Vous êtes sur la page 1sur 26

Draft REFERAT

PENATALAKSANAAN ASMA BRONKIAL

Disusun Oleh : Rehatta Linda 98 610 50 103

Dosen pembimbing : Dr. Leopold .S, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 9 AGUSTUS 14OKTOBER 2005 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA
PENDAHULUAN

Latar Belakang Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1996, penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak napas seperti bronchitis, emfisema dan asma merupakan penyebab kematian ke-7 di Indonesia. WHO memperkirakan antara 100-150 juta penduduk di dunia penyandang asma dan diperkirakan jumlahnya terus bertambah sekitar 180.000 setiap tahunnya. Asma terdapat dan tersebar di seluruh tempat di dunia dengan kekerapan bervariasi.
1)

Kira-kira 2-20% populasi anak yang dilaporkan pernah menderita asma. Diindonesia belum ada penyelidikan yang menyeluruh tetapi diperkirakan berkisar antara 5-10%. Di poliklinik Subbagian Paru Anak FKUI/RSCM Jakarta lebih dari 50% kunjungan merupakan pasien asma. asma yang tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup anak berupa hambatan aktivitas fisik sebesar 30% bagi anak yang menderita asma dibandingkan dengan anak yang tidak menderita asma yakni sebesar 5%. Prevalensi asma pada anak di kota besar lebih tinggi dibandingkan di desa khususnya bagi mereka yang sosioekonominya rendah. Persoalan asma harus ditangani secara serius karena merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang dulu merupakan salah satu penyebab kematian dan mengurangi produktivitas penyandangnya. Dengan obat dan cara pengelolaan yang baru, seharusnya asma bukan masalah lagi di Indonesia
2) 3)

Epidemiologi Asma dapat timbul pada semua umur, 30% penderita memiliki gejala pada umur 1 tahun, sedang 80 90% anak asma memiliki gejala asma pertamanya sebelum umur 4 5 tahun. Perjalanan dan keparahan asma sukar diramal. Sebagian besar anak yang terkena kadang kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, relatif mudah ditangani, sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut larut.

Definisi Menurut GINA (Global Initiative For Asthma) 2002, batasan asma menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya.

Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel eosinofil dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, biasanya bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan .
4)

Konsensus Nasional tahun 2000 menggunakan batasan bahwa asma adalah mengi berulang dan / atau batuk persisten dengan karakteristik; timbul secara episodik, cenderung malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik, serta adanya riwayat asma atau atopi pada pasien / keluarganya.
5)

Etiologi Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu. Penyebab pastinya belum jelas, namun diduga hipereaktivitas bronkus. Hiperaktivitas bronkus sendiri, diduga karena hambatan sebagai sistem adrenergik, kurangnya enzim adenilsiklase dan meningginya tonus sistem parasimpatik yang akan mengakibatkan spasme bronkus.
2)

Patofisiologi Asma.

4,6)

Pencetus

Vasokonstriksi pulmonal Cor pulmonale meninggal surfaktan Atelektasis

Ventilasi Ventilasitidak seragam perfusi tidak Asidosis Hipoventilasi pH padu padan

Hipoventilasi Hipoksemia Kerja napas alveolar Kelelahan Hiper PaCO2 -ventilasi pH otot PaO2 awal

3
Hiperinflasi paru

Bronkospame, edem mukosa, seresi berlebihan, inflamasi

Obstruksi jalan napas

Gangguan compliance
PaCO2 PaO2

Kerja nafas lanjut

Klasifikasi Derajat Penyakit Asma.


