Vous êtes sur la page 1sur 48

I.

PENDAHULUAN Aneurisma adalah pelebaran abnormal pada dari dinding sebuah arteri yang

berhubungan

dengan :

kelemahan aneurisma

arteri.

Aneurisma dan aorta

dapat terjadi pada beberapa tempat seperti 5: Aorta aorta thoracalis abdominalis.

Otak (aneurisma serebralis) Tungkai bawah aneurisma arteri popliteal ) Usus (aneurisma arteri mesenterika) Splen (aneurisma arteri splenica) ini hanya yang akan dikenal dibahas juga mengenai dengan aneurisma aneurisma arteri utama Perdarahan

Pada

makalah

serebralis

atau

intracranialis. Aneurisma intrakranial adalah lesi didapat yang paling sering terletak di titik percabangan dari yang melalui ruang subarachnoid di dasar otak.

subarachnoid yang berkaitan dengan pecahnya suatu intracranial aneurisma adalah suatu penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sekitar 12 persen pasien pada perdarahan subarachnoid bulan setelah meninggal kejadian sebelum dan mendapatkan dari 1/3 pertolongan dari mereka medis yang medis, sekitar 40 persen pasien yang diopname meninggal satu lebih selamat akan mengalami suatu defisit neurologis yang menetap5. Selain itu, banyak terjadi suatu defisit neurologis menetap pada pasien tersebut. Meskipun diagnostik, pengobatan dan pembedahan telah maju dalam beberapa dekade karena terakhir, pecahnya tingkat kematian tidak perdarahan subarachnoid aneurismal

mengalami perubahan berarti.

II. ISI A. DEFINISI Aneurisma dinding adalah suatu vena, kantung atau yang terbentuk terisi oleh dilatasi atau arteri, jantung; oleh cairan

darah yang membeku, sering membentuk tumor yang berdenyut 4. Aneurisma pembuluh serebral darah merupakan pelebaran yang terjadi balon pada karena

sehingga

mengembang

seperti

disebabkan adanya kelemahan pada struktur dinding pembuluh darah tersebut, dan biasanya terjadi pada arteri di Circulus Willisi 6. B. EPIDEMIOLOGI Pada otopsi di Amerika Serikat, kejadian aneurisma intrakranial ditemukan pada sekitar 1% populasi. Insidensi perdarahan subarachnoid disebabkan rupturnya aneurisma sekitar 6-16% per 100.000 orang per tahunnya. Secara internasional, insidensi perdarahan berkisar paling subarachnoid per dilaporkan (PSA) di karena orang, aneurisma dengan dan Jepang bervariasi, kejadian secara dan 3.9-19.4 100,000 tingkat

tinggi

Finlandia

keseluruhan tingkat kejadian sekitar 10.5 per 100,000 orang6. Aneurisma lebih banyak didapatkan pada wanita dengan ratio 3:2 dibandingkan laki-laki, tetapi pada usia < 40 tahun kejadian aneurisma prevalensi serebri lebih lebih banyak banyak lebih pada pada sering laki-laki wanita dan usia > 40 tahun dibandingkan pada laki-laki. sementara arteri

Aneurisma sakular pada arteri communicans anterior atau arteri anterior terjadi pria, persambungan antara arteri carotis interna dengan

communicans posterior adalah lokasi tersering aneurisma sakular pada wanita. Aneurisma raksasa (Giant aneurysms) adalah 3 kali lebih sering pada wanita. Prognosis PSA karena rupturnya aneurisma lebih buruk pada wanita

Aneurisma tunggal lebih sering terjadi pada sirkulasi anterior otak dibandingkan sirkulasi posterior. Pada sirkulasi anterior, pembuluh darah yang paling sering terjadi kelainan ini adalah pada arteri carotis interna diikuti arteri communicans anterior, bifurkasio arteri cerebri media, dan arteri cerebri anterior distal, sedangkan pada sirkulasi anterior kelainan ini paling sering ditemukan pada apeks basilaris. Lokasi aneurisma sakular v 20-25% pada tifurkasio dan bifurkasio arteri cerebri media. v 35-49% pada arteri cerebri anterior (aretri communicans anterior dn pericallosal arteri. v 30% pada arteri carotis interna (arteri communicans posterior, bifurkasi carotis, arteri choroid anterior dan arteri opthalmica) v 10% pada sirkulasi posterior (arteri basilaris dan arteri cerebelli posterior inferior)

Gambar Willisi

1.
4

Lokasi

tersering

aneurisma

intracranial

pada

Circulus

Multiple aneurisma diperkirakan terjadi pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tingkat subarachnoid persentase melalui angiography. multipel Diperkirakan kejadian aneurisma

berkisar antara 8-19%. Peningkatan insidensi aneurisma serebral terkait dengan beberapa penyakit seperti vasculitis dengan ditemukannnya arteritis sel raksasa, sistemik lupus eritematosus, aortitis atau poliarteritis nodosa, Sindrom Ehlers-Sanlos, penyakit fibromuskular, hereditery hemorrhagic teleangiectasiea, penyakit Moya-moya, penyakit ginjal polikistik dewasa, sklerosis tuberosa. Ras: Predileksi rasial kejadian aneurisma belum diketahui luas, meskipun didapatkan tingkat kejadian yang paling tinggi pada Afro-Amerika, dengan rasio 2.1. C. STRUKTUR HISTOLOGIS PEMBULUH DARAH Dinding arteri secara khas mengandung tiga lapisan tunika

konsentris. Lapisan terdalam adalah tunika intima, terdiri atas endotel dan jaringan ikat subendotel di bawahnya.Lapisan tengah adalah tunika media, terutama terdiri dari serat otot polos yang mengitari adventitia, Arteri interna lumen pembuluh. terdiri berukuran Lapisan atas sedang dengan terluar adalah jaringan sebuah Pita tunika ikat. pita lain terutama serat-serat juga

muskular yang

memiliki intima.

berombak tipis dari serat elastis yang disebut lamina elastika bersebelahan tunika terdiri atas serat-serat elastis berombak terdapat pada perifer tunika media disebut lamina elastika eksterna.

Gambar 2. Struktur histologis arteri8 D. MORFOLOGI Aneurysma intracranial biasanya berbentuk sakular dan terjadi pada percabangan pembuluh darah. Ukuran suatu aneurysma bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter. Suatu aneurysma yang melebihi 2,5 cm disebut aneurysma raksasa (giant aneurysm). Dilatasi fusiform dan ektasia carotid dan arteri basilaris dapat terjadi setelah atherosclerosis. Jenis aneurysma ini jarang pecah. Mycotic aneurysm, yang berkembang sekunder Pecahnya aneurysma > 6 mm. dari infeksi dinding pembuluh pada darah, daerah dengan mucul fundus ukuran terjadi multiple dari dari suatu saat dari penyebaran hematogenous seperti subacute bacterial endocarditis. aneurisma dan Pada biasanya terjadi resiko pecahnya pasien dengan berkaitan ruptur

aneurysma, rupture jarang terjadi pada aneurysma yang berukuran beberapa aneurysma yang beraktifitas, mengedan atau coitus. Giant aneurysm jarang pecah kemungkinan berhubungan lapisan thrombus memperkuat dinding dalam. Bentuk lain dari aneurisma makroskopik : 1. Aneurisma difus atau fusiform adalah dilatasi sirkumferensial pembuluh darah biasanya terjadi pada arteri carotis, basilaris atau vertebralis. Atherosklerosis mungkin berperan penting dalam pembentukannya tetapi defek perkembangan pada dinding dapat

muncul pada suatu hari. Aneurisma difus atau fusiform sering teroklusi oleh thrombus dan jarang pecah. 2. Aneurisma mikotik Aneurisma mikotik disebabkan oleh septic emboli dimana sering disebabkan hanya itu oleh endocarditis mm dan bakterialis. terjadi Biasanya pada berukuran distal beberapa berpotensi cabang

pembuluh darah, terutama arteri cerebri media. Operasi karena lebih mudah dilakukan dibandingankan disebabkan sakit aneurisma rupturnya kepala, sakular. aneurisma kuduk, Karena pada tingkat fatalitas dengan yang

mikotik tinggi (80%) maka arteriography cerebral harus dilakukan endocarditis keluhan kaku kejang, simtom neurologist fokal atau pleositosis CSS. Aneurisma mikotik multiple atau yang teltak di dasar otak dirawat secara konservatif dan diikuti arteriography serial untuk mendeteksi pembesaran. E. KLASIFIKASI ANEURISMA Aneurisma berikut Berdasarkan 1.Morfologi Pengelompokkan Sakular (aneurisma berry) Sangat kecil < 2mm Kecil 2-6 mm Medium 6-15mm Besar 15-25mm Sangat besar (giant) 25-40 mm Sangat besar sekali (supergiant) > 40 mm Sakular (degenerasi dinding) Atherosklerotik Dissecting Infeksi (mycotic) Neoplastik 1. sirkulasi anterior - arteri carotis interna Petrous dapat dikelompokkan berdasarkan morfologi, ukuran, etiologi dan lokasinya seperti yang ditunjukkan pada tabel 3

