Vous êtes sur la page 1sur 19

By : Kristina

ASMA

Definisi Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) : Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik ini berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat revesibel dengan atau tanpa pengobatan. Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik : 1. Obstruksi saluran nafas yang reversible (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien baik secara spotan maupun pengobatan). Memberikan gejala batuk, mengi, dan sesak nafas. 2. Inflamasi saluran nafas, diduga yang mendasari terjadinya obstruksi saluran nafas maupun reaksi hipereaktivitas. 3. Peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan (Hipereaktivitas). Menurut WHO : Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas dan wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat kelainan inflamasi dari jalan napas di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas membengkak karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru-paru.

Etiologi Sampai pada saat ini etioologi asma masih belum jelas diketahui secara pasti, namun ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkial, sebagai berikut : 1. Faktor predisposisi Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor Presipitasi Alergen dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu (Dermatophagoides pteronissynus), bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

Stress Stress/ gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut Obat-obatan Beberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti pennisilin, salisilat, beta blocker dan kodein.

1. Infeksi 2. Allergen 3. Inhalan/iritan

: common cold, sinusitis, bronkitis atau brokiolitis dsb. : tumbuhan, debu rumah, bulu, binatang, spora/ jamur dsb. : cat, bensin, asap rokok, zat-zat kimia industri yang berbau tajam,

udara dingin, polutan udara. 4. Alergi makanan 5. Mekanisme pencetus yang berlebihan. 6. Stress psikologis 7. Obat-obatan : penislin, vaksin, aspirin, salisilat, dsb. : polip hidung, tertawa, perubahan suhu, kelelahan akibat aktivitas

Faktor Resiko Asma Faktor pejamu : predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopik) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap.

Faktor lingkungan yaitu factor yang mempengaruhi seseorangan dengan kecendrungan menjadi asma alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan : pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma, baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma

Berdasarkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma 2009, faktor resiko asma dibagi menjadi faktor genetik dan faktor lingkungan : a. Faktor Genetik - Hiperaktivitas - Atopi/alergi bronkus - Faktor yang memodifikasi penyakit genetik - Jenis Kelamin dimana laki-laki lebih beresiko dari pada perempuan - Ras/Etnik dimana status ekonomi ras menentukan status gizi

b. Faktor Lingkungan Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll) Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari ) Makanan ( bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bliker dll)

Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll) Ekspresi emosi berlebih

Asap rokok dari perokok aktif dan pasif Polusi udara luar dan dalam ruangan Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas tertentu Perubahan cuaca Kekurangan berat badan saat kelahiran Obesitas Jalan napas sempit sejak lahir

Patofisiologi Asma
Pencetus Serangan : Alergen, Emosi, Obat-Obatan, Infeksi, Olahraga

Reaksi Antigen dan Antibodi

Dikeluarkannya substansi vasoaktif ( histamin, bradikinin, anafilatoksin )

Kontraksi Otot Polos

Peningkatan permeabilitas kapiler

Sekresi Mukus meningkat

Bronchospasme

- Kontraksi Otot Polos - Edema Mukosa -Hiperresponsitifitas bronkus

Produksi Mukus bertambah

Sesak Napas Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Obstruksi Saluran Napas Bersihan Jalan Napas tidak Efektif

Hiperventilasi Distribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi darah paru-paru Gangguan difusi gas di alveoli

Kerusakan pertukaran gas

Hipoksemia dan Hiperkapnea

Gambar 1. Skema Patifisiologi Asma

Gejala Klinik Gejala yang biasanya timbul berhubungan dengan beratnya hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain : a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop b. Batuk produktif sering pada malam hari c. Napas atau dada seperti ditekan

Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari. Namun, biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam atau dini hari.

Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

RIWAYAT PENYAKIT / GEJALA : Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit : Riwayat keluarga (atopi) Riwayat alergi / atopik Penyakit lain yang memberatkan Perkembangan penyakit dan pengobatan

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : Tingkat I Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium. Tingkat II Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tandatanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. Tingkat III Tanpa keluhan, pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas, penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. Tingkat IV Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Tingkat V Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

Jenis Asma Berdasarkan Etiologi Asma Ekstrinsik (Atopik) Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1 Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan, 85% kasus timbul sebelum usia 30 tahun Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek. Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada IgE yang timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian hari Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik Ada riwayat keluarga yang menderita asma Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat

Intrinsik/idiopatik (non alergik) Alergen pencetus sukar ditentukan Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil negatif Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda. Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan disebut juga late onset asma. Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.

Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Berdasarkan Umur Penderita (Kepmenkes, 2009) Usia Dewasa

Berdasarkan Derajat Frekuensi

Tabel 1. Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Serangan (Kepmenkes, 2009)

10

Pemeriksaan Fisik Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas

Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup : B1 (Breathing) Inspeksi Pada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas. Palpasi Pada palapasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal Perkusi Pada perkusi didapatkan suara normal samapi hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

11

Auskultasi Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

B2 (Blood) Monitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.

B3 (Brain) Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status kesadaran

B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya oliguria sebagai tanda awal gejala syok.

B5 (Bowel) Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada infeksi yang dapat merangsang serangan asma. Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas terjadi kekurangan. Hal ini terjadi karena dispnea saat makan dan kecemasan klien.

B6 (Bone) Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji permukaan kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, besisik, pruritis, eksim dan adanya bekas dermatitis. Pada rambut kaji kelembaban dan kusam. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea saat istirahat. Pola aktivitas olahraga, pekerjaan dan aktivitas lainnya.

12

Pemeriksaan Penunjang Radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.

Laboratorium Sputum Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma berat karena hanya reaksi serangan beratlah menyebabkan transudasi dari edema mukosa lalu terlepaslah sekelompok sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaa gram penting untuk melihat adanya bakteri diikuti kultur dan uji resistensi terhadap antibiotik. Spurum eosinofil sangat karakteristik untuk asma dengan adanya cristal Charcot Leyden dan Spiral Curschman melihat adanya Asperigillus fumigatus.

Analisa Gas Darah Hanya dilakukan pasa asma berat karena terdapat hiposekmia, hiperkapnea dan asidosis respiratorik. Pada fase awal serangan terjadi hipokapnea dan hiposekmia (PaCO2< 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal hingga normokapnea.Lalu diikuti selanjutnya hiperkapnea (PaCO2 45mmHg).

Pemeriksaan Eosinofil Total Sel eosinofil pada status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan hitung eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai fungsi paru serta penurunan hitung sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat. Juga dapat sebagai patokan penggunaan kortikosteroid.

Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SPGT meningkat disebabkan keruskan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.

13

Pengujian Faal Paru Pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai: obstruksi jalan napas reversibiliti kelainan faal paru variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas

Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).

Pengukuran Fungsi Paru (Spirometer) Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

Manfaat Spirometri : Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma. Menilai derajat berat asma

14

Arus Puncak Ekspirasi (APE) Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/ dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

Manfaat APE Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)

Tes Provokasi Bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik. Tes ini dilakukan pada spirometer internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum dapat bermakan bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.

Pemeriksaan Kulit Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spefisik dalam tubuh. Uji ini penting karena uji alergen positif tidak selalu menjadi penyebab asma. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk

15

mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan. Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, danlain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi. Diagnosis banding asma antara lain: Dewasa Penyakit Paru Obstruksi Kronik Bronkitis kronik Gagal Jantung Kongestif Batuk kronik akibat lain-lain Disfungsi larings Obstruksi mekanis (misal tumor) Emboli Paru

Anak Benda asing di saluran napas Laringotrakeomalasia Pembesaran kelenjar limfe Tumor Stenosis trakea Bronkiolitis

16

Tatalaksana Tujuan terapi asma adalah : a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma b. Mencegah kekambuhan c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise e. Menghindari efek samping obat f. Mencegah obstruksi jalan napas yang irreversible g. Mencegah kematian karena asma h. Khusus anak, untuk mempertahakan potensi sesuai tumbuh kembangnya

Penatalaksanaan medis untuk asma dibagi menjadi dua, yaitu (Kepmenkes 2009) : - Pengobatan Nonfarmakologi Memberikan penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pemberian cairan Fisiotherapy

