Vous êtes sur la page 1sur 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Proporsi tenaga keperawatan (perawat dan bidan) merupakan proporsi tenaga terbesar (48%) yang dapat mempengaruhi kinerja rumah sakit dan puskesmas ataupun sarana pelayanan kesehatan lainnya khususnya di pedesaan. Perawat berperan dalam UKP (Upaya kesehatan perorangan) dan Upaya kesehatan masyarakat (UKM). Perawat memiliki multi peran di semua tatanan pelayanan kesehatan di setiap level rujukan dimana bentuk pelayanan yang diberikan berupa pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif. Hal ini membuat peran perawat di pedesaan sangatlah penting hingga sering menimbulkan overlapping tugas dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter. Sirkumsisi atau lebih umum disebut khitan merupakan salah satu praktek bedah kedokteran yang sering dilakukan oleh tenaga keperawatan (mantri) di daerah pedesaan bahkan di perkotaan sekalipun. Belum ada peraturan yang menjelaskan kewenangan perawat melakukan tindakan bedah sirkumsisi membuat praktik ini semakin marak dilakukan oleh perawat di pedesaan. Tak jarang tindakan ini terkadang menimbulkan komplikasi pada pasien dan masih menjadi kontroversi dengan tenaga kesehatan lain. Lebih dari 50% tenaga keperawatan pernah melakukan tindakan bedah sirkumsisi sehingga hal ini membuat praktek bedah sirkumsisi/khitan menjadi 1

salah satu tindakan mandiri keperawatan dalam Rancangan Undang-Undang Keperawatan (RUUK). Kewenangan dan kompetensi tenaga perawat hadir sebagai kebutuhan dari masyarakat sendiri mengingat jumlah tenaga kesehatan di pedesaan sangat minim dan kemampuan ekonomi dan wawasan masyarakat yang masih cukup rendah untuk melakukan sirkumsisi di Rumah Sakit dengan dokter bedah/dokter umum. Para ahli medis dan psikologis telah melakukan banyak peneltian untuk mengungkap manfaat dan resiko dari sunat. Menurut penelitian yang mereka lakukan, tidak akan terjadi efek negatif khitanan, apabila khitanan itu dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan. Bahaya sunatan akan terjadi apabila sunatan dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan medis atau bisa disebut dengan malpraktek. Bahaya sunatan sering terjadi di desa-desa terpencil di mana praktek khitanan yang mereka lakukan tidak sesuai prosedur medis Perilaku perawat yang tepat dalam menyikapi masalah ini menentukan kesembuhan dan keamanan bagi pasien dan keamanan bagi diri perawat itu sendiri mengingat belum ada peraturan yang paten mengatur wewenang perawat mengenai tindakan ini.

1.2

Rumusan Masalah Praktek bedah sirkumsisi yang dilakukan oleh perawat di pedesaan belum dapat dijelaskan.

1.3 1.3.1

Tujuan Tujuan Umum Menjelaskan praktek bedah sirkumsisi yang dilakukan oleh perawat di pedesaan.

1.3.2

Tujuan Khusus

1. Menjelaskan peran dan fungsi perawat di pedesaan 2. 3. Menjelaskan praktek bedah sirkumsisi di pedesaan Menjelaskan praktek bedah sirkumsisi yang dilakukan perawat di pedesaan

1.4 1.4.1

Manfaat Manfaat Teoritis Dijelaskannya praktek bedah sirkumsisi yang dilakukan oleh perawat di pedesaan.

1.4.2

Manfaat Praktis

1. Bagi Keperawatan Diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan sebelum melakukan praktek bedah sirkumsisi. 2. Bagi Masyarakat 3