2. Etiologi

3. Lokasi

Sinus cavernosus Tanpa cabang pembuluh darah Opthalmica Hipofisis superior Arteri communicans posterior Arteri choroidalis anterior Bifurkasio - arteri cerebri anterior A1 Regio arteri communicans anterior Arteri communicans anterior itu sendiri atau beserta cabangcabangnya (A1 atau A2) A2 Arteri cerebri anterior distal (pericallosal callosomarginal junction) - arteri cerebri media M1 Bifurkasio / Trifurkasio Distal 2. sirkulasi posterior - arteri vertebralis dan cabangnya arteri vertebralis tanpa cabangnya arteri cerebelli posterior inferior arteri vertebrobasilar - Trunkus basilaris termasuk arteri cerebelli anterior inferior - Regio apeks basilaris Apeks basilaris (caput) Arteri cerebelli superior-basilaris - Arteri cerebri posterior P1 P2 P3 A. ETIOLOGI, PREDISPOSISI DAN PATOGENESIS Ada dua tampilan dasar dari suatu aneurisma sakular, yaitu : 1. Aneurisma sering terjadi pada titik percabangan arteri besar, terutama pada dasar otak 2. Aneurisma terjadi pada permukaan konveks pada arteri 3. Area terbentuknya aneurisma merupakan area pembuluh darah yang paling maksimal stress hemodinamiknya.

Penyebab pasti pembentukan aneurysma mungkin multifaktorial. Ada dua teori yang telah diajukan sebagai dasar pembentukan aneurisma yaitu teori kongenital dan teori degeneratif. Meskipun demikian disepakati secara umum bahwa pada pembentukan aneurisma maka lamina elastika interna harus terganggu. Degenerasi lamina elastika umum ditemukan pada aneurisma berry 1. Teori kongenital Aneurisma dulunya dikira merupakan kelainan kongenital karena adanya temuan defek perkembangan pada tunica media. Defek ini terjadi pada apeks sama bifurkasio juga seperti dengan pembuluh ditemukan pembuluh jarang darah pada darah sama dengan darah luar aneurisma, aneurisma tetapi sakular mereka pembuluh di

ekstrakranial

intracranial;

kontras

ditemukan

calvaria. Defek tunika media sering ditemukan pada anak-anak, namun aneurisma jarang pada kelompok umur ini. 2. Teori degeneratif Sekarang berkembang bahwa defek dengan pada pada lamina elastika interna

merupakan hal yang penting pada pembentukan aneurysma dan ini kemungkinan Aneurisma hemodinamik Hipertensi berhubungan terbentuk sebagai juga kerusakan sisi dimana pembuluh dari atherosklerotik. terjadi stress darah hipoplastik ruptur sering

contohnya, lebih

congenital menyebabkan aliran yang berlebihan pada suatu arteri. berperan, pasien dengan aneurisma memiliki bukti sebelumnya terjadi peningkatan tekanan darah (terbentuknya aneurisma umum terjadi pada pasien dengan hipertensi karena koarktasio aorta)

Beberapa degeneratif

penelitian memiliki

tampaknya beberapa

menunjukkan kelebihan pada

bahwa

teori teori gagal

dibandingkan neonatus

kongenital, yaitu : 1. Pemeriksaan arteri otak mengidentifikasi adanya aneurisma berry. 2. Kebanyakan aneurisma menjadi perhatian klinis pada usia 4070 tahun menunjukkan bahwa lesi ini didapat. 3. Insidensi aneurisma familial sifatnya sporadik dan jarang ditemukan. Faktor predisposisi terjadinya aneurisma: v Kongenital atau riwayat keluarga v Atherosclerosis dan hipertensi v Penyakit ginjal polikistik autosomal dominan v Vasculopati v Arteriovenous malformasi v Penyakit kelainan jaringan ikat v Anemia bulan sabit v Infeksi v Trauma v Neoplasma v Merokok v Penyalahgunaan obat dan alkohol B. GAMBARAN KLINIK Suatu aneurisma klinik massa, dapat suatu diidentifikasi aneurisma dapat karena dengan 7% dan secara berupa tidak sengaja. efek serebral ataupun biasanya atau

Gambaran kompresi

sebagai

penyebab perdarahan 90%

transient pasien

iskemik rupture aneurysma memiliki

(thrombus/emboli), asimtomatik. terjadi perdarahan

Sebanyak

subarachnoid

gejala

tanda dari kompresi struktur terdekat. Sisanya ditemukan secara

kebetulan. Gejala dini dari suatu aneurisma dapat berupa adanya sakit kepala yang terjadi tiba-tiba, terutama pada kasus pecahnya suatu aneurisma. 1. Rupture (90%) Kejadian ruptur paling sering terjadi antara usia 40-60 tahun tapi kejadian pecahnya suatu aneurisma dapat terjadi pada semua usia namun jarang pada anak-anak. Ruptur aneurisma dapat menyebabkan perdarahan intraparenkim (lebih sering pada aneurisma distal), intraventricular hemorrhage (13-28%), atau subdural hematoma (2-5%).6

Gambar 3. Perdarahan subarachnoid karena aneurisma anterior yang pecah pada seorang wanita usia 59 tahun. 4

arteri

communicans

Gambar 4 . Potongan coronal otak pria 46-tahun memperlihatkan perdarahan intracerebral dan intraventricular dekstra disebabkan rupture aneurisma

arteri cerebri media.

Gambar 5. Hematoma subdural dekstra yang besar pada wanita 48 tahun disebabkan pecahnya aneurisma arteri carotis interna.
4

Gejala suatu aneurisma yang pecah sangat bervariasi tergantung keparahan, perdarahan. kesadaran, perdarahan lokasinya, pembuluh Gambaran mual, darah otak mana yang pecah, dan lokasi klinik perdarahan subarachnoid meliputi

onset yang tiba-tiba dari sakit kepala hebat, diikuti penurunan muntah, kaku kuduk,fotofobia, hematom dan tanda-tanda dan fokal dan epilepsi. Temuan klinik tergantung tingkat keparahan subarachnoid, ada tidaknya adanya intraserebral waktu hidrosefalus, pemeriksaan

berhubungan dengan perdarahan. Sejak keparahan banyak perdarahan penelitian berkaitan yang dengan keadaan klinis ke

pasien dan dalam hal ini akhirnya berhubungan dengan hasil akhir perawatan, menggelompokkan pasien dalam 5 level seperti oleh Hunt dan Ness yang telah dipergunakan luas oleh klinisi.

Grade 0 1 2 3 4

Kondisi klinik Aneurisma yang tidak pecah Asimptomatik atau sakit kepala ringan dan kaku kuduk ringan Kaku kuduk dan sakit kepala sedang/berat; cranial neuropathy, tidak ada defisit fokal Delirium, bingung, atau defisit fokal ringan Stupor, hemiparesis sedang sampai berat

5 Koma dalam, postur deserebrasi. Tabel 2. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid Hunt dan Ness Akhir-akhir ini ada juga skala baru telah disusun dan diakui oleh World Federation of Neurosurgeont (WFN) melibatkan Glasgow Coma Scale : WFN Grade GCS Motor defisit I 15 Tidak ada II 14-13 Tidak ada III 14-13 Ada IV 12-7 Ada/tidak ada V 6-3 Ada/tidak ada Tabel 3. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid WFN Skala ini berhubungan dengan hasil akhir dan menyediakan indeks prognostik bagi para klinisi. Sebagai tambahan, skala ini dapat mencocokkan kelompok pasien untuk membandingkan efek dari teknik penanganan yang berbeda.

Ada juga pengelompokkan berdasarkan hasil temuan CT scan seperti yang ditunjukkan pada tabel 4 berikut ini :

Grade 1 2 3 4

Temuan CT scan Tidak ada darah yang terdeteksi Lapisan tipis perdarahan di subarachnoid Thrombus terlokalisir atau lapisan tebal perdarahan subarachnoid

Perdarahan intracerebral atau intraventricular dengan perdarahan difus di subarachnoid / tidak ada Tabel 4. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid berdasarkan Fisher6

2. Kompresi karena kantung aneurisma (7%) communicans anterior) dapat menekan :

Gambar 6. Gambaran CT scan perdarahan subaracnoid

Suatu aneurysma arteri carotis interna yang besar (atau arteri - Tangkai pituitary atau hypothalamus menyebabkan hypopituitarysm - Nervus oticus atau chiasma opticum menyebabkan defek lapang pandang. - Aneurisma arteri basilaris dapat menekan midbrain, pons, atau nervus III menyebabkan intracavernosa n.V dan kelemahan dapat tungkai nervus atau III, gangguan IV, VI, pergerakan bola mata. Aneurisma divisi menekan pertama ganglion trigeminalis menyebabkan

opthalmoplegia dan nyeri fasial. Aneurisma intracavernosa dapat menyebabkan nyeri fasial menyerupai neuralgia trigeminal. - Aneurisma arteri communicans posterior dapat menyebabkan n.III palsy. Ini mengindikasikan adanya perluasan aneurysma dan memerlukan penanganan yang darurat. - Aneurisma juga dapat menekan jaringan otak di sekitarnya atau hiposifis, menyebabkan tanda neurologist fokal, kejang, gejala neuroendokrinologik, atau pembesaran sella tursica.

