Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Selain infeksi dan preeklamsi perdarahan juga merupakan penyebab klasik kematian ibu. Perdarahan merupakan penyebab nomor satu kematian ibu melahirkan di Indonesia yaitu sebesar 40-60 % 25% diantaranya adalah karena perdarahan post partum. Perdarahan pasca persalinan atau hemorragic post partum (HPP) adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. Perdarahan berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan jalan lahir dan jaringan sekitarnya. Perdarahan post partum dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi lahir. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir Atonia uteri adalah uterus tidak berkontraksidalam 15 detiksetelah dilakukan pemijatan funduh uteri setelah plasenta lahir.

2.2 INSIDENSI Perdarahan post partum dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi lahir. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum.

2.3 PENYEBAB Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi seperti : 1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, anak terlalu besar atau paritas tinggi. 2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua 3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek 4. Partus lama 5. Malnutrisi. 6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus.
2

7. Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis). 8. Riwayat atonia sebelumnya 9.Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam. Selain faktor faktor di atas, faktor lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri adalah : a. Kehamilan dengan mioma uterus Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi. b. Persalinan buatan (Sectio Cesaria, Forcep dan vakum ekstraksi) Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan janin dengan segera sehingga pada pasca persalinan menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi. c. Persalinan lewat waktu Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk

berkontraksi. d. Persalinan yang cepat Persalinan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan janin sehingga pada pasca persalinan menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi. e. Kelainan plasenta Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan. f. Anastesi atau analgesik yang kuat Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga

dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang. g. Induksi atau augmentasi persalinan Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah. h. Penyakit sekunder maternal Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi. i. Salah pimpinan kala III Yaitu kalau rahim di pijat-pijat untuk mempercepat lahirnya plasenta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat wakunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta.

2.4 DIAGNOSIS Bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif, banyak dan bergumpal Dari palpasi didapatkan fundus uteri setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek Plasenta lengkap Inspekulo : untuk melihat robekan pada servik atau vagina, dan varises yang pecah

2.5 GEJALA KLINIK Uterus tidak berkontraksi dan lembek Perdarahan aktif, sangat banyak dan darah tidak merembes segera setelah bayi lahir Fundus uteri masih tinggi Tanda tanda syok ( tekanan darah rendah, takikardia, ekstremitas dingin, gelisah, mual muntah dan lain- lain)

2.6 DIAGNOSIS BANDING Gejala & Tanda yang Selalu Ada


Uterus tidak berkontraksi & lembek

o Perdarahan segera setelah persalinan o Uterus lembek o Adanya tanda syok


Perdarahan segera o o Darah segar yg mengalir segera stlh bayi lahir Uterus kontraksi baik

Atonia uteri

Robekan jalan lahir

o Plasenta lengkap
Plasenta blm lahir stlh 30 mnt o Perdarahan segera

Retensio plasenta

o Uterus kontraksi baik


Perdarahan segera (perdarahan intraabdominal / vaginum )

o Nyeri perut berat o Tanda tanda syok

Ruptura uteri

2.7 PENATALAKSANAAN ATONIA UTERI

Multiparitas Partus lama Regangan uterus Solusio plasenta

Kadar Hb Jenis dan uji silang darah Nilai fungsi Masase uterus dan kompresi bimanual pembekuan Oksitosi 10 IU IM dan infus 20 IU dalam 500 ml NS/RL 40 tetesguyur Infus untuk restorasi cairan dan jalur obat esensial Perdarahan terus berlangsung Identifikasi sumber perdarahan lainnya: a. Laserasi jalan lahir 1) Hematoma parametrial 2) Ruptura uteri 3) Inversio uteri b. Sisa fragmen placenta 1) Koagulopati

Uterus tidak berkontraksi

Kompresi bimanual Kompresi aorta abdominalis Tekan segmen bawah atau aorta abdominalis Pemberian misoprostol 400 mg rektal Berhasil Tidak berhasil

Tempon uterus Rujuk Ligasi ateri uterina dan ovarika Terkontrol Transfusi RAWAT LANJUT dan OBSERVASI KETAT Perdarahan Masih berlangsung Transfusi HISTEREKTOMI
6

Penanganan Khusus atonia uteri : 1. Resusitasi Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah. 2. Masase, merangsang puting susu, dan kompresi bimanual Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik). a. Jika uterus berkontraksi Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus

berlangsung, periksa apakah perineum atau vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera. b. Jika uterus tidak berkontraksi maka : Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks 1) Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong 2) Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit. 3) Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat. 4) Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi), Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin, Ulangi KBI Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

3.