Parameter Klinis, Asma episodik Asma episodik

4,5,7)

Asma persisten

kebutuhan obat, dan faal paru

jarang (Asma ringan)

sering (Asma sedang)

(Asma berat)

1.Frekuensi serangan 2.Lama serangan 3.Diantara serangan 4.Tidur & aktivitas 5.Pemeriksaan fisis diluar serangan 6. Obat pengendali anti inflamasi

< 1x / bulan < 1 minggu Tanpa gejala Tidak terganggu Normal (tidak ada kelainan) Tidak perlu

1x / bulan 1 minggu Sering ada gejala Sering terganggu Mungkin terganggu (ada kelainan) Non steroid/steroid hirupan dosis rendah PEF / FEV1 6080% Variabilitas > 30%

Sering Hampir sepanjang tahun Gejala siang & malam Sangat terganggu Tidak pernah normal Steroid hirupan / oral

Jika fasilitas ada, pemeriksaan : 7. Uji faal paru (di PEF / FEV1 > luar serangan) 80% 8.Variabilitas faal paru (bila ada serangan) Variabilitas > 15%

PEF / FEV1 < 60% Variabilitas 2030% Variabilitas > 50%

Status Asmatitus Penderita berlanjut menderita distress pernafasan yang berarti walaupun dengan pemberian obat obatan simpatomimetik dengan / tanpa teofilin (semakin beratnya asma yang tidak responsive terhadap obat-obat yang biasanya efektif). Faktor-faktor risiko tinggi untuk status asmatitus : Riwayat : - Asma tergantung steroid kronik - Perawatan intensif (di RS) sebelumnya - Sebelumnya pernah mendapat ventilasi mekanis untuk asma - Kunjungan berulang ke unit gawat darurat dalam 24 jam terakhir - Terjadinya kegawatan pernafasan berat secara mendadak - Tanggapan buruk terhadap terapi - Pengenalan yang buruk oleh penderita, keluarga/dokter terhadap keparahan serangan - Disfungsi keluarga, krisis - Henti pernafasan 5

Kejang hipoksik, ensefalopati

Pemeriksaan Fisik : - Pulsus paradoksus > 20 mmHg - Hipotensi, takikardi, takikapnea - Sianosis - Letargi - Agitasi - Retraksi sternokleidomastoideus, interkostalis, suprasternal - Pertukaran udara yang buruk (dada tenang dengan distress berat) Uji Laboratorium : - Hiperkarbia - Hipoksia dengan O2 tambahan - FEV1 yang diharapkan <30%, tak terdapat kemajuan dalam 1 jam setelah terapi aerosol Diagnosis Wheezing berulangdan atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk menuju diagnosis. Selain anak yang menunjukkan tanda mengi dan/atau batuk akan termasuk sekelompok asma yang menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda, maupun kelompok asma yang kebetulan pada saat diperiksa tanda-tanda mengi, sesak dan lain-lain sedang tidak timbul. Kelompok asma adalah anak yang menunjukkan batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, lebih cenderung pada waktu malam, musiman dan timbul bila ada beban fisik serta riwayat asma dan atopi pada anak itu maupun pada keluarganya.
4)

Pemeriksaan faal paru berguna untuk mendukung diagnosis melalui 3 cara yaitu : 1. variabilitas pada PFR atau FEV1 15% 2. Reversibilitas pada PFR atau FEV1 > 15 % 3. Penurunan > 20% pada FEV1 (PD20 atau PC20) setelah provokasi bronkus dengan metakolin atau histamin
.4)

Penggunaan peak flow meter, merupakan hal yang penting dan harus dibudidayakan karena sering untuk mendukung diagnosis juga untuk mengetahui keberhasilan pengobatan asma. Berhubungan tidak selalu ada peak flow meter, maka penggunaan lembar catatan harian dapat sebagai alternatif karena mempunyai korelasi yang baik dengan faal 6

paru. Walaupun tidak seakurat bila dibandingkan dengan penggunaan peak flow meter. Berdasarkan algoritma tersebut di atas, setiap anak yang menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi maka diagnosis akhir dapat berupa asma ; asma dengan penyakit lain atau bukan asma. Di Indonesia, tuberkulosis masih merupakan penyakit yang banyak didapat dan salah satu gejala adalah batuk kronik berulang, maka uji Mantoux perlu dilakukan baik pada kelompok yang kemungkinan asma maupun bukan asma. Dengan demikian maka penyakit tuberkolosis yang mungkin bersamaan dengan asma akan segera terdiagnosis. Dan bila memerlukan pengobatan kortikosteroid tidak akan memperburuk tuberkolosisnya.