(A)

(B)

Gambar 7. Efek massa pada aneurisma intrakranial. 4 (A) Potongan sagital otak pria 54 tahun memperlihatkan aneurisma raksasa dari arteri basilaris menekan medulla dan pons (B) potongan sagital otak pria 55 tahun menunjukkan aneurisma yang tidak pecah dari arteri carotis interna menekan nervus opticus dekstra dan chiasma opticum

3. Thrombosis Thrombosis atau kaku pada aneurisma seringkali pasien dengan mengirimkan yang tidak emboli ke daerah distal arteri, menyebabkan TIA (transient iskemik attack) infark. kuduk, Pada mungkin beberapa ditemukan aneurisma, perdarahan subarachnoid, menunjukkan gejala sakit kepala tanpa berhubungan pembesaran thrombosis atau iritasi meningeal. 4. Penemuan yang tidak sengaja (3%) Angiography seperti dapat menunjukkan penyakit hal yang atau berbeda neoplastik, selain yang SAH pada penemuan iskemik

awalnya tidak dapat mendeteksi suatu aneurysma

Simtom yang berhubungan dengan aneurisma antara lain : v Nyeri kepala: karakteristiknya adalah nyeri hebat dengan onset yang akut, dimana pasien sering mendeskripsikannya sebagai nyeri kepala terhebat dalam hidupnya." Perluasan aneurysma, thrombosis, atau intramural hemorrhage dapat menyebabkan nyeri

kepala subacute, unilateral, periorbital. Nyeri kepala tidak selalu mengikuti PSA aneurisma. v Nyeri pada wajah: aneurisma cavernous-carotid dapat menyebabkan nyeri pada wajah. v Perubahan tingkat kesadaran: Peningkatan mendadak tekanan intracranial sehubungan dengan ruptur aneurisma dapat menurunkan perfusi serebral menyebabkan syncope (50% kasus). Bingung atau penuruunan kesadaran ringan mungkin juga dapat terjadi. v Kejang fokal atau umum terjadi pada 25% kasus PSA aneurisma, dengan kejadian paling sering terjadi selam 24 jam pertama v Manifestasi iritasi meningeal: nyeri leher atau kaku kuduk, photophobia, sonophobia, atau hyperesthesia dapat terjadi pada PSA aneurisma. v Gangguan otonom: akumulasi agent-agent yang mendegradasi darah pada subarachnoid dapat menimbulkan demam. Nausea atau vomitus, berkeringat, kepanasan, and cardiac arrhythmias juga dapat muncul. v Keluhan neurologis fokal: Hemorrhage atau ischemia dapat bermanifestasi sebagai deficit neurologist fokal seperti kelemahan, kehilangan hemisensorik, gangguan bahasa, neglect, kehilangan ingatan, gangguan olfaktorius. Simtom fokal sering terjadi pada giant aneurysma. v Simtom visual: pandangan yang kabur, diplopia, defek lapang pandang dapat muncul v Disfungsi respirasi atau instabilitas cardiac. Hal ini merupakan tanda kompresi batang otak v Disfungsi hormonal: aneurisma intrasellar dapat mengganggu fungsi hipofisis. v Epistaxis: biasanya berhubungan dengan aneurisma traumatik Secara pemeriksaan fisik mungkin dapat ditemukan :

Pemeriksaan fisik umum sering menunjukkan gejala atau tanda subacute bacterial endocarditis, trauma, atau penyakit vaskuler kolagen.

Pemeriksaan fisik umum yang spesifik dapat meliputi prominent scalp veins, tanda gagal jantung kongestif (vein of Galen aneurysma), atau bruit orbital (pada aneurisma cavernous carotid ).

Temuan pemeriksaan neurologist bervariasi tergantung karakteristik aneurisma itu masing-masing :

PSA aneurisma mungkin dapat ditemukan kaku kuduk, penurunan kesadaran, subhyaloid hemorrhages, abnormalitas pupil (dilatasi pupil), ophthalmoplegia, neuropati kranialis, dan defisit fokal lainnya. Giant aneurysma atau dolichoectatic aneurysma mungkin dapat menyebabkan efek massa atau thromboembolism distal dengan defisit fokal, atropi optik ataupun kelainan neuropati kranialis lainnya, atau kompresi batang otak.

Sindrom spesifik berkaitan dengan lokasi aneurisma terjadi.

Arteri communicans anterior: Tempat tersering PSA aneurisma (34%). Biasanya aneurisma pada daerah ini tersembunyi sampai mereka ruptur. Tekanan suprachiasmatic dapat menyebabkan defek lapang pandang, abulia atau akinetic mutism, sindrom amnestia, atau disfungsi hipotalamus. Defisit neurologis aneurisma yang pecah dapat mereflesikan perdarahan intraventricular (79%), perdarahan intraparenchymal (63%), acute hydrocephalus (25%), atau stroke lobus frontal (20%). Arteri cerebri anterior: Aneurisma pada pembuluh ini, merupakan sekitar 5% dari keseluruhan kejadian aneurisma. Kebanyakan

asymptomatic sampai mereka rupture, meskipun demikian sindrom lobus frontal, anosmia, atau defisit motorik mungkin saja muncul. Arteri cerebri media : Aneurisma arteri ini terjadi sekitar 20% kasus aneurisma, secara khusus sering terjadi divisi pertama atau kedua fissura sylvia. Aphasia, hemiparesis, kehilangan hemisensorik, anosognosia, atau defek lapang pandang dapat terjadi. Arteri communicans posterior : Aneurisma pada lokasi ini terjadi sebanyak 23% kasus cerebral aneurisma. Dilatasi pupil, ophthalmoplegia, ptosis, mydriasis, dan hemiparesis dapat terjadi. Arteri carotis interna: aneurisma pada daerah ini terjadi pada 4% kasus cerebral aneurisma. Aneurisma supraclinoid dapat menyebabkan ophthalmoplegia sehugungan dengan kompresi nervus III atau defek lapang pandang dan atropi optic karena kompresi N.II. Kompresi chiasma opticum dapat menyebabkan bilateral temporal hemianopsia. Hypopituitari atau anosmia dapat terjadi pada giant aneurysma. Efek massa aneurisma cavernous-carotid di sinus cavernosa, menyebabkan ophthalmoplegia dan kehilangan sensorik wajah. Rupture aneurisma ini umumnya menyebabkan carotid-cavernous fistula, PSA, atau epistaxis. Arteri basilaris: merupakan aneurisma tersering pada sirkulasi posterior, sekitar 5% kasus aneurisma. Temuan klinik biasanya berkaitan dengan PSA, meskipun bitemporal hemianopsia atau parese okulomotorik dapat terjadi. Dolichoectatic aneurysma dapat menyebabkan disfungsi bulbar, kesulitan respirasi, or neurogenic pulmonary edema. Arteri vertebralis atau arteri cerebellaris posterior inferior: Aneurysma pada segmen arteri ini umumnya menyebabkan ataxia, disfungsi bulbar, dan keterlibatan spinal. Tanda lokalisasi palsu: dapat berhubungan dengan parese N.III dan hemiparesis karena herniasi uncus, parese CN IV dengan

peningkatan tekanan intrakranial, homonymous hemianopsia disebabkan kompresi arteri cerebri posterior sepanjang tepi tentorium, disfungsi batang otak berkaitan dengan herniasi tonsilar dan vasospasme.

Gambar 8. Gambaran funduskopi mata kanan pada wanita 45 tahun dengan perdarahan subhyaloid karena rupture aneurisma arteri cerebri media.
4

C. DIAGNOSA PENUNJANG Diagnosis suatu aneurisma ataupun komplikasi yang disebabkannya mungkin memerlukan alat bantu penunjang antara lain : 1. CT scan 2. CT Angiography 3. MRI / MR Angiography 4. Cerebral Angiography 5. Lumbal punksi 6. Lab 7. EEG 8. EKG 9. Alat bantu penunjang diagnosa lainnya Kemajuan dalam teknik neuroradiologi telah banyak membantu dalam mendiagnosis aneurisma. Metode noninvasive angiographic, seperti computed tomographic angiography (CTA) dan magnetic resonance angiography (MRA), memungkinkan deteksi karakteristik aneurisma secara 3D untuk mengevaluasi morfologi aneurisma. CT scan atau MRI juga memberikan informasi yang penting dalam perencanaan operasi. Tetapi, perdarahan minor aneurisma tidak dapat

dideteksi dengan metode noninvasive . Dengan kombinasi beberapa diagnosa penunjang ini maka 97% kasus dapat teridentifikasi tepat. Tiga teknik yang sering digunakan untuk mendiagnosis aneurisma intracranial 1. CT scan PSA aneurisma dapat dideteksi pada 90-95% kasus. Jika CT scan negative dan PSA diduga maka lakukan lumbal punksi (LP). Baik nonkontras maupun kontras CT scan harus dilakukan. Edema sekitar dan reaksi inflamasi dapat terlihat dengan kontras setelah pemeriksaan nonkontras dilakukan. adalah cerebral angiography konvensional, MRI angiography, dan helical (spiral) CT angiography.

