Vous êtes sur la page 1sur 13

KARAKTERISTIK FISIK KIMIA DAN BIOAKTIVITAS PALA

MISRAN LAWANI 1), NUR WULANDARI 2), RINDY PANCA TANHINDARTO 3) 1) Fakultas Pertanian Universitas Khairun Ternate 2) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Insitut Pertanian Bogor 3) Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional

Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu tanaman obat indigenus dari Indonesia yang sering digunakan sebagai bahan penyegar dan obat-obatan. Komponen bioaktif pada pala terutama elemicin, safrol, myristicin dan lignan. Pala memiliki potensi bioaktif yang menguntungkan antara lain sebagai antioksidan, antibakteri, antivirus, dan juga memiliki aktivitas sebagai antikanker. Di samping itu, pala juga memiliki efek negatif terhadap tubuh manusia, terutama karena sifatnya yang psikotropik pada dosis tinggi. Kata Kunci: pala, fuli, bioaktif, efek fisiologis PENDAHULUAN Indonesia telah dikenal sejak dahulu sebagai salah satu penghasil rempah-rempah di dunia. Khususnya daerah Maluku, karena sumber daya hayati yang dimilikinya, dikenal pula sebagai spices islands. Salah satu komoditas rempah-rempah Indonesia adalah pala (Myristica fragrans Houtt). Pala merupakan tanaman rempah-rempah tahunan asli Indonesia yang telah menjadi komoditas perdagangan dunia. Indonesia merupakan penghasil sekitar 75 80% kebutuhan pala dunia (Risfaheri dan Mulyono, 1992), yang terutama diperdagangkan dalam bentuk biji dan fuli kering, maupun hasil ekstraksinya sebagai minyak atsiri dan oleoresin biji pala dan fuli. Tanaman pala menghasilkan buah pala dengan warna buah masak kuning kehijauan, dengan tekstur yang keras. Diameter buah bervariasi antara 3 9 cm (Purseglove et al., 1981). Buah pala terdiri atas daging pala (83,3%) dan biji pala yang terdiri atas fuli (3,22%), tempurung biji (3,94%), dan daging biji (9,54%) (Risfaheri dan Mulyono, 1992). Di antara daging dan biji pala terdapat fuli berupa selaput seperti jala yang merupakan serta tipis (areolus) berwarna merah atau kuning muda. Berdasarkan daerah asalnya, biji pala dan fuli dibedakan menjadi dua, yaitu East Indian Nutmeg and Mace dan West Indian Nutmeg and Mace. Pala yang berasal dari daerah Banda, Saiuw, Penang, Padang dan Papua Nugini dimasukkan ke dalam kelompok East Indian Nutmeg and Mace, sedangkan pala yang berasal dari Grenada termasuk jenis West Indian Nutmeg and Mace (Smith and Anand, 1984).. Produk turunan pala berupa biji pala, fuli dan minyak atsiri dari buah pala merupakan komoditas yang paling banyak diekspor, dan banyakdigunakan dalam industri makanan dan minuman, obat-obatan, parfum, dan kosmetik. Pada industri kosmetik dan parfum digunakan sebagai pewangi pada produk sabun, air pembersih (lotion), dan deterjen (Anonim 2005b). Selain itu minyak pala juga digunakan sebagai bahan tambahan penyedap pada produk rokok (Clark dan Bunch, 1997). Arti penting minyak pala pada

