Vous êtes sur la page 1sur 25

Artikel Berita :

KERACUNAN TIWUL : Puluhan Warga Bali Dilarikan ke Puskesmas 9 May 2013 11:23

KABAR24.COM, NEGARA Ironis, di tengah maraknya serbuan makanan cepat saji masih ada warga Indonesia yang mengkonsumsi tiwul. Lebih pahit lagi, mereka harus dilarikan ke rumah sakit karena keracunan usai mengonsumsi makanan hasil olahan dari singkong tersebut. Dan, semua itu terjadi di Bali kota yang dikenal sebagai tujuan wisata terkemuka di Indonesia. Kasus keracunan tiwul itu menimpa puluhan warga Desa Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali. Bahkan, beberapa di antara korban harus dirawat inap di puskesmas setempat. Informasi yang dihimpun dari lokasi kejadian, Kamis (9/5), menyebutkan bahwa puluhan korban tersebut membeli tiwul dari pedagang keliling bernama Farida, Rabu (8/5) malam. Farida yang ditemui di Puskesmas Pengambengan menuturkan bahwa begitu tahu salah satu kerabatnya keracunan setelah makan tiwul buatannya, dia langsung keliling mencari orang-orang yang juga membeli.

Rata-rata yang membeli itu langganan saya sehingga saya hafal orangorangnya. Memang saat saya datangi gejala keracunan sudah terlihat sehingga mereka langsung saya suruh ke Puskesmas, katanya. Farida curiga, racun pada makanan tradisional tersebut berasal dari singkong yang dia beli di pasar. Biasanya dia membeli singkong mentah utuh untuk diolah menjadi tiwul. Tapi karena tidak dapat singkong mentah saya membeli singkong kering yang sudah dicacah, ujar perempuan yang tampak cemas saat menunggu di puskesmas itu. Ia akan berhenti menjual tiwul karena trauma atas kejadian itu. Sementara ini saya ingin menenangkan diri dulu. Sungguh saya tidak tahu kalau tiwul tersebut mengandung racun, katanya. Hingga saat ini masih terdapat 27 korban

keracunan tiwul yang menjalani perawatan di Puskesmas Pengambengan. Selain warga, ada tiga nelayan yang keracunan di tengah laut setelah menyantap tiwul buatan Farida. Ketiga nelayan langsung dibawa ke Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, karena posisi perahu mereka lebih dekat ke wilayah itu dibandingkan ke Pengambengan. Dari komunikasi dengan nakhoda perahu, kondisi tiga orang tersebut lemas, sementara mereka tidak bisa merapat ke darat karena ombak besar. Bawa saja ke daratan terdekat di mana saja, langsung cari dokter, Puskesmas maupun rumah sakit terdekat, kata salah seorang warga yang berkomunikasi dengan nakhoda perahu. Dugaan tiga awak perahu tersebut dibawa ke Jawa karena ditunggu hingga Kamis pagi perahu tersebut tidak merapat ke Desa Pengambengan. Untuk kasus keracunan ini, Kepala Dinas Kesehatan Jembrana dr Putu Suasta sudah mendapatkan sampel tiwul dan muntahan korban untuk diperiksa laboratorium. Memang secara alami, singkong itu mengandung zat sianida. Tapi untuk pastinya, tunggu saja hasil laboratorium, kata Suasta. Menurut Suasta, biaya pengobatan seluruh pasien yang keracunan tiwul ditanggung pemerintah melalui program Jaminan Kesehatan Bali Mandara. Sementara pihak kepolisian juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap Farida. (Antara/sae)

Sumber : http://www.kabar24.com/index.php/keracunan-tiwul-puluhan-warga-balidilarikan-ke-puskesmas (diakses tanggal 9 Juni 2013 pukul 8.48 PM)

A. KRONOLOGI KEJADIAN KASUS KERACUNAN MAKANAN

1. Kasus 2. Tempat Waktu 3. Waktu 4. Jumlah Korban 5. Penjual tiwul 6. Penyebab

: Keracunan tiwul dari bahan dasar singkong : Desa Pengambengan Kabupaten Jembrana-Bali, : 9 Mei 2013 : 30 orang (27 warga dan 3 nelayan) : Ibu Faridah (pedagang tiwul keliling) : Diduga dari bahan pokok untuk membuat tiwul berupa singkong kering yang sudah dicacah (gaplek) yang dibeli Ibu Faridah di Pasar

7. Kronologis

Kasus keracunan tiwul itu menimpa puluhan warga Desa Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali. Bahkan, beberapa di antara korban harus dirawat inap di puskesmas setempat. Puluhan Warga yang mengalami keracunan usai mengonsumsi tiwul tersebut berjumlah 27 orang warga dan 3 nelayan, mereka semua adalah orang-orang yang biasa membeli tiwul milik ibu Faridah. Ibu Faridah menuturkan bahwa hari itu ia tidak mendapatkan singkong mentah di Pasar dan terpaksa membeli singkong kering yang sudah dicacah. Untuk kasus keracunan ini, Kepala Dinas Kesehatan Jembrana dr Putu Suasta sudah mendapatkan sampel tiwul dan muntahan korban untuk diperiksa di laboratorium. 8. Keterangan Tambahan (Berdasarkan Pertanyaan di Power Point) 1) Dimana bahan mentah dibeli ? Di pasar :

2) Bagaimana keadaan bahan mentah ? Berupa singkong kering yang telah dicacah

3) Bagaimana dan berapa lama bahan mentah disimpan di toko/pasar sebelum dibeli ?

