Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 810 bayi dari 1000 kelahiran hidup dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Menurut American Heart Association, sekitar 35.000 bayi lahir tiap tahunnya dengan beberapa jenis defek jantung bawaan. PJB bertanggung jawab terhadap lebih banyak kematian pada kehidupan tahun pertama bayi dari pada defek congenital lain. Sedangkan di Amerika Utara dan Eropa, PJB terjadi pada 0,8% populasi, membuat PJB menjadi kateri yang paling banyak dalam malformasi struktur kongenital. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan pengobatan serta tindakan bedah yang diperlukan. Untuk memperbaiki pelayanan di Indonesia, selain pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekuat, diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh para dokter umum yang pertama kali berhadapan dengan pasien. Mengurangi insiden terjadinya PJB dapat dilakukan oleh semua pihak, keluarga, terutama ibu dan tenaga kesehatan. Peran perawat akan sangat dinantikan dalam

upaya pencegahan, health education tentang pentingnya kesehatan pada ibu hamil menjadi faktor utama untuk menghindari terjadinya penyakit ini. Makalah ini akan mengulas tentang asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit jantung bawaan. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit jantung bawaan. 2. Tujuan Khusus a. Menjelaskan tentang konsep medis penyakit jantung bawaan b. Menjelaskan tentang konsep keperawatan pada penyakit jantung bawaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Medis Penyakit Jantung Bawaan 1. Definisi Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K), FASCC, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, mengatakan bahwa PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat awal ada proses pembentukan (konsepsi). mengalami jantung Pada yang waktu kurang jantung sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada pembuahan kemungkinan mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan (Dhania, 2009). 2. Jenis PJB a. PJB Non Sianotik Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003). 1). Ventricular Septal Defect (VSD)

Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 23 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003). 2). Patent Ductus Arteriosus (PDA) Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 23 kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 14 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan

arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur terbentuk penurunan jantung ini otot polos vaskuler paru paru lebih belum proses cepat dengan tahanan lebih sempurna vaskuler awal sehingga

dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal timbul saat usia neonatus (Roebiono, 2003). 3). Atrial Septal Defect (ASD) Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 40

sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003). 4). Aorta Stenosis (AS) Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 100 mmHg (Roebiono, 2003). 5). Coarctatio Aorta (CoA) Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan

mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003). 6). Pulmonal Stenosis (PS) Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat (Roebiono, 2003). b. PJB Sianotik Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo, 1994). 1). Tetralogy of Fallot (ToF)

Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di ujung ujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan (Bernstein, 2007). 2). Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak ditangani, fisik kebanyakan kasus berakhir dan dengan distress kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan menunjukkan sianosis berat pernafasan. Suara jantung kedua terdengar kuat dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus. (Bernstein, 2007) 3). Tricuspid Atresia Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur sistolik holosistolik di

sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan sianosis. (Bernstein, 2007) 3. Etiologi Penyakit jantung bawaan diduga terjadi dimasa embrional. Disebabkan : a. Factor genetic. 1. Adanya gen gen mutan tunggal ( dominan autosomal, resesif autosomal, atau terkait X ) yang biasanya menyebabkan penyakit jantung bawaan sebagai bagian dari suatu kompleks kelainan. 2. Kelainan kromosom juga menyebabkan penyakit jantung kongenital sebagai bagian suatu kompleks lesi. 3. Factor gen multifaktorial, dipercaya merupakan dasar terjadinya duktus anterious paten dan dasar penyakit congenital lainnya. b. Factor lingkungan. 1. Lingkungan janin, ibu yang diabetic atau ibu yang meminum progesterone saat hamil mungkin akan mengalami peningkatan resiko untuk mempunyai anak dengan penyakit jantung congenital. 2. Lesi viral. Emriopati rubella sering menyebabkan stenosis pulmonal perifer, duktus arteosus paten dan kadang kadang stenosis katup pulmonal 4. Manifestasi Klinis a. Bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru biruan yang disebut Picasso Blue. Sianosis merata keseluruh tubuh kecuali jika resistensi vascular paru sangat tinggi, dibagian tubuh sebelah atas akan lebih sianotik dibanding bagian bawah. b. Pada foto merah terlihat jelas gambaran pembuluh darah abnormal.

