Vous êtes sur la page 1sur 21

BAB I PENDAHULUAN

Bells palsy merupakan gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan nervus fasialis sehingga terjadi kelemahan atau paralisis unilateral yang bersifat akut. Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum.1 Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer yang belum diketahui penyebabnya, bisa akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.2 Di Amerika Serikat ditemukan 23 penderita Bells Palsy pada 100.000 penduduk per tahun, di United Kindom populasi 20 penderita Bells Palsy pada 100.000 penduduk dengan jumlah dari semua kasus palsy fasial akut.3 Di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Pada wanita dan pria insidens terjadinya Bells Palsy sama. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan.2 Menurut WHO, Rehabilitasi ialah semua tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak disabilitas/handicap, agar memungkinkan penyandang cacat berintegrasi dengan
1

masyarakat. Rehabilitasi medik mempunyai tujuan sebagai berikut: pemulihan penderita yang mengalami cacat kepada kondisi semula atau setidaknya kembali mendekati keadaan sebelum sakit, menghindarkan semaksimal mungkin timbulnya cacat sekunder, masa/waktu perawatan dapat dipersingkat, mengusahakan sedapat mungkin penderita cepat kembali ke pekerjaan semula atau pekerjaan baru, psikologik lebih baik oleh karena penderita tidak terlalu menderita tekanan jiwa berat dan lama. Dalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari berbagai keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim terdiri dari: dokter, fisioterapis, terapi okupasi, ortotis prostetis, pekerja sosial medik, psikolog, ahli bina bicara, perawat rehabilitasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bells palsy adalah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis yang tidak diketahui pasti penyebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetris. Sejak itu semua kelumpuhan nervus fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabanya disebut Bells palsy. Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur.1,2

B. Epidemiologi Jumlah kasus Bells Palsy hampir dari semua kasus kelemahan fasial akut dengan insidens tertinggi usia 15-45 tahun. Di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan. 1,2

C. Anatomi Nervus Fasialis Saraf otak VII mengandung 4 macam serabut, yaitu3 : 1. Serabut somato motorik, mempersarafi otot-otot wajah. 2. Serabut visero motorik (parasimpatis), mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris, sublingual dan lakrimalis.

3. Serabut visero-sensorik, menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 anterior lidah. 4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (mungkin rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian kulit dan mukosa yang persarafi oleh Nervus Trigeminus. Daerah yang overlapping (dipersarafi oleh lebih dari satu saraf yang tumpang tindih) terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar gendang telinga.

Nervus fasialis terdiri dari serabut motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah tapi dalam perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung. Nervus intermedius tersebut tersusun oleh serabut sekret motorik untuk glandula salivatorius dan serabut sensorik khusus untuk menghantarkan impuls pengecapan dari 2/3 anterior lidah ke nucleus traktus solitarius. Serabut eksteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desendens dan inti akar desendens dari saraf trigeminus (N.V).2,4,5

Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari inti nervus VI dan keluar di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar ke permukaan lateral pons, di antara nervus VII dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Kemudian keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoideus dan bercabang menpersarafi otot-otot wajah.2,4,5

Gambar Nervus VII

Otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi karena itu terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf kranialis VII jenis sentral dan perifer. Gangguan sentral sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh, yang lumpuh ialah bagian bawah wajah. Gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama saraf fasialis. Inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderita masih bisa mengangkat alis, mengerutkan dahi, dan menutup mata (persarafan bilateral). Tetapi kurang dapat mengangkat sudut mulut (tersenyum) pada sisi yang lumpuh. 2,4,5,6

Gambar Lesi UMN dan LMN Pada sisi lower motor neuron (LMN), semua gerakan otot wajah lumpuh. Lesi supranuklir upper motor neuron (UMN) nervus VII sering merupakan bagian hemiplegik yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, thalamus, mesensefalon, dan pons di atas inti nervus VII.2,4,5

D. Etiologi Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bells palsy, tetapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu2 : 1. Teori iskemik vaskuler Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis. 2. Teori infeksi virus Virus yang dianggap paling banyak bertanggung jawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1). 3. Teori herediter

Bells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis. 4. Teori imunologi Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

E. Patofisiologi Apapun sebagai etiologi Bells palsy, proses akhir yang dianggap bertanggung jawab atas gejala klinik Bells palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Proses ini yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis.2