Diharapkan dapat menjadi salah satu wawasan dan pertimbangan mengenai praktek bedah sirkumsisi. 3. Bagi Pemerintah Diharapkan dapat memotivasi pemerintah untuk segera menetapkan Rancangan Undang-Undang Keperawatan mengenai tindakan praktek mandiri keperawatan (tindakan sirkumsisi).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Dan Fungsi Perawat Perawat sebagai ujung tombak tenaga kesehatan di masyarakat tentu harus juga dipersiapkan dalam pelaksanaan peningkatan derajat kesehatan di pedesaan. Dengan mengacu dari prinsip-prinsip keperawatan komunitas yaitu (Astuti Yuni, Nursari 2005) : 1. Kemanfaatan, yang berarti bahwa intervensi yang dilakukan harus memberikan manfaat sebesar besarnya bagi komunitas. 2. Prinsip otonomi yaitu komunitas harus diberikan kebebasan untuk melakukan atau memilih alternative yang terbaik yang disediakan untuk komunitas. 3. Keadilan yaitu melakukan upaya atau tindakan sesuai dengan kemampuan atau kapasitas komunitas. Adapun peran perawat disini antara lain (Old, London, & Ladewig, 2000) 1. Sebagai pemberi pelayanan dimana perawat akan memberikan pelayanan keperawatan langsung dan tidak langsung kepada klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Sebagai pendidik, perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan resiko tinggi atau dan kader ksehatan. 3. Sebagai pengelola perawat akan merencanakan, mengorganisasi,

menggerakan, dan mengevaluasi pelayanan keperawatan baik langsung maupun tak langsung dan menggunakan peran serta aktif masyarakat dalam kegiatan keperawatan komunitas. 4. Sebagai konselor, perawat akan memberikan konseling atau bimbingan kepada kader, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan komunitas dan kesehatan ibu dan anak. 5. Sebagai pembela klien (advokator) perawat harus melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalm pelayanan keperawatan komunitas. 6. Sebagai peneliti perawat melakukan penelitian untuk mengembangkan keperawatan komunitas dalam rangka mengefektifkan desa siaga. Mengacu dari BPPSDM Dep Kes 2006, mengenai sumber daya manusia (SDM) Kesehatan di pedesaan, seperti Desa Siaga ini dijelaskan bahwa SDM pelaksana pada desa siaga ini menempati posisi yang sangat penting , dimana mereka akan berperan dalam sebuah tim kesehatan yang akan melaksanakan upaya pelayanan kesehatan. SDM Kesehatan yang akan ditempatan di desa siaga ini harus memiliki kompetensi sebagai berikut:

1. Mampu melakukan pelayanan kehamilan dan pertolongan persalinan, kesehatan ibu dan anak 2. Mampu melakukan pelayanan kesehatan dasar 3. Mampu melakukan pelayanan gizi individu dan masyarakat 4. Mampu melakukan kegiatan sanitasi dasar 5. Mampu melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan 6. Mampu melakukan pelayanan kesiapsiagaan terhadap bencana , dan mampu melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Perawat dengan peran dan fungsinya untuk ikut mensukseskan Desa Siaga, sebaiknya telah dipersiapkan dengan baik sehingga beberapa persyaratan SDM seperti dijelaskan diatas bisa dicapai.

2.2 2.2.1

Praktek Bedah Sirkumsisi di Pedesaan Pengertian Sirkumsisi Sunat atau khitan atau sirkumsisi adalah tindakan medis berupa pemotongan atau pembuangan sebagian atau seluruh bagian dari preputium (prepuce, foreskin, kulup, kulit yang melingkupi glans penis/kepala penis). Diyakini praktik khitan telah ada pada masa Mesir Kuno, sekitar 2400 tahun SM. Belum ada seorang pun yang mengetahui di mana, bagaimana, atau

dengan maksud apa praktik khitan bermula pada masa Mesir Kuno. Khitan dikenal luas dalam tradisi keagamaan Islam dan Yahudi. Di penghujung abad ke-19, khitan diterima oleh sebagian besar praktisi medis (dokter) Inggris dan Amerika namun tidak demikian dengan sejawatnya di belahan bumi lainnya. Suku tertentu di Indonesia juga mengenal khitan meski metodanya sedikit berbeda dengan khitan yang dikenal komunitas muslim dan yahudi. Di Indonesia, khitan bisa saja dilaksanakan oleh berbagai suku dan penganut agama/kepercayaan. 2.2.2 Alasan Sirkumsisi Ada 3 alasan utama orang menjalani sunat/sirkumsisi : 1. Melaksanakan sunnah Rasulullah SAW. Inilah alasan utama sebagai seorang muslim dalam menjalani khitan/sunat. 2. Karena indikasi medis Indikasi medis yang paling sering ditemui adalah kondisi phimosis. Preputium/kulup sebenarnya terdiri dari dua lapis: bagian dalam dan bagian luar. Dengan dua lapis ini, maka preputium bisa ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Kondisi yang berlawanan adalah paraphimosis. Pada kondisi ini, preputium dapat ditarik ke belakang, glans penis terbuka seluruhnya, tetapi justru preputium tidak bisa kembali ke depan dan menjepit penis. Kondisi ini berbahaya karena risiko pembendungan aliran darah dan menyebabkan