Gambar spirometer

peak flow meter

(http://www.webmentorlibrary.com/gateway.asp?site=http://www.asthma.org.uk)

Batuk dan/Mengi
Riwayat penyakit Pemeriksaan fisis Uji tuberculin

Perlu diduga asma : Episodik Nokturnal /morning dip Musiman Pasca aktivitas fisik Riwayat atopi pasien/keluarga

Tidak jelas asma : Timbul masa neonatus Gagal tumbuh Infeksi kronik Muntah/tersedak Kelainan fokal paru Kelainan sistem kardiovaskular Perkembangan pemeriksaan : Foto Ro toraks & sinus Uji faal paru Respons terhadap bronkodilator Uji provokasi bronkus Uji keringat Uji imunologis Pemeriksaan motilitas silia Pemeriksaan refluks GE

Jika memungkinkan periksa peak flow meter atau spirometer untuk menilai : Reversibel ( 15%) Variabilitas ( 15%)

Berikan bronkodilator

Tidak berhasil

Berhasil Tidak mendukung diagnosis lain Mendukung diagnosis lain

Mungkin asma

Tentukan derajat dan pencetusnya bila asma sedang/berat

Diagnosis dan pengobatan alternatif

Berikan obat anti asma : tidak berhasil nilai ulang diagnosis dan ketaatan berobat Diagnosis Banding

Pertimbangan asma sebagai penyakit penyerta

Bukan asma

1. Pada bayi adanya korpus alienum di saluran nafas dan esofagus. 2. penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau fibrostik kistik. 3. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak dibawah umur 2 tahun dan terbanyak dibawah umur 6 bulan dan jarang berulang. 4. bronkitis, tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter, bila sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma. 5. Tuberculosis kelenjar limfe di daerah trakheobronkial 6. Asma kardial, sangat jarang pada anak. Dispnu paroksismal terutama malam hari dan didapatkan tanda-tanda kelainan jantung. 7. Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeobronkomalasi dan stenosis bronkus.
2)

Penatalaksanan Konsep dasar : - Menghindari alergen - Peningkatan bronkodilatasi - Mengurangi peradangan akibat mediator

Tata laksana Asma jangka panjang

10

Tujuan tatalaksana jangka panjang : Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi tubuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah : 1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal seorang anak, termasuk bermain dan berolahraga. 2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah. 3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari. 4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada PEF. 5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan tidak ada serangan. 6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul : terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
4)

Tata laksana medikamentosa dibagi menjadi 2 yaitu : Tata laksana jangka panjang bertujuan untuk mencegah memburuknya proses inflamasi yang ada menggunakan obatobat pengendali Tata laksana jangka pendek serangan asma yang terjadi bertujuan untuk mengatasi

11

Flow Chart Managemen asma jangka panjang. 5)

Obat pereda: -agonis atau teofilin (hirupan atau oral) bila perlu Asma episodik jarang Asma ringan Evaluasi 6 - 8 minggu, obat dosis/minggu Tambahkan obat pengendali : Steroid hirupan dosis rendah (-) (+) >3x 3x

Asma apisodik sering Asma Moderat Evaluasi 6 - 8 minggu Asma Persisten Asma berat Evaluasi 6 - 8 minggu

obat pengendali : ganti dengan streroid pereda -agonis : lanjut (-) (+)

Pertimbangkan untuk tambah: - -agonis long kerja lama - pengontol - agonis - theophylin kerja lambat Evaluasi 6 - 8 minggu Evaluasi 6 - 8 minggu (-) (-) Tambah steroid oral (+) (+)

Tingkatkan dosis steroid inhalasi

12

Pencegahan Serangan asma pada anak: 1. penghindaran faktor faktor pencetus macam-macam faktor pencetus asma antara lain: - alergen; pada bayi dan anak kecil sering karena debu, tungau, serpih bulu binatang, spora jamur, dll - infeksi: biasanya infeksi virus, paling umum disebabkan oleh respirartory syncitial virus (RSV) - iritan: Hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau tajam, dll - cuaca : perubahan tekanan udara, angin dan kelembaban. - Kegiatan jasmani: lari, naik sepeda. - Psikik: tidak ada perhatian, tidak mau mengakui persoalan 2. Obat-obatan dan terapi imunologik Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar : - Obat pereda (relievers) digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul, membuka jalan nafas secepatnya(mendilatasi bronkus) dikenal dengan bronkodilator. ) Obat pengendali ( controller) atau obat profilaksis untuk mengatasi masalah asma yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Yang biasa dipakai glutikokortikosteroid seperti budesonide, beclometason dan fluticasone.
7 7)

