Vous êtes sur la page 1sur 24

LAPORAN PENDAHULUAN PANKREATITIS

OLEH NI LUH GEDE KUMBA DEWI, S.Kep C121 2018

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI 2013

BAB I TINJAUAN TEORITIS A. ANATOMI FISIOLOGI

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata 60 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Letak pada daerah umbilical, dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya menyentuh kelenjar lympe, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah. Pankreas terdiri dari tiga bahagian yaitu : 1. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan umbilical dalam lekukan duodenum. 2. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung dan depan vertebra lumbalis pertama. 3. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya menyentuh lympa. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu : 1. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.

2. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi somatostatin. Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu : 1. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah : a. Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan monosakarida b. c. 2. Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam amino. Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan gliserol gliserin. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveolialveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran. Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan glukagon 1. Insulin Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia. Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah 80 90 mg/ml. Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu : a. Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3

glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen. b. c. Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah normal. Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih menyebabkan pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi terhadap hypoglikemia berat. Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu : a. b. c. Menambah kecepatan metabolisme glukosa Mengurangi konsentrasi gula darah Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan. Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino. Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah : a. b. Pemecahan glikogen (glikogenolisis) Peningkatan glukosa (glukogenesis) Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap hypoglikemia.

2. Glukagon

B. DEFINISI Pankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan. (Brunner & Suddart, 2001) Pankreatitis adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas diaktifasi secara prematur mengakibatkan autodigestif dari pankreas. (Doengoes, 2000) Pankreatitis adalah suatu organ yang tidak biasa berfungsi sebagai kelenjar endokrin dan eksokrin. (Sylvia A price, 2005) Jadi, dapat disimpulkan pankreatitis adalah suatu kondisi inflamasi ( peradangan ) pada pankreas yang menimbulkan nyeri yang disebabkan oleh edema, nekrosis, atauperdarahan dengan intesitas yang dapat berkisar mulai dari akut sampai kronis C. ETIOLOGI 1. Batu saluran empedu 2. Infeksi virus atau bakteri 3. Alkoholisme berat 4. Obat seperti steroid, diuretik tiazoid 5. Hiperlipidemia, terutama fredericson tipe V 6. Hiperparatiroidisme 7. Asidosis metabolic 8. Uremia 9. Imunologi seperti lupus eritematosus 10. Pankreatitis gestasional karena ketidakseimbangan hormonal 11. Defisiensi protein 12. Toksin 13. Lain-lain seperti gangguan sirkulasi, stimulsi vagal

( Arief Mansjoer, 2000)

D. MANIFESTASI KLINIS 1. Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis yang menyebabkan pasien datang ke rumah sakit. Rasa sakit dan nyeri tekan abdomen yang disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut menimbulkan rasa sakit.Secara khas rasa sakit yang terjadi pada bagian tengah ulu hati (midepigastrium). Awitannya sering bersifat akut dan terjdi 24-48 jam setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya rasa sakit menjadi semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan dengan pemberian antasid. 2. Rasa sakit ini dapat disertai dengan distensi abdomen, adanya massa pada abdomen yang dapat diraba tetapi batasnya tidak jelas dan dengan penurunan peristatis. Rasa sakit yang disebabkan oleh pankreatitis sering disertai dengan muntah. 3. Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen. Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis. 4. Ekimosis (memar) di daerah pinggang dan di sekitar umbilicus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis haemoragik yang berat. Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu. 5. Gejala panas, ikterus, konfusidan agitasi dapat terjadi. Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein, karena cairan ini mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum. 6. Pasien dapat mengalami takikardia, denyut nadinya cepat (100-140 kali/menit), sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi. dan pernafasannya cepat dan dangkal