Biasanya berupa singkong mentah, namun saat itu stok singkong mentah habis sehingga penjual tiwul membeli singkong kering yang telah dicacah

4) Bagaimana dan berapa lama bahan mentah disimpan di rumah sebelum dimasak ? Dari sisi pembentukan cadangan pangan, cara pembuatan tiwul yang melalui tahapan pembuatan gaplek sebetulnya memiliki kelebihan dibandingkan dengan konsumsi umbi singkong secara langsung. Sebab, gaplek bisa tahan disimpan lebih lama ketimbang disimpan dalam bentuk umbi singkong biasa. Singkong mengandung sianida yang dapat bersifat racun, untuk menguranginya sebaiknya singkong direndam terlebih dahulu di dalam air selama 3hari, kadar asam cyanida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air. 5) Siapa yang memasak makanan dan apakah pemasak menderita penyakit menular ? Farida, penjual tiwul. Sejauh ini Farida diketahui tidak menderita penyakit menular. Diduga keracunan bukan disebabkan karena penyakit menular pemasak, namun kandungan singkong sendiri berupa Sianida yang dapat bersifat racun bagi tubuh. 6) Apakah penyakit menular tersebut diderita pemasak pada saat memasak atau beberapa hari atau minggu sebelumnya ? Tidak

7) Bagaimana dan berapa lama makanan sejak dimasak sampai dikonsumsi ? Berapa suhu penyimpanan dan wadah yang digunakan ? Tiwul tradisional bisa awet selama 1-2hari sejak dimasak. Suhu penyimpanan adalah suhu kamar atau suhu kulkas.

8) Apakah makanan dipanaskan kembali sebelum dikonsumsi ? Bagaimana cara dan lama memasaknya ? Bahan dasar dipanaskan dengan cara dikukus selama 45menit. Proses pembuatan tiwul, yaitu: Mengupas singkong untuk diawetkan. Singkong dapat langsung dikupas dan dijemur di bawah sinar matahari hingga

kering dan hasilnya singkong kering yang disebut gaplek. Mengingat sejumlah singkong seperti singkong karet misalnya, adalah beracun maka singkong harus direndam lebih dahulu selama tiga hari. Air rendaman itu akan sangat berbau dan disebut keluran. Sedangkan setelah direndam dan dibuang racunnya, singkong dijemur dan setelah kering namanya krekel. Singkong harus dihancurkan dulu dalam lumpang kayu, dan proses ini disebut gemplong. Akhirnya singkong menjadi singkong yang telah hancur seperti pasir yang masih bercampur sehingga harus dipisahkan antara hancuran yang masih kasar, yang disebut dengan desel dan yang lebih halus yang disebut dengan nama guyengan. Proses seleksi ini

disebut guyeng. Disini guyengan itu juga bias disimpan seperti halnya beras. Guyengan yang kering ini disebut dengan oyek. Setelah itu barulah masuk ke tahap pemasakan yang disebut dengan adang. Dengan menggunakan dandang yang terbuat dari tembaga dan menggunakan kukusan yang terbuat dari bambu, maka dikukus dalam waktu kira-kira satu jam, barulah menjadi tiwul. 9) Apakah makanan ditambah saus/sambal/kuah/santan dan berapa lama ditambah ? Tidak. Masakan ini memiliki cita rasa yang sangat khas dengan rasa yang agak gurih dan manis, dengan taburan parutan kelapa (bahan dasar santan) yang dicampur dengan sedikit garam dan gula.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kandungan Nutrisi dan Manfaat Singkong Singkong merupakan tanaman umbi umbian yang memiliki beberapa nama seperti ketela pohon atau umbi kayu dan memilki nama latin Manihot utilissiman dari suku Euphorbiaceae. Di beberapa wilayah di Indonesia, singkong dikenal sebagai alternatif makanan pokok sumber karbohidrat selain beras dan ditanam secara komersial di wilayah Indonesia pada sekitar tahun 1810 (Hindia Belanda). Selain sebagai sumber makanan pokok singkong juga dapat diolah menjadi aneka olahan seperti tape, keripik, roti, dan lain lain. Berikut ini adalah kandungan gizi singkong per 100 gram : a. Kalori 121 kal b. Air 62,50 gram c. Fosfor 40,00 gram d. Karbohidrat 34,00 gram e. Kalsium 33,00 miligram f. Vitamin C 30,00 miligram g. Protein 1,20 gram h. Besi 0,70 miligram i. Lemak 0,30 gram j. Vitamin B1 0,01 miligram

