Vous êtes sur la page 1sur 16

Konsep Enlightenment dan Instrumental Reason dalam Kerangka Pemikiran Adorno dan Horkheimer pada Dominasi Pemerintah

Sebuah Studi Literatur Buku 1984 Karya George Orwell

Haryani Dannisa 1106084614

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Dominasi pemerintah merupakan suatu isu yang sedang marak-maraknya dibicarakan

akhir-akhir ini, setelah terjadinya skandal National Security Agency (NSA) di Amerika yang ternyata mengoperasikan proyek rahasia yang mengontrol seluruh rekaman telepon dan data internet di Amerika. Belum 24 jam dari diberitakannya skandal tersebut di media, penjualan buku literatur klasik karya George Orwell, 1984, melonjak melebihi 7.000% di situs online retailer Amazon. Buku tersebut merupakan salah satu literatur fiksi fenomenal yang bercerita tentang totaliter pemerintah komunisme yang mengontrol seluruh informasi di negaranya. Perdebatan mengenai ada atau tidaknya novel ini dengan skandal NSA tersebut banyak bermunculan di media dan situs-situs online sampai sekarang. Namun, bukan hal tersebut yang akan dibahas dalam makalah ini. Penulis akan membahas mengenai analisis Instrumental Reason yang dicanangkan Horkheimer dan Adorno serta kaitannya dengan dominasi yang dilakukan pemerintah dalam novel fiksi karya George Orwell tersebut. Segala sesuatu dalam kehidupan memiliki norma baik ataupun buruk. Norma-norma tersebut dikonstruksikan secara sosial, sehingga norma di satu tempat tentunya akan berbeda dengan tempat lainnya. Dalam menjalani keseharian, manusia kerap menemukan kejadian ataupun keadaan yang harus ia tafsirkan sebagai baik ataupun buruk. Tentunya segala sirkumtansi dari setiap situasi, termasuk pula hukum yang berlaku, maupun tradisi yang telah terbentuk, harus dipertimbangkan dalam penafsiran tersebut. Sadarkah kita bahwa dibalik norma-norma yang kita yakini bisa terdapat kekuatan dari suatu institusi yang mengaturnya? Dalam berargumen mengenai konsep Instrumental Reason yang akan kita bahas dalam subbab selanjutnya ini, Horkheimer dan Adorno menganalisis jalannya nalar antara

penguasa dan budak yang terjadi pada masa berkuasanya rezim Nazi. Menurut mereka, kesadaran dari sang tertindas atau apa yang Marx sebut sebagai tanda-tanda dari kebangkitan buruh, hanyalah sebuah akselelator dari penindasan kaum bawah. Marx, dalam Communist Manifesto, membicarakan tentang bagaimana akumulasi dari kekayaan akan berjalan paralel dengan akumulasi kekuatan dari kaum proletar. Semakin kelas bawah menyadari akan penindasan yang menimpa mereka, semakin besar kekuatan mereka untuk membebaskan diri dari tirani kapitalis. Menurut Marx dan Hegel, kesadaran kaum proletar akan mengantar mereka pada pemberontakan besar-besaran yang membuahkan kebebasan bagi mereka. Horkheimer dan Adorno tidak berpikiran demikian. Yang ingin mereka jelaskan adalah mengapa, semakin penindasan yang terjadi pada kaum bawah itu muncul ke permukaan seiring dengan tumbuhnya fasisme, massa yang tertindas tidak melawan penindasan tersebut. Mereka mencoba menganalisis atraksi dari fasisme dan Nazisme tersebut, mengapa kelas pekerja tidak memberontak dan melawan pemilik modal dan korporasi besar ataupun partai politik yang memberi makan mereka. Mereka lebih tertarik menganalisis keteguhan dominasi daripada kemungkinan kebebasan. Penulis berpikir bahwa dominasi terus menerus yang disadari ini menarik untuk dianalisis. Karena, dapat diasumsikan terdapat sebab yang menarik dibalik bagaimana penguasa dapat memanipulasi dan membuat penindasan yang mereka lakukan itu dipahami sebagai masuk akal, seperti yang dilakukan Hitler saat ia memimpin Nazi untuk memusnahkan ratusan juta kaum Yahudi.