7. Gagal ginjal akut sering dijumpai pada keadaan dini. 8. Gangguan pernafasan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat memperlihatkan gejala infiltrasi paru yang difus, dispnoe, tachipnoe dan hasil pemeriksaan gas darah abnormal. Depresi miokard, hipokalsemia, hiperglikemia dan koagulopati intravaskuler diseminata dapat pula terjadi pada pankreatitis akut (Brunner & Suddart, 2001:1339). E. PATOFISIOLOGI Pankreas menyekresikan sejumlah enzim; amilase dan lipase disekresikan dalam bentuk aktif sementara protease, elastase dan fosfolipase disekresikan sebagai proenzim yang dalam keadaan normal harus diaktifkan oleh tripsin di dalam duodenum. Tripsin sendiri normalnya diaktifkan oleh enteropeptidase duodenal. Patogenesis pankreatitis akut berpusat pada aktivitas tripsin yang tidak tepat di dalam pankreas; tripsin yang sudah diaktifkan tersebut akan mengubah berbagai proenzim menjadi aktif dan prekalikrein menjadi kalikrein yang akan mengaktifkan sistem kinin serta pembekuan. Hasil nettonya berupa inflamasi pankreas dan trombosis. Ciri-ciri pankreatitis meliputi proteolisis jaringan, lipolisis dan perdarahan, terjadi karna efek destruktif enzim-enzim pankreas yang dilepas dari sel-sel asiner. Mekanisme yang dikemukakan untuk aktivitas enzim pankreas meliputi hal-hal berikut ini: a. Obstruksi duktus penkreatikus. Batu empedu yang memasuki duktus koledokus dan terperangkap dalam saluran ini pada daerah ampula vater, lalu menyumbat aliran getah pankreas sehingga menyebabkan aliran balik getah empedu dari duktus kholedokus ke dalam duktus pankreatikus, akibatnya akan mengaktifkan yang kuat dalam pankreas dimana dalam keadaan normal enzim-enzim ini berada dalam bentuk inaktif sampai getah pankreas mencapai lumen duodenum. Spasme dan edema pada ampula vater yang terjadi akibat duodenitis kemungkinan dapat menimbulkan pankreatitis b. Jejas primer sel asiner. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kerusakan karna virus (parotitis), obat-obatan, trauma atau iskemia.

c.

Defek

transportasi-intraseluler

proenzim.

Enzim-enzim

eksokrin

pankreas

mengalami kesalahan arah dalam perjalanannya, yaitu menuju lisosom dan bukan menuju sekresi; hidrolisis proenzim di dalam lisosom akan menyebabkan aktivitas dan pelepasan enzim. d. Alkohol dapat meningkatkan jejas sel asiner lewat perjalanan proenzim intraseluler yang salah arah dan pengendapan sumbatan protein yang mengental serta bertambah banyak di dalam duktud pankreatikus sehingga terjadi inflamasi dan obstruksi lokal. e. Pankreatitis herediter ditandai oleh serangan rekuren pankreatitis yang hebat dan sudah di mulai sejak usia kanak-kanak. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi germ line (garis-turunan sel tunas).

F. PATHWAY Terlampir G. KLASIFIKASI 1. Pankreatitis akut Pankreatis akut memiliki keparahan yang berkisar dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang dengan cepat menjadi fatal serta tidak responsif terhadap berbagai terapi. Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis parenkim dapat dibedakan: a. Pankreatitis akut tipe interstitial Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat. Tidak didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah intersitial melebar karena adanya edema ekstraselular, disertai sebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat terisi dengan bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus. Meskipun bentuk ini dianggap sebagai bentuk pankreatitis yang lebih ringan, namun pasien berada dalam keadaan sakit yang akut dan berisiko mengalami syok, gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit dan sepsis. b. Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik

Secara mikroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat mengisi ruangan retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat menimbulkan abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati. Pembuluhpembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah yang nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi peri vaskular, vaskulitis yang nyata sampai nekrosis dan trombosis pembuluh-pembuluh darah. 2. Pankreatitis Kronik Pankreatitis kronis merupakan kelainan inflamasi yang ditandai oleh kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif pada pankreas. Dengan digantikannya sel-sel pankreas yang normal oleh jaringa ikat akibat serangan pankreatitis yang berulangulang, maka tekanan dalam pankreas akan meningkat. Hasil akhirnya adalah obstruksi mekanis duktus pankreatikus, koledokus dan duodenum. Di samping itu akan terjadi pula atrofi epitel duktus tersebut, inflamasi dan destruksi sel-sel pankreas yang melaksanakan fungsi sekresi. H. KOMPLIKASI Komplikasi dari pankreatitis ada beberapa yaitu : 1. Timbulnya Diabetes Mellitus 2. Tetani hebat 3. Efusi pleura (khususnya pada hemitoraks kiri) 4. Abses pankreas atau psedokista. 5. Atelektasis 6. Sindrom gagal pernafasan akut 7. Depriesi miokardial 8. Gagal ginjal akut

9. Abses pankreas 10. Pendarahan gastrointestinal I. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis 2. Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier. 3. Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula, penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan : prosedur ini dikontra indikasikan pada fase akut. 4. Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya infeksi. 5. Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, kalsifikasi pankreas. 6. Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran pankreas/inflamasi. 7. Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim pankreas (kadar normal tidak menyingkirkan penyakit). 8. Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan. 9. Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi lebih lama. 10. Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh penyakit hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus). 11. Fosfatase Alkaline : biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh penyakit bilier. 12. Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan permeabilitas kapiler dan transudasi cairan kearea ekstrasel). 13. Kalsium serum : hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah timbul penyakit (biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat disertai nekrosis pankreas). 14. Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster; hiperkalemia dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis, insufisiensi ginjal. 15. Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen penyebab pankreatitis akut. 16. LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena gangguan bilier dalam hati.

17. Darah lengkap : SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb mungkin menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat (hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari efusi cairan kedalam pankreas atau area retroperitoneal. 18. Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama serangan awal atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya kerusakan sel beta dan nekrosis pankreas dan tanda aprognosis buruk. Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan proteinuria mungkin ada (kerusakan glomerolus). 19. Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal pencernaan lemak dan protein (Dongoes, 2000). J. PENATALAKSANAAN Tidak ada terapi yang diketahui dapat menghentikan siklus aktivasi enzim pankreas dengan inflamasi dan nekrosis kelenjar. Tetapi definitif ditujukan pada penyebab gangguan. Prioritas keperawatan dan medis untuk penatalaksanaan pendukung dari pankreatitis akut termasuk sebagai berikut: 1. Penggantian cairan dan elektrolit Penggantian cairan menjadi prioritas utama dalam penanganan pankreatitis akut. Larutan yang diperintahkan dokter untuk resusitasi cairan adalah koloid atau ringer laktat. Namun dapat pula diberikan plasma segar beku atau albumin. Tanpa memperhatikan larutan mana yang dipergunakan. Penggantian cairan digunakan untuk memberikan perfusi pankreas, yang hal ini diduga mengurangi perkembangan keparahan rasa sakit. Ginjal juga tetap dapat melakukan perfusi dan ini dapat mencegah terjadinya gagal ginjal akut. Pasien dengan pankreatitis hemorragia kut selain mendapat terapi cairan mungkin juga membutuhkan sel-sel darah merah untuk memulihkan volume. Pasien dengan penyakit parah yang mengalami hipertensi, gagal memberikan respon terhadap terapi cairan mungkin membutuhkan obat-obatan untuk mendukung tekanan darah. Obat pilihannya adalah dopamin yang dapat dimulai pada dosis yang rendah (2-5 ug/kg/menit). Keuntungan obat ini adalah bahwa dosis rendah dapat menjaga perfusi ginjal sementara mendukung tekanan darah. Pasien hipokalsemia berat ditempetkan pada situasi kewaspdaan kejang dengan ketersediaan peralatan bantu