2. Kandungan Berbahaya pada Ketela Beberapa jenis singkong mengandung cukup banyak sianida yang mungkin menimbulkan keracunan. Tanpa analisa, kandungan sianida tidak dapat dipastikan singkong mana yang berbahaya bila dimakan kecuali dari rasanya. Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi akarnya dan daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu glikosida sianogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan

racun biru atau HCN (sianida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah asam sianida yang terkandung didalamnya. Ini tergantung pada jenis singkong yang kadar asam sianidanya berbeda-beda. Namun tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan. Hal ini disebabkan selain kadar asam sianida yang terdapat dalam singkong itu sendiri, juga dipengaruhi oleh cara pengoahannya sampai di makan. Diketahui bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam sianida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air. HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita, terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler.

3. Bentuk Sianida dan Toksisitasnya Masing-masing senyawa sianida mempunyai bentuk dan kecepatan aktif (toksisitas) yang berbeda di dalam tubuh, baik sianida sintetis maupun sianida alami. a. Toksisitas Sianida Sintetis Sianida sintetis jauh lebih cepat aktif dibandingkan dengan sianida alami (asal tanaman). Ada tiga bentuk sianida sintetis yaitu senyawa sianida sederhana (simple cyanide compounds), sianida kompleks logam sangat lemah dan sangat kuat (weak and moderately strong metal-cyanide complexes), sianida kompleks logam kuat.

Pertama, senyawa sianida sederhana (simple cyanide compounds), seperti natrium sianida (NaCN) dan kalium sianida (KCN) yang dikenal dengan nama potas, berupa kristal putih dan sering digunakan sebagai racun ikan. Potas mudah diperoleh di pasaran dan bersifat seribu kali lebih toksik pada hewan yang hidup di air (sejenis ikan) dibandingkan pada manusia (William, 2008). Oleh karena itu, nelayan menggunakannya untuk menangkap ikan di laut. Di perairan Filipina dan Indonesia, nelayan sering menangkap ikan hias dengan cara menyemprotkan potas konsentrasi rendah untuk membius ikan dan memudahkan penangkapan. Kemudian dilakukan penggantian air secepatnya agar ikan segar kembali. Keberadaan kontaminan potas di laut akan menyebab-kan kematian organisme yang diperlukan untuk pertumbuhan karang (US Fish and Wildlife Service, 2008). Kalsium sianida Ca(CN)2 bersifat mudah larut dalam air dan digunakan sebagai bahan pupuk, yaitu urea (Guthner dan Mentschenk, 2006). Bentuk senyawa sianida kedua adalah sianida kompleks logam sangat lemah dan sangat kuat (weak and moderately strong metal-cyanide complexes) yang secara langsung menghasilkan gas dari suatu asam, seperti cyanide amenable to chlorination (CATC) yang bersifat cepat mematikan (akut). Sianida dalam bentuk gas paling cepat menimbulkan keracunan, diikuti sianida dalam bentuk garam yang mudah larut atau tidak larut, dan urutan terakhir yang berbentuk sianogen (sianida asal tanaman) (Leybell, 2006). Gas sianida yang dikenal dengan nama zyklon B pernah digunakan Jerman pada Perang Dunia II. Gas sianida dengan konsentrasi 3.500 ppm (sekitar 3.200 mg/m3) dapat mematikan manusia dalam waktu satu menit karena ion sianida dapat menghentikan sel-sel respirasi dengan cara menghambat enzim sitokrom C oksidase (Dwork et al., 1996). Uap sianida dari bahan pemadam kebakaran yang digunakan untuk mengatasi kerusuhan di Putins, Rusia menyebabkan kematian lebih dari 17.000 orang selama tahun 2006 (Cyanid Poisoning Treatment Coalition, 2006). Dalam kehidupan sehari-hari ditemukan uap sianida asal rokok sekitar 0,06 g/ml dalam darah perokok pasif dan 0,17