Uterotonika Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

4.

Kompresi bimanual eksterna dan interna Kompresi bimanual eksterna Letakan satu tangan di atas fundus uteri dan satu tangan dalam keadaan terkepal letakan pada bagian korpus uteri kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus diantara kedua tangan tersebut

Kompresi bimanual interna Letakan satu tangan pada dinding perutdan usahakan menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakan tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina, kemudian tekan untuk mengkompresi pembuluh darah di dinding uterus.

5.

Uterine lavage dan Uterine Packing Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47C-50C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar. Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.

6. Operatif a. Ligasi arteri uterina Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian. b. Ligasi arteri Iliaka Interna Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam

10

melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien. a. Teknik B-Lynch Teknik B-Lynch dikenal juga dengan brace suture, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.

b.

Histerektomi Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

2.8 PENCEGAHAN Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif, yaitu
a. Menyuntikan Oksitosin

Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal. Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah.

b. Peregangan Tali Pusat Terkendali

Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat

Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat

menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva

11

Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial

c. Mengeluarkan plasenta

Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.

Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak 5-10 dari vulva. Bila plasenta belum lepas setelah 15 menit Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m

Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual

d. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta

dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.
e. Masase Uterus

Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
f.

Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan Kelengkapan plasenta dan ketuban Kontraksi uterus Perlukaan jalan lahir

12

2.9 KOMPLIKASI Infeksi sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejalagejalanya ialah hipotensi, anemia, turunnya berat badana sampai menimbulkn kakeksia, penurunana fungsi seksual dengan atrifi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi. Kematian

13

BAB III LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Bangsa Alamat MRS : Ny. Zubaidah : 42 tahun : Perempuan : Islam : SMP : IRT :Indonesia : lorong banten / 6 ulu Palembang : 06-04-2013 / Pukul 03.00

SUAMI Nama Umur Jenis kelamin Agama Pendidikan Terakhir Bangsa Alamat : Tn. Tukiyot : 39 Tahun : Laki- laki : Islam : SMP : Indonesia : lorong banten / 6ulu Palembang

14

II.

ANAMNESIS Keluhan Utama : Penderita hamil dengan cukup bulan mengeluh mules mau melahirkan.

RPP

: Penderita diantar dengan keluarga ke RSMP pada tanggal 06-04-2013 pukul 03.00 dengan keluhan mules mau melahirkan, mules dirasakan hilang timbul, dan jarang dirasakan. Penderita mengaku hamil cukup bulan anak keempat dan tidak ada riwayat abortus. Riwayat keluar air-air dari kemaluan tidak ada, keluar darah lendir tidak ada, Gerakan anak masih dirasakan.

Riwayat Mensturasi: Menarche Siklus Lamanya HPHT TP : 15 tahun : 28 hari : 56 hari : 13-07-2012 : 20-04-2013

Riwayat Persalinan: Tahun 1. 2001 JK perempuan BBL 3000gr PBL Spontan pervaginam 2. 2005 Perempuan 3500gr Spontan pervaginam 3. 2007 Laki-laki 3100gr Spontan pervaginam 4. Sekarang

15

Riwayat Penyakit Dahulu: Asma : (-)

Penyakit jantung : (-) Diabetes militus : (-) Penyakit paru-paru : (-) Hipertensi : (-)

Alergi obat dan makanan : (-) Epilepsy : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga Asma : (-)

Penyakit jantung : (-) Diabetes militus : (-) Penyakit paru-paru : (-) Hipertensi : (-)

Alergi obat dan makanan : (-) Epilepsy : (-)