nafas. Perawat bertanggung jawab untuk memantau kadar kalsium, terhadap pemberian larutan pengganti dan pengevaluasian respon pasien terhadap kalsium yang diberikan. Penggantian kalsium harus didifusikan melalui aliran sentral, karena infiltrasi perifer dapat menyebabkan nekrosis jaringan. Pasien juga harus dipantau terhadap toksisitas kalsium. Hipomagnesemia juga dapat timbul bersama hipokalsemia dan magnesium yang juga perlu mendapat penggantian. Koreksi terhadap magnesium biasanya dibutuhkan sebelum kadar kalsium menjadi normal. Kalium adalah elektrolit lain yang perlu diganti sejak awal sebelum regimen pengobatan karena muntah yang berhubungan dengan pangkreatitis akut. Kalium dalam jumlah yang berlebihan juga terdapat dalam getah pankreas. Kalsium harus diberikan dalam waktu lambat lebih dari satu jam lebih dengan menggunakan pompa infus. Pada beberapa kasus, hiperglikemia dapat juga berhubungan dengan dehidrasi atau ketidakseimbangan elektrolit lainnya. Mungkin diperintahkan pemberian insulin lainnya dengan skala geser, insulin ini perlu diberikan dengan hati-hati, karena kadar glukagon sementara pada pankreatitis akut (Hudak dan Gallo, 1996). 2. Pengistirahatan pankreas Suction nasogastric digunakan pada kebanyakan pasien dengan pankreatitis akut untuk menekan sekresi eksokrin pankreas dengan pencegahan pelepasan sekretin dari duodenum. Mual, muntah dan nyeri abdomen dapat juga berkurang bila selang nasogastric ke suction lebih dini dalam perawatan. Selang nasogastrik juga diperlukan pasien dengan illeus, distensi lambung berat atau penurunan tingkat kesadaran untuk mencegah komplikasi akibat aspirasi pulmoner. Puasa ketat (tak ada masukan peroral) harus dipertahankan sampai nyeri abdomen reda dan kadar albumin serum kembali normal. Namun parenteral total dianjurkan untuk pasien pankreatitis mendadak dan parah yang tetap dalam status puasa jangka panjang dengan suction nasogastrik dengan illeus paralitik, nyeri abdomen terus-menerus atau komplikasi pankreas. Lipid tidak boleh diberikan karena dapat meningkatkan kadar trigliserida lebih jauh dan memperburuk proses peradangan. Pada pasien dengan pankreatitis ringan cairan peroral biasanya dapat dimulai kembali dalam 3-7 hari dengan penggantian menjadi padat sesuai toleransi. Status puasa yang diperpanjang dapat menyulitkan pasien.

Perawatan mulut yang sering dan posisi yang sesuai serta memberikan pelumasan pada selang nasogastric menjadi penting dengan mempertahankan integritas kulit dan memaksimalkan kenyamanan pasien. Dianjurkan tirah baring untuk mengurangi laju metabolisme basal pasien. Hal ini selanjutnya akan mengurangi rangsangan dari sekresi pankreas (Hudak dan Gallo, 1996). 3. Penatalaksanaan nyeri Analgesik diberikan untuk kenyamanan pasien maupun untuk mengurangi rangsangan saraf yang diinduksi stress atau sekresi lambung dan pankreas. Meferidan (dimerol) digunakan menggantikan morfin karena morfin dapat menginduksi spasme sfingter oddi (Sabiston, 1994). 4. Pencegahan komplikasi Karena sebab utama kematian adalah sepsis maka antibiotika diberikan. Antasid biasanya diberikan untuk mengurangi pengeluaran asam lambung dan duodenum dan resiko perdarahan sekunder terhadap gastritis atau duodenitis (Sabiston, 1994). a. Diet tinggi kalori tinggi protein rendah lemak (Barabara C. long, 1996). b. Pemberian enzim pankreas : pankreatin (viakose), pankrelipase (cotozym), pankrease (Barbara C. long, 1996). c. Fiberoscopy dengan kanulisasi dan spingterotomi oddi (Barbara C. long,1996). d. Intervensi bedah Terapi bedah mungkin diperlukan dalam kasus pankreatitis akut yang menyertai penyakit batu empedu. Jika kolesistisis atau obstruksi duktus komunistidak memberikan respon terhadap terapi konservatif selama 48 jam pertama, maka kolesistosyomi, koleastektimi atau dekompresi duktus komunis.mungkin diperlukan untuk memperbaiki perjalanan klinik yang memburuk secara progresif. Sering adanya kolesistisis gangrenosa atau kolengitis sulit disingkirkan dalam waktu singkat dan intervensi yang dini mungkin diperlukan, tetapi pada umumnya terapi konservatif dianjurkan sampai pankreatitis menyembuh, dimana prosedur pada saluran empedu bisa dilakukan dengan batas keamanan yang lebih besar (Sabiston, 1994).

BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Anamnesa. a. Biodata Pada biodata diperoleh data tentang nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan status perkawinan. Dimana beberapa faktor tersebut dapat menempatkan klien pada resiko pada pankreatitis akut. b. Keluhan utama Nyeri hampir selalu merupakan keluhan yang diberikan oleh pasien dan nyeri dapat terjadi di epigastrium, abdomen bawah atau terlokalisir pada daerah torasika posterior dan lumbalis. Nyeri bisa ringan atau parah atau biasanya menetap dan tidak bersifat kram (Sabiston, 1994). c. Riwayat penyakit sekarang Riwayat kesehatan juga mencakup pengkajian yang tetap tentang nyeri, lokasi, durasi, faktor-faktor pencetus dan hubungan nyeri dengan makanan, postur, minum alkohol, anoreksia, dan intoleransi makanan (Hudak dan Gallo, 1996). d. Riwayat penyakit lalu Kaji apakah pernah mendapat intervensi pembedahan seperti colecystectomy, atau prosedur diagnostik seperti EKCP. Kaji apakah pernah menderita masalah medis lain yang menyebabkan pankreatitis meliputi :ulkus peptikum, gagal ginjal, vaskular disorder, hypoparathyroidism, hyperlipidemia. Kaji apakah klien pernah mengidap infeksi virus dan buat catatan obat-obatan yang pernah digunakan (Donna D, 1995). e. Riwayat kesehatan keluarga Kaji riwayat keluarga yang mengkonsumsi alkohol, mengidap pankreatitis dan penyakit biliaris (Donna D, 1995).

f. Pengkajian psikososial Penggunaan alkohol secara berlebihan adalah hal yang paling sering menyebabkan pankreatitis akut. Perlu dikaji riwayat penggunaan alkohol pada klien, kapan paling sering klien mengkonsumsi alkohol. Kaji apakah klien pernah mengalami trauma seperti kemtian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan yang berkontribusi terhadap peningkatan penggunaan alkohol. (Donna D, 1995) g. Pola aktivitas Klien dapat melaporkan adanya steatorea (feses berlemak), juga penurunan berat badan, mual, muntah. Pastikan karakteristik dan frekuensi buang air besar (Huddak & Gallo, 1996). Perlu mengkaji status nutrisi klien dan cacat faktor yang dapat menurunkan kebutuhan nutrisi (Suzanna Smletzer, 1999). 2. Pemeriksaan fisik a. Tanda-tanda vital Kaji adanya peningkatan temperatur, takikardi, dan penurunan tekanan darah (Donna D, 1995). Demam merupakan gejala yang umum biasanya (dari 39 C). demam berkepanjangan dapat menandakan adanya komplikasi gastrointestinal dari penyakit seperti peritonitis, kolesistitis atau absese intra abdomen (Huddak & Gallo, 1996). b. Sistem gastrointestinal Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri abdomen. Juga terdapat distensi abdomen bagian atas dan terdengar bunyi timpani. Bising usus menurun atau hilang karena efek proses peradangan dan aktivitas enzim pada motilitas usus. Hal ini memperberat ketidakseimbangan cairan pada penyakit ini. Pasien dengan penyakit pankreatitis yang parah dapat mengalami asites, ikterik dan teraba massa abdomen (Huddak & Gallo, 1996). c. Sistem cardiovaskular Efek sistemik lainnya dari pelepasan kedalam sirkulasi adalah vasodilatasi perifer yang pada gilirannya dapat menyebabkan hipotensi dan syok.

