. Gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan poliuri, dan polidipsi seringa kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, dmeam, atau infeksi.Muntah-muntah merpakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak. Dapat pula dijumapi nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis-dilatas lambung. Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Walaupun faktor pencetusnya adalah infeksi, kebanakan pasien tidak mengalami demam.bila dijumapi nyeri abdomen perlu dipikirkan kemungkinan

kolesistisis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respons yang baik terhadap pengobatan KAD maka perlu dicari kemungkinan infeksi tersembunyi (sinusitis, abses gigi, abses perirektal).

Diagnosis Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun hiperglikemia hiperosmolar nenketotik.Beberpa hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis dapat dipakai dengan kriteria diagnosis KAD (tabel

1). Walaupun demikian penilaian kasus per kasus selalu diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD

terdiri dari aamnesis dan pemeriksaan fisik yagn cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan. Pemeriksaan laboratorium yang penting dan mudah untuk segera dilakukan setelah dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan urin dengan mengunakan urine strip untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urin. Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparah KAD meliputi kadar HCO3, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan pemeriksan kadar AcAc dan laktat serta 3HB.

Prinsip pengobatan Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah : a. Penggantian cairan dan garam yang hilang b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoeogenesis sel hati dengan pemberian insulin c. Mengatasi stres sebagai pncetus KAD d. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

Pengobatan KAD tidak terlalu rumit ada 6 hal yang perlu diberikan. lima diantaranya ialah :cairan, garam ,insulin, kalium dan glukosa. Sedangkan yang terakhir terapi sangat menentukan adalah asuhan keperawatan. Di sini diperlukan kecermatan dalam evaluasi sampai keadaan KAD teratasi dan stabil.

BAB IV KESIMPULAN

1.

Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.

2.

Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresiinsulin bersama resistensi insulin).

3.

Manifestasi DM adalah gejala Khas: polidipsi, poliuria, polifagia, penurunanberat badan sedangkan gejala tidak khas: lemas, kesemutan pada jari tangandan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, dll.

4.

Komplikasi

metabolik

akut

adalah

ketoasidosi

diabetik,

HHNK,

danhipoglikemia. 5. Komplikasi kronik jangka panjang adalah mikrovaskular: retinopati,nefropati, neuropati perifer, sedangkan makrovaskular: infak miokard, TIA,stroke, dll. 6. Penatalaksanaan nonfarmakologi adalah: edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani, pemantauan gula darah sendiri. 7. Penatalaksanaan farmakologi adalah sulfonilurea, glinid,

biguanid,tiazolidindion, dan penghambat glukosasidase alfa.

DAFTAR PUSTAKA

Darmono. (1996). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus:Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: BP FK UI. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), 2011.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Prince S dan Wilson L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. Soegondo, S. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terapadu. Balai Penerbit FKUI, Jakarta Sudoyo W. Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta; EGC Waspadi, S., 2002.Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Vous aimerez peut-être aussi