edema/pembengkakan penis. Jepitan sebaiknya segera dibebaskan agar tidak terjadi kerusakan yang bersifat permanen. 3. Tindakan pencegahan untuk masa depan Berkaitan dengan pencegahan masa depan, ada beberapa penyakit yang diduga berkurang risikonya dengan menjalani sirkumsisi. Yang sering disebut adalah kanker penis, penyakit menular seksual dan kanker serviks/bagian dari kandungan (pada pasangan seksualnya). Alasan yang ketiga ini lebih banyak pada orang-orang non muslim. 2.2.3 Metode Sirkumsisi Metode sunat (sirkumsisi) telah mengalami perkembangan pesat, dimulai dari metode klasik sampai dengan metode laser CO2. Metode-metode tersebut muncul dengan berbagai kelebihan. Ada yang tanpa perdarahan, ada yang tanpa penjahitan, ada yang tidak dibungkus perban pasca sunat dan ada yang cepat mencapai kesembuhan. Di samping adanya kelebihan namun ada juga kekurangannya. Kekurangannya antara lain : biaya lebih mahal dan tidak semua dokter/perawat dapat melakukannya. Ada lagi yang tergantung listrik PLN, ketika padam tidak bisa melakukannya. Adapun kesembuhan sunat adalah relatif. Tidak ada yang dengan salah satu metode dapat sembuh dalam 2 atau 3 hari. Ibarat badan kita terluka maka dengan obat apapun untuk kesembuhannya butuh waktu. Kesembuhan dipengaruhi beberapa faktor: 1. Ada tidaknya kelainan/penyulit pada penis sebelum disunat. Bila ada perlengketan maka tentunya kesembuhannya lebih lama, apapun metodenya. 9

2. Ada tidaknya perdarahan setelah sunat. Bila masih ada perdarahan akan mengganggu penyembuhan. 3. Rapat atau tidaknya penjahitan luka iris pada kulup penis. Makin rapat bisa lebih cepat sembuh terbukanya luka minimal. 4. Perawatan setelah sunat. Jika perawatannya baik dan anak tidak banyak aktifitas maka lebih cepat sembuh. Berbagai metode sunat tersebut sebenarnya dalam rangka mensiasati beberapa faktor di atas. Satu hal yang perlu diketahui bahwa semua metode sunat sebelum sunat akan dilakukan terlebih dahulu pembiusan lokal dengan penyuntikan obat bius pada pangkal batang penis yang tujuannya untuk menghilangkan rasa sakit ketika disunat. Penyuntikan inilah yang menjadi momok bagi anak untuk disunat. Oleh karena itu ketrampilan pembiusan lokal akan menentukan tahap selanjutnya. Sirkumsisi dapat dilakukan dengan cara tradisional dan medis. Menurut dr Partini P. Trihono, Sp.AK, Divisi Nefrologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, di dalam dunia kedokteran, ada beberapa langkah yang dilakukan ketika melakukan sunat. Adapun macammacam metode sunat (sirkumsisi) yang sering digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Metode Klasik & Dorsumsisi

10

Metode klasik sudah banyak ditinggalkan tetapi masih bisa kita temui di daerah pedalaman. Alat yang digunakan adalah sebilah bambu tajam/pisau/silet. Para bong supit alias mantri sunat atau juga calaklangsung memotong kulup dengan bambu tajam tersebut tanpa pembiusan. Bekas luka tidak dijahit dan langsung dibungkus dengan kassa/verban sehingga metode ini paling cepat dibandingkan metode yang lain. Cara ini mengandung risiko terjadinya perdarahan dan infeksi, bila tidak dilakukan dengan benar dan steril. Metode Klasik kemudian disempurnakan dengan metode Dorsumsisi, Khitan metode ini sudah menggunakan peralatan medis standar dan merupakan khitan klasik yang masih banyak dipakai sampai saat ini. Umumnya bekas luka tidak dijahit walaupun beberapa ahli sunat sudah memodifikasi dengan melakukan pembiusan lokal dan jahitan minimal untuk mengurangi risiko perdarahan. Kelebihannya peralatan yang digunakan lebih murah dan sederhana, proses memakan waktu cukup singkat, sudah banyak dikenal masyarakat biaya relatif lebih murah. Kekurangannya kulup yang tersisa kadang lebih panjang sehingga membutuhkan pemotongan ulang dan resiko perdarahan tinggi apabila tanpa dilakukan penjahitan/operasi. 2. Metode Standar Sirkumsisi Konvensional Merupakan metode yang paling banyak digunakan hingga saat ini, cara ini merupakan penyempurnaan dari metode dorsumsisi dan merupakan metode standar yang digunakan oleh banyak tenaga dokter maupun