g/ml pada perokok aktif. Produksi plastik juga menghasilkan sianida dari nitril yang dilepaskan pada saat pembakaran (pemanasan) dan sangat berbahaya bagi kesehatan pekerja (Centers for Disease Control and Prevention, 2004). Bentuk terakhir senyawa sianida adalah sianida kompleks logam kuat. Sianida dalam bentuk ion dan dibebaskan dengan cara reflux distillation yang menghasilkan sianida kuat. Sianida juga sering ditemukan dalam air, yaitu sianida sintetis potas yang umumnya sengaja ditambahkan ke dalam air minum untuk membunuh ternak. Adanya kandungan sianida dalam air dapat pula terjadi karena air terkontaminasi buangan limbah asal industri plastik, pertambangan atau pelapisan logam tembaga (Cu), emas (Au), dan perak (Ag). Di Indonesia, limbah pertambangan emas cukup mengkhawatirkan masyarakat sekitarnya karena masih ditemukan sianida sebagai hasil proses ekstraksi emas (gold cyanidation). Sianida asal limbah industri pupuk kalsium sinanamid, sebagai hasil hidrolisisnya, juga dapat mencemari sumber air minum di sekitarnya (Clarkedan Clarke, 1977). Menurut Toxics Release Inventory Cyanide (2000), industri logam di California dan Pennsylvania pada tahun 19871993 membuang limbah senyawa sianida ke dalam tanah dan air hingga mencapai 0,75 juta kg. Oleh karena itu, Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat menetapkan nilai batas aman (maximum contaminant level, MCL) sianida dalam air minum sebesar 0,2 ppm. Apabila kandungan HCN dalam air minum secara konsisten berada di atas nilai MCL, perlu dilakukan pengolahan untuk menurunkan kandungan sianida sampai di bawah level MCL. Salah satu cara pengolahannya yaitu dengan pertukaran ion, reverse osmosis, dan menggunakan klorin.\ Di Indonesia, penetapan nilai batas aman kandungan sianida dalam air minum didasarkan atas kriteria kualitas baku mutu air dan levelnya disesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai contoh, batas aman kandungan sianida untuk peternakan di perikanan harus di bawah 0,02 ppm (Kantor Kementerian Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1991).

b. Toksisitas Sianida Alami (Asal Tanaman) Lebih dari 2.000 spesies tanaman mengandung glikosida sianogenik dengan 25 macam sianogennya dan kandungan sianidanya bervariasi. Tanaman tertentu yang mengandung sianogen dapat dikonsumsi manusia. Sebenarnya sianogen bersifat nontoksik, tetapi proses hidrolisis oleh enzim yang terdapat dalam tanaman itu sendiri dapat menghasilkan sianida yang toksik (Kwok 2008). Menurut Bokanga (2001), sianogen linamarin dalam tanaman ubi kayu pahit (Manihot esculenta Crantz) dihidrolisis oleh enzim linamarase dan membentuk sianida yang toksik, selain aseton dan sianohidrin sebagai reaksi antara yang tidak stabil. Walaupun ubi kayu pahit mengandung sianida cukup tinggi dan dapat menyebabkan keracunan pa-da ternak, peternak dapat melakukan pengolahan untuk menurunkan kan-dungan sianida (detoksifikasi) sebelum diberikan kepada ternak. Beberapa cara pengolahan ubi kayu (umbi) untuk menurunkan kandungan sianida meliputi pengupasan, pengeringan, fermentasi, perendaman,

pencacahan, dan penyim-panan (Tweyongyere dan Katongole, 2002). Kulit umbi mengandung sianida paling tinggi dibandingkan dengan bagian umbi dan daun (Heyne, 1987; Everist, 1997). Jurnal Litbang Pertanian, 31(1), 2012 23 menyatakan pengolahan ubi kayu dilakukan sampai kandungan sianida berada pada level yang tidak berbahaya atau tidak menyebabkan keracunan (100 ppm) (Bolhuis, 1954). Pengolahan daun ubi kayu untuk menurunkan (melepaskan) kandungan sianida memerlukan waktu lebih cepat dibandingkan dengan umbi. Daun cukup diangin-anginkan satu hari dan kandungan sianidanya akan menurun hampir 50% (Yuningsih, 1999). Untuk umbi dan kulit umbi perlu dipotong (dicacah) lebih dahulu untuk memperluas permukaan dan mempercepat kontak antara sianogen dan enzim sehingga akan mempercepat proses hidrolisis (pelepasan) sianida. Setelah pencacahan, ubi kayu dikeringkan di bawah sinar matahari (pengeringan secara tradisional) untuk mempercepat

pelepasan sianida. Pengeringan sangat diperlukan terutama untuk jenis ubi kayu pahit yang pelepasan sianidanya sangat lambat dibandingkan dengan jenis ubi kayu lainnya (Yuningsih, 2009). Tempo Interaktif pada tahun 2011 menurunkan laporan enam orang tewas akibat keracunan tiwul (makanan asal ubi kayu) yang diduga mengandung sianida. Ubi kayu yang digunakan sebagai bahan baku tiwul merupakan ubi kayu pahit yang umumnya mengandung sianida cukup tinggi (>100 ppm) dan pelepasan sianidanya belum maksimal karena fasilitas penjemuran sangat kurang terutama pada musim hujan. Kandungan sianida pada tanaman, selain ditentukan oleh kandungan sianogen, juga dipengaruhi oleh sifat tanaman dalam mengakumulasi sianogen. Sekitar 200 jenis tanaman bersifat mengakumulasi sianogen dan memiliki kandungan sianida yang tinggi (Robson, 2007). Salah satu contoh adalah tanaman picung (Pangium edule) yang mengandung sianogen ginokardin. Senyawa tersebut dapat dihidrolisis oleh enzim ginokardase menjadi glukose sianohidrin yang tidak stabil dan membentuk sianida cukup tinggi, hingga 4.000 ppm terutama dalam biji (Yuningsih dan Damayanti 2008). Kandungan sianida tertinggi terdapat dalam biji, diikuti bagian buah, batang, dan akar (Van Valkenburgh dan Bunyapraphatsara, 2001). Selain sifat tanaman dalam mengakumulasi sianogen, kandungan sianida pada tanaman juga dipengaruhi oleh kondisi tanaman, seperti kerusakan, tumbuh cepat setelah kekeringan (bagian daun muda), dan perlakuan herbisida (Tweyongyere dan Katongole, 2002; Robson, 2007), selain kandungan nitrogen dan fosfor yang tinggi dalam tanah (Osweiler et al., 1976)