1.2

1984 Karya George Orwell 1984 merupakan salah satu novel fiksi yang paling terkenal dalam abad ini. Novel ini

memproyeksikan kehidupan masyarakat dalam sistem totaliter yang menggunakan teror, pengawasan ketat, sistem pemerintahan yang represif, serta kekuatan total untuk mengatur masing-masing individu yang ada di dalam masyarakat. Kala itu, di tahun 1984 dalam novel

ini, dunia terbagi menjadi tiga kubu: Oceania, Eastasia, dan Eurasia. Cerita di setting di sebuah negara yang disebut sebagai Oceania. Negara ini dipimpin oleh sebuah partai yang diketuai oleh Big Brother, tokoh yang dianggap Tuhan oleh masyarakat Oceania. Tokoh utamanya, Winston, merupakan seorang member kelas bawah di partai tersebut. Partai yang memimpin itu mengawasi masyarakat melalui telesreen, yang di pasang di hampir seluruh sudut kota London. Selain itu, terdapat pula poster-poster foto Big Brother dengan tulisan Big Brother is Watching You. Partai ini juga mengontrol segalanya di Oceania, bahkan sejarah dan bahasa. Mereka memaksa masyarakat berpindah dari bahasa Inggris, ke bahasa baru yang mereka sebut sebagai Newspeak, ditujukan agar pemerintah dapat menghilangkan niat pemberontakan di masyarakat dengan cara membuntukan masyarakat untuk merepresentasikan perasaan mereka yang ingin memberontak: lama kelamaan kata-kata yang merepresentasikan pemberontakkan seperti misalnya rebel, akan musnah. Karena peraturan yang dibuat oleh pemerintahan Oceania melarang masyarakatnya berpikiran mengenai pemberontakkan. Thoughtcrime, merupakan kriminalitas yang terburuk. Intro dari novel ini menceritakan kefrustasian Winston oleh penindasan dan kontrol berlebihan dari pemerintah yang melarang kebebasan berpikir, sex, dan segala hal lainnya yang mengekspresikan individualitas. Ia memperoleh buku tulis secara illegal dan menuangkan pemikiran kriminalnya di sana. Kehidupan di sana melarat, Winston bekerja di sebuah kementrian yang bernama Ministry of Truth, di mana setiap harinya ia bekerja merombak rekaman-rekaman sejarah untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan partai penguasa. Seperti contohnya, pemerintah Oceania mendeklarasikan bahwa mereka selalu berteman dengan Eastasia dan selalu bermusuhan dengan Eurasia. Namun, Winston masih bisa ingat beberapa tahun yang lalu ketika keadaan berlaku sebaliknya. Pekerjaan Winston adalah menghapus sejarah yang membuktikan pertemanan Oceania dan Eurasia. Segala artikel-artikel bersejarah harus diproduksi ulang. Dengan begitu, pemerintah Oceania telah berhasil mengubah sejarah karena bagaimanapun juga kita membutuhkan bukti untuk mengingatdan mereka memusnahkannya.