Penurunan perfusi pankreas dapat menyebabkan penurunan faktor depresan miokardial (MDF). Faktor depresan miokardial diketahui dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Seluruh organ tubuh kemudian terganggu (huddak & Gallo, 1996). d. Sistem sirkulasi Resusitasi cairan dini dan agresif diduga dapat mencegah pelepasan MDF. Aktivasi tripsin diketahui dapat mengakibatkan abnormalitas dalam koagulitas darah dan lisis bekuan. Koagulasi intravaskular diseminata dengan keterkaitan dengan gangguan perdarahan selanjutnya dapat mempengaruhi keseimbangan cairan (Sabiston, 1994). e. Sistem respirasi Pelepasan enzim-enzim lain (contoh fosfolipase) diduga banyak menyebabkan komplikasi pulmonal yang berhubungan dengan pankretitis akut. Ini termasuk hipoksemia arterial, atelektasis, efusi pleural, pneumonia, gagal nafas akut dan sindroma distress pernafasan akut (Huddak & gallo, 1996). f. Sistem metablisme Komplikasi metabolik dari pankreatitis akut termasuk hipokalsemia dan hiperlipidemia yang diduga berhubungan dengan daerah nekrosis lemak disekitar daerah pankreas yang meradang. Hiperglikemia dapat timbul dan disebabkan oleh respon terhadap stress. Kerusakan sel-sel inset langerhans menyebabkan hiperglikemia refraktori. Asidosis metabolik dapat diakibatkan oleh hipoperfusi dan aktivasi hipermetabolik anaerob (Huddak & Gallo,1996). g. Sistem urinari Oliguria, azotemia atau trombosis vena renalis bisa menyebabkan gagal ginjal (Sabiston, 1994). h. Sistem neurologi Kaji perubahan tingkah laku dan sensori yang dapat berhubungan dengan penggunaan alkohol atau indikasi hipoksia yang disertai syok (Donna D, 1995)

i. Sistem integumen Membran mukosa kering, kulit dingin dan lembab, sianosis yang dapat mencerminkan dehidrasi ringan sampai sedang akibat muntah atau sindrom kebocoran kapiler. Perubahan warna keunguan pada panggul (tanda turney grey) atau pada area periumbilikus (tanda cullen) terjadi pada nekrosis hemoragik yang luas (Sandra M, 2001). B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan oksigen yang masuk ke paru. 2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jaringan. 3. Devisit volume cairan berhubungan dengan penurunan jumlah cairan di intravaskuler. 4. Nyeri akut berhubungan dengan distensi kapsul abdomen 5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penumpukan cairan di rongga peritoneal. 6. Hipertermi berhubungan dengan infeksi pada peritonium dan kantong empedu. 7. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan haluaran urin. 8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah. 9. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan pembentukan energi. C. INTERVENSI 1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam nyeri hilang atau terkontrol dengan Kriteria hasil : a. Pasien menyatakan nyeri hilang/terkontrol skala nyeri 0-1 dari skala nyeri yang diberikan b. Pasien mengikuti program terapeutik menunjukkan metode mengurangi nyeri