industri tersebut adalah peranannya dalam memberikan aroma khas dan kesan yang khusus yang bersifat warmly, spicy, terpeny. Secara garis besar kegunaan minyak pala adalah sebagai zat penyedap (flavoring agent), zat pewangi (fragrance), zat pengawet dan zat penghilang rasa sakit Penggunaan biji pala dan fuli sebagai obat-obatan sangat terkait dengan adanya kandungan komponen bioaktif di dalam biji pala dan fuli. Selama ini komponen bioaktif pada biji pala dan fuli juga diketahui memberikan pengaruh terhadap fisiologis tubuh manusia. Komponen bioaktif pada pala tersebut belum banyak dieksplorasi oleh para peneliti, karena selama ini pala memiliki persepsi yang kurang menguntungkan dari segi kesehatan, yang antara lain dapat menyebabkan kecanduan. Di dalam makalah ini, dikupas lebih dalam mengenai karakteristik produk tanaman pala serta komponen bioaktif yang terdapat di dalamnya, termasuk bagaimana efek positif dan negatifnya secara fisiologis bagi tubuh manusia. PRODUK TURUNAN PALA Secara komersial, biji pala dan fuli merupakan bagian terpenting dari buah pala dan dapat dibuat bermacam-macam produk. Biji pala dan fuli dapat dimanfaatkan secara langsung dalam bentuk rempah-rempah kering, atau diolah lebih lanjut menjadi produk hasil ekstraksinya berupa minyak atsiri maupun oleoresin biji pala dan fuli. Menurut Somaatmadja dan Herman(1984), minyak pala, biji pala dan fuli merupakan komoditi ekspor yang sudah memiliki tempat pasaran internasional, namun tidak berarti hasil olahan dari bagian pala lain tidak akan laku di pasaran. Produk lain yang mungkin dibuat dari biji pala adalah mentega pala yang dapat digunakan sebagai minyak makan dan juga digunakan dalam industri kosmetik. Secara langsung biji pala dan fuli dalam bentuk kering dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dan sebagai bahan campuran dalam ramuan obat-obatan. Proses pengeringan biji pala dan fuli selama ini masih banyak menggunakan teknologi tradisional dengan penjemuran. Menurut Lewis (1984), minyak pala dan fuli digunakan sebagai flavorpembuatan produk-produk daging, pikel, saus, dan sup, serta untuk menetralisasi bau yang tidak menyenangkan pada rebusan kubis. Pada industri parfum digunakan sebagai bahan pencampur minyak wangi atau eau decologne dan penyegar ruangan. Dalam jumlah kecil, minyak pala digunakan dalam industri obat-obatan sebagai obat sakit perut, diare, danbronchitis. Oleoresin pala saat ini banyak digunakan untuk bumbu dalam industri daging, sebagai pemberi rasa dam aroma. Dalam bidang kecantikan oleoresin banyak digunakan sebagi komponen penyusun parfum dan kosmetik. Sedangkan dalam bidang farmasi,

banyak digunaklan sebagai bahan obat untuk mengatasi gangguan tenggorokan dan biasanya dalam bentuk vicks (Purseglove et al., 1981). Minyak Pala Minyak pala diperoleh dengan cara melakukan penyulingan terhadap biji dan fuli buah pala. Secara umum, kandungan minyak dalam biji pala berkisar antara 5 15% (Peter, 2001). Biji yang biasa digunakan dalam penyulingan minyak pala adalah biji muda karena mempunyai kandungan minyak pala yang lebih tinggi (Nurdjanah et al., 1990). Minyak pala berwarna kuning pucat sampai tidak berwarna, mudah menguap, dan mempunyai bau khas pala (Dorsey, 2001). Mutu minyak pala dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat kemasakan biji pada waktu di panen, penanganan pasca panen yaitu pengeringan dan proses destilasi. Proses destilasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses pembuatan minyak atsiri pala dan keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek teknis, seperti suhu dan tekanan yang digunakan dalam proses itu. Metode yang dapat digunakan untuk melakukan penyulingan biji palamaupun fuli dapat berupa penyulingan uap (steam distillation) maupun penyulingan dengan uap dan air (steam and water distillation). Kadang-kadang juga dilakukan penyulingan dengan air atau kohobasi. Namun penyulingan dengan air dan uap menghasilkan minyak pala dengan mutu yang bervariasi dan berada di bawah standar mutu yang ada (Purseglove et al., 1981). Menurut Guenther (1952), agar diperoleh minyak atsiri yang bermutu tinggi, maka proses penyulingan dapat berlangsung pada tekanan rendahmaupun tekanan tinggi, namun bila digunakan tekanan tinggi harus dikerjakandalam waktu sesingkat mungkin. Proses penyulingan yang dilakukan pada tekanan rendah dan suhu rendah mempunyai keuntungan, dimana minyak yang diperoleh tidak mengalami dekomposisi oleh panas. Selain itu,penguapan komponen bahan baku minyak atsiri yang bertitik didih tinggi danbersifat larut air akan berkurang. Minyak pala yang diperoleh dengan menggunakan metode penyulingan dengan cara uap langsung bertekanan tinggi akan menghasilkan minyak yang cenderung berwarna gelap dan berbau gosong. Penelitian Sakiah (2006) menunjukkan bahwa dengan memodifikasi proses penyulingan menggunakan uap langsung dengan cara mengubah tekanan secara bertahap hingga 1,5 atm, dapat menghasilkan komponen aroma baik pada biji pala maupun fuli pala yang karakternya lebih baik. Minyak pala juga dapat diperoleh dengan mengekstrak fuli dan daun. Minyak fuli diperoleh melalui distilasi uap fuli kering Peter (2001) melaporkan bahwa kadar minyak dalam daun pala kurang dari 1%, dan walaupun minyak pala yang dihasilkan secara kimia sama dengan minyak dari biji pala dan fuli, tetapi mutu, rasa, dan aromanya lebih rendah.