4. Gejala dan Diagnosis Keracunan Makanan a. Gambaran Klinis : 1) Tanda keracunan akut timbul kira-kira setengah jam setelah makan singkong beracun. 2) Gejala berawal dengan pusing dan muntah.

3) Dalam keadaan yang berat, penderita sesak napas dan pingsan. 4) Bibir, kuku, kemudian muka dan kulit berwarna kebiruan (sianosis). Sianosis perlu dibedakan dengan methaemoglobinemia yang timbul karena keracunan sulfat, DDS, nitrat atau nitrit, yang memerlukan pengobatan lain (metilen-biru). b. Diagnosis Riwayat makan singkong disertai dengan gejala klinis. Diagnosa keracunan singkong ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik dan anamnese makanan, ditopang oleh data laboratorik hasil pemeriksaan contoh muntahan dan bahan makanan yang tersisa.

5. Gejala Klinis Keracunan Singkong Pada umumnya hipoksia seluler yang disebabkan oleh keracunan sianida dapat menyebabkan kematian sel, tetapi kekurangan oksigen pada sel tertentu pada aortik dan karotik adalah penyebab utama dari kematian sel tersebut. Hal ini menyebabkan gejala piperpnea, yang diikuti dengan dyspnea. Terjadinya nausea dan vomitus mungkin disebabkan karena iritasi pada mukosa gastro-intestinal oleh garan sianida tersebut. Begitu konsentrasi sianida dalam darah meningkat, laju respirasi menjadi lambat (menurun) dan terjadi sesak nafas. Konsentrasi cyanida dalam darah meningkat, kekurangan oksigen pada otak terjadi dan timbul kejangkejang hipoksia dan kemudian diikuti dengan kematian karena nafas terhenti (Baskin, 2003).

6. Mekanisme Keracunan Singkong Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu telah diketahui proses metabolisme sianida. Glikosida yang masuk ke dalam usus terhidrolisa dengan cepat sehingga ion CN-nya lepas. Kemudian dalam peredaran darah, pergi ke jaringan-jaringan (kalau ke paru-paru sebagian dapat dieliminasi), tetapi kalau sampai ke sel-sel saraf maka zat tersebut akan

menghambat pernafasan sel-sel tersebut, sehingga mengganggu fungsi sel yang bersangkutan. Mekanisme sehingga asam sianida dapat menghambat pernafasan sel adalah adanya penghambatan terhadap reaksi bolak-balik pada enzim-enzim yang mengandung besi dalam status ferri (Fe3+) di dalam sel. Enzim yang sangat peka terhadap inhibisi sianida ini adalah

sitokrom oksidase. Semua proses oksidasi dalam tubuh sangat tergantung kepada aktivitas enzim ini. Jika di dalam sel terjadi kompleks ikatan enzim sianida, maka proses oksidasi akan terblok, sehingga sel menderita kekurangan oksigen. Jika asam sianida bereaksi dengan hemoglobin (Hb) akan membentuk cyano-Hb yang menyebabkan darah tidak dapat membawa oksigen. Tambahan sianida dalam darah yang mengelilingi komponen jenuh di eritrosit diidentifikasikan sebagai methemoglobin. Kedua sebab inilah

yang menyebabkan histotoxic-anoxia dengan gejala klinis antara lain pernafasan cepat dan dalam. Jika sianida sudah masuk ke dalam tubuh, efek negatifnya sukar diatasi. Kejadian kronis akibat adanya sianida terjadi karena ternyata tidak

semua SCN (tiosianat) terbuang bersama-sama dengan urin, walaupun SCN dapat melewati glomerulus dengan baik, tetapi sesampainya di tubuli sebagian akan diserap ulang, seperti halnya klorida. Selain itu, kendatipun sistem peroksidase kelenjar tiroid dapat mengubah tiosianat menjadai sulfat dan sianida, tetapi hal ini berarti sel-sel tetap berenang dalam konsentrasi sianida di atas nilai ambang. Jelaslah bahwa sianida dapat merugikan utilisasi protein terutama asam-asam amino yang mengandung sulfur seperti

metionin, sistein, sistin, vitamin B12, mineral besi, tembaga, yodium, dan produksi tiroksin (Widodo, 2010). Inhibisi sitokrom oksidase akan menekan transport elektron dalam siklus Krebs yang menghasilkan energi, sehingga gejala keracunan pertama adalah hewan tampak lesu, tak bergairah seolah-olah tidak mempunyai

banyak tenaga untuk bergerak, nafsu makannya juga sangat menurun.