Suatu hari, Winston mendapat secarik kertas kecil bertuliskan I love you dari perempuan yang tak dikenalnya. Mereka memulai hubungan mereka, diam-diam karena pemerintah tidak memperbolehkan adanya rasa cinta antar pasangan. Setiap individu akan dipasangkan dengan individu lain secara acak, mereka tidak dapat memilih. Tujuannya hanya satu: reproduksi dan meneruskan generasi. Pemerintah Oceania tidak menerima adanya cinta dalam bentuk apapun. Apabila pasangan yang mereka pasangkan diketahui saling mencintai, maka mereka akan dipisahkan, walaupun sudah memiliki anak. Ideologi yang dipercayai pemerintah Oceania adalah cinta merupakan langkah pertama menuju pemberontakkan, karena cinta melambangkan kemanusiaan. Semakin dalamnya perkembangan hubungan Winston dengan pasangannya, Julia, semakin dalam pula kebenciannya terhadap partai yang memimpin pemerintahan di Oceania. Mereka mempercayai eksistensi dari suatu perkumpulan yang bernama Brotherhoodgrup misterius yang bekerja untuk merobohkan partai penguasa. Winston percaya bahwa OBrien, salah satu member partai yang berkuasa, merupakan salah satu dari Brotherhood tersebut. Dugaan mereka benar, mereka dipanggil ke kediaman OBrien yang ternyata memang anggota dari Brotherhood. OBrien mengaku bahwa ia pun membenci pemerintah, dan mengajak Winston dan Julia untuk bergabung. Ia memberikan sebuah buku Emmanuel Goldstein yang disebut-sebut sebagai pembangkang dan musuh terbesar pemerintah. Ketika mereka sedang membaca buku ideologi Goldstein yang disebut Manifesto of the Brotherhood, tiba-tiba tentara-tentara mendobrak masuk dan menangkap mereka. Ternyata, pemilik toko di mana mereka sering bertemu merupakan seorang Thought Police, yang telah mengintai mereka sejak lama. Winston dan Julia dipisahkan dan dijebloskan ke Ministry of Love, tempat pembangkang-pembangkang disiksa. Ternyata, OBrien hanya berpura-pura menjadi anggota Brotherhood untuk menjebak Winston dalam berbuat perilaku yang mengkhianati partai penguasa. Winston pun ia siksa dan ia brainwash selama berbulan-bulan. Akhirnya, Winston dikirim ke Ruang 101, di mana telah disediakan ketakutan terbesarnya, yaitu: tikus. Beberapa detik sebelum tikus-tikus itu dilepas, akhirnya Winston mengkhianati Julia dengan memohon

jangan perlakukan hukuman ini padanya, lakukan saja pada Julia. Pengkhianatan Winston pada Julia adalah apa yang diinginkan oleh OBrien selama ini. Kepercayaan Winston hilang, ia pun dibebaskan ke dunia luar. Ia bertemu dengan Julia namun ia sudah tidak memiliki perasaan apapun kepadanya. Pengkhianatannya pada Julia telah membuatnya menerima kepemimpinan partai secara keseluruhan. Akhirnya ia mencintai Big Brother. Walaupun 1984 ditulis Orwell sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan totaliter di mana pemerintah mengontrol seluruh aspek kehidupan masyarakatnya, struktur penulisan

1.3

Kerangka Teori Enlightenment


Enlightenment, understood in the widest sense as the advance of thought, has always aimed at liberating human beings from fear and installing them as masters. Yet the wholly enlightened earth is radiant with triumphant calamity. Enlightenments programs was the disenchantment of the world. It wanted to dispel myths, to overthrow fantasy with knowledge (Adorno, Horkheimer, 1).

Instrumental Reason Konsep yang dituangkan Adorno dan Horkheimer pada buku mereka Dialectics of Enlightenment serta buku Horkheimer Eclipse of Reason ini membicarakan tentang deskripsi kritis mengenai bagaimana nalar atau reason runtuh menjadi ketidakrasionalan melalui penekanan pada kepentingan instrumental. Instrumental Reason hanya berkepentingan dalam mencapai suatu tujuan, tanpa menganalisis tujuan itu sendiri. Dalam Eclipse of Reason