Standar mutu minyak pala Indonesia telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 06-2388-1988 tentang minyak pala. Standar mutu SNI minyak pala disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Standar mutu minyak pala

Karakteristik Bobot jenis (20oC/20oC) Indeks bias (nD20) Putaran optik 20oC Kelarutan dalam etanol 90% Sisa penguapan (contoh 4,8 5,2 g) Zat-zat asing: Lemak Alkohol tambahan Minyak pelikan Minyak terpentin
SNI 06-2388-1998

Persyaratan 0,876 0,919 1,488 1,495 +8o sampai +26o 1 : 3 jernih, seterusnya jernih Maksimum 3.0% Negatif Negatif Negatif Negatif

Oleoresin Pala Oleoresin adalah hasil olahan rempah-rempah berupa cairan kental seperti damar cair yang diperoleh dengan cara mengekstrak rempah-rempah dengan pelarut-pelarut khusus (Moestafa, 1981). Penggunaan oleoresin memberikan beberapa keuntungan, yaitu lebih higienis, steril, dan bebas bakteri, kekuatan flavor dan aromanya dapat distandarisasi, mengandung antioksidan alami, dan bebas dari enzim. Oleoresin dapat disimpan dalam waktu yang lama pada kondisi yang tepat dan sesuai. Oleoresin juga mempunyai stabilitas terhadap panas yang lebih baik, karena sebagian besar terdiri dari konstituen yang tidak mudah menguap (fixed oil). Oleoresin pala dan fuli dapat diperoleh dengan mengekstraknya daribagian biji pala dan fuli dengan pelarut. Sebelum dilakukan ekstraksi, biji paladan fuli harus dihaluskan menjadi bubuk dengan partikel yang cukup kecil untuk meningkatkan efsisiensi proses ekstraksi. Pelarut yang dapatdigunakan untuk ekstraksi oleoresin berupa pelarut organik seperti etanol, petroleum eter, aseton, kloroform dan heksana (Farrel, 1985). Komposisi oleoresin yang dihasilkan tergantung dari jenis bahan dan pelarut yang digunakan, demikian juga jenis komponen yang dapat diekstrak. Ekstraksi dengan pelarut non-polar akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan lemak yang tinggi, terutama trimiristin. Pada ekstraksi dengan pelarut polar seperti etanol dan aseton akan dihasilkan oleoresin dengan kandungan lemak yang rendah (Purseglove et al.,1981). Purseglove et al.(1981) menyatakan bahwa pada ekstraksi oleoresin pala dengan menggunakan pelarut benzene akan dihasilkan 31-37% oleoresin. Konstituen yang terekstrak sebagian besar adalah konstituen yang tidak berbau terutama terdiri dari

trimiristin. Trimiristin dapat diisolasi dari bubuk pala dengan menggunakan etanol, karena etanol tidak dapat melarutkan lemak tersebut. Farrel (1985) menyatakan bahwa oleoresin pala berwarna kuning pucat dan berbentuk seperti padatan pada suhu kamar, kaya aroma, beberapa ada yang berbau tidak menyenangkan karena masih berbau pelarut, penampakan tidak menarik dan karena viskositasnya oleoresin sulit untuk ditangani. Dalam hal karakteristik bau dan flavor, secara umum 2,72 kg oleoresin pala sebanding dengan 45,45 kg pala segar. Mutu oleoresin pala dalam perdagangan dinilai dari banyaknya kandungan minyak atsiri dan lemak yang terkandung di dalamnya. Banyaknya kandungan minyak atsiri dan lemak sangat tergantung pada jenis pelarut yang digunakan. Ekstraksi menggunakan bahan pelarut yang memiliki nilai kepolaran sama dengan nilai kepolaran minyak lemak yang terkandung dalam biji pala akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan minyak lemak pala yang tinggi (Rismunandar, 1988). Mentega Pala Menurut Purseglove et al. (1981), biji pala mengandung 25-40% fixed oil (yaitu bagian minyak yang tidak mudah menguap) yang dapat diambil dengan metode penghancuran biji pala di antara piringan panas yang dialiri uap atau dengan mengekstraksinya menggunakan pelarut organik. Produk ini dikenal dengan nama mentega pala (nutmeg butter) atau expressed oil atau oleum myristicae expressum. Mentega pala berbentuk semi padat, mempunyai aroma yang kuat, berwarna jingga, dan tetap stabil pada suhu ruang. Mentega ini banyak mengandung trimiristin dan sebagian kecil adalah volatile oil yang sulit dipisahkan dengan penyulingan uap. Produk Olahan Pala Lainnya Daging buah pala merupakan komponen terbesar dari buah pala, yaitu sekitar 83,3% (Somaatmadja dan Herman, 1984). Daging buah pala mempunyai nilai ekonomis yang lebih rendah jika dibandingkan dengan biji atau fuli. Di beberapa daerah penghasil pala, sebagian besar daging buah dibuang, tetapi pada sebagian kecil daerah di Indonesia (Bogor, Sukabumi, dan Cianjur), daging buah pala meruapakan bahan baku untuk industri manisan, jam, jelly, dan sirup pala (Rismunandar, 1988). KARAKTERISTIK FISIK KIMIA PALA Analisis prosikmat menunjukkan bahwa sebagian besar komponen yang ada di dalam biji pala dan fuli pala adalah pati, minyak lemak dan ekstrak alkohol. Sebagian besar lemak dalam bentuk trimiristin (73%), yaitu trigliserida dari asam lemak miristat. Hasil analisis proksimat biji pala dan fuli pala dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis komposisi kimia biji pala dan fuli pala