Penanggulangan bronkospasme : 1. Beta-2 agonis - Beta-2 agonis selektif : yang sering dipakai: Salbutamol , terbutalin, fenoterol - Beta-2 agonis subkutan atau IV Salbutamol , terbutalin, fenoterol. 2. Teofolin 3. Anti kolinergik Penanggulangan edem mukosa : 1. Obat anti inflamasi inhalasi 2. Obat anti inflamasi peroral Penanggulangan sumbatan lendir : 1. Memberikan banyak minum 2. Mukolitik 3. Fisioterapi

13

Tatalaksana Serangan Asma Definisi: episode peningkatan yang progresif dari gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi gejala tersebut
. 4)

Tujuan tatalaksana serangan asma: - meredakan penyempitan saluran secepat mungkin - Mengurangi hipoksemia - Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya. - Re-evaluasi tatalaksana jangka panjang, cegah kekambuhan. Tatalaksana di rumah Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan 2agonis atau teofilin. Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek samping sistemiknya minimal. Obat golongan 2 agonis inhalasi yang dapat digunakan yaitu MDI dengan atau tanpa spacer atau nebulizer. Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit. Tatalaksana di klinik/ unit gawat darurat Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat serangannya. Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi ditambahklan Garam fisiologis . Nebulisasi dapat diulang 2 kali dengan selang 20 menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas.

4,5)

Jika menurut penilaian awal penderita datang dengan serangan berat yang jelas, langsung berikan nebulisasi beta agonis dikombinasikan dengan antikolinergik. Penderita serangan berat

14

dengan disertai dehidrasi dan asodosis metabolik dapat mengalami takifilaksis atau respons yang kurang terhadap nebulisasi beta agonis. Penderita seperti ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.
4,5)

Serangan Asma Ringan :


4)

sekali nebulisasi respon baik diobservasi 1 jam, bila tetap baik dipulangkan dibekali: obat -agonis hirupan/oral diberi tiap 4-6 jam pencetus virus: corticosteroid oral untuk 3-5 hari. Kontrol ke klinik rawat jalan24 48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana. Serangan Asma Sedang :
4)

Dalam observasi 1 jam gejala timbul kembali Pemberian nebulisasi 2 kali, menunjukan respon parsial. Observasi dan ditangani dalam ruang rawat sehari Obat: steroid sistemik (oral) metilprednisolon 0,5 1 mg/kgbb/ hari untuk 3-5 hari. Atau steroid nebulisasi dosis tinggi 1600 ug Sebaiknya dipasang jalur parenteral Serangan Asma Berat :
4)

Nebulisasi 3 kali berturut-turut tidak ada respon Harus Rawat di ruang rawat inap. Sejak awal dinilai berat: nebulisasi -agonis + antikolinergik Oksigen 2- 4 L/menit sejak awal Pasang jalur parenteral Foto rontgent deteksi pneumothoraks atau pneumomediastinum. Tatalaksana ruang rawat sehari :
4)

nebulisasi -agonis + antikolinergik tiap 2 jam steroid sistemik oral metilprednisolon / prednison ( dilanjutkan sampai 3-5 hari). Dalam 12 jam klinis baik: boleh pulang dengan bekal obat seperti serangan asma ringan. Dalam 12 jam klinis tidak baik:dialih ke ruang rawat inap.