Eclipse of Reason merupakan salah satu buku Horkheimer dari dua yang dihasilkannya setelah ia mencanangkan The dialectics project. Setengah dari pemikiran yang ia hasilkan dari The dialectics project itu ia tuangkan bersama Adorno dalam buku Dialectic of Enlightenment. Pendahuluan dari makalah ini akan menjelaskan konsep-konsep yang tertanam dalam Eclipse of serta pengaitan Horkheimer terhadap konsep-konsep tersebut dengan rezim Nazi. Menurut Horkheimer (1947) dalam bukunya Eclipse of Reason, tenaga yang dapat membuat sebuah perilaku diterima dan dianggap masuk akal adalah kemampuan setiap orang mengklasifikasi, menyimpulkan, dan mendeduksi suatu perilakuatau apa yang disebutnya sebagai penggunaan abstrak dari mekanisme berpikir. Pola pemikiran seperti ini ia sebut sebagai subjective reason, yang sangat berhubungan dengan sarana dan tujuan (means and ends), dari sesuatu yang kita pikirkan. Subjective reasoning memperhitungkan norma dan situasi sosial. Suatu tindakan dianggap masuk akal apabila tindakan tersebut menghasilkan situasi yang terbaik bagi seorang individu yang terkait. Pemikiran ini dilandasi hanya oleh prosedur seadanya, untuk suatu perilaku yang tujuannya biasanya taken for granted. Tidak ada pertanyaan kritis mengenai masuk akal atau tidaknya suatu perbuatan dalam pemikiran ini. Menurut Horkheimer, manusia kini lebih banyak menempatkan pola berpikir mereka dalam subjective reasoning. Hal tersebut menyebabkan berhentinya kepercayaan manusia bahwa ada sesuatu kekuatan yang mengatur penilaian kita mengenai apa yang rasional dan apa yang tidak, bahwa kekuatan tersebut didominasi oleh suatu lembaga eksternal. Manusia mulai percaya bahwa rasionalitas datang dari dalam dirinya, dan tidak ada suatu kelompok yang mengambil manfaat dari kerasionalitasan yang ia percayai tersebut. Mereka mulai melupakan bahwa selalu

terdapat alasan yang melandasi suatu perbuatan. Mereka berpaling pada apapun yang terlihat masuk akal. Dan seketika sebuah alasan disubjektifkan, maka alasan tersebut juga diformalisasikan secara bersamaan. Subjective reasoning ini merupakan sebuah symptom dari perubahan yang terjadi dalam pemikiran Barat dalam perjalanan abad terakhir. Sebelumnya, telah hidup suatu bentuk pemikiran yang berkebalikan dengan subjective reasoning ini. Pemikiran tersebut merupakan apa yang tersisa dari Plato dan Artistoteles, juga idealisme Jerman. Pemikiran tersebut adalah objective reason. Pemikiran ini bertujuan untuk mengembangkan sistem yang

komprehensif, pada hierarki dari semua makhluk, termasuk manusia dan tujuannya. Penekanan pada pemikiran ini ada pada tujuan, bukan cara ataupun jalan pemikiran (ends, not means). Plato (380 BC) dalam bukunya Republic, mengatakan bahwa yang hidup diterangi oleh objective reason akan menghidupi sebuah kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Objective reason beroperasi dalam kerangka moral yang lebih besar, di mana konsep-konsep seperti baik dan jahat ada. Ini adalah konsep beton dan kekuatan di dunia yang memerlukan mode perilaku tertentu. Seperti yang dikatakan Horkheimer dalam bukunya, "Konseo ini bertujuan untuk mengembangkan sistem yang komprehensif, atau hirarki, dari semua makhluk, termasuk manusia serta tujuannya. Tingkat kewajaran kehidupan manusia dapat ditentukan sesuai dengan harmoninya dengan totalitas ini. " Dalam pemikiran klasik, tindakan yang dianggap masuk akal adalah tindakan yang dianggap sebagai kebaikan bersama secara leluhur. Tapi dalam pemikiran modern, setiap penilaian akan benar atau salahnya sesuatu kurang lebih berasal dari kenangan yang tak disadari, dan tidak

akan ada yang dapat menghalangi tindakan dari seseorang kecuali kepentingannya sendiri.

Since ends are no longer determined in the light or reason, it is also impossible to say that one economic or political system, no matter how cruel and despotic, is less reasonable than another no rational agency would endorse a verdict against dictatorship if its sponsors were likely to profit from it.