Gambar 9. Cerebral aneurysma. Basilar tip aneurysm terlihat pada CT scan (kiri) dan T2-weighted MRI (kanan).
5

CT

scan

dapat atau

menunjukkan pada

hematom

intraparenkim berat juga

atau dapat dapat karena

ekstraparenkim bahkan melalui

perdarahan

subarachnoid CT scan

muncul pada sisterna basalis, fissura interhemisfer/Slyvian atau konveksitas serebri serebral. yang mendeteksi infark terjadi kemudian

vasospasme atau hidrosefalus progresif. Perdarahan subarachnoid lama sulit dideteksi dengan MRI. CT scan terkadang juga tidak dapat mendeteksi seperti perdarahan fossa subarachnoid sulit disebabkan untuk beberapa alasan, yaitu juga darah intracranial yang terlalu sedikit, area perdarahan posterior tergambarkan, jarak waktu pemeriksaan CT scan dengan terjadinya PSA terlalu lama dan darah tidak terlihat lagi. Setelah 6-10 hari perdarahan

CT scan tidak dapat memperlihatkan PSA. Jika PSA diduga terjadi namun temuan CT scan normal maka MRI dapat mengidentifikasi perdarahan. 2. Computed tomography Angiography (CTA) Dewasa ini, helical CT angiography telah digunakan untuk mendeteksi intracranial aneurysms, dan laporan awal menyebutkan tingkat kemampuan mendeteksi alat ini sama dengan MRI angiography. keuntungan helical CT angiography pada perencanaan operatif adalah kemampuannya untuk memperlihatkan aneurisma pada struktur tulang dasar otak. Helical CT angiography juga berguna untuk skrining aneurisma baru pada pasien dengan aneurisma awal yang ditatalaksana dengan ferromagnetic clips; Klip tua ini adalah kontraindikasi absolut untuk MRI angiography. Bagaimanapun, MRI dapat digunakan secara aman umumnya pada pasien dengan nonferromagnetic metallic clips. Conventional CT scanning adalah metode terpilih untuk mendeteksi kalsifikasi di dalam dinding aneurisma. CTA dapat mendeteksi aneurisma berukuran > 3 mm, menyediakan informasi lengkap seperti arteri asal dan lebar leher aneurisma. CTA dapat mendeteksi lebih dari 95% aneurisma. CTA lebih baik dibandingkan MRA karena waktu pemeriksaan yang lebih singkat, artefak yang lebih sedikit, dan demostrasi tempat lain lebih baik. Tetapi struktur tulang dan vena dapat menyulitkan pembacaan.

Gambar 10. CT angiography pada aneurisma arteri cerebri media dekstra.

3. MRI Karena tidak memerlukan injeksi bahan kontras secara MRI intravascular, MRI angiography adalah diagnosa penunjang yang lebih menyenangkan bagi pasien dan tidak beresiko. Sekarang angiography dapat mendeteksi intracranial aneurysms dengan

diameter 2

atau

mm

tetapi

pada

beberapa

studi

menunjukkan

teknik ini paling baik untuk mendeteksi aneurisma diameter 5 mm. Kadang-kadang beberapa aneurisma kecil dapat tidak terdeteksi dengan untuk standar beberapa MRI angiography. dan teknik jarang Meskipun teknik ini sering digunakan MRI MRI diagnosa adalah skrining yang intracranial baik untuk aneurysma, operasi.

angiography

digunakan

untuk paling

perencanaan

memperlihatkan yang tidak

thrombus di dalam kantong aneurysmal. Meskipun jarang kadang ada kandungan thrombus intracranial aneurysma dapat terlihat dengan angiography tetapi dapat terlihat dengan jelas melalui MRI. lebih secara 3-D. 4. Angiography Cerebral angiography konvensional merupakan pilihan utama dalam mendiagnosa aneurisma intracranial dan lokasi anatomisnya. Lokasi, ukuran, dan morfologi aneurisma dapat dideteksi baik pada keadaan akut maupun chronic dengan modalitas ini. Aneurisma besar terkadang dapat terdeteksi dengan CT scan atau MRI tetapi cerebral angiography tetap merupakan prosedur diagnostik tetap. Arteriography serebral dapat memperlihatkan 90% kasus aneurisma. Karena sering terdapat lebih dari satu aneurisma maka keseluruhan sistem arterial serebri harus diperiksa. Vasospasme sering mengaburkan adanya aneurisma, karena itu hasil arteriogram awal yang negatif harus diulang 1 atau 2 minggu kemudian. Beberapa tempat tingkat resiko cerebral dan angiography ginjal. 0,1 pada %, konvensional Pada dan meliputi kasus, infark serebri, terjadinya penyuntikan, mortalitas kurang hematoma atau pseudoaneurisma pada kebanyakan tingkat usia dari kerusakan dengan dengan MRA dapat mendeteksi aneurisma ukuran 4 mm /

gagal

neurologist diperkirakan sekitara 0,5 %. Kebanyakan penyakit komplikasi terjadi pasien tua atherosclerotic, tetapi tidak pada pasien

intracranial dengan

aneurysms.

Bagaimanapun tinggi

resiko pada

yang

berkaitan pasien

angiography

kadang

beberapa

intracranial aneurysms, contohnya pada pasien dengan kelainan jaringan ikat luas seperti EhlersDanlos syndrome).

(a) (b)
Gambar 11. Arteriogram (a), MRI Angiogram (b), and Helical CT Angiogram (c) menunjukkan aneurisma pada arteri vertebrobasilar yang belum pecah pada seorang wanita berusia 41 tahun. 5

(c)

5. Alat Bantu penunjang lainnya v Transcranial Doppler ultrasonography: TCD membantu diagnosis vasospasme dan monitoring lanjutan aliran darah cerebral. v Single-photon emission computed tomography (SPECT), positron emission tomography (PET), xenon-CT (XeCT): Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan iskemik berkaitan dengan vasospasme, meskipun modalitas ini tidak dilakukan rutin. v Foto radiologik vertebra servikal: penilaian radiografik vertebra cervical harus dilakukan pada setiap pasien coma yang tidak diketahui pasti penyebabnya. v EKG: Cardiac arrhythmias dan myocardial ischemia dapat terlihat. Aneurysmal SAH dapat berhubungan dengan beberapa perubahan ECG meliputi puncak gelombang P, QT interval yang memanjang. v Echocardiography: sumber emboli cardiak, termasuk endocarditis dan myxomas, dapat terlihat pada aneurisma infeksi atau neoplastik.

v Evoked potentials dan EEG: pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan kejang akibat komplikasi PSA aneurisma. v Lumbal punksi (LP) . Jika MRI gagal atau tidak ada maka lumbal punksi dapat dilakukan. LP dapat membantu diagnosis PSA aneurisma dengan tanpa tanda-tanda fokal dan efek massa. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya dapat terlihat xantokrom atau adanya eritrosit pada CSS namun kadang-kadang dapat terlambat dalam beberapa jam baru muncul. Xantokrom ini dapat terlihat 1233 hari dengan puncaknya hari ke 23. Tekanan CSS biasanya selalu tinggi, terdapat elevasi protein dan hipoglikemia. Awalnya proporsi leukosit dengan eritrosit seperti pada darah tepi, lebih lanjut akan terjadi pleositosis reaktif. Sel darah merah dan xantokrom menghilang sekitar 2 minggu setelah perdarahan. Kultur dapat menunjukkan etiologi infeksi. v Lab: Hitung jenis dan trombosit: monitor adanya infeksi, anemia, dan resiko perdarahan. Prothrombin elektrolit time dan (PT)/activated osmolaritas: partial thromboplastin time (aPTT): mengidentifikasi resiko perdarahan. monitor hyponatremia, address arrhythmogenic abnormalities, glucosa darah, dan monitor terapi hyperosmolar untuk pengingkatan tekanan intracranial. Liver function test: mengidentifikasi disfungsi hepatik yang dapat memparah komplikasi. Analisa gas darah untuk melihat kadar oksigen.

Skrining Skrining untuk aneurisma intracranial asymptomatik harus dilakukan karena PSA memiliki prognosis yang buruk, sementara penatalaksanaan aneurisma intracranial asymptomatik berhubungan erat dengan tingkat morbiditas (< 5 %) dan mortalitas (< 2 %).