15

Tatalaksana ruang rawat inap :


4)

pemberian oksigen diteruskan 2 -4 L/menit. Dehidrasi dan asidosis diatasi dengan cairan intravena dan koreksi asidosisnya. Steroid Intravena bolus tiap 6-8 jam, dosis steroid Intravena 0,5 1 mg/kgBB/hari nebulisasi -agonis + antikolinergik tiap 1-2 jam dalam 4-6 kali ada perbaikan jarak menjadi 4-6 jam Aminofilin: 1. dosis awal/ belum mendapat sebelumnya: 6-8 mg/kgBB dalam dextrose atau garam fisiologis 20 ml diberikan dalam 20 30 menit. 2. telah dpat aminofilin < 8 jam : dosis separuhnya. 3. Kadar Aminofilin diukur dan dipertahankan 10 20 mcg/ ml. 4. Aminofilin dosis rumatan 0,5 1 mg/ kgBB/jam ada perbaikan klinis :Nebulisasi tiap 6 hingga 24 jam, steroid dan aminofilin diganti oral. Dalam 24 jam stabil: dipulangkan dengan -agonis (hirupan/oral) tiap 4 6 jam selama 24 48 jam. Steroid oral dilanjutkan sampai pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24 48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana. Kriteria Rawat di ruang intensif
4)

tidak ada respon terhadap tatalaksana awal dan perburukan dengan cepat. Kebingungan, disorientasi, ancaman henti napas, atau hilang kesadaran Tidak ada perbaikan dalam tatalaksana diruang rawat inap Ancaman henti napas, walaupun sudah diberi oksigen.
4)

Komunikasi Informasi danEdukasi Kurangnya pengetahuan tentang asma dan tatalaksana asma dapat berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas penyakit ini.
4)

16

TERAPI INHALASI

Prinsip terapi inhalasi Mempunyai keuntungan: Bekerja langsung di saluran respiratorik Awitan kerjanya cepat. Dosis obat yang digunakan kecil Efek samping minimal karena konsentrasinya dalam darah sedikit/ kecil.

Biasanya digunakan bentuk aerosol yaitu suspensi partikel didalam gas. Aerosol dengan diameter kecil (1-10 micron) mengalami benturan secara inersial dan sedimentasi dan mengendap karena efek gravitasi. Partikel dengan diameter lebih dari 8 micron mengalami benturan saluran respiratorik proksimal dan laring sehingga tidak mencapai paru, partikel 1-8 micron mengendap di saluran respiratorik besar, kecil, dan alveoli.
4)

17

Cara pemberian obat inhalasi Harus disesuaikan dengan umur karena adanya perbedaan kemampuan dalam menggunakan alat inhalasi, dan pentingnya dilakukan pelatihan yang benar dan berulang. Obat steroid inhalasi yang mencapai paru-paru hampir seluruhnya diabsorpsi, sehingga keseimbangan antara efek terapi dan efek samping sistemik sepenuhnya tergantung pada bioavaibilitas obat yang tertelan. Hal ini penting dipertimbangkan, karena pada anak kecil sangat besar kemungkinan obat tertelan.
5)

Gambar. Distribusi Kortikosteroid Inhalasi. 5)

Jenis alat inhalasi disesuaikan dengan umur.


Umur < 2 tahun Alat Inhalasi Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler MDI dengan alat peregang (spacer) 5 - 8 tahun Nebuliser, MDI dengan spacer

4,5)

2 - 4 tahun

Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) > 8 tahun Nebuliser, MDI Alat hirupan bubuk (DPI) Autohaler

18

Jenis Terapi inhalasi: Aerosol yang ideal : Sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, eektif mencapai saluran respiratorik bawah. Dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan oarng tua. Metered dose Inhaler. Obat dilarutkan dalam zat pendorong/propelan dengan tekanan uap tinggi, bila kanister ditekan aerosol menyemprot keluar dengan kecepatan 30 m/detik, lebih dari 60 % aerosol menempel pada orofaring, hanya 10 % ang sampai ke paruparu.

Meterer dose inhaler Metered Dose Inhaler dengan spacer Spacer/ alat penyembur akan menambah jarak antara aktuator dengan mulut sehingga kecepatan aerosol saat dihisap menjadi berkurang, dapat mengurangi pengendapan di orofaring 5-60 %, spacer berupa tabung volume 80 ml, panjang sekitar 10-20cm atau berbentuk kerucut volume 600-1000ml. beberapa dilengkapi dengan katub 1 arah yang terbuka saat inhalasi mengurangi 5% pengendapan di orofaring. Penggunaan akan menguntungkan pada anak-anak karena pada anak koordinasi belum baik.