Karena tubuh kekurangan oksigen, tubuh tampak kebiru-biruan (cyanosis) dan dengan sorot mata yang tidak bersinar. Terjadi pula disfungsi pada sistem saraf pusat, sehingga menimbulkan gejala mengantuk, ambruk yang sulit dihindarkan. Keracunan yang berlanjut akan menyebabkan kehilangan keseimbangan, hewan tidak dapat berdiri tegak, sempoyongan, nafas

tersengal-sengal, muntah, kejang-kejang, lumpuh, dan dalam beberapa detik akhirnya hewan mengalami kematian (Widodo, 2010).

C. ANALISIS KASUS KERACUNAN TIWUL

1. Analisis Bahan Mentah Untuk Membuat Produk Makanan Olahan (Tiwul) Keracunan makanan (tiwul) yang terjadi diduga disebabkan oleh penggunaan bahan baku tiwul yang berasal dari singkong yang sudah dikeringkan dan dicacah. Ibu Faridah mengaku pada hari itu tidak mendapatkan singkong mentah sehingga terpaksa membeli singkong kering yang sudah dicacah yang kemungkinan menjadi penyebab utama terjadinya keracunan makanan tersebut. Karena biasanya ketika memakai bahan mentah singkong segar untuk membuat tiwul tidak pernah terjadi kasus seperti ini. Kemungkinan singkong yang dipanen tersebut tidak dalam keadaan bagus. Bila singkong yang masih terpendam di dalam tanah tertoreh oleh benda tajam atau dirusak oleh jamur, maka banyak zat beracun akan terkumpul di bagian yang rusak tersebut. Misalnya kumarin (scopoletin, scopolin, dan esculin) dan phenolic (cathecin). Karena sudah dicacah dan dikeringkan, pembeli (Ibu Faridah) tentu tidak mengetahui kondisi secara utuh dari singkong yang dibelinya (baik atau tidak). Hal ini tentu berpotensi untuk memicu terjadinya keracunan.

2. Analisis Kandungan Zat berbahaya dalam Makanan Olahan (Tiwul) Beberapa jenis singkong sebagai bahan baku utama pembuatan tiwul mengandung cukup banyak sianida yang mungkin menimbulkan keracunan. Tanpa analisa kandungan sianida tidak dapat dipastikan singkong mana yang berbahaya bila dimakan kecuali dari rasanya. Memang tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan. Selain kadar asam sianida yang terdapat dalam singkong itu sendiri, juga dipengaruhi oleh cara pengolahannya sampai di makan. Diketahui bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam sianida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air.

3. Analisis Proses Pengolahan Untuk Membuat Produk Makanan Olahan (Tiwul) Terjadinya kasus keracunan tiwul ini bisa disebabkan karena kesalahan dalam proses pengolahan termasuk didalamnya sanitasi lingkungan tempat pengolahan dan personal hygiene dari pemasak makanan olahan tersebut (tiwul). Kemungkinan banyak terjadi pencemaran selama proses pengolahan sampai siap konsumsi. Proses pengolahan mulai dari pencucian singkong yang kurang bersih, tidak menggunakan air mengalir yang bersih dapat memicu terjadinya keracunan. Telah dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam sianida (HCN) dalam singkong akan berkurang karena HCN akan larut dalam air. Jadi apabila pembuat tiwul tidak melakukan proses ini atau waktu perendaman tidak sesuai dengan kadar sianida, maka hal ini berpotensi besar mengakibatkan keracunan. Selain itu, kebersihan saat pengupasan kulit singkong dari faktor personal hygiene dari pembuat tiwul maupun peralatan yang digunakan untuk mengupas kulit singkong tersebut serta kontaminasi silang yang sangat mungkin terjadi apabila singkong yang telah dikupas tersebut tidak dicuci sampai bersih lagi juga dapat menjadi faktor penyebab keracunan. Proses selanjutnya adalah pengolahan singkong menjadi tiwul. Kebersihan selama proses pengolahan harus selalu dijaga. Apabila dalam pengolahannya tidak memperhatikan sanitasi lingkungannya dan personal hygiene maka akan sangat berpotensi menyebabkan keracunan. Misalnya saja setelah tiwul tersebut matang, penyimpanannya tidak terjaga, diletakkan disembarang tempat yang bisa jadi terkontaminasi oleh kuman-kuman di sekitar lingkungan tersebut atau yang dibawa oleh vektor. Mungkin juga pembuat tiwul ini tidak menjaga kebersihan tangannya saat mengambil tiwul atau melayani pembelinya sehingga memicu juga terjadinya kondisi ini.