mantri (perawat). Bisa dikatakan bahwa semua operator sunat dapat melakukan dengan metode ini. Karena ini merupakan metode dasar, adapun yang lainnya 11

sebagai pengembangan cara ini. Alat yang digunakan semuanya sesuai dengan standar medis dan membutuhkan keahlian khusus untuk melakukan metode ini. Kelebihannya peralatannya sudah sesuai standar medis, menggunakan pembiusan local dan benang yang jadi daging, resiko infeksi kecil dan resiko perdarahan tidak ada. Metode ini cocok untuk semua kelompok umur, biayanya cukup terjangkau serta pilihan utama untuk pasien dengan kelainan fimosis. Kekurangannya membutuhkan keahlian khusus dari pengkhitan dan proses waktunya antara 15-20 menit. 3. Metode Lonceng Pada metode ini tidak dilakukan pemotongan kulup. Ujung penis hanya diikat erat sehingga bentuknya mirip lonceng, akibatnya peredaran darahnya tersumbat yang mengakibatkan ujung kulit ini tidak mendapatkan suplai darah, lalu menjadi nekrotik, mati dan nantinya terlepas sendiri. Metode ini memerlukan waktu yang cukup lama, sekitar dua minggu. Alatnya diproduksi di beberapa negara Eropa, Amerika, dan Asia dengan nama Circumcision Cord Device. 4. Metode Klamp Metode Klamp .,ini memilik banyak variasi alat dan nama walaupun perinsipnya sama, yakni kulup (preputium) dijepit dengan suatu alat (umumnya sekali pakai) kemudian dipotong dengan pisau bedah tanpa harus dilakukan penjahitan. Diantaranya adalah : Gomco, Ismail Clamp, Q-Tan, Sunathrone Clamp, Alis Clamp, Tara Clamp dan Smart Clamp. Di Indonesia sendiri yang paling banyak berkembang adalah Metode cincin (Tara Clamp) dan Smart Clamp.

12

a. Metode Cincin (Tara Clamp) Dr. T. Gurcharan Singh adalah penemu Tara klamp pada tahun 1990 berupa alat yang terbuat dari plastik dan untuk sekali pakai. Di Indonesia Metode Cincin dicetuskan oleh oleh dr. Sofin, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dan sudah dipatenkan sejak tahun 2001. Pada metode ini, ujung kulup dilebarkan, lalu ditahan agar tetap meregang dengan cara memasang semacam cincin dari karet. Biasanya, ujung kulup akan menghitam dan terlepas dengan sendirinya. Prosesnya cukup singkat sekitar 3-5 menit. Kelebihan metoda ini adalah: Mudah dan aman dalam penggunaan, tidak memerlukan penjahitan dan perban,tidak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien,perdarahan minimal bahkan bisa tidak berdarah,tidak sakit setelah khitan, tanpa perawatan pasca khitan dan langsung pakai celana dalam dan celana panjang. b. Metode Smart Clamp Smart klamp merupakan metode dan teknik sunatan yang diperkenalkan sejak tahun 2001 di Jerman dan penemunya adalah dr. Harrie van Baars. Alat smart klamp terdiri atas beberapa ukuran, mulai dari nomor 10, 13, 16, dan 21. Untuk bayi, alat yang dipakai nomor 10, sedangkan orang dewasa nomor 21. Alat ini terbuat dari dua jenis bahan kunci klamp, yakni nilon dan polikarbonat yang dikemas steril dan sekali pakai. Tentu saja lebih aman dan bebas dari penularan penyakit dan infeksi. Smart klamp memberikan perlindungan luka dengan sistem tertutup. Luka sayatan terkunci rapat, tidak memungkinkan masuknya kuman atau mikroorganisme pengganggu.