Komponen Air Protein Minyak atsiri Ekstrak alcohol Minyak lemak Pati Serat kasar Abu

Biji Pala (%) 5,79-10,83 6,56-7,00 2,56-6,94 10,42-17,38 28,73-36,94 31,81-49,80 2,38-3,72 2,13-3,26

Fuli Pala (%) 9,78-12,04 6,25-7,00 6,27-8,25 22,07-24,76 21,63-23,73 49,85-64,85 2,94-3,95 1,81-2,54

Sumber: Winto dan Winton, di dalam Somaatmadja (1984)

Somaatmadja (1984) melaporkan bahwa dari buah pala segar dapat dihasilkan daging buah sebanyak 83,3%, fuli 3,32%, tempurung biji 3,94% dan daging biji sebanyak 9,54%. Menurut Ketaren (1985), biji pala dan fuli mengandung lemak (trigliserida) yang terdiri atas trimiristin, palmitin, olein, dan linolein, serta fraksi tidak tersabunkan, misalnya seperti myristicin(C11H12O3). Minyak Biji Pala Komposisi kimia minyak biji pala Purseglove et al. (1981) melaporkan bahwa komposisi kimia minyakbiji pala terdiri dari hidrokarbon (monoterpen) dengan jumlah antara 61 88%, hidrokarbon teroksigenasi 5-15% dan eter aromatis 2-18%, sedangkan senyawa lainnya terdapat dalam jumlah sangat kecil. Konstituen terbesar dari golongan hidrokarbon monoterpen adalah -pinen, -pinen, dan sabine, sementara myristisin merupakan komponen utama dalam fraksi eter aromatis. Aroma dari minyak pala terutama disebabkan oleh adanya eter aromatis, myristisin, safrole, dan elimicin yang memberikan bau. Belitz dan Grosch (1987) melaporkan minyak atsiri dari biji pala biasanya dikenal dengan nama minyak pala yang mengandung 80% monoterpen, 4% terpen alcohol dan 11% senyawa aroma lainnya. Mallavarapu dan Ramesh (1998) melaporkan bahwa minyak pala mengandung sekitar 76,8% monoterpen, 12,1 monoterpen teroksigenasi, dan 9,8% eter fenil propanoid. Komposisi kimia minyak pala Indonesia dan Granada berbeda secara kuantitatif, tetapi jenis komponen hampir sama (Tabel 3). Minyak pala West Indian type sedikit mengandung -pinene, safrole dan myrisitin, tetapi kandungan sabinene lebih tinggi. Sebaliknya minyak pala East Indian type relatif lebih banyak mengandung myrisitin. Hal ini menyebabkan perbedaan mutu kedua jenis minyak tersebut. Selain itumysristin dinyatakan memberikan aroma yang lebih tajam. Di samping itu pula minyak biji pala West Indian type mempunyai kandungan terpen relatif lebih tinggi dibandingkan East Indian type, sehingga aroma minyak pala menyerupai minyak terpentin. Tabel 3. Komposisi kimia minyak atsiri dari biji dan fuli buah pala

Nama senyawa West Indiana) (%) -pinen 10,6-12,6 Camphene 0,2 -pinen 7,8-12,1 Sabinene 49,6-50,7 Myrcene 2,5-2,8 -Phellandrene 0,4-0,6 -Terpinene 1,8-1,9 Limonene 3,1-3,3 1,8 Cineole 2,3-2,5 -terpinen 1,9-3,1 P-Cymene 0,7-3,2 Terpinolene 1,2-1,7 Trans sabinene Hydrate 0,3-0,8 Copaene 0,3 Linalool 0,4-0,9 Cis-sabinene Hydrate 0,2-0,7 Cis-P-menth-2en-ol 0,1-0,4 Terpinen-4ol 3,5-6,1 Safrole 0,1-0,2 Methyl eugenol 0,1-0,2 Eugenol 0,2 Elemicin 1,3-1,4 Myristicin 0,5-0,8
a) b) Heath (1981) Maarse (1991)