4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Racun pada Makanan Olahan (Tiwul) Cara masuk racun dalam tubuh dalam kasus ini diduga secara per oral, yaitu melalui tiwul yang dimakan. Karena cara masuknya racun ini melalui saluran pencernaan, maka gejala yang ditimbulkan juga mengarah pada gangguan pencernaan seperti muntah dan lemas. Secara umum, kondisi tubuh masyarakat sebelum mengalami keracunan terlihat normal-normal saja. Namun, diduga karena racun (dari tiwul) yang ada dalam tubuh mereka sudah tidak dapat ditoleransi lagi oleh tubuh (kemungkinan karena daya tahan tubuh yang rendah atau kesehatan yang tidak baik) maka muncul reaksi dan gejala-gejala yang mengindikasikan terjadinya keracunan. Selanjutnya, faktor dari racun itu sendiri juga dapat mempengaruhi kerja racun pada tubuh. Diduga karena dosis racun (sianida, kumarin, phenolic, atau mikrobiologi patogen) sudah berlebih dan hati sudah tidak dapat menetralisir maka kerja racun akan lebih cepat dan mengganggu kerja sistem-sistem dalam tubuh. Interaksi suatu zat racun dengan zat racun lainnya atau bahan lainnya, tentu juga akan berpengaruh pada besar kecilnya efek/gangguan dari keracunan tersebut.

D. SOLUSI UNTUK MENGATASI KASUS KERACUNAN TIWUL Sebanyak 30% penyakit yang bersumber pada makanan disebabkan makanan tidak dipilih, disimpan, atau diolah dengan baik. Akibatnya, dapat bermacam-macam, seperti kejang perut, muntah, dan diare. Walaupun demikian, sebagian besar penyakit yang bersumber dari makanan yang rusak, tidak mematikan dan tidak menyebabkan sakit yang lama. Namun, dapat berakibat fatal pada usia sangat tua atau sangat muda (bayi atau balita). 1. Pencegahan Cara mencegah keracunan singkong dapat dilakukan dengan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) pada masyarakat tekait : a. Memilih jenis singkong yang mengandung sedikit sianida. Memilih umbi singkong dari jenis singkong yang manis dan masih segar dan melakukan proses pencucian seperti yang dianjurkan (hingga bersih benar). Kadar asam sianida yang rendah di bawah 40 mg/kg umbi segar relatif aman, tidak membahayakan kesehatan, dan berasa manis. Sedikit saja singkong memiliki rasa pahit, maka singkong tersebut telah mengandung kadar asam sianida di atas 50 mg/kg umbi segar atau 5080 mg/kg umbi segar. Selain itu, untuk memilih singkong dapat digunakan langkah berikut : Kupas kulit singkong dengan kuku Anda. Lihat warnanya, konon yang warnanya kekuningan lebih baik daripada yang putih. Patahkan sedikit ujungnya, perhatikan baik - baik, kalau ada bagian yang membiru sebaiknya jangan dipilih. Singkong yang telah lama disimpan memang cenderung mengeluarkan noda biru atau hitam yang diakibatkan enzim poliphenolase yang bersifat racun. Banyak orang memilih singkong dari tanah yang membungkusnya. Kalau tanahnya belum kering berarti singkongnya masih baru, pasti belum ada noda. b. Cara Pengolahanan singkong Misalnya diiris-iris terlebih dulu setelah merendamnya dalam air selama kurang lebih 12 jam. Dengan cara ini dapat menurunkan kadar sianida lebih dari 60%

dari umbinya. Dengan di rebus daun singkong juga akan hilang kadar sianidanya sampai lebih dari 90%. Saat diolah singkong harus dicuci bersih untuk menghilangkan tanah yang menempel di umbi singkong. Setelah itu singkong bisa dikupas. Cara mengupasnya cukup mudah, kerat saja bagian tengahnya singkong secara memanjang, lalu tarik bagian yang terkelupas hingga lepas sama sekali dari singkong. Cuci kembali singkong supaya bersih pada air yang mengalir. Apabila belum diolah, rendam singkong terlebih dahulu agar warnanya tidak berubah. Yang mesti diingat, singkong adalah umbi akar yang teksturnya cukup keras, sehingga apabila akan diubah menjadi penganan harus diolah terlebih dahulu seperti dikukus atau diparut. Apabila singkong hendak dihaluskan seperti untuk membuat getuk, sebaiknya pengukusan singkong harus dilakukan hingga benar - benar empuk. Untuk menghaluskannya bisa menggunakan garpu atau ditumbuk dalam cobek (batu lumpang). Yang harus diingat, singkong sebaiknya dihaluskan selagi masih panas.