13

Pada metode ini pasien akan diukur glandpenis-nya, ukuran 0-meter. Setelah diberi anestesi lokal, secara hati-hati preputium dibersihkan dan dibebaskan dari perlengketan dengan gland penis. Batas kulit preputium yang akan dibuang ditandai dengan spidol. Tabung smart klamp dimasukkan ke dalam preputium hingga batas corona gland penis. Lalu, klamp pengunci dimasukkan sesuai arah tabung dan diputar 90 derajat, hingga posisi smart klamp siap terkunci. Setelah posisi kulit yang akan dibuang dipastikan sesuai rencana, juga agar posisi saluran kencing tidak terhalang tabung. Berikutnya, adalah mengunci klamp hingga terdengar bunyi klik. Sisi distal preputium dibuang menggunakan pisau bisturi. Kemudian luka dibersihkan dengan obat antiinfeksi dan dibungkus kasa steril. Hingga proses itu, sunat ala smart klamp selesai.Setelah lima hari, smart klamp dilepas dokter atau perawat dengan teknik yang sangat mudah. c. Metode Gomco Klamp ini dibuat pertama kali pada tahun 1934 oleh Hiram S. Yellen, M.D. dan Aaron Goldstein. Alat ini terdiri dari bel logam dan plat datar dengan lubang di dalamnya untuk menempatkan keduanya dalam posisi yang sesuai. Terdapat sebuah sekrup berbentuk lingkaran yang berfungsi memberikan tekanan. d. Metode Ismail Clamp Ismail Klamp ditemukan oleh Dr Ismail Md Salleh. Alat ini sebenarnya hampir menyerupai alat klamp lainnya, hanya saja alat ini memiliki mekanisme penguncian dengan sistem sekrup, sehingga pemasangan dam pelepasan alat ini

14

sangat mudah tanpa harus merusak alat ini. Saat ini baru tersedia 2 ukuran untuk anak-anak. e. Metode Q-Tan Alat ini menyerupai Ismail Clamp hanya saja sistem sekrupnya terkunci mati (irreversible locking system) sehingga alat ini tidak mungkin di daur ulang kembali karena pembukaan alat ini harus dengan dipotong. Alat ini belum diproduksi secara massal dan masih merupakan prototype. Saat ini masih diadakan riset yang mendalam sehingga alat ini layak untuk digunakan secara luas. f. Metode Sunathrone Clamp Sunathrone adalah metode sunat dengan kaedah terkini yang ditemukan oleh Dr Mohammad Tasron Surat, dokter kelahiran Malaysia. Keistimewaan Sunathrone ini adalah kerana praktis dan proses penyembuhannya lebih cepat. Alat khitan sekali pakai ini akan tertanggal sendiri, serta tidak memerlukan perawatan khusus. Setelah khitan dapat langsung memakai celana dan beraktifitas tanpa rasa sakit. g. Metode Alis Clamp Alat ini mirip dengan Smart Klamp, hanya saja tabung klem-nya didesain miring dengan pertimbangan agar mengikuti kontur glans penis. 5. Metode Laser Elektrokautery Metode ini sedang booming dan marak di masyarakat dan lebih dikenal dengan sebutan Khitan Laser. Penamaan ini sesunnguhnya kurang tepat karena alat 15