F. Gambaran Klinis Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi, berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bells palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fissura palpebra melebar serta kerut dahi menghilang. Bila

penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas (phenomena Bell). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Di samping itu makanan cenderung terkumpul di antara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya.1,2,4

G. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis.6,7 Anamnesis : Gangguan atau kehilangan pengecapan. Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain. Pemeriksaan : Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer. Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal : Mengerutkan dahi Memejamkan mata Menggembungkan pipi Tersenyum Bersiul
8

H. Rehabilitasi Medik pada pasien Bells Palsy (BP) Rehabilitasi medik menurut World Health Organization (WHO) adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integritas sosial. Tujuan rehabilitasi medik adalah:2,4 1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin 2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin 3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa yang tertinggal. Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada penderita BP adalah mengurangi atau mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologisnya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Program-program yang diberikan adalah fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik, psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak banyak berperan.

Program Fisioterapi2,8 1. Pemanasan Pemanasan superfisial dengan infra red Pemanasan dalam berupa shortwave diathermy atau microwave diathermy

2. Stimulasi listrik Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk mencegah atau memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan

sirkulasi serta mencegah atau meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset. 3. Latihan otot-otot dan massage wajah Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul dan meniup (dilakukan di depan kaca dengan konsentrasi penuh). Massage adalah manipulasi sistemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk perbaikan atau pemulihan. Pada fase akut bells palsy diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut diberi deep kneading massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah. Deep kneading massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan arah keatas, lamanya 5-10 menit.

I. Prognosis Sembuh spontan pada 75-90 % dalam beberapa minggu atau dalam 1-2 bulan. Kira-kira 10-15 % sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang permanen.9

J. Komplikasi 2 1. Crocodile tear phenomenon.

10

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum. 2. Synkinesis. Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan involunter elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah. 3. Hemifacial spasm. Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. 4. Kontraktur. Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibandingkan pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.

11

BAB III LAPORAN KASUS

Identitas Pasien Nama Jenis kelamin Umur Alamat Pekerjaan Tanggal pemeriksaan : Tn. MM : Laki-laki : 55 tahun : Sangier/sea : Wiraswasta (pedagang) : 20 Mei 2013

Anamnesis Keluhan Utama Riwayat Penyakit Sekarang : Asimetris wajah :

Sejak 5 hari lalu, timbul gejala mulut tertarik ke sebelah kanan, mata kiri sukar tertutup dan berair dan terasa perih. Setiap kali makan, makanan terkumpul di sudut mulut kiri dan makanan yang dimakan keluar kembali. Bila minum menetes dari sudut mulut kiri. Keluhan nyeri telinga/telinga berdenging (-). Riwayat keluar cairan dari telinga (-). Riwayat sakit gigi/gigi berlubang (-). Riwayat benturan di wajah (-). Riwayat sering menggunakan kipas angin dan terpapar langsung ke wajah.

12

Riwayat Penyakit Dahulu Sejak 2 tahun yang lalu penderita menderita hipertensi, penggunaan obat tidak terkontrol. Riwayat asam urat sejak setengah tahun yang lalu, penggunaan obat tidak terkontrol. Kolesterol, jantung, stroke dan DM disangkal penderita. Riwayat Penyakit Keluarga Hanya pasien yang mengalami sakit seperti ini. Riwayat Kebiasaan Pasien memiliki kebiasaan sering menggunakan kipas angin dan terpapar langsung ke wajah. Pasien juga mempunyai kebiasaan merokok 1 bungkus dalam 3 hari. Kegiatan sehari-hari sebagai pedagang (kios). Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tinggal di rumah permanen, rumah permanen berlantai satu, dinding tembok, lantai semen plester, WC jongkok. Sumber air minum dari PAM. Pasien memiliki 2 anak, 1 menikah dan 1 sekolah. Pasien berpenghasilan kurang. Biaya pengobatan rumah sakit dengan biaya sendiri.

Pemeriksaan Fisik Status generalis Keadaan Umum Kesadaran Tanda vital : tampak sakit ringan : kompos mentis : Tekanan darah 180/120 mmHg, nadi 80 x/mnt, respirasi 20 x/mnt, suhu badan 36,50C
13

Kulit Kepala Mata

: sawo matang : bentuk bulat simetris, normocephali : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor 3 mm/3mm, refleks cahaya +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, lagoftalmus sinistra (+) 2 mm.