Dalam definisi yang dikeluarkan oleh Horkheimer, pemikiran-pemikiran yang ada telah di instrumentalisasikan karena didominasi oleh subjective reason. Konsep objective reason ini tidak pernah menghalangi konsep sebelumnya, Subjective Reason, namun menilainya sebatas ekspresi dari rasionalitas universal. Buku ini berusaha merefleksikan kebuntuan yang ada dalam pemikiran filosofis pada dilemma konkret dari pandangan manusia untuk masa depan mereka. Tujuan dari penulisan Horkheimer dalam buku ini adalah untuk menyelidiki konsep rasionalitas yang mendasari industri budaya kontemporer masa kini, dalam rangka menyelidiki apakah konsep tersebut mengandung cacat di dalamnya. Menulis pada tahun 1946, Horkheimer sangat terpengaruh pada kekuasaan Nazi di Jerman. Dia menguraikan bagaimana Nazi dapat membuat penindasan yang mereka lakukan menjadi masuk akal. Ia juga mengingatkan akan kemungkinan dari terjadinya kembali kekuasaan seperti Nazi tersebut. Horkheimer mempercayai bahwa penyakit masyarakat modern disebabkan oleh penyalahgunaan dan kesalahpahaman dari penggunaan nalar atau reason: jika orang menggunakan alasan yang benar untuk mengkritik masyarakat mereka, mereka akan mampu mengidentifikasi dan memecahkan masalah mereka.

BAB III PEMBAHASAN

3. 1

Enlightenment dan Pengetahuan Sebenarnya apa yang membuat pemerintah Oceania berlaku totaliter pada rakyatnya?

Adorno dan Horkheimer menganalisis kekukukah dominasi sampai pada Enlightenment, yang menurut mereka, membuat manusia sebagai subjek pengganti Tuhan. Mereka melihat manusia dalam kapasitas penuhnya dapat menjadi seseorang yang datang untuk mendominasi dunia lewat pemahaman.
Human beings purchase the increase in their power with estrangement from that over which it is exerted. Enlightenment stands in the same relationship to things as the dictator to human beings.

Pemikiran Marx tersebut mengatakan bahwa bagaimana manusia memiliki kekuatan namun kita teralienasi dari sesuatu yang kita mengerti. Knowledge yang datang dari Enlightenment datang bersamaan dengan kemampuan untuk memanipulasi dan menghancurkan banyak orang. Jika dihubungkan dengan dominasi pemerintah di Oceania, mereka memperkaya diri mereka sendiri dengan menghambat pengetahuan untuk sampai pada masyarakat. Mereka mengontrol seluruh informasi yang ada, mengubah sejarah, dengan begitu mereka menghambat masyarakat untuk memiliki pengetahuan, yang dapat mengantarkan mereka pada pemikiran untuk mendominasi orang lain dengan pengetahuannya. Dengan begitu, masyarakat tidak akan bisa berpikir untuk melawan pemerintah.

Mereka mengontrol pikiran yang ada pada rakyatnya dengan membagi strata menjadi tiga kelas; proles (masyarakat miskin) yang sama sekali tidak mendapatkan pengetahuan, tidak mendapatkan pendidikan formal, lower member of the party (pekerja pemerintah kelas bawah) yang diberi pendidikan formal untuk menjadi robot-robot pekerja pemerintah, serta higher member of the party (pemimpin-pemimpin partai) yang menguasai seluruh pengetahuan serta informasi dan hanya mementingkan keabadian dari dominasi mereka pada masyarakat.
Each human being has been endowed with a self of his or her own different from all others, so that it could all the more surely be made the same. But because that self never quite fitted the mould, enlightenment throughout the liberalistic period has always sympathized with social coercion. The unity of the manipulated collective consists in the negation of each individual and the scorn poured on the type of society which can make people into individuals.

Dari pernyataan Adorno dan Horkheimer itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka menganggap kekonsistenan dalam mencapai kesetaraan hanya memperbesar kemungkinan untuk terjadinya pemaksaan. Dari tiga kelas sosial yang dibentuk oleh pemerintah Oceania itu, masing-masing anggotanya diseragamkan. Sebagai contoh, lower members of the party memakai seragam yang sama setiap harinya, dengan diberi identitas lewat nomor. Menyetandarkan sesuatu memang menghasilkan keadilan, berarti setiap orang dapat diberlakukan secara sama. Tapi, standardisasi juga menyediakan alat-alat untuk mengkontrol, membuat setiap orang sama memudahkan pemimpin untuk mengkontrol mereka. Setiap pagi di Oceania, lower members of the party wajib melakukan senam pagi bersama yang dipantau lewat telescreen. 3.2 Enlightenment dan Teknologi Menurut Adorno dan Horkheimer, enlightenment yang dimulai dari step menghindari mitos telah menjadi pemenuhan diri, serta pembenaran diri. Mereka menghubungkan teknologi dengan dominasi.