yang digunakan samasekali tidak menggunakan Laser akan tetapi menggunakan elemen yang dipanaskan. Alatnya berbentuk seperti pistol dengan dua buah lempeng kawat di ujungnya yang saling berhubungan. Jika dialiri listrik, ujung logam akan panas dan memerah. Elemen yang memerah tersebut digunakan untuk memotong kulup. Khitan dengan solder panas ini kelebihannya adalah cepat, mudah menghentikan perdarahan yang ringan serta cocok untuk anak dibawah usia 3 tahun dimana pembuluh darahnya kecil. Kekurangannya adalah menimbulkan bau yang menyengat seperti sate serta dapat menyebabkan luka bakar, metode ini membutuhkan energi listrik (PLN) sebagai sumber daya dimana jika ada kebocoran (kerusakan) alat, dapat terjadi sengatan listrik yang berisiko bagi pasien maupun operator. Untuk proses penyembuhan, dibandingkan dengan cara konvensional itu sifatnya relatif karena tergantung dari sterilisasi alat yang dipakai, proses pengerjaanya dan kebersihan individu yang disunat. 6. Metode Laser CO2 Istilah yang lebih tepat untuk Khitan Laser yang sesungguhnya adalah dengan metode ini. Fasilitas Laser CO2 sudah tersedia di Indonesia. Salah satunya, di Jakarta. Laser yang digunakan adalah laser CO2 Suretouch dari Sharplan. Berikut tahapan sunat dengan laser tersebut: Setelah disuntik kebal (anaestesi lokal), preputium ditarik, dan dijepit dengan klem. Laser CO2 digunakan untuk memotong kulit yang berlebih.Setelah klem dilepas,kulit telah terpotong dan tersambung dengan baik, tanpa setetes darahpun keluar. Walaupun demikian

16

kulit harus tetap dijahit supaya penyembuhan sempurna. Dalam waktu 10-15 menit, sunat selesai.

2.3

Rancangan Undang-Undang Keperawatan Mengenai Tindakan Sirkumsisi Sirkumsisi atau khitan adalah salah satu tindakan yang masih menjadi kontroversi dan menjadi pembahasan alot dalam upaya pengesahan Rancangan Undang-undang Keperawatan (RUUK). Suatu Tindakan yang sudah banyak dilakukan oleh kalangan keperawatan secara mahir. Dalam draft RUUK, perawat hanya meminta izin melakukan tindakan sirkumsisi/ khitan tanpa komplikasi. Adapun bunyi Rancangan Undang-Undang Keperawatan tersebut adalah sebagai berikut: Bagian KetigaTindakan Keperawatan Pasal 14 ayat (1) Tindakan Keperawatan mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), meliputi tindakan: 1. Melakukan terapi keperawatan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia, termasuk terapi modalitas untuk keperawatan jiwa 2. Melakukan observasi keperawatan pada klien 3. Melakukan terapi keperawatan komplementer 4. Memberikan terapi pengobatan dasar sesuai daftar obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan 5. Melakukan tindakan medik terbatas yang merupakan tindakan invasif sederhana 6. Melakukan pelayanan keluarga berencana, imunisasi dan khitan tanpa komplikasi dan 17

7. Memberikan penyuluhan, konseling, advokasi dan edukasi keperawatan.

2.4

Faktor-Faktor Pemicu Perawat Melakukan Praktek Sirkumsisi Menurut hasil survei yang dilakukan oleh persatuan profesi keperawatan (PPNI), banyak hal yang memicu perawat berani melakukan tindakan sirkumsisi antara lain: 1. Kurangnya jumlah tenaga medis, dalam hal ini dokter yang telah mempunyai wewenang sah untuk melakukan tindakan ini. Penyebaran dokter yang kurang merata dan berpusat di kota-kota besar membuat perawat mengambil keputusan untuk melakukan praktek sirkumsisi 2. Belum disahkannya peraturan paten mengenai wewenang tindakan mandiri keperawatan, salah satunya tindakan sirkumsisi. Problematika aspek legal tindakan sirkumsisi tidak akan berakhir jika Rancangan Undang-Undang Keperawatan mengenai tindakan mandiri keperawatan belum disahkan. Hal ini akan mengancam kinerja perawat desa (mantri) dan keselamatan pasien. 3. Tingkat pengetahuan dan ekonomi sosial masyarakat yang masih sangat percaya bahwa berobat ke mantri jauh lebih ekonomis disbanding ke dokter ataupun Rumah Sakit. 4. Kebutuhan masyarakat, faktor ini yang menjadi tingkat dilema etik pada perawat desa/mantri. Di satu sisi perawat tidak ingin melaksanakan tindakan bedah

18

medis yang ilegal, dan di sisi lain perawat tidak bisa membiarkan kebutuhan kesehatan pasien tidak terpenuhi.