Intervensi dan Rasional : 1) Selidiki keluhan verbal nyeri, lihat lokasi dan intensitas khusus (skala 0 -10). Catat faktor-faktor yang meningkatkan dan mengurangi nyeri. Rasional : Pengkajian dan pengendalian rasa nyeri sangat penting karena kegelisahan pasien meningkatkan metabolisme tubuh yang akan menstimulasi sekresi enzim-enzim pankreas dan lambung. 2) Pertahankan tirah baring selama serangan akut. Berikan lingkungan yang tenang. Rasional : menurunkan laju metabolik dan rangsangan/ sekresi GI sehingga menurunkan aktivitas pankreas. 3) Ajarkan teknik distraksi relaksasi Rasional : mengalihkan perhatian dapat meningkatkan ambang nyeri/ mengurangi nyeri. 4) Pertahankan lingkungan bebas lingkungan berbau. Rasional : rangsangan sensori dapat mengaktifkan enzim pankreas, meningkatkan nyeri. 5) 6) Kolaborasi pemberian analgesik narkotik, contoh meferidin (demerol). Rasional : meferidin biasanya efektif pada penghilangan nyeri. Siapkan untuk intervensi bedah bila diindikasikan. Rasional : bedah eksplorasi mungkin diperlukan pada adanya nyeri/ komplikasi yang tak hilang pada trakts billier. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan mual muntah Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan Kriteria hasil : a. b. Menunjukkan peningkatan berat badan Tidak mengalami malnutrisi

Intervensi dn Rasional :

1)

Kaji abdomen, catat adanya/ karakter bising usus, distensi abdomen dan keluhan mual. Rasional : Distensi usus dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan penurunan/ tak adanya bising usus.

2) 3)

Berikan perawatan oral higiene Rasional : menurunkan rangsangan muntah. Bantu pasien dlam pemilihan makanan/ cairan yang memenuhi kebutuhan nutrisi dan pembatasan bila diet dimulai. Rasional : kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak memuaskan pada pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi jaringan dan penyembuhan.

4)

Observasi warna/ konsistensi/ jumlah feses. Catat konsistensi lembek/ bau busuk. Rasional : steatorea terjadi karena pencernaan lemak tak sempurna.

5)

Tes urine untuk gula dan aseton Rasional : deteksi dini pada penggunaan glukosa tak adekuat dapat mencegah terjadinya ketoasidosis.

6)

Kolaborasikan pemberian vitamin ADEK Rasional : kebutuhan penggantian seperti metabolisme lemak terganggu, penurunan absorbsi/ penyimpangan vitamin larut dalam lemak.

7)

Kolaborasikan pemberian trigliserida rantai sedang (contoh : MCT, portagen). Rasional : MCT memberikan kalori/ nutrien tambahan yang tidak memerlukan enzim pankreas untuk pencernaan/ absorbsi.

3.

Devisit volume cairan berhubungan dengan penurunan jumlah cairan di intravaskuler. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan volume cairan tubuh pasien terpenuhi dengan Kriteria hasil : a. Mempertahankan hidarasi kuat

b. Tanda-tanda vital adekuat. Intervensi dan Rasional : 1) Awasi tekanan darah dan ukur CVP bila ada Rasional : penurunan curah jantung/ perfusi organ buruk sekunder terhadap episode hipotensi dapat mencetuskan luasnya komplikasi sistemik. 2) Ukur masukan dan haluaran cairan termasuk muntah atau aspirasi gaster, diare. Rasional : indikator kebutuhan penggantian/ keefektifan terapi 3) 4) Timbang berat badan sesuai dengan indikasi. Rasional : penurunan berat badan menunjukkan hipovolemia. Observasi dan catat edema perifer dan dependen Rasional : perpindahan cairan atau edema terjadi sebagai kibat peningkatan permeabilitas vaskuler, retensi natrium, dan penurunan tekanan koloid pada kompartemen intravaskuler. 5) Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi dan irama Rasional : perubahan jantung/ disritmia dapat menunjukkan hipovolemia dan/ketidakseimbangan elektrolit, umumnya hipokalemia/ hipokalsemia. 6) Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi contoh cairan garam faal, albumin, produk darah/ darah, dekstran. Rasional : cairan garam faal dan albumin dapat digunakan untuk mengikatkan mobilisasi cairan kembali kedalam area vaskuler. 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan oksigen yang masuk ke paru. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24jam diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria hasil : pola nafas normal, repirasi normal 20-24x per menit Intervensi dan Rasional : 1) Kaji status pernafasan (frekuensi, pola, suara nafas) pulsa oksimetri dan gas darah arteri