Biji Fuli b)(%) East indiana) Srilangkaa) (%) (%) 18,0-21,2 13,0 16,3 0,2-0,4 0,3 9,3-17,7 9,0 10,6 15,4-44,1 47,9 12,5 2,2-2,9 0,7 2,2 0,4-1,0 3,8 0,8-2,5 Trace 7,5 2,7-3,6 4,1 1,5-3,2 3,5 3,8 1,3-6,8 0,3-2,7 0,6-2,6 10 0,3-0,6 0,2-0,3 0,2-0,9 0,2-0,6 0,1-0,5 0,8 2,0-10,9 14,2 0,6-3,2 0,3 0,2 0,5-1,2 0,3-0,7 0,2 0,3-4,6 1,6 2,0 3,3-13,5 3,8 1,3

Sifat fisik minyak biji pala Senyawa-senyawa penyusun minyak pala berpengaruh besar terhadap sifat minyak pala. Sifat fisik senyawa-senyawa tersebut dalam minyak pala dilaporkan oleh Guenther (1952) seperti tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Sifat fisik senyawa-senyawa utama minyak pala
Senyawa -pinen Kamfen Limonen Dipenten p-Simen Terpineol BeratMolekul (g/mol) 136,23 136,23 136,23 136,23 134,22 154,25 Bobot Jenis (20C) (g/ml) 0,8592 0,8422 0,8402 0,8402 0,8573 0,9338 Indeks Bias (20C) 1,4664 1,4551 1,4744 1,4744 1,4909 1,4818 Titik Didih pada 15 mmHgC 44,3 53,8 61,0 61,0 64,1 102,1

Safrol Geraniol Eugenol Asam miristat


Sumber: Guenther (1952)

162,19 154,24 164,20 228,36

1,0960 0,8894 1,0664 0,8622

1,5383 1,4766 1,5410 1,4305

115,3 117,8 130,9 199,2

Sifat minyak ini tergantung kepada asal daerah, jenis tanaman penghasil, umur buah, mutu biji pala dan fuli serta metode penyulingan. Olehkarena itu sifat fisik dan kimia minyak pala dan fuli yang berasal dari EastIndian berbeda dengan minyak West Indian(Guenther, 1972). Minyak pala West Indian mempunyai bobot jenis, indeks bias, residu penguapan yang lebih rendah dan putaran optik yang lebih tinggi karena mengandung terpenedalam jumlah lebih besar. Perbedaan sifat minyak pala tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5. Sifat sensori minyak pala Dalam industri minyak pala, karakteristik sensori yang diinginkan adalah warmly spicy dan terpeny, sedangkan komponen aroma utama yang diinginkan adalah dan pinen, limonene, 4-terpeniol, safrole dan myrisitin(Reineccius, 1994). Minyak pala yang disuling dengan air-uap dari biji pala memiliki karakteristik aroma warmly spicy dan sweet (Anonim, 2005b). Rasa biji pala yaitu bitter, warmly spicy, pungent, heavy, oily dan agak terpeny(Farrel, 1990), sedangkan aroma biji pala yaitu warmly, spicy, slightly camphoraceous, sweet dan pungent. Tabel 5. Sifat fisik dan kimia minyak pala East Indian dan West Indian

Karakteristik

Bobot jenis 15 Putaran optik 15 Indeks bias 20 Kelarutan dalam alkohol 90% Sisa penguapan (%) Bilangan asam (%) Bilangan ester (%) Bilangan ester setelah asetilasi (%)
Sumber: Guenther (1972)

Minyak Pala East Indian West Indian Nutmeg And Mace Nutmeg And Mace (Indonesia) (Grenada) 0,865-0,925 0,659-0,865 8- 20 25-45- 38-32 1,479-1,488 1,469-1,472 Larut pada Larut pada perbandingan 0,5 3 perbandingan bagian 2 3 bagian 1,0-1,5 0,2-0,3 3,0 1,0-1,3 2-9 6,3-7,3 25-31 -