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 19

1. Pemberi pelayanan 2. Pendidik 3. Pengelola 4. Konselor 5. Advokat 6. Peneliti

Perawat di pedesaan

Multi peran

Kurangnya jumlah tenaga medis

Belum adanya peraturan paten mengenai wewenang tindakan mandiri keperawatan

Tingkat pengetahuan dan ekonomi masyarakat

Kebutuhan masyarakat

Praktek bedah sirkumsisi

BAB 4 PEMBAHASAN

20

4.1

Peran Dan Fungsi Perawat Di Pedesaan Peran perawat (mantri) sebagai ujung tombak tenaga kesehatan di masyarakat mengharuskan perawat mengemban multi tugas yang tentu saja tidak mudah terutama di daerah pedesaan. Keterbatasan jumlah dokter di daerah pedalaman dan terkonsentrasinya dokter di perkotaan mengharuskan mantra berperan sebagai dokter. Banyak tindakan medis yang seharusnya tidak boleh mereka lakukan secara hukum, namun mesti dilakoni demi menolong pasien. Keberadaan dan wewenang mantri desa yang setara dokter di pelosok sangat dirasakan manfaatnya dimana hampir semua pelayanan kesehatan dilakukan oleh mantri desa. Mulai dari tindakan pemeriksaan, pemberian obat, sampai khitan sekalipun. Hal ini membuat keberadaan dan peranan mantri desa begitu terasa. Tidak ada tenaga kesehatan yang bisa diharapkan kecuali para mantri dan bidan desa. Ketika ada hukum yang membatasi wewenang mereka, hal ini menjadi dilema. Di satu sisi, tujuan hukum ini adalah untuk melindungi masyarakat dari tindakan medis yang tidak profesional dan bisa merugikan masyarakat. Namun disisi lain-karena jumlah dokter yang terbatas dan belum merata- masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan hanya bisa dilayani oleh mantri atau bidan desa. Hal ini akan lebih baik apabila hukum ini juga melihat situasi dan kondisi masyarakat. Di kota Jakarta dan sekitarnya, mungkin hukum ini bisa diterapkan. Namun di daerah terpencil, bila hukum ini berlaku, maka akan banyak masyarakat yang tidak bisa mendapat pelayanan medis. Mantri dan 21

bidan desa tidak akan berani melakukan tindakan di luar wewenang profesinya. Mantri hanya bisa merawat pasien dan bidan desa hanya bisa memberikan pelayanan kebidanan dasar saja. Akibatnya masyarakat pula yang akan dirugikan. 4.2 Praktek Bedah Sirkumsisi Di Pedesaan Khitan atau lebih sering dikenal dengan istilah sunat bagi masyarakat merupakan suatu tradisi yang harus dilakukan oleh setiap anak lelaki dengan berbagai indikasi, mulai dari alasan medis hingga religi. Tindakan khitan atau dalam istilah medis disebut sirkumsisi tidak hanya bisa dilakukan oleh dokter. Di daerah-daerah pedesaan/terpencil tindakan operasi kecil ini lebih sering dilakukan oleh tenaga kesehatan lain seperti mantri/perawat desa yang belum memiliki ijin resmi melakukan tindakan sirkumsisi. Bagi masyarakat desa peran perawat desa (mantri) dalam praktek sirkumsisi sangatlah besar,

menjadi mantri yang hidup di tengah masyarakat merupakan anugrah tersendiri, sebab secara sosial kemasyarakatan seorang mantri akan menjadi panutan, tokoh, dan figur di antara tokoh masyarakat lain, hal ini dikarenakan profesi mantri memiliki keahlian, tugas, dan fungsi dalam bidang kesehatan. Di masyarakat menengah ke bawah yang memiliki masalah dan yang membutuhkan pelayanan kesehatan, sangat terbantu dengan keberadaan mantri di sekitarnya. Mengingat mantri lebih diterima dan lebih dekat dengan masyarakat (dibanding dokter), alasannya dalam hal imbal jasa tarif mantri relatif lebih terjangkau, dan

22

lebih mudah mau dipanggil ke rumah pasien jika di minta pertolongan, hal itu menjadi kelebihan mantri, yang disukai oleh masyarakat. Mengenai metode sirkumsisi, keahlian para mantri desa tidak kalah dengan dokter bedah. Pengalaman dan pendidikan yang panjang membuat mereka trampil melakukan tindakan bedak kecil ini. Namun, tak jarang terjadi malpraktek dalam pelaksanaan tindakan ini. Hal ini banyak disebabkan oleh minimnya ketersediaan alat-alat medis dan tak seimbangnya jumlah tenaga kesehatan dengan tugas yang harus diemban.