Rasional : pankreatitis akut menyebabkan edema retroperitonial, elevasi diafragma, efusi pleura dan ventilasi paru tidak adekuat. 2) Pertahankan posisi semi fowler Rasional : penurunan tekanan pada diafragma dan memungkinkan ekspansi paru yang lebih besar. 3) Beritahukan dan dorong pasien untuk melakukan nafas dalam dan batuk setiap jam sekali. Rasional : menarik nafas dalam dan batuk akan membersihkan saluran nafas dan mengurangi atelektasis. 4) Bantu pasien membalik tubuh dan mengubah posisi tiap 2 jam sekali. Rasional : Pengubahan posisi sering membantu aerasi dan drainase semua lobus paru. 5) Kolaborasi: Berikan O2 tambahan Rasional: Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan penurunan kerja napas. 5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jaringan Tujuan: Setelah diberikan askep ... x 24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali adekuat, dengan kriteria hasil: a. Tekanan darah normal (110-120mmHg / 80-90mmHg) b. Tidak ada sianosis c. Membran mukosa tidak kering / berwarna merah muda Intervensi dan Rasional: 1) Awasi tanda vital, warna kulit / membran mukosa. Rasional: Memberikan informasi tentang derajat / keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi. 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai indikasi. Rasional: Meningkatkan ekspansi paru dan meminimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. 3) Awasi upaya pernafasan.

Rasional: Dipsnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung. 4) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh tetap hangat sesuai indikasi Rasional: Vasokontriksi menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien / kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ). 5) Awasi pemeriksaan laboratorium seperti Hb/Ht. Rasional: Mengidentifikasikan defisiensi dan kebutuhan pengobatan respon terhadap terapi. 6) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional: Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan. 6. Intoleransi aktivitas b.d penurunan simpanan energi Tujuan : Pada pasien tidak terjadi kelelahan dengan penurunan produksi energi Kriteria hasil : a. Mengungkapkan peningkatan tingkat energy b. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan Intervensi : 1) Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan. Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah. 2) Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu. Rasional : aktivitas. Mencegah kelelahan yang berlebihan. 3) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan

Rasional

Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi

secara fisiologi. 4) Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat. Rasional : Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kegiatan akan pada energi pada setiap kegiatan. 5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi. Rasional : Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien. 7. Hipertermi berhubungan dengan infeksi pada peritonium dan kantong empedu Tujuan: suhu tubuh dalam batas normal ( 36,5-37C) Kriteria hasil: a. b. Suhu badan pasien dalam rentang normal yaitu 36-370C badan pasien sudah tidak hangat lagi.

Rencana tindakan : 1). Monitor TTV Rasional : mengetahui perkembangan pasien dan monitoring suhu tubuh 2). Berikan cairan intravena Rasional : memenuhi kebutuhan cairan tubuh 3). Kompres pasien pada abdomen atau axial Rasional : membuka pori- pori sehingga panas keluar melalui pori 4). Monitor warna dan suhu kulit Rasional : mengantisipasi terjadinya kenaikan suhu 5). Kolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik Rasional : membantu menurunkan demam

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997. Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999. Mansjoer, arif.dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:EGC Price,Sylvia A.Lorraine M Wilson.2006.Konsep Klini proses-proses penyakit.Jakarta:EGC Santosa,Budi.2006.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Vous aimerez peut-être aussi