III.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Tanda vital : baik : compos mentis : TD: 120/80 mmHg Nadi : 81 x/ menit RR : 24 x/ menit T: 36oC Kepala Mata Hidung Mulut Telinga : : konjungtiva ( tidak anemis), sclera ( tidak ikterik) : nafas cuping hidung (-), secret (-) : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

Leher Thorak

16

Abdomen Ekstremitas

: tidak ada kelainan : tidak ada kelainan

Status obstetri Pemeriksaan luar : TFU Letak janin His DJJ : pusat px : memanjang dan terbawah kepala : (+) 2X10 10 : (+) 136 X/Menit

Pemeriksaan dalam : Vagina /vulva : tidak ada kelainan Pembukaan Portio Ketuban : 1 cm : tebal dan lembek :(+)

IV.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM HB Leukosit : 9,5 gr% : 9300 HB post partus : 6,3gr%

Golongan darah: A Rhesus :+ Clotting time : 11 Bleeding time :2

V.

CATATAN PERSALINAN Pukul 03.00 WIB 2x10 10 Pukul 06.30 WIB : pembukaan lengkap dan penderita : penderita MRS dengan pembukaan 1 cm,

portio tebal dan lembek, ketuban (+), DJJ (+) 136 X/menit, His (+)

dipimpin untuk melahirkan

17

Pukul 07.00 WIB

: penderita melahirkan bayi laki-laki dengan

berat badan 3200 gr dan panjang badan 49 cm, secara spontan pervaginam yang dibantu oleh bidan yang bertugas. Pukul 07.15 WIB Pukul 07.30 WIB uterus inadekuat : plasenta lahir lengkap, : perdarahan aktif pervaginam dan kontraksi

OBSERVASI POST PARTUM ( Pukul 07.30 ) KU Konjungtiva Palpasi TFU 2 jari bawah umbilikus Kontrasi uterus inadekuat : CM : pucat (+)

Perdarahan aktif pervaginam Tanda vital TD Nadi RR : 130/113 mmHg : 118 x/menit : 26 x/menit

VI.

DIAGNOSIS P4A0 post partus spontan dengan HPP atas indikasi atonia uteri

VII.

PENATALAKSANAAN Induxin 1 ampul im segera setelah bayi lahir Dilakukan massage uterus O2 10L IVFD RL + induksin 2 IU Perdarahan masih aktif atas intruksi dokter melalui telepon dipasang tampon vagina untuk menghambat perdarahan Perdarahan masih aktif dan merembes, instruksi dokter dilakukan histerektomi.

18

Tampon dilepas oleh dokter Severina Adella dan perdarahan masih aktif dan banyak

Segera dilakukan histerektomi cito dan didapatkan uterus plegi dan hematoma pada segmen bawah rahim

Tranfusi WB 300ml Penderita di rawat di ICU, dilakukan RJP 5 siklus Dilakukan defibrilasi Tetapi keadaan penderita tidak membaik dan penderita meninggal pukul 12.15 WIB

VIII.

LAPORAN OPERASI Dilakukan tindakan histerektomi cito Pukul 08.30 WIB : Tindakan dimulai Penderita dalam posisi telentang dalam

anastesi umum Dilakukan septik dan antiseptik Insisi mediana 2 jari atas simpisis sampai melewaati 1 jari atas pusat. Insisi diperdalam secara tajam dan tumpul hingga menembus peritoneum dan didapatkan uterus, Didapatkan uterus plegi dan hematoma

disegmen bawah rahim Perlengketan dibebaskan secara tajam dan tumpul, setelah berhasil dilakukan