Hidung Telinga

: sekret (-), mukosa hidung hiperemis (-) : sekret (-), liang telinga hiperemis (-), membran timpani intak

Rongga Mulut Leher

: Bibir mencong ke kanan (+), beslag lidah (-). : kaku kuduk (-), trakea letak di tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-)

Thoraks

: simetris kiri = kanan, retraksi (-) cor SI-SII normal, bising (-), gallop (-) pulmo suara pernapasan vesikuler, wheezing-/rhonki -/-

Abdomen

: datar, lemas, bising usus (+) normal hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas

: akral hangat, edema (-), kelemahan otot (-)

Status neurologis Kesadaran Nervus Kranialis : kompos mentis, Glasgow Coma Scale : E4M6V5 : paresis NVII perifer sinistra

14

Status Motorik

Ekstremitas Superior Dextra Sinistra (+) Normal 5/5/5/5 (+) Normal (+) Normal (-) Negatif

Ekstremitas Inferior Dextra (+) Normal 5/5/5/5 (+) Normal (+) Normal (-) Negatif Sinistra (+) Normal 5/5/5/5 (+) Normal (+) Normal (-) Negatif

Gerakan Kekuatan otot Tonus otot Refleks fisiologis Refleks patologis

(+) Normal 5/5/5/5 (+) Normal (+) Normal (-) Negatif

Status sensorik Status otonom Tes pengecapan

: Normoestesi : Bab/Bak normal : normal

Manual Muscle Test Dekstra M. Frontalis M. Corrugator supercilii M. Zygomatikus mayor M. Orbicularis oculi M. Orbicularis oris M. Buccinator M. Nasalis 3 3 3 3 3 3 3 Sinistra 1 1 1 1 1 1 1

15

Skala UGO FISCH Posisi Nilai Persentase (%) 0, 30,70,100 Istirahat Mengangkat alis Menutup mata Tersenyum Bersiul 20 10 30 30 10 30 30 30 30 30 6 3 9 9 3 Total = 30% Skor

Penilaian Persentase : 0% 30% asimetris komplit simetris poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke asimetris komplit dari pada simetris normal. 70% simetris fair/cukup, kesembuhan parsial yang lebih cenderung ke arah normal. 100% simetris normal/komplit

Resume Dilaporkan pasien laki-laki, 55 tahun datang dengan keluhan mulut tertarik ke sebelah kanan, mata kiri sukar tertutup dan berair dan terasa perih. Setiap kali makan, makanan terkumpul di sudut mulut kiri dan makanan yang dimakan keluar kembali. Bila minum menetes dari sudut mulut kiri. Keluhan nyeri telinga/telinga berdenging (-). Riwayat

16

keluar cairan dari telinga (-). Telinga kiri dirasakan kurang mendengar. Riwayat sakit gigi/gigi berlubang (-). Riwayat benturan di wajah (-). Riwayat sering menggunakan kipas angin dan terpapar langsung ke wajah. Pemeriksaan fisik didapatkan paresis N. VII perifer sinistra dengan sensibilitas wajah dan tes pengecapan normal. Skala UGO FISCH total 30%.

1. Diagnosis Diagnosis Klinis Diagnosis Etiologi Diagnosis Topis Diagnosis Fungsional : Bells Palsy sinistra : Idiopatik : Foramen stylomastoideus : Gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari seperti makan, minum dan berkumur.

2. Problem Rehabilitasi Ketidak simetrisan otot-otot wajah Gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) seperti makan, minum dan berkumur. Rasa cemas pasien dengan keluarga bila wajah tidak dapat kembali normal

3. Program Rehabilitasi Medik a. Fisioterapi Evaluasi : Ketidak simetrisan otot-otot wajah Program : - Infra Red pada regio fasialis sinistra setiap hari - Massage sisi kiri wajah (deep kneading massage) b. Okupasi Terapi