Technology is the essence of this knowledge. It aims to produce neither concepts nor images, nor the joy of understanding, but method, exploitation of the labour of others. What human beings seek to learn from human nature is how to use it to dominate wholly both it and human beings. Nothing else counts.

Pengetahuan datang untuk mendominasi dunia dan menempatkan knower atau pemilik pengetahuan sebagai pendominasi. Menurut Horkheimer dan Adorno, terdapat perbedaan dalam deklarasi pengetahuan pada awal abad 19 dengan abad ke 20. Menurut mereka, di abad 19, seseorang dapat mendeklarasikan eksperimen, ataupun investigasi mereka dan menyebutnya sebagai penemuan ilmu baru. Pada pertengahan abad 20, di saat mereka menulis buku ini, satu-satunya hal yang dianggap sebagai penemuan ilmu adalah sesuatu yang bisa dihitung, ilmu yang menghasilkan dominasi dari objek yang diteliti. Di Oceania, objek penelitian pemerintah terbesar adalah rakyatnya sendiri. Mereka meletakkan telescreen di tiap sudut dan mengawasi kehidupan mereka. Tidak jarang ketika mereka menemukan adanya overpopulation di suatu distrik, mereka memusnahkan rakyat yang berada di distrik tersebut dengan melemparkan bom dari atas. Rakyat, hanyalah, kelincikelinci percobaan penelitian yang kejam. Sedangangkan masyarakat yang didominasi itu tidak mengerti bahwa jumlah mereka hanya dipentingkan dari segi kuantifikasinya saja. Kehidupan mereka tidak diperdulikan. Mereka hanyalah benda-benda yang akan diletakkan di depan saat perang. Ironisnya, karena strata yang terbentuk dengan jelas, masyarakat yang lahir di bawah, tidak akan bisa pindah ke atas. 3. 3 Dominasi Subjective Reason Dengan terhambatnya pengetahuan bagi masyarakat di Oceania, maka terhambat pula kemampuan mereka untuk berpikir objektif. Menurut penulis, rakyat di negara Oceania memiliki kekuatan untuk memberontak, namun mereka terperangkap dalam situasi di mana pemerintah Oceania menghilangkan segala kemungkinan bagi mereka untuk dapat berpikir

dan menelaah konsep-konsep apa yang baik dan jahat secara komprehensif, karena setiap pemikiran akan suatu hal telah diatur oleh pemerintah Oceania. Misalnya, di Oceania, anak-anak diajarkan mengenai buruknya kriminal