Skrining adalah

harus mereka

disarankan yang dan

pada

pasien riwayat -10 %

dengan

resiko

tinggi

terjadinya aneurisma. Dua kelompok utama yang harus diskrining memiliki dengan 5 Sekitar keluarga ginjal orang aneurisma polikistik dengan dominan intrakranial autosomal asimptomatik mereka penyakit

dominan

dewasa

penyakit

ginjal

polikistik

autosomal

memiliki kelainan aneurisma sakular. D. MORTALITAS DAN MORBIDITAS ANEURISMA YANG PECAH Perdarahan aneurisma terjadi selamat subarachnoid bertahap (PSA) yang disebabkan waktu. pecahnya pasien suatu yang

memiliki resiko mortalitas yang tinggi yang secara tergantung awal, Dari dan perdarahan rebleeding infark serebri

secara pada

menjadi penyebab utama kematian. Dari hasil studi pada tahun 1960 dari 100 pasien dengan aneurismal SAH yang dirawat secara konservatif pertama di didapatkan RS, 15 hasil 15 orang di antaranya 24 jam meninggal pertama-2 sebelum mencapai rumah sakit, 15 orang meninggal dalam 24 jam orang meninggal antara minggu, 15 orang meninggal antara 2 minggu-2 bulan, 15 orang lagi meninggal antara 2 bulan-2 tahun kejadian dan hanya 25 orang yang selamat tapi dengan defisit neurologis menetap. E. PENATALAKSANAAN ANEURISMA Penatalaksanaan suatu aneurisma meliputi :

Monitor tanda-tanda vital dan neurology terus menerus. Jalan napas, pernapasan dan sirkulasi harus dimonitor ketat dan dilakukan intubasi endotrakea.

Pilihan terapi harus didasarkan kondisi klinis pasien, anatomi vaskuler aneurisma, dan pertimbangan teknik bedah atau endovascular.

PSA aneurisma harus dirawat di ICU dengan monitoring jantung.

Sebelum terapi definitive dilakukan maka harus dijaga agar tidak ada hipertensi dengan pemberian calcium channel blocker, dan pencegahan kejang.

Induksi hypertensi, hypervolemia, dan hemodilution ("triple-H therapy") bertujuan untuk menjaga tekanan perfusi otak pada keadaan autoregulasi cerebrovascular yang terganggu.

Intraarterial papaverine atau endovascular balloon angioplasty dapat digunakan untuk merawat vasospasm pada beberapa pasien tertentu

Pada aneurisma infeksi harus dihindarkan pengunaan antikoagulan. Begitu infeksi dapat terkontrol dengan antibiotic maka terapi bedah harus dilakukan. Regresi atau evolusi aneurysma harus dimonitor dengan serial angiography.

Penatalaksanaan aneurysma intracranial yang belum pecah masih menjadi kontroversial. International Study of Unruptured Intracranial Aneurysms (ISUIA) mengindikasikan bahwa tingkat kejadian rupture aneurisma ukuran kecil sangat kecil. Aneurisma dengan ukuran < 10 mm memiliki tingkat kejadian rupture tahunan sekitar 0.05%. Penatalaksanaan profilaksisnya meliputi teknik bedah / endovaskular.

Tujuan kantung arteri

utama utama.

penatalaksanaan dari Penatalaksanaan

aneurisma aneurisma

adalah sejak

mengeluarkan menjaga dilakukan

aneurisma

sirkulasi

intracranial

sambil lama

bidang telah

bedah

saraf

tetapi

sejak

tahun

1990,

neuroradiologis pasien dengan aneurisma

menggunakan terapi

teknsik definitif

endovascular untuk

intracranial aneurysma yang jumlahnya terus meningkat. Operasi merupakan sakular. 1. Operasi Penempatan definitif operasi klip klip dan melintasi utama leher karena aneurisma efikasi aneurysm adalah terapi pilihan pada jangka dengan panjangnya meletakkan leher penatalaksanaan

yang telah terbukti. Pada tahun 1936, Walter Dandy melakukan pertama yang intracranial oleh perak dibuat Harvey Cushing, melintasi

aneurisma pada persambungan arteri carotis interna dengan arteri communicans posterior pada pasien dengan parese N.III.4 Sejak itu teknik operasi teknik untuk bedah aneurisma telah berkembang operasi, pesat menggunakan beberapa vascular mikro, mikroskop tergantung koagulasi atau harus yang

bipolar dan klip aneurisma yang bervariasi.. Tingkat keamanan operasi grafting aneurisma atau ukuran, arrest pada massa lokasi yang pasien konfigurasi, dan teknik tambahan yang sulit seperti teknik bypass hypothermic harus cardiac efek digunakan. Operasi menunjukkan darurat dilakukan

gejala

klinis

karena

hematoma

intracerebral atau subdural 2. Terapi Endovascular Terapi endovaskuler terkini melibatkan insersi kawat halus ke dalam lumen aneurisma seperti yang trerlihat pada gambar 10.4 Kemudian melalui proses elektrothrombosis, thrombus lokal terbentuk di sekitar kawat di dalam aneurysm.
4

Tujuan utama

teknik ini adalah obliterasi sempurna (thrombosis) kantung aneurisma. Banyak factor yang memperngaruhi keberhasilan obliterasi tapiyang terpenting adalah rasio leher dengan fundus aneurisma. Aneurisma dengan leher yang luas sering tidak terobliterasi sempurna. Embolisasi dengan teknik endovascular

memiliki resiko yang lebih sedikit tetapi efektifitas jangka panjangnya belum terbukti4. Penatalaksanaan meliputi pencegahan peningkatan tekanan intracranial seperti tirah baring total, sedatif, analgesik, laksatif, antitusif, antiemetik, antikonvulsan. Penatalaksanaan hipertensi juga dapat menurunkan resiko perdarahan ulang tetapi mengandung resiko infark serebri pada pasien dengan vasospasme serebri. Antifibrinolitik seperti epsilon aminocaproic acid (EACA) dan asam traneksamat mencegah bekuan aneurisma lisis dan karena itu mencegah rupture kembali. Tetapi mereka juga menunda lisis bekuan sisternal dan meningkatkan vasospasme. Bahan-bahan vasoaktif yang terdapat pada bekuan darah sisternal meliputi oksihemoglobin, serotonin, cathecolamine, prostaglandin, substansi P, calcitonin gen peptide, endothelin, platelet-derived growth factor, dan peptide lainnya telah terbukti menebabkan vasospasme. Penatalaksanaannya meliputi reserpine, kanamycin, aminophylin, isoproterenol, prostacyclin, naloxone, lidocaine, diprydamole, dan tromboxane synthetase inhibitor. Tetapi tidak keuntungan yang jelas ditunjukkan oleh regimen ini. Penggunaan nimodipine dan nicardipine lebih menjanjikan karena dapat mengurangi isnsidensi defisit iskemik persisten setelah PSA. Operasi yang cepat juga memungkinkan evakuasi hematoma. Sebelum operasi pasien dijaga supaya tetap euvolemik dan diberikan nimodipine. Selama operasi mereka mendapat manitol dan drainase CSS melalui kateter spinal.

(a) (c)
a. b. c. d. e.

(b)

Gambar 12. Penatalaksanaan aneurisma intracranial menggunakan kliping atau endovascular coil 5 Angiogram carotid lateral wanita 35- tahun menunjukkan 17-mm supraclinoid aneurisma arteri carotis interna sebelum diterapi Setelah penempatan sebuah SundtKees clip Angiograms anteroposterior pada wanita usia 53 tahun menunjukkan aneurisma basilaris ukuran 13sebelum diterapi Setelah penempatan 4 Guglielmi detachable coils dengan panjang total 90 cm Coil yang tampak padat dapat terlihat mudah dengan foto plos kepala biasa

(e)
Gambar 12. Penatalaksanaan aneurisma intracranial menggunakan kliping atau endovascular coil 5 Angiogram carotid lateral wanita 35- tahun menunjukkan 17-mm supraclinoid aneurisma arteri carotis interna sebelum diterapi Setelah penempatan sebuah SundtKees clip Angiograms anteroposterior pada wanita usia 53 tahun menunjukkan aneurisma basilaris ukuran 13sebelum diterapi Setelah penempatan 4 Guglielmi detachable coils dengan panjang total 90 cm Coil yang tampak padat dapat terlihat mudah dengan foto plos kepala biasa

f. g. h. i. j.