Metered dose inhaler dengan spacer

19

Dry powdered Inhaler Penggunaan Bubuk kering/ dry powdered memerlukan inspirasi cukup kuat, pada anak anak ini cukup sulit. Tapi tidak membutuhkan koordinasi, deposisi obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan sehingga dianjurkan pada anak diatas 5 tahun. Tidak memerlukan spacer dan mudah dibawa. Yang banyak dipakai di indonesia ialah turbuhaler.

(http://www.cchs.net/health/health-info/docs/2400/2414.asp?index=9444)

Nebulizer Alat yang dapat mengubah obat berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus menerus dengan tenaga dari udara yang dipadatkan.aerosol yang terbentuk dihirup melalui mouth piece, dapat menghasilkan partikel 2-5 micron,pengendapan yang didapatkan dalam paru 30-60 %.Bronkodilator dapat memberikan efek bronkodilatasi tanpa efek samping.

20

Dosis berbagai Steroid Inhalasi menurut GINA 2002. Adults Drug Beclomethasone dipropionate Budesonide Flunisolide Fluticasone Triamcinolone acetonide Children Drug Beclomethasone dipropionate Budesonide Flunisolide Fluticasone Triamcinolone acetonide Low dose 200-500 g 200-400 g 500-1,000 g 100-250 g 400-1,000 g Medium dose 500-1,000 g 400-800 g 1,000-2,000 g 250-500 g 1,000-2,000 g

4)

High dose >1,000 g >800 g >2,000 g >500 g >2,000 g

Low dose 100-400 g 100-200 g 500-750 g 100-200 g 400-800 g

Medium dose 400-800 g 200-400 g 1,000-2,250 g 200-500 g 800-1,200 g

High dose >800 g >400 g >1,250 g >500 g >1,200 g

Prognosis Kebanyakan pada anak dengan omset asma sebelum usia lima tahun memiliki prognosa baik. Anak anak dengan asma kronik dan pasien yang terkena pada usia remaja biasanya terus mengalaminya pada usia muda. Pasien yang tergantung pada steroid, kemungkinan akan mengalami cushing habitus, gagal pertumbuhan, jerawatan, osteoporosis dan katarak.

21

Kesimpulan Faktor atopi pada anak merupakan factor utama dalam perkembangan asma pada anak. Sebagian besar gejala asma pada anak akan hilang pada saat ia dewasa, sejalan dengan perkembangan dalam anatomi dan fungsi paru. Prognosis asma anak sangat ditentukan oleh faktor : berat ringannya gejala serangan pertama kali, usia saat pertama kali serangan, kemampuan diagnosis asma sedini mungkin, sering tidaknya kontak dengan alergen, jumlah dan seringnya muncul serangan, serta penanganan adekuat tiap serangan. Kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan untuk asma persisten.
8)

22

DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Asma banyak menyerang anak-anak, May 2004 http://www.departemen kesehatan republik indonesia 2. Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Ilmu Kesehatan Anak 3 ; Asma, 1985, 1203 1228. 3. Kompas, Harga obat asma belum terjangkau, Kompas, 03 mei 2005. 4. UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia In : Pedoman Nasional Asma Anak 2004, 1 51 5. Landia Setiawati, et all; Inhalasi steroid pada penatalaksanaan asma anak, 2004. http:// www. Pediatric.com 6. Behrman R, Kliegman R : Bronchial Astma. In : Nelson Essentials of Pediatrics 1996, 254 7 7. A.Ursula courtney, et all: American Family Physician; Childhood Asthma treatment update, may 2005. http://www.american family physician.html 8. David F. Graft, Post graduate Medicine: Finding the correct inhaled corticosteroid dose in asthma, 2005-09-04 http://www.postgraduate medicine.com

23

Lampiran

24

Lampiran

25

lampiran

aerochamber

babyhaler

26

Vous aimerez peut-être aussi