thoughtcrimedi sekolah. Mereka diajarkan untuk mengkhianati orang tuanya sendiri apabila mereka melihat tanda-tanda pembangkangan terhadap pemerintah di orang tuanya. Salah satu teman Winston terjebak dalam Ministry of Love karena anaknya melihat tanda-tanda penyimpangan padanya dan melaporkannya ke Thought Police. Anak-anak ini dibuat tidak bisa mengerti tentang baik dan buruk yang sebenarnya karena pemikiran mereka telah didominasi oleh Subjective Reason. Di mana apa yang mereka pikir baik, adalah hal-hal yang ditanamkan baik oleh pemerintah Oceania. Jika menurut Horkheimer dalam pemikiran klasik tindakan yang dianggap masuk akal adalah tindakan yang dianggap sebagai kebaikan bersama secara leluhur, rakyat di Oceania tidak akan ingat bagaimana perilaku dan norma-norma yang dianut leluhurnya karena pemerintah telah menghapus sejarah. Winston, dalam hal ini dapat mengingat pandangan orang tuanya karena dia hidup di masa tersebut. Berarti, tentu saja tanpa adanya bukti sejarah mengenai suatu hal, maka suatu hal tersebut dapat dianggap tidak pernah ada. Inilah peran yang dijalankan oleh Ministry of Truth.Menghapus sejarah, sehingga manusia tidak dapat mengingat norma-norma yang dipegang oleh leluhurnyaapa yang mereka anggap benar berasal dari kenangan yang tak disadari. Mereka dipaksa untuk berpikir secara subjektif. Tapi dalam pemikiran modern, setiap penilaian akan benar atau salahnya sesuatu kurang lebih berasal dari kenangan yang tak disadari, dan tidak akan ada yang dapat menghalangi tindakan dari seseorang kecuali kepentingannya sendiri. Dengan dipaksanya masyarakat untuk berpikir secara subjektif, tercapailah dominasi yang terang-terangan oleh pemerintah Oceania. Hal ini bertolak dengan teori Marx yang menyebutkan bahwa semakin sadarnya kaum proletar terhadap penindasan dari penguasa, semakin besar kemungkinan bagi mereka untuk menghancurkan penguasa tersebut. Masyarakat kelas bawah di Oceania hidup dengan amat sangat melarat. Namun, mereka tidak punya kuasa dalam melawan pemerintah karena terdapat irasionalisme dalam pola pikir mereka. Mereka menganggap

dominasi yang dilakukan oleh pemerintah merupakan hal yang wajar dan masuk akal. Hal ini disebabkan oleh keterisolasian masyarakat ini terhadap informasi. Selain itu, pemerintah Oceania juga menghilangkan bahasa yang merepresentasikan pemikiran-pemikiran yang tidak sejalan dengan mereka. Apabila terdapat suatu kemungkinan di mana seorang individu di dalam masyarakat tersebut merasa tidak nyaman pada keadaan disekelilingnya dan menginginkan perubahan, mereka tidak akan dapat mengekspresikan perasaan mereka karena kata-kata yang menggambarkan hal tersebut telah dihapus. Dengan begitu, masyarakat Oceania hanya dapat berpikir dengan nalar seadanyasubjective reason.

BAB IV KESIMPULAN

Teori Enlightenment serta Instrumental Reason yang dicanangkan oleh Horkheimer dan Adorno ini tidak hanya dapat diaplikasikan pada praktek dominasi dari pemerintah ke rakyatnya, tapi bisa juga diaplikasikan pada dominasi hubungan intrapersonal, misalnya dalam berpasangan ataupun berteman. Ketika melewati Enlightenment, atau ketika kita memiliki pengetahuan yang lebih banyak dari orang lain, akan lebih terangsang dominasi pada diri kita daripada pada diri orang-orang sekeliling kita yang tidak memiliki pengetahuan sebanyak kita. Begitu pula dengan Instrumental Reason yang tidak hanya menggeluti orang-orang yang tertindas, namun juga pada orang-orang yang tak sadar akan ketertindasan yang menimpanya.

DAFTAR PUSTAKA

Horkheimer. (1947). The Eclipse of Reason. New York: Oxford University Press Ginal. (2008). Summary: The Dialectic of Enlightenment. Pesan di pos ke http://frankfurtschool.wordpress.com/2008/02/28/summary-dialectic-of-enlightenment/ Jay, Martin. (1973). The Dialectical Imagination: A History of The Frankfurt School and The Institute of Social Research 1923-1950 . Great Britain: Heinemann Educational Books Ltd. Kellner, Douglas. From 1984 to One-Dimensional Man: Critical Reflections on Orwell and Marcuse. Pesan di pos ke http://www.uta.edu/huma/illuminations/kell13.htm Nas, Alparslan. (2008). Concept of Enlightenment: Theodor W. Adorno and Max Horkheimer. Pesan di pos ke http://zenfloyd.blogspot.com/2008/11/concept-of-enlightenmenttheodor-adorno.html Theodor W. Adorno. (2011). In Stanford Encyclopedia of Philosophy . Diakses 11 Juni 2013, dari http://plato.stanford.edu/entries/adorno/#2

Vous aimerez peut-être aussi