c. Pada umur tiga bulan, terjadi kelambatan penambahan berat badan dan panjang badan serta perkembangan otak terganggu. d. Disertai pulmonal stenosis sering timbul serangan anoksia, yang menandakan bahaya kematian. e. Bila terdapat gejala takipnea, maka tanda adanya gejala gagal jantung. f. Pada aliran darah paru yang meningkat menunjukkan penampangan anterior posterior dada bertambah. g. Pada anak besar, tampak jelas voussure cardiac ke kiri. B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesa a). Identitas (1). Usia Perlu dikaji pada usia berapa gejala mulai muncul. (2). Jenis kelamin Laki laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama dalam hal terjadinya penyakit jantung bawaan. (3). Pekerjaan Pada umumnya anak akan merasa sesak pada saat beraktivitas. b). Keluhan Utama Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari jenis dan derajat defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak, : pembengkakan pada tungkai dan berkeringat banyak. Menanyakan adanya keluhan-keluhan utama yang dirasakan dada, kelelahan, kejang-kejang, keringat berlebihan. c). Riwayat kesehatan masa lalu Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang berhubungan lansung dengan system kardio vascular. Tanyakan kepada pasien adanya riwayat nyeri dada , nafas pendek, alkoholik, anemia, demam rematik, sakit tenggorokan yang di sebabkan streptococcus, nadi kecil dan tidak teratur , berdebar-debar, sesak nafas, nyeri

penyakit

jantung

bawaan,

stroke,

pingsan

hipertensi,

thromboplebitis, nyeri yang hilang timbul, varises dan oedema. d). Riwayat kehamilan Menanyakan tentang penyakit yang pernah diderita selama periode antenatal. Infeksi rubella dapat menyebabkan cacat pada jantung bayi, terkenal sebagai sindrom rubella yaitu PDA, tuli dan katarak. SLE (Sistemic Lupus Eritematosus) dapat menimbulkan blokade jantung total pada bayi. Diabetes Mellitus juga dapat menyebabkan terjadinya kardiomiopati pada bayi yang dikandung. e). Riwayat Kesehatan Keluarga Menanyakan adanya PJB pada keluarga, baik dengan abnormalitas kromosom, misalnya Down Syndrom. f). Riwayat Pengobatan Tanyakan kepada pasien tentang pengobatan yang pernah pasien jalani seperti pemakaian aspirin. Pengkajian pengobatan harus di tuliskan nama dari obatnya dan pasien mengerti tentang kegunaan dan efek sampingnya. Adapun obat-obat yang dapat mempengaruhi system kardiovaskuler seperti : anticonvulsants, antidepressant, antipsychotics, cerebral stimulants, cholinergics, estrogens, nonnarcotic analgesics dan antipyretics, oral contraceptives, sedatives and hypnotics, spasmolytics. Kebiasaan mengkonsumsi jamu tradisional, merokok dan alkohol juga perlu dikaji. g). Riwayat pembedahan Pasien juga harus ditanyakan secara spesifik tentang pembedahan yang pernah di jalani, perawatan rumah sakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Hasil-hasil data diagnostic yang pernah di lakukan selama perwatan harus lebih di kaji. Harus di catat dimana ECG dan foto rontgen dapat dijadikan data dasar. b. Pemeriksaan Fisik 1). Keadaan umum. a). Pasien tampak lemah / cukup baik / tampak sakit berat / tampak sesak.

b). Kesadaran penderita komposmentis, apatis, somnalens, sopor,soporokoma atau koma. 2). Tanda-tanda vital, meliputi: a) Tekanan darah : b) Denyut nadi : takikardia c) Suhu tubuh : normal, apabila tidak ada infeksi d) Respirasi rate : takipneu, dispneu 3). Pemeriksaan head to toe a) Kepala Tidak ada penambahan lingkar kepala (LILA) karena gangguan tumbuh kembang. Oedem wajah, anemis, mukosa bibir kering b) Leher Terdapat pembesaran vena jugularis c) Dada / thorax Inspeksi: Terdapat otot bantu nafas retraksi interkostae, deformitas dada, ekskursi pernapasan (takipnea, dispnea, adanya dengkur ekspirasi). Palpasi: Septal Defect/Defek Septum Atrium (ASD) aktivitas ventrikel kanan jelas teraba di parasternal kanan dan thrill di sela iga II atau III kiri Auskultasi: Septal Defect/Defek Septum Atrium (ASD). Pada tipe ostium sekundum dan sinus venosus terdengar bising ejeksi sistolik di daerah sela iga 2 atau 3 pinggir sternum kiri disertai fixed splitting bunyi jantung II. Hal ini menggambarkan penambahan aliran darah melalui katup pulmonal. Kadang kadang terdapat juga bising awal diastolik pada garis sterna bagian bawah yang menggambarkan penambahan aliran di katup trikuspid. Pada auskultasi jantung terdeteksi adanya murmur jantung. Frekwensi dan irama jantung menunjukkan deviasi bunyi

dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek jantung. auskultasi pada paru-paru menunjukkan ronki kering kasar. pada auskultasi tekanan darah terjadi penyimpangan dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah) d) Abdomen Teraba e) Genetalia Terjadi oliguri f) Anus g) Ekstremitas dan kulit Terjadi sianosis perifer hingga sianosis central, diaphoresis, oedem tungkai, kelemahan, ujung ujung jari hiperemik. Pada pasien tertentu seperti pada Tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan. c. Pemeriksaan Diagnostik 1). Pemeriksaan laboratorium Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi. 2). Radiologis Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu. 3). Elektrokardiogram adanya pembesaran hepar (hepatomegali) / splenomegali

Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal. 4). Ekokardiografi Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru 5). Kateterisasi Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah. 2. Diagnosa Keperawatan a). Gangguan pertukaran gas b.d penurunan alian darah ke pulmonal b). Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung c). Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi d).Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan e). Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan f). Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen g). Koping keluarga tidak efektif b.d kurang pengetahuan klg tentang diagnosis/prognosis penyakit anak h). Risti gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial sekunder abses otak, CVA trombosis. 3. Intervensi Keperawatan a). Penurunan kardiac output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung Tujuan : Anak dapat mempertahankan kardiak output yang adekuat. Kriteria hasil

Tanda-tanda vital normal sesuai umur Tidak ada : dyspnea, napas cepat dan dalam, sianosis, gelisah/letargi, takikardi, mur-mur. Pasien komposmentis Akral hangat Pulsasi perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas Capilary refill time < 3 detik Urin output 1-2 ml/kgBB/jam Intervensi : 1) Monitor tanda vital,pulsasi perifer,kapilari refill dengan membandingkan pengukuran pada kedua ekstremitas dengan posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Kaji dan catat denyut apikal selama 1 menit penuh Observasi adanya serangan sianotik Berikan posisi knee-chest pada anak Observasi adanya tanda-tanda penurunan sensori : letargi,bingung dan disorientasi Monitor intake dan output secara adekuat Sediakan waktu istirahat yang cukup bagi anak dan dampingi anak pada saat melakukan aktivitas Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia 10) Kolaborasi pemberian oksigen 11) Kolaborasi pemberian cairan tubuh melalui infuse b). Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Tujuan : Anak menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina. Kriteria hasil : Tanda vital normal sesuai umur

Anak mau berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dijadwalkan Anak mencapai peningkatan toleransi aktivitas sesuai umur Fatiq dan kelemahan berkurang Anak dapat tidur dengan lelap Intervensi : 1) Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas. 2) Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu. 3) Anjurkan pada pasien agar tidak ngeden pada saat buang air besar. 4) Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien. 5) Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas 6) Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan ADL dan dukung kearah kemandirian anak sesui dengan indikasi 7) Jadwalkan aktivitas sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak. c). Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan. Tujuan : anak dapat makan secara adekuat dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan normal dan pertumbuhan normal. Kriteria hasil : Anak menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur Peningkatan toleransi makan. Anak dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan Hasil lab tidak menunjukkan tanda malnutrisi. Albumin,Hb Mual muntah tidak ada Anemia tidak ada. Intervensi : 1) Timbang berat badan anak setiap pagi tanpa diaper pada alat ukur yang sama, pada waktu yang sama dan dokumentasikan. 2) Catat intake dan output secara akurat

3) Berikan makan sedikit tapi sering untuk mengurangi kelemahan disesuaikan dengan aktivitas selama makan (menggunakan terapi bermain) 4) Berikan perawatan mulut untuk meningktakan nafsu makan anak 5) Berikan posisi jongkok bila terjadi sianosis pada saat makan 6) Gunakan dot yang lembut bagi bayi dan berikan waktu istirahat di sela makan dan sendawakan 7) Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress pernafasan yang dapat disebabkan karena tersedak 8) Berikan formula yang mangandung kalori tinggi yang sesuaikan dengan kebutuhan 9) Batasi pemberian sodium jika memungkinkan 10) Bila ditemukan tanda anemia kolaborasi pemeriksaan laboratorium 4. Implementasi 5. Evaluasi C. Web Of Caution (WOC)

Vous aimerez peut-être aussi