- Pengobatan Farmakologi Obat-obat pengontrol adalah obat-obat yang diberikan tiap hari untuk jangka lama untuk mengontrol asma persisten. Dewasa ini pengontrol yang paling efektif adalah kortikosteroid inhalasi. Obat-obat pelega adalah yang bekerja cepat untuk menghilangkan konstriksi bronkus beserta keluhan-keluhan yang menyertainya. Selain pengobatan jangkah panjang, terdapat pula pengobatan ekserbasi (serangan asma). Eksaserbasi (serangan) asma adalah memburuknya gejala asma secara cepat berupa bertambahnya sesak nafas, batuk mengi atau berat di dada atau kombinasi dari gejalagejala ini. Pengobatan Eksaserbasi pada penderita asma dapat dilakukan dengan pengobatan-pengobatan berikut:

17

a. Pengobatan di Rumah

Bronkodilator : Untuk serangan ringan dan sedang : Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat 2 4 semprot tiap 20 menit dalam satu jam pertama . Sebagai alternatif : Inhalasi antikolinergik ( Ipratropium Bromida ) , agonis beta 2 oral atau teofilin aksi singkat . Teofilin jangan dipakai sebagai pelega , jika penderita sudah memakai teofilin lepas lambat sebagai pengontrol . Dosis agonis beta 2 aksi singkat dapat ditingkatkan sampai 4 10 semprot . Kortikosteroid : Jika respon terhadap agonis beta 2 tidak segera terlihat atau tidak bertahan ( umpamanya APE lebih dari 80 % perkiraan / nilai terbaik pribadi ) setelah 1 jam, tambahkan kortikosteroid oral a.l prednisolon 0,5 1 mg/ kg BB. Dibutuhkan beberapa hari sampai keluhan menghilang dan fungsi paru kembali mendekati normal. Untuk itu pengobatan serangan ini tetap dipertahankan di rumah.

b. Pengobatan di Rumah Sakit

Pemberian oksigen: Oksigen diberikan 4-6 L/menit untuk mendapatkan saturasi O2 90% atau lebih. Agonis beta-2: Agonis beta-2 aksi singkat biasanya diberikan secara nebulasi setiap 20 menit selama satu jam pertama (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg, tarbutalin 10 mg). Nebulasi bisa dengan oksigen atau udara. Pemberian secara parenteral agonis beta-2 dapat dilakukan bila pemberian secara nebulasi tidak memberikan hasil. Pemberian bisa secara intramuskuler, subkutan atau intravena. Adrenalin (epinefrin ) Obat ini dapat diberikan secara intramuskuler atau subkutan bila:

18

Agonis beta 2 tidak tersedia Tidak ada respon terhadap agonis beta 2 inhalasi.

Bronkodilator tambahan: Kombinasi agonis beta-2 dengan antikolinergik (Ipratropium Bromida) memberikan efek bronkodilator yang lebih baik dari pada diberikan sendirisendiri. Obat ini diberikan sebelum mempertimbangkan aminofilin. Mengenai aminofilin dalam mengatasi serangan ini masih ada kontroversi. Walaupun ada manfaatnya, akan tetapi aminofilin intravena tidak dianjurkan dalam 4 jam pertama pada penanganan serangan asma. Aminofilin intravena dengan dosis 6 mg per kgBB diberikan secara pelan ( dalam 10 menit ) diberikan pada penderita asma akut berat yang perlu perawatan dirumah sakit, bila penderita tidak mendapat teofilin dalam 48 jam sebelumnya.

Kortikosteroid Kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan serangan yang refrakter terhadap obat bronkodilator. Pemberian secara oral sama efektifnya dengan intra vena dan lebih disukai karena lebih gampang dan lebih murah. Kortikosteroid baru memberikan efek minimal setelah 4 jam. Kortikosteroid diberikan bila: Serangan sedang dan berat. Inhalasi agonis beta-2 tidak memperlihatkan perbaikan atau: Serangan timbul walaupun penderita telah mendapat kortikosteroid oral jangka panjang.

19

Vous aimerez peut-être aussi