4.3

Menjelaskan Praktek Bedah Sirkumsisi Yang Dilakukan Perawat Di Pedesaan Melihat paparan pembahasan di atas, telah diketahui bahwa praktek bedah sirkumsisi yang dilakukan perawat telah mengalami benturan etik legal. Prof. Azrul dalam Seminar Nursing Leadership secara normative mendukung dibentuknya UU Keperawatan. Beliau mencoba menyoroti peran perawat yang terlalu klinisi dan tidak mencoba out of the box sehingga perannya di bidang kesehatan secara keseluruhan kurang diperhitungkan, hal ini juga sebagai akibat dari perkembangan profesi keperawatan selama ini yang terlalu memusatkan pada kewenangan dan kompetensi keperawatan. Pemanfaatan tenaga perawat di masyarakat menjadi tidak optimal karena terbatas pada intervensi keperawatan, padahal jika ruang gerak perawat diperluas akan dapat membantu penyelesaian masalah kesehatan di masyarakat seperti penanggulangan penyakit menular dan 23

wabah, penatalaksanaan penyakit rakyat dan pertolongan pertama dan tanggap darurat. Demikian pula mengenai pasal-pasal kewenangan dan tindakan keperawatan, paling sering dibahas dan direvisi, hal tersebut terjadi karena banyak masukan terutama anggota yang memang pada kenyataannya melakukan beberapa tindakan medis, apakah itu dengan delegasi tertulis maupun tidak. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk lebih bijak dalam bertindak demi keselamatan pasien dan keamanan diri.

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 24

Sunat atau khitan atau sirkumsisi adalah tindakan medis berupa pemotongan atau pembuangan sebagian atau seluruh bagian dari preputium (prepuce, foreskin, kulup, kulit yang melingkupi glans penis/kepala penis). Bagi masyarakat desa peran perawat desa (mantri) dalam praktek sirkumsisi sangatlah besar. Di lain sisi perawat dihadapkan oleh dilema etik dimana belum ada undang-undang yang sah yang mengatur praktik mandiri keperawatan.

5.2

Saran Ada beberapa hal yang bisa dilakukan terkait dengan masalah ini agar masyarakat bisa memperoleh pelayanan medis yang layak : (1) Penyebaran dokter mesti merata dan depkes mewajibkan kembali PTT kepada semua dokter yang baru lulus. (2) Jumlah dokter di perbanyak (3) Keterampilan dan pengetahuan medis para mantri dan bidan desa terus ditingkatkan.(4)Mantri atau bidan desa yang terpaksa berperan sebagai dokter di daerah terpencil harus dibawah supervisi seorang dokter.(5) Hukum yang dimaksud di atas dikecualikan untuk daerah terpencil.

DAFTAR PUSTAKA

25

Afandi, Mashur. 2010. Majalah Kesehatan Islam Hilal Ahmar: Berbagai Metode Sunat . http:// majalah-hilalahmarsolo.blogspot.com/ diakses tanggal 20 Juni 2012/ pukul 8:31 AM.

Andi.

(2010). Pasal-pasal Kontroversi RUU Keperawatan. http://senyumperawat.blogspot.com/2010/01/pasal-pasal-kontroversi-ruukeperawatan.html/2 Juli 2012/ pukul 10:30 AM

Andria, Ayu. (2011). Berbagai Efek Negatif Khitanan (Circumcision) yang Selama Ini Disembunyikan. http://seputaranak.com/3 Juli 2012/ pukul 19:10 PM Aries. 2011. Desa Siaga. http:// learntogether-aries.blogspot.com/ diakses tanggal 20 Juni 2012/ pukul 9:30 AM.

Didi.

2012. Mantri Sunat Adalah Pejabat Di Mata Rakyat. http:// didimantripsik10.blogspot.com/ diakses tanggal 20 Juni 2012/ pukul 8:31 AM.

Nurdiansyah. 2010. Keperawatan Muslim. http://nurdiansyah89.wordpress.com/page/2/ diakses tanggal 2 Juli/ pukul 11.35 AM

Vira. 2011. Materi Kesehatan Persiapan Sirkumsisi. uniceffcorporation.blogspot.com/ diakses tanggal 20 Juni 2012/ pukul 9:30 AM.

26

Vous aimerez peut-être aussi