histerektomi supravagina Pukul 11.30 WIB : Operasi selesai

19

BAB IV PEMBAHASAN
Pada kasus ini penegakan diagnosis sudah tepat yaitu perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri, karena sesuai dengan gejala gejala dari atonia uteri yaitu: perdarahan aktif segera setelah bayi lahir, dari palpasi didapatkan fundus uteri setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek, plasenta lengkap, tidak adanya robekan jalan lahir, dan adanya tanda tanda syok. Sedangkan gejala - gejala yang ini juga didapatkan pada kasus ini seperti: perdarahan aktif segera setelah bayi dan plasenta lahir, dari palpasi uterus lembek, plasenta lahir lengkap, tidak adanya robekan jalan lahir dan terdapat tanda tanda syok seperti konjungtiva anemis, nadi 118X/menit, pernafasan 26X/menit. Namun ada beberapa pemeriksaan fisik yang tidak sesuai dengan gejala pada atonia uteri seperti pada pemeriksaan fisik palpasi pada kasus didapatkan Tinggi fundus uteri setinggi 2 jari dibawah umbilikus, sedangkan pada umumnya tinggi fundus uteri pada kasus atonia uteria adalah setinggi pusat atau lebih. Perbedaan ini mungkin karena adanya kesalahan pemeriksa saat melakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri. Penatalaksanaan pada kasus ini masih kurang optimal karena penanganan atonia uteri harus segera dilakukan untuk mencegah semakin banyaknya perdarahan. Penatalaksanaan atonia biasanya dimulai resusitasi dengan diberikan IVFD RL dan oksigen kemudian massage pada fundus uteri, diberikan

uterotonika, kompresi bimanual eksterna dan interna, kemudian di pasang tampun uteri dan apabila perdarahan masih juga tidak dapat diatasi maka akan dilakukan tindakan operatip seperti ligasi arteri uterina atau ligasi arteri iliaka interna kemudian dilakukan histerektomi. Sedangkan pada kasus penatalaksanaan telah dilakukan resusitasi cairan dan oksigen namun pemberian cairan tidak adekuat dengan perdarahan yang begitu banyak penderita hanya mendapatkan IVFD melaliu 1 line sedangkan seharusnya penderita harus segera mendapatkan resusitasi cairan yang adekuat, dilakukan massage pada fundus uteri, diberikan

20

uterotonika ( oksitosin ) secara im dan drip melalui infusan, dipasang tampon vagina untuk menunggu tindakan selanjutnya dari dokter kemudian setelah dokter datang segerra dilakukan histerektomi. Pasien hanya menapat tranfusi darah 2 kantong atau WB 300ml sebelum tindakan operasi selesai sedangkan seharusnya penderita harus segera mendapatkan tranfusi darah dengan jumlah yang adekuat, mengingat banyaknya perdarahan yang dialami oleh penderita.

21

BAB V KESIMPULAN

1.

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir

2.

Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan factor predisposisi seperti overdistention uterus, umur, multipara, salah pimpinan kala III, penggunaan oksitosin berlebih, riwayat perdarahan, persalinan yang cepat, kelainan plasenta serta penyakit sekunder maternal, dan lainlain.

3.

Tanda dan gejala atonia uteri adalah perdarahan pervaginam, konsistensi rahim lunak, fundus uteri naik dan terdapat tanda-tanda syok.

4.

Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan placenta lahir dan perdarahan masih aktif dan banyaknya 500 1.000 cc, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.

5.

Dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan pananganan kala tiga secara aktif.

6.

Atonia uteri dapat ditangani dengan menegakkan diagnosis kemudian memberi tindakan masase uterus, kompresi bimanual, pemberian oktsitosin, dan memasang infus. Jika tindakan berhasil atau perdarahan terkontrol maka tranfusi darah dan rawat lanjut dengan okservasi ketat. Jika perdarahan masih berlangsung lakukan transisi histerektomi. darah dan

22

TINJAUAN PUSTAKA
1. Sarwono. 2011. Ilmu kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta; Indonesia 2. Depkes, 2002. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta; Indonesia 3. Asga, Jasran. Guick; Obgyn. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr. Mohammad Hoesin; FK UNSRI. Palembang; Indonesia 4. http://www.slideshare.net/cahyatoshi/atonia-uteri-12509003 5. http://www.scribd.com/doc/6502612/Perdarahan-Postpartum#download 6. http://www.scribd.com/doc/61779483/HPP

23

Vous aimerez peut-être aussi