Konsultasi: Pendekatan multidisiplin harus dilakukan untuk penatalaksanaan aneurisma meliputi:

Bedah saraf Interventional neuroradiologis Ahli saraf Spesialis rehabilitasi medik

Diet: Pasien dengan kemungkinan operasi harus puasa. NGT harus terpasang pada pasien penurunan kesadaran. Aktivitas:

Tirah baring total setelah PSA aneurisma. Lakukan gerakan pasif. Setelah tindakan bedah saraf atau endovascular dilakukan maka pasien harus dilakukan : 1. Pemeriksaan neurologi serial 2. Hindari hypotensi atau hypertensi (tekanan arteri rata-rata [MAP] harus berkisar antara 70-130 mm Hg) 3. Penggunaan larutan isotonik, seperti saline normal, untuk meminimalisir cerebral edema. 4. Terapi atau profilaksis kejang 5. Terapi infeksi saluran kencing 6. Pencegahan thrombosis vena 7. Profilaksis untuk ulkus gastrikum 8. Terapi fisik, okupasi dan wicara 9. CT scan ulang pada deteriorasi klinik

F. KOMPLIKASI PERDARAHAN SUBARACHNOID ANEURYSMA

Intracranial Ekstracranial

: :

perdarahan infark

ulang,

iskemia cardiac

cerebral/infark, arritmia, oedem

hydrocephalus, hematoma yang meluas, epilepsy miokard, pulmoner, perdarahan lambung (stress ulcer) 1. Perdarahan Ulang Perdarahan ulang adalah masalah utama yang mengikuti aneurismal PSA. Dalam 28 hari pertama (pada pasien yang tidak dirawat) sekitar 30% pasien akan menglami perdarahan ulang, sisanya 70% meninggal. Sebagai contoh, jika pasien selamat melewati 30 hari pertama setelah perdarahan, masih ada 20% kemungkinan perdarahan ulang terjadi dalam 5 bulan mendatang. tingi Meskipun dalam ulang 6 jika pasien pertama kematian selamat satu melewati periode resiko bulan

tetap masih ada kemungkinan perdarahan ulang dan kematian dala tahun tersebut. Pada perdarahan resiko meningkat 2 kali dibandingkan dengan perdarahan awal.

Tingkat kejadian perdarahan ulang dipengaruhi beberapa faktor seperti dan identifikasi yang tepat neurologis kumulatif onset perdarahan dan awal, identifikasi yang tepat adanya perdarahan ulang, terapi medis pembedahan, kondisi Laporan pasien tingkat pemberian ulang antifibrinolitik. 17-22%. Setiap pasien yang mengalami penurunan kesadaran tiba-tiba memerlukan pemeriksaan CT scan. CT scan membantu mendiagnosis perdarahan ulang dan menyingkirkan penyebab lain deteriorisasi seperti acute hydrocephalus. 2. Iskemik / Infark Serebri perdarahan

selama 2 minggu pertama setelah perdarahan awal berkisar antara

Setelah

PSA,

pasien serebri

memiliki dan hal

resiko ini

tinggi merupakan

untuk

terjadi yang

infark/iskemik

faktor

berkontribusi penting pada tingkat mortalitas dan morbiditas. Infark/ iskemik serebri dapat terjadi secara cepat atau langsung sebagai hasil dari perdarahan, tetapi lebih sering berkembang 412 hari setelah onset, baik sebelum atau sesudah operasi disebut delayed cerebral ischemia. Diperkirakan sekitara 25% pasien terjadi iskemik/infark serebri dan dri 25% kelompok ini akan meninggal kemudian. Sekitar 19% yang selamat akan cacat permanen. Beberapa faktor kemungkinan berperan pada pada perkembangan angiography

iskemia/infark

serebral.

Vasospasme

arterial

terjadi pada > 60% pasien setelah SAH baik focal maupun difus. Perkembangan vasospasme menunjukkan pola yang sama terlambatnya dengna iskemik serebral. Patogenesis terjadinya vasospasme arteri sangat kompleks. Banyak substansi vasokonstriktor yang dilepaskan dari dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang muncul pada CSF setelah SAH seperti serotonin, prostaglandin, oxyhaemoglobin, bahwa penyempitan tetapi pada beberapa penelitian gagal membuktikan mengembalikan iskemik. antagonist vasokonstriktor atau telah

angiographic

mengurangi

insiden

Kegagalan ini mungkin hasil perubahan arteriopathic yang telah diamati terjadi pada dinding pembuluh darah. Hanya antagonois calcium yang muncul yang memiliki efek menguntungkan. Semakin tinggi scan) jumlah semakin darah tinggi yang terlihat pada cisterna arteri basalis dan (CT insiden penyempitan defisik

iskemik. 3. Hypovolemia Hyponatremia yang berkembang setelah SAH pada banyak pasien karena sekresi sodium renal yang berlebihan daripada efek dilusi karena sekresi ADH yang tidak berimbang. Kehilangan cairan dan

penurunan volume plasma kemudian terjadi. Pasien ini kemungkinan pada resiko tinggi trjadinya iskemik serebral, sehungungan dengan hasil peningkatan viskositas darah. 4. Penurunan tekanan perfusi serebral. Setelah SAH, hematoma intracranial atau hydrocephalus dapat menyebabkan peningkatan pada tekanan intrakranial. Efek klinik dari cerebral iskemik/ infark tergantung dari daerah perdarahan arteri tersebut. Pada daerah serebri anterior dapat menyebabkan kelemahan tungkai bawah, inkontinensia, bingung, dan akinetic mutisme. Pada daerah serebri dysphasia hasil media (pada dapat hemisfer menyebabkan dominan). arteri hemiparesis, kelainan hemiplegia, sebagai

Gambaran klinis pada kedua daerah ini dapat merupakan gambaran klinik perluasan kelainan pada carotis dengnan edema hemisfer. Umumnya iskemik terjadi pada berbagai area, seringnya pada kedua hemisfer. Ini berhubungan dengan pola spasme arterial. Transcranial velositas dan di Doppler dalam : peningkatan pembuluh awal signifikan dapat ini dari kecepatan

darah kelainan

mengindikasikan untuk pencegahan

terjadinya vasospasme meskipun gambaran klinik belum berkembang, memungkinkan deteksi kerusakan lebih lanjut. 5. Hydrocephalus Setelah SAH, aliran cairan serebrospinal (CSF) dapat terganggu oleh : bekuan darah pada cisterna basalis (communicating hydrocephalus) obstruksi pada villi arachnoidalis(communicating hydrocephalus) bekuan darah di dalam sistem ventrikular (obstruktif hydrocephalus)

Hidrosefalus akut terjadi pada sekitar 20% pasien, biasanya pada beberapa komplikasi hari pertama Hanya setelah 1/3 onset, yang biasanya merupkan gejala lanjut. pasien menunjukkan

sakit kepala, tingkat kesadaran yang terganggu, inkontinensia, atau gait ataksia berat. Lebih lanjut lagi sekitar 10% pasien hidrosefalusnya berkembang terlambat yaitu bulanan atau bahkan tahunan setelah perdarahan. 6. Hematoma Intracranial yang Meluas Pembengkakan menyebabkan fokal. 7. Epilepsi Epilepsi dapat terjadi pada stadium manapun setelah SAH, khusunya jika hematoma menyebabkan kerusakan cortikal. Kejang dapat umum maupun parsial (focal) Komplikasi ekstracranial 1. Infark myocard/aritmia cordis : EKG dan patologis myocardium sering ditemukan setelah SAH, dan fibrilasi ventrikel sering terdeteksi. Kelainan ini dapat muncul sekunder dari pelepasan cathecolamin setelah kerusakan iskemik hypothalamus. 2. Edema pulmoner : biasanya terjadi stelah SAH, kemungkinan sebagai hasil gangguan simpatetik masif. 3. Perdarahan lambung : perdarahan dari erosi gastric biasanya terjadi setelah SAH tetapi jarang mengancam jiwa. otak efek di massa sekitar dari hematoma intracerebral dapat dapat hematoma. Ini menyebabkan

deteriorasi progresif pada tingkat kesadaran atau progresi tanda

G. PENANGANAN ANEURYSMA PASCA SAH Nyeri kepala memerlukan analgetik kuat seperti codein atau dihydrocodeine. Analgesik yang lebih kuat dapat menekan tingkat kesadaran dan menutupi deteriosasi neurologis. Penanganan lebih ditujukan untuk pencegahan komplikasi. A. Pencegahan Perdarahan 1. Tirah baring (bed rest) 2. Antifibrinolytic agents : asam traneksamat, epsilon aminocaproic acid. darah Obat-obatan sekitar ini telah digunakan bertahun-tahun untuk mencegah perdarahan ulang dengan memperlambat disolusi bekuan fundus aneurysma. Antifibrinolytic mengurangi resiko perdarahan ulang sampai 50%. 3. Operasi Kliping leher aneurysma adalah salah satu cara mencegah perdarahan ulang tetapi teknik ini tidak selalu mungkin bisa dilakukan dan metode lain kadang digunakan. Waktu untuk memulai operasi masih merupakan hal yang kontroversial sampai sekarang. Metode perbaikan aneurysma 1. Kliping langsung leher aneurysma adalah metode terbaik untuk penanganan hati dan mencegah arachnoid ruptur sekitar aneurysma leher lebih lanjut; klip aneurysma jarang lepas setelah pemasangan. Diseksi secara hatijaringan aneurysma memunkginkan pemasangan klip secara akurat. 2. Ballon embolisation : Pengembangan balon yang dimasukkan melalui cateter angiographyc khusus ke dalam kantong aneurysma jarang berhasil. Teknik ini berisiko menyebabkan aneurysma tiba-tiba pecah atau menyebabkan lepasnya fragmen balon ke sirkulasi distal menyebabkan stroke emboli. 3. Coil embolisation : Dalam tahun-tahun terakhir, radiologis telah berhasil memasukkan coil helical platinum single / multiple ke dalam aneurysma untuk menginduksi thrombosisi. Meskipun hal ini