17

Evaluasi : - Ketidak simetrisan otot-otot wajah sisi kiri - Gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS). Program : Latihan peningkatan aktivitas kehidupan sehari-hari (latihan tersenyum di depan cermin, minum dengan sedotan, mengunyah di sisi kiri, berkumur). c. Ortotik Prostetik : Evaluasi : Ketidak simetrisan otot-otot wajah sisi kiri Program : Saat ini belum diperlukan pemakaian Y plester. d. Terapi Wicara : Evaluasi : Tidak didapatkan gangguan bicara dan komunikasi. Program : Saat ini belum diperlukan program di bidang terapi wicara d. Psikologi Evaluasi : Pasien dan keluarga merasa cemas jika wajah pasien tidak dapat kembali normal. Program : a). Memberikan dukungan mental kepada pasien dan keluarga, agar pasien dan keluarga tidak merasa cemas dengan sakitnya, dan bahwa penyakitnya dapat sembuh bila rajin menjalani terapi di rumah sakit dan latihan di rumah dengan teratur. b). Memberikan dukungan mental kepada keluarga pasien untuk rajin membawa pasien terapi ke bagian rehabilitasi medik sesuai program yang ditentukan. e. Program Sosial Medik Evaluasi : Pasien tinggal Pasien tinggal di rumah permanen, rumah permanen berlantai satu, dinding tembok, lantai semen plester, WC jongkok. Sumber air minum dari PAM.

18

Pasien memiliki 2 anak, 1 menikah dan 1 sekolah. Pasien berpenghasilan kurang. Biaya pengobatan rumah sakit dengan biaya sendiri. Program : a). Memberikan edukasi dan bimbingan kepada pasien untuk kontrol dan berlatih secara teratur. b). Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan tempat kerja serta memotivasi agar tidak terpapar lagi. f. Home Program Latihan tersenyum di depan cermin 2x/hari selama 15 menit Latihan minum dengan sedotan di depan cermin Latihan meniup lilin di depan cermin Latihan bersiul di depan cermin Menggembungkan pipi di depan cermin Latihan berkumur di depan cermin Menutup mata secara pasif sebelum tidur Memakai kacamata gelap sewaktu beraktivitas di luar rumah pada siang hari Beri tetes mata buatan Latihan dengan mengunyah permen karet di sisi kiri wajah.

Prognosis Ad vitam Ad sanationam Ad functionam : Bonam : Dubia ad bonam : Dubia Ad bonam

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewanto G, Suwono W, Riyanto B, dan Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Cetakan I. EGC : 2009. h137 2. Sengkey L, Angliadi SL, Gessal J, Mogi IT. Dalam : Bahan Ajar Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik BLU RSUP. Prof. DR. R.D Kandou. Manado. 2010. h 42-49 3. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Cetakan 10. Balai Penerbit FKUI Jakarta: 2007.hl 55-60. 4. Holland J dan Weiner Graeme. Recent Developments in Bells Palsy. Department of Otolaryngology, Royal Devon, and Eveter NHS Foundation Trust. 2004;329:5537 5. Mardjono M dan Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan 12. Penerbit Dian Rakyat : 2008. h 159-62 6. Sidharta P. Tata pemeriksaan Klinis dalam neurologi. Edisi ke-2. Jakarta : Dian Rakyat, 1985 : 235-48. 7. Thamrinsyam. Beberapa Kontroversi Bells Palsy. Dalam : Thamrinsyam dkk. Bells palsy. Surabaya : unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/Fk UNAIR, 1991 : 1-7. 8. Snell R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC Jakarta : 2006. h 719-29 9. Dillingham RT. Electrodiagnostic Medicine II, Clinical Evaluation and Findings. Dalam: Braddem RL. Physical Medicine and Rehabilitation. Vol 1. China: Elsevier ; 2011.h 209 BMJ

20

Perhatikan : Line spacing Indent Kerapian penulisan dan judul isi Bahasa asing di italic

Belajar : Definisi Bells Palsy Topis Bells Palsy dimana saja beserta gejala2 nya. Ada tabel yang berisi topis & gejala yang ditimbulkan N. Cranialis ( I XII ) Fokus ke N. VII , cara melakukan, otot apa yang diperiksa, gerakan nya seperti apa, cara pemeriksaan otot wajah Beda N. VII sentral dan perifer. Sentral pada penyakit apa? Perifer pada penyakit apa? Beda Bells Palsy dan Paresis N. VII perifer Skala Ugo Fisch untuk apa? Apa2 saja yang diperiksa? Nilai dan persentasenya ? Modalitas Infra Red : indikasi, kontraindikasi, termasuk terapi panas yang superfisial / deep ? cara kerjanya bagaimana?

21

Vous aimerez peut-être aussi