Mentega Pala

Dalam mentega pala terdapat sekitar 25 40% minyak lemak. Menurut Farrel (1990) penyusun utama mentega pala adalah trimiristin (trigliserida dari asam miristisin), gliserida dari asam oleat, linoleat, minyak pala dan resin. Daging Buah Pala Menurut Rampengan (1999), pada daging buah pala terdapat banyak komponen volatil yang terikat secara glikosidik, yang dapat digunakan sebagai kompnen flavor setelah ikatan glikosidiknya mengalami pemutusan. Hustiany (1994) melaporkan bahwa daging buah pala mengandung 29 komponen volatil dengan 23 komponen yang teridentifikasi dan 6 komponen lainnya yang belum teridentifikasi. Komponen-komponen yang paling banyak terkandung dalam minyak atsiri daging buah pala adalah -pinen (8,7%), pinen (6,92%), d-3-karen (3,54%), D-limonen (8%), -terpinen (3,69%),1,3,8mentatrien (5,43%), -terpinen (4,9%), -terpineol (11,23%), myrisitin(23,37%), safrole (2,95%). KOMPONEN BIOAKTIF PADA PALA Pala telah banyak digunakan sebagai obat, terutama di wilayah timur (Asia). Di dalam minyak pala terkandung beberapa komponen atsiri yang memiliki sifat-sifat farmakologi. Minyak pala mengandung bahan obat yang bersifat karminatif, deodoran, astringen, narkotik, aprodisiak dan baik untuk mencegah pilek, mual dan muntah (Marzuki, 2007). Menurut US Food and Drugs Adminsitrative (FDA), minyak pala dikenal sebagai GRAS (Generally Recognize As Safe), yang digunakan sebagai minyak atsiri, oleoresin (bebas pelarut), dan ekstrak alami (termasuk destilat) (CFR, 2005) Oleh karena potensi farmakologi yang dimilikinya, minyak pala dimanfaatkan sebagai bahan antibakteri (Wendakoon dan Sakaguchi, 1995; Ejechi et al., 1993); dan bahan anti serangga (Huang et al., 1997) Komponen-komponen minyak pala adalah sabinen (22%), -pinen(21%), pinen (12%), myrisitin (10%), terpinen-4-ol (8%), terpinen (4%),mirsen (3%), limonen (3%), 1,8-sineol (3%), dan safrole (2%). Dari seluruh komponen senyawa aroma tersebut, maka miristisin merupakan senyawa yang toksik dan dapat menimbulkan kecanduan apabila dikonsumsi dalam jumlah besar (Opdyke, 1976). Selain itu myristicin bersama-sama dengan elemisin dilaporkan bersifat halusinogenik, seperti narkotika. EFEK TERHADAP PROSES FISIOLOGIS TUBUH Efek depresan Sinaga (2003) seperti dikutip Anonim (2006) telah melakukan penelitian tentang dekokta biji buah pala (Myristica fragrans (L.) Houtt) pada mencit (Mus musculus) jantan. Penelitian tersebut menggunakan biji buah pala yang dibuat dekokta dengan

konsentrasi 10% dan 40%. Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 42 ekor. Pemberian bahan uji diberikan secara oral, dimana 30 menit setelah pemberian bahan uji, semua hewan uji diberi fernobarbital dengan dosis 140 mg/kg BB per oral. Parameter yang diamati adalah waktu tidur mencit dihitung sejak saat mencit kehilangan refleks membalikkan tubuhnya sampai refleks tersebut muncul kembali. Hasilnya menunjukkan bahwa biji buah pala pada konsentrasi 10% dan 40% dengan dosis 0,2 ml/g berat badan memiliki efek depresan terhadap mencit jantan. Konsentrasi yang paling optimal adalah pada konsentrasi 40%. Penurun aktivitas motorik Hasil penelitian Bambang (1994) yang dikutip Anonim (2006)melaporkan tentang kajian efek psikotropik sari daging buah dan ekstrak etanol biji pala ( Myristica fragrans Houtt) pada mencit putih. Dengan metoda yang digunakan yaitu menguji aktivitas motorik mencit menggunakan alat roda air yang telah dikalibrasi. Hasilnya menunjukkan bahwa sari daging buah pala dengan dosis 5; 25 dan 125 mg tiap 20 g bobot badan mencit, dapat menurunkan aktivitas motorik mencit tersebut secara memadai. Begitu pula ekstrak biji pala dengan dosis 1,3; 6,5 dan 32,5 mg tiap 20 g bobot badan mencit, dapat menurunkan aktivitas motorik mencit secara memadai. Baik sari daging buah maupun ekstrak etanol biji pala dengan pemberian dosis yang makin meningkat, akan semakin menurunkan aktivitas motorik mencit. Efek sedatif Hasil penelitian Puspita (2001) yang dikutip Anonim (2006) menunjukan bahwa terdapat pengaruh pemberian seduhan serbuk biji pala terhadap waktu tidur mencit pra perlakuan fenobarbital. Metoda penelitian menggunakan hewan uji mencit putih jantan ras DDY. Bahan yang digunakan berupa serbuk biji pala yang diekstrak dengan cara diseduh. Parameter yang diamati adalah waktu tidur mencit antara mulai hilang sampai pulih kembali reflek mempertahankan posisi pada mencit setelah pemberian perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar seduhan serbuk biji pala 5; 10 dan 15% dapat meningkatkan efek hipnotik-sedatif fenobarbital, sehingga memperpanjang waktu tidur mencit, dibandingkan dengan kontrol. Dosis yang menyebabkan waktu tidur terpanjang adalah 10%. Hasil penelitian Astuti (1988) yang dikutip Anonim (2006) juga menunjukkan adanya pengaruh seduhan buah pala terhadap efek tidur pada mencit. Penelitian tersebut menggunakan 70 ekor mencit jantan dari strain LMR, dan bahan uji berupa biji buah pala dalam bentuk serbuk. Ekstraksi dilakukan dengan cara diseduh. Sebagai pembanding (kontrol positif) digunakan diazepam. Mencit dibagi dalam 7 kelompok dengan masing-masing 10 hewan uji dengan variasi berat serbuk biji buah pala dan pemberian sebanyak 1,5 cc per oral, sedangkan beberapa perlakuan diberi diazepam 0,004 mg/10 g dengan cara disuntik. Hasil penelitian menunjukkanbahwa seduhan buah pala mempunyai