masih dalam tahap percobaan tetapi hasil teknik ini menjanjikan. Sebuah kateter penuntun dimasukkan melalui leher aneurysma. Coil dilekatkan pada ujung kawat penghantar dimasukkan melalui kateter kedalam fundus aneurysma. Setelah penempatan tepat maka aliran listrik tertentu dapat melepaskan elektrokimia dari kawat penghantar. Komplikasi masih dapat terjadi selama prosedur dan jika fundus tidak terobliterasi sempurna maka perdarahan ulang dapat terjadi. Semakin luas leher aneurysma dan semakin besar ukurannya maka semakin kecil kemungkinan menghasilka obliterasi sempurna. 4. Trapping : mengklip bagian proksimal dan distal pembuluh darah adalah seperti defisit satu-satunya giant dan ulang cara pengangan memiliki bypass dengan pada beberapa Ini tinggi aneurysma mencegah arteri sebelum ini intracavernosa Prosedur aneurysma. resiko :

perdarahan temporalis 5. Proksimal digunakan seperti

tetapi

menghasilkan media

iskemik.

anastomosis cerebri

superficialis

arteri

trapping dapat meminimalisir komplikasi tersebut. occlusion-ligasi aneurysma carotis communis. : langsung atau teknik dari untuk yang muncul arteri arteri

carotis diaman kliping telah gagal atau tidak mungkin dilakukan pada aneurysma intracavernosa aneurysma opthalmica raksasa. Kebanyakan pasien dapat bertoleransi baik denganoklusi ateri carotid communis; sirkulasi kolateral melalui sirkulus Willisi dan mungkin dari aliran balik pada ateri carotis eksterna biasanya menyediakan aliran darah hemisfer yang cukup untuk mencegah komplikasi emik. Oklusi balon pada arteri carotis intera adalah salah satu teknik alternatif. Penelitian mengenai oklusi ini aliran sementara dan darah cerebral selama oklusi dapat temporal atau dibawah anestesi lokal mempresikdsi Ligasi

pasien yang gagal bertoleransi dengan teknik ini tetapi metode sulit defisit iskemik lanjut sering terjadi.

carotis

mencegah

pasien

dari

perdarahan

ulang

pada

periode

resiko tinggi. Para ahli menyatakan operasi bahwa operasi ketika yang dilakukan ditunda hasilnya pada hari

pertama atau kedua perdarahan mengandung resiko tinggi. Tingkat mortalitas minggu. menurun operasi baik beberapa tetapi Semakin lama ditunda semakin

semakin lama ditunda semakin besar kemungkinan kematian karena perdarahan ulang. Kondisi Sebagai klinik pasien ahli juga memegang sering peranan penting, semakin periode sejak berat kondisi klinik pasien maka semakin jelek hasil akhirnya. hasilnya bedah mempertimbangkan sekitar 6-14 hari pelambatan optimal untuk operasi

perdarahan, waktu yang pasti tergantung kondisi klinis pasien. Pada tahun-tahun terakhir dengan semakin majunya teknik anestesi dan operasi, maka operasi awal dalam beberapa hari dapat dilakukan. Kebanyakan ahli bedah sekarang menyarankan operasi dalam 3 hari memungkinkan jika pasien dalam grade I atau II. Resiko tambahan yang muncul kecil dan lebih menguntungkan karena dapat mencegah perdarahan ulang. Begitu aneurysma diklip, maka metode agresif dapat untuk merawat Waktu iskemik optimal dapat untuk menginduksi operasi pada hipertensi dilakukan.

pasien yang kondisinya jelek dan berada pada grade jelek tetap menjadi kontroversi dan memerlukan penelitian lebih lanjut. B. Pencegahan Iskemik/Infark Cerebri Iskemik cerebral masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas setelah perdarahan subarachnoid. Calcium antagonis : Nimodipine telah terbukti meningkatkan hasil akhir perwatan dan mengurangi deficit neurologist jika diberikan

pada 21 hari pertama setelah PSA terjadi. Beberapa penelitian menyatakan akhir. dengan bahwa Nimodipine melalui dan Nicardipine keduanya dapat mengurangi 1/3 insidensi infark cerebri dan meningkatkan hasil Mekanismenya mengurangi peningkatan dari sirkulasi kolateral kalsium ke efek berbahaya peningkatan

dalam sel-sel otak dengan mengurangi vasospasme. Menghindari terapi antihipertensi : Terapi antihipertensi dulu digunakan luas setelah SAH untuk mengurangi reactive hipertensi dan secara teoritis mengurangi resiko perdarahan ulang. Pada seseorang yang normal saat terjadi penurunan tekanan darah maka akan terjadi vasodilatasi cerebral untuk mempertahankan aliran cerebral (autoregulasi). Setelah SAH, autoregulasi ini sering terganggu, penurunan tekanan darah menyebabkan pengurangan aliran darah otak dengan resiko iskemik yang tinggi. Beberapa bukti menyebutkan bahwa pasien dengan SAH yang menggunakan obatobat antihipertensi memiliki resiko signifikan untuk terjadinya infark . Mencegah hypovolemia pemasukan sodium dengan cairan dan intake yang cairan. cairan (3 yang liter tinggi per :

maintenance oleh

banyak Jika

hari)

dapat membantu mencegah penurunan volume plasma yang disebabkan kehilangan hiponatremia terjadi jangan membatasi cairan, hal ini secara signifikan meningkatkan infark serebri. Jika level sodium di bawah 130 mmol/L berikan fludorocortisone atau saline hipertonik. Peningkatan koloid Ini volume plasma : peningkatan dekstran volume 70, pada plasma Haemacel pasien dengan dapat dengan

seperti

protein

plasma,

meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan aliran darah otak. harus diberikan sebagai profilaksis resiko tinggi (kelebihan berat darah sisternal dengna CT scan

atau

Doppler

velositas

tinggi)

atau

pada

tanda

klinis

awal

iskemik. Jika 1. terdapat bukti klinik bahwa iskemik berkembang walaupun

telah diterapi dengan cara ini maka dapat dikombinasi dengan : Terapi hipertensi : perawatan dengan agen inotropik seperti dobutamine meningkatkan cardiac output dan tekanan darah. Sejak autoregulasi otak gagal setelah PSA, meningkatkan tekanan dapat meningkatkan aliran darah otak. Sampai 70% darah desifit

neurologis karena iskemik yang terjadi setelah operasi aneurysma dapat diturunkan dengan menginduksi hipertensi sampai tingkat kritis defisit infark. tekanan darah . Pengenalan mencegah yang dini dan dapat penatalaksanaan iskemik memicu menjadi edema neurologis dapat progresi

Penatalaksanaan

terlambat

vasogenik pada daerah iskemik. 2. Neuroprotektor : beberapa neuroprotektor baru ( selain antagonis calcium) sekarang sedang dalam penelitian pada pasien dengan PSA tetapi kegunaan mereka masih belum diketahui. C. Hidrosefalus Hidrosefalus cairan ventrikuler menyebabkan (lumbal deteriosasi yang akut memerlukan dengan dapat drainase kateter serebrospinal (CSS) punksi drainase darurat

sementara CSS

memguntungkan dengan

sementara). Deteriosasi bertahap atau kegagalan yang meningkat mengindikasikan permanen ventriculoperitoneal atau lumboperitoneal shunt. D. Perluasan Hematom Intracerebral Hematoma intraserebral yang berasal dari ruptur aneurysma tidak memerlukan menyebabkan angiography penatalaksanaan deteriosasi darurat diikuti spesifik pengeluaran kecuali Ini hematom efek dengan massa atau tingkat kesadaran. memerlukan

tanpa kliping simultan, dibawah kondisi ini mortalitas operasi sangat tinggi. M. PROGNOSA Prognosis suatu aneurisma tergantung dari 7: Usia

Status neurologikus dalam perawatan Lokasi aneurisma Selang waktu antara awal kejadian perdarahan subarachnoid dengan penatalaksanaan medis

Adanya hipertensi dan penyakit lain Tingkat vasospasme Adanya perdarahan ulang atau tidak Tingkat perdarahan subarachnoid Adanya perdarahan intraventrikular atau intraparenkimal

Pasien dengan status klinis grade I (sakit kepala ringan atau meningismus ringan), II (sakit kepala berat, meningismus, atau neuropati kranial), III (letargi, bingung, atau tanda neurologik fokal) pasien memiliki grade prognosa yang lebih baik yang dibandingkan buruk) danV dengan (koma IV(penurunan kesadaran

dengan flaksiditas atau postur tubuh abnormal). Pasien grade IV dan V memiliki kecenderungan hasil yang buruk meskipun mereka mendapat perawatan apapun. Tingkat mortalitas operatif sendiri berkisar antara 8-45% tergantung kondisi klinis dan waktu pasien .