2. Pengobatan Pertolongan pada orang dengan keracunan singkong dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Mengupayakan agar orang yang keracunan singkong muntah atau membuat muntah dengan merangsang dinding faring belakang dengan jari (hal ini tidak boleh lakukan bila orang tersebut tidak sadar). b. Memberi minum hangat. c. Memberikan nafas buatan atau menempatkan penderita di ruang terbuka agar memperoleh udara segar. d. Bila keadaan tidak membaik segera bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lanjutan Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan masih ada di dalam lambung (kurang dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat penderita muntah.

Diberikan natrium tiosulfat 30% (sebagai antidotum keracunan singkong) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan. Bila sukar menemukan pembuluh darah vena dapat dilakukan venoklisis atau pemberian dapat dilakukan secara intramuskular. Sebelum pemberian natrium tiosulfat (selama mempersiapkan obat tersebut), pada penderita dapat diberikan amil nitrit secara inhalasi. Cara pemberian natrium tiosulfat ialah mula-mula dengan menyuntikkan obat tersebut sebanyak 10 ml intra vena, kemudian penderita dicubit untuk mengetahui apakah kesadaran sudah pulih. Bila penderita belum sadar dapat diberikan lagi 10 ml natrium tiosulfat. Bila timbul sianosis, dapat diberikan O2

3. Penanggulangan - Pemantauan terhadap proses pemasakan - Pemantauan terhadap cara penyimpanan dan penyajian

DAFTAR PUSTAKA

Almatsir, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta : EGC. Cooper Lenna F,B.S.,M.A,M.H.E,Sc.D, dkk. Nutrition in Health and Disease, Thirteenth Edition. Hasan Rusepno, dr, dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. http://digilib.batan.go.id/eprosiding/File%20Prosiding/Lingkungan/Penelit_Kegiatan _PTLR_06/Data_Artikel/Sutoto_188.pdf (diakses 9 Juni 2013) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-novidyahfi-5257-2-bab2.pdf (diakses 9 Juni 2013) http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3311124.pdf (diakses 9 Juni 2013) http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/26798/Srikandi%20Fardiaz% 20%28At%208%20hal%29%20.pdf (diakses 13 Juni 2013) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3522/3/gizi-murniati.pdf.txt (diakses 9 Juni 2013) http://www.depkes.go.id/downloads/doen2008/puskesmas_2007.pdf (diakses 9 Juni 2013) Lisin, dr. 2013. Keracunan Singkong. http://mediskus.com/penyakit/keracunansingkong.html diakses pada tanggal 13 Juni 2013) Mkpong OE, H. Yan, G. Chism and R.T. Sayre. 1990. Purification,

Characterization, and Localization of Linamarase in Cassava. J. Plant Physiol. 93: 176-181 Robert H. Dreisbach MD. PhD & William D, Robertson MD. 1987. Handbook of Poisoning. 12th Edition, Norwalk Connecticut / Los Altos California, Appleton & Lange. Sediaoetama Achrnad Djaeni Prof.Dr. 1989. Ilmu Gizi, Jilid II. Jakarta : Dian Rakyat. Widodo, W. 2010. Tanaman Beracun untuk Ternak.

Yuningsih. 2009. Perlakuan penurunan kandungan sianida pada ubi kayu. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28(1): 5861. Yuningsih. 2012. Keracunan Sianida pada Hewan dan Upaya Pencegahannya. Network: http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3311124.pdf. (Diakses pada tanggal 13 Juni 2013)

LAMPIRAN

Daftar Pembagian Tugas Kelompok 4 Kelas B-2011 1) Rizka Tamimi (25010111130077)

Menjawab pertanyaan yang ada di file PPT berdasarkan artikel yang dipilih

2) Treesa Dwi A. -

(25010111130078)

Koordinator pembagian tugas (Ketua) Mengerjakan Bab Analisis Kasus (25010111130089)

3) Dina Syafaati -

Mengerjakan Bab Tinjauan Pustaka (25010111130091)

4) Silvia Nurvita -

Mengerjakan Bab Solusi Untuk Mengatasi Kasus Keracunan (25010111130092)

5) Pratiwi Ika N. -

Mengerjakan Bab Tinjauan Pustaka (25010111130093)

6) Abireza Malik Editing Akhir

7) Diani Desi N. -

(25010111130101)

Mengerjakan Bab Analisis Kasus (25010111130102)

8) Ernita Silaen -

Mengerjakan Bab Solusi Untuk Mengatasi Kasus Keracunan (25010111130109)

9) Tiya Febriani -

Mengerjakan Deskripsi Kronologis Kasus (25010111130113)

10) Zulinar Firdaus -

Mengerjakan Bab Solusi Untuk Mengatasi Kasus Keracunan (25010111130121)

11) Isna Kholilah Mencari Artikel

Mengerjakan Bab Tinjauan Pustaka (25010111130132)

12) Prima Ayu V. -

Membuat file Power Point untuk presentasi

13) Naafiati Firmani -

(25010111130139)

Mengerjakan Bab Analisis Kasus (25010111130141)

14) Hanny Widyastuti -

Membuat file Power Point untuk presentasi

Vous aimerez peut-être aussi