pengaruh menurunkan aktivitas atau mempunyai efek penenang mulai konsentrasi 50% dan nyata pada konsentrasi 100% pada percobaan. Seduhan buah pala pada konsentrasi 100% juga dapat menguatkan efek tidur diazepam pada mencit. Kemampuan Farmakologis Pala untuk Pengobatan Penyakit Dalam pengobatan tradisional, minyak pala digunakan untuk mengabti penyakit yang berhubungan dengan sistem syaraf dan pencernaan. Efek psikotropik pala merupakan salah satu sifat yang paling utama dibandingkan sifat farmakologis lain. Jika dikonsumsi dalam dosis tinggi dapat menyebabkan convulsions Minyak pala berguna dalam pengobatan penyumbatan kandung kemih, halitosis, dispepsia, flatulens, impotensi, insomnia, dan penyakit kulit. Minyak pala juga secara eksternal berguna sebagai bahan stimulan dan penawar iritasi (Marzuki, 2007). Menurut Mallavarapu dan Ramesh (1988), mentega pala merupakan stimulan eksternal yang bersifat sedang dan dimanfaatkan dalam bentuk lotion, minyak rambut, dan plester yang digunakan untuk mengobati penyakit rematik, kelumpuhan, dan nyeri. Minyak pala juga digunakan sebagai campuran dalam obat-obatan sebagai obat sakit perut, diare, dan bronchitis (Marzuki, 2007). Menurut Anonim (2005), biji pala dapat meringankan rasa sakit dan rasa nyeri yang disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin dalam lambung dan usus. Biji pala sangat baik untuk obat pencernaan yang terganggu, obat muntah-muntah dan lain-lain. Jenis pala lain yaitu M fagua (atau pala wegio) telah sering digunakan sebagai obatobatan. Menurut Jamal dan Agusta (2004), pala wegio memiliki kandungan senyawa kariofilena yang cukup tinggi, sehingga direkomendasikan sebagai bahan untuk pengobatan penyakit asma, jerawat, radang, dan tumor. Aktivitas Antikanker Chirataworn et al. (2007) menggunakan ekstrak methanol dari pala untuk menguji efeknya terhadap aktivitas metabolik sel Jurkat menggunakan MTT assay dan terhadap apoptosis menggunakan pewarnaan annexin V. Ekspresi gen SIRTI ditentukan dengan RT-PCR. Pada konsentrasi 50 dan 100g/ml, ekstrak metanol pala secara signifikan mampu menghambat proliferasi sel Jurkat, dan menginduksi apoptosis yang dideteksi dengan pewarnaan annexin V. Penurunan ekspresi mRNA~SIRT1 juga terjadi pada konsentrasi ekstrak methanol pala 10 g/ml. AktivitasAntioksidan Sifat antioksidan biji pala telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Madsen dan Bertelsen, 1995; Lagouri dan Boskou, 1995). Pada biji pala diketahui terdapat komponen lignan yang diduga memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Kasahara et al., 1995). Guridip et al. (2006) juga telah menguji aktivitas antioksidan yang diukur pada rapeseed oil, dan menunjukkan bahwa minyak pala dan ekstrak aseton pala memiliki

aktivitas`antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan butylated hydroxyanisole (BHA) dan butylated hydroxytoluene (BHT). Kemampuan penghambatannya dalam sistem asam lemak linoleat juga diuji dengan mengukur kemampuan menangkap radikal DPPH dibandingkan antioksidan sintetik. Kemampuan mereduksi minyak pala dan ekstrak aseton pala juga diuji, dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pala memiliki kapasitas antioksidan yang cukup tinggi. Potensi antioksidan komponen lignin dari fuli pala telah dievaluasi oleh Chatterjee et al., (2006). Komponen lignan dari fuli pala mampu menangkap radikal DPPH, menghambat peroksidasi lemak, dan memberi perlindungan terhadap kerusakan plasmid saat di-ekspose dengan radiasi sinar Gamma. Perlindungan terhadap irradiasi dengan dosis hingga 5 kGy menunjukkan adanya potensi penggunaan fuli pala segar dan ekstraknya sebagai penghambat kerusakan sel. Aktivitas Antimikroba Potenis ekstrak fuli pala sebagai antimikroba pala telah diketahui melalui metode pengukuran MIC (Minimum Inhibitory Concentration) (Hirasa dan Takemasa, 1998). MIC adalah konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebanyak 90% dari inokulum asal selama inkubasi 24 jam. Adapun hasil penentuan ekstrak rempahrempah berdasaran MIC dapat dilihat pada Tabel 6. berikut ini. Tabel 6. MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dari ekstrak fuli pala

Bakteri Bacillus subtilis Staphylococcus aureus Echerichia coli Salmonella typhi S. marcescens P. aeruginosa Proteus vulgaris P. morganii
Sumber: Hirasa dan Takemasa (1998)

Ekstrak fuli pala (%) 0.2 0,05 4,0< 4,0< 4,0< 4,0< 4,0< 4,0<

Ekstrak fuli pala dengan menggunakan etanol pada sosis dapat menghambat pertumbuhan Bacillus megaterium, Acinetobacter sp. danPseudomonas sp. Ekstrak fuli pala juga mempunyai sifat antimikroba terhadap Enterobacter aerogenes, Brevibacterium dan Achromobacter sp., Micrococcus flavus, B. Subtilis, Leuconostoc mesenteroides, danlactobacillus plantarum (Hirasa dan Takemasa, 1998).

Sifat anti jamur, anti bakteri dan antioksidan minyak pala dan ekstrak aseton pala telah diuji oleh Guridip et al., 2006. Minyak atsiri pala memiliki aktivitas penghambatan terhadap Fusarium graminearum pada seluruh dosis uji.

Aktivitas Anti Serangga Komponen myristicin yang bersifat halusinogenik dilaporkan dapat digunakan sebagai bahan insektisida yang efektif (Ejechi et al, 1998). Kamfer yang terdapat dalam minyak atsiri pala, digunakan dalam pembuatan kamfer dan senyawa lainnya yang bersifat antibakteri, anticendawan, dan antiserangga (Huang et al., 1997). Sifat larvasida terhadap Toxocara canis L juga dimiliki oleh fuli (Nakamura et al., 1988) Efek Negatif Komponen Bioaktif Pala Menurut Herman (1976), dalam dosis tertentu myrisitin dapat bersifat racun, maka penggunaan minyak pada industri makanan dan minuman hanya diperbolehkan dalam jumlah yang dibatasi. Pala dan fuli mengandung bahan aktif myristicin yang bersifat narkotik. Penggunaan mentega pala yang berlebihan menyebabkan narkosis, delirium, gejala epilepsi yang tampak 1 6 jam sesudah pemakaian (Shulgin, 1963); dan bahkan kematian (Marzuki 2007). Selain itu, komponen bioaktif pada pala tersebut dapat menimbulkan konstipasi sementara, dan kesulitan buang air kecil, serta meningkatkan timbunan lemak pada organ hati. Hallstorm dan Thuvander (1997) melaporkan beberapa kasus keracunan sesudah mengkonsumsi 5 g biji pala, sebanding dengan 1 2 mgmyristicin/kg berat badan. Walaupun keracunan tersebut kemungkinan disebabkan oleh myristicin, diduga komponen lain juga ikut terlibat. Toksisitas akut myristicin rendah. Tidak ada efek toksik yang terlihat pada tikus yang mengalami pemberian secara oral pada dosis 10 mg/kg berat badan, sedangkan pada manusia, dosis 6 7 mg/kg berat badan dapat menyebabkan efek psychopharmacological. Menurut AFH (2006), nilai LD50myristicin untuk orang dewasa adalah sebanyak 100 ml atau kurang lebih 1600 tetes. Safrol pada pala diduga bersifat karsinogenik, dan kadarnya pada biji pala adalah 0,13% pada M fragrans Houtt; 0,15 pada M argentea Warb; dan 0,24% pada M muelleri L (Archer, 1988).

Vous aimerez peut-être aussi