III. KESIMPULAN 1. Aneurisma adalah pelebaran abnormal dari sebuah arteri yang berhubungan dengan kelemahan pada dinding arteri yang disebabkan adanya defek pada tunika media / lamina elastika yang terganggu. 2. Pada otopsi di Amerika Serikat, kejadian aneurisma intrakranial ditemukan pada sekitar 1% populasi. Insidensi perdarahan subarachnoid disebabkan rupturnya aneurisma sekitar 6-16% per 100.000 orang per tahunnya. Aneurisma lebih banyak didapatkan pada wanita dengan ratio 3:2 3. Faktor predisposisi penting terjadinya aneurisma berkaitan dengna riwayat keluarga, kelainan jaringan ikat, hipertensi dan fator lainnya. 4. Gejala klinik suatu aneurisma tergantung keadaan aneurisma itu sendiri, 5. bisa berupa efek kompresi massa, perdarahan karena aneurisma yang pecah, trombosis maupun asimptomatik. Penatalaksanaan dan prognosa suatu aneurisma tergantung lokasi dan ukurannya, usia penderita, komplikasi, selang waktu antara awal kejadian perdarahan subarachnoid dengan penatalaksanaan medis, dan adanya penyakit lain sebelumnya seperti hipertensi dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA 1. Brust, John C.M. 1995. Hemorrhage Subaracnoid : Merrits Textbook of Neurology Ninth edition. 42 : Hal 276-283.Williams and Wilkin. 2. Pritz, Michael B. 2003. Subaracnoid Hemorrage Due to Cerebral Aneurysms : Neurological Therapeutics Principles and Practice Volume 1. 48 : 493-503. Martin Dunitz-Taylor and Francis Group. 3. Bendok, Bernard R, et al. 2003. Cerebral Aneurysms and Vascular Malformations : Neurological Therapeutics Principles and Practice Volume 1.. 48 : 493-503. Martin Dunitz-Taylor and Francis Group. 4. Schievink, Wouter I. 2007. Intracranial Aneurysms dalam website : http://content.nejm.org/cgi/content/full/336/1/28 5. Liebeskind, David S. 2007. Cerebral Aneurysm. dalam website : http://www.emedicine.com/neuro/topic503.htm 6. Aneurysm in Medical Encyclopedia. 2007. dalam website http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001122.htm 7. What is the prognosis? Cerebral Aneurysm Fact Sheet. 2007. NINDS Cerebral Aneurysm Information Page dalam website : http://www.ninds.nih.gov/disorders/cerebral_aneurysm/cerebral_an eurysm. htm 8. Tortora, Gerard,J. 2004. CD-ROM A Photographic Atlas of Human Body Second Edition. John Wiley & Sons, Inc.

Lampiran Obat yang digunakan untuk mengurangi komplikasi perdarahan subarachnoid Drug Category: Calcium channel blockers -- These agents are
administered to minimize sequelae of cerebral vasospasm. Nimodipine (Nimotop) -- For improvement of neurological impairments resulting from spasms following SAH caused by ruptured congenital intracranial aneurysm in patients in good postictal neurological condition. While studies show benefit in severity of neurological deficits caused by cerebral vasospasm following SAH, no evidence shows that the drug either prevents or relieves spasm of cerebral arteries. Actual mechanism of action Drug Name unknown but may involve protection of brain against ischemia. Therapy should start within 96 h of SAH. If capsule cannot be swallowed because patient undergoing surgery or unconscious, a hole can be made at both ends of capsule with 18-gauge needle, and contents extracted into a syringe. Contents then can be emptied into patient's nasogastric tube in situ and washed down tube with 30 mL isotonic saline. Adult Dose Pediatric Dose 60 mg PO q4h for 21 d Not established

Documented hypersensitivity; systolic blood pressure <90 mm Hg; sick sinus syndrome; Contraindications second- or third-degree AV block except when using pacemaker Although advantageous in some patients, betablockers may result in increased adverse effects due to depressant effects on myocardial contractility or AV conduction; fentanyl may cause severe hypotension; may increase fluid volume requirements; cimetidine may increase blood levels C - Safety for use during pregnancy has not been established.

Interactions

Pregnancy

Precautions

Rare cases of elevated levels of LDH, alkaline phosphatase, and ALT may occur

Drug Category: Antiepileptics -- These agents are

administered for treatment and prevention of seizures. Fosphenytoin (Cerebyx) -- Diphosphate ester salt of phenytoin that acts as water-soluble prodrug of phenytoin. Following administration, plasma esterases convert fosphenytoin to phosphate, formaldehyde, and phenytoin. Phenytoin, in turn, stabilizes neuronal membranes and decreases seizure activity. To avoid need to perform molecular weightbased adjustments when converting between fosphenytoin and phenytoin sodium doses, Drug Name express dose as phenytoin sodium equivalents (PE). Although can be administered IV and IM, IV is route of choice and should be used in emergency situations. Concomitant administration of IV benzodiazepine usually necessary to control status epilepticus. Full antiepileptic effect of phenytoin, whether given as fosphenytoin or parenteral phenytoin, not immediate. Loading dose: 15-20 mg PE/kg IV/IM, 100150 mg PE/min Maintenance dose: 4-6 mg PE/kg/d IV/IM, 150 mg PE/min to minimize risk of hypotension Loading dose: 15-20 mg PE/kg IV/IM Initial dose: 5 mg PE/kg/d IV/IM Maintenance dose: 4-8 mg PE/kg IV/IM >6 years: May require minimum adult dose (300 mg PE/d); not to exceed 300 mg PE/d Documented hypersensitivity; sino-atrial block; second- and third-degree AV block; Adams-Stokes syndrome

Adult Dose

Pediatric Dose

Contraindications

Interactions

Amiodarone, benzodiazepines, chloramphenicol, cimetidine, disulfiram, ethanol (acute ingestion), omeprazole, phenacemide, phenylbutazone, succinimides, fluconazole, isoniazid, metronidazole, miconazole, sulfonamides, trimethoprim, and valproic acid may increase toxicity Barbiturates, carbamazepine, theophylline, diazoxide, ethanol (chronic ingestion), rifampin, antacids, charcoal, or sucralfate may decrease effects May decrease effects of acetaminophen, corticosteroids, dicumarol, disopyramide, doxycycline, estrogens, haloperidol, amiodarone, carbamazepine, cardiac glycosides, methadone, metyrapone, mexiletine, oral contraceptives, quinidine, theophylline, valproic acid

Pregnancy

D - Unsafe in pregnancy

Precautions

Death from cardiac arrest has occurred after too-rapid IV administration, preceded sometimes by marked QRS widening Blood dyscrasias have occurred; therefore, perform blood counts and urinalyses when therapy initiated and at monthly intervals for several mo thereafter; discontinue use if skin rash appearsif rash is exfoliative, bullous, or purpuric do not resume use; use caution in acute intermittent porphyria and diabetes (may raise blood glucose levels); discontinue drug if hepatic dysfunction occurs

Drug Category: Antihypertensives -- These agents help in


controlling systemic blood pressure.

Drug Name

Labetalol (Normodyne, Trandate) -- Blocks beta1-, alpha-, and beta2-adrenergic receptor sites, thereby decreasing blood pressure. 20-30 mg IV over 2 min, followed by 40-80 mg at 10-min intervals; not to exceed 300 mg/dose Not established; suggested dose is 0.4-1 mg/kg/h IV; not to exceed 3 mg/kg/h Documented hypersensitivity; cardiogenic shock; pulmonary edema; bradycardia; atrioventricular block; uncompensated congestive heart failure; reactive airway disease; severe bradycardia Decreases effect of diuretics and increases toxicity of methotrexate, lithium, and salicylates; may diminish reflex tachycardia resulting from nitroglycerin use without interfering with hypotensive effects; cimetidine may increase blood levels; glutethimide may decrease effects by inducing microsomal enzymes C - Safety for use during pregnancy has not been established. Use caution in impaired hepatic function (discontinue therapy if signs of liver dysfunction) and in elderly patients (lower response rate and higher incidence of toxicity may be observed)

Adult Dose

Pediatric Dose

Contraindications

Interactions

Pregnancy

Precautions

Drug Name

Hydralazine (Apresoline) -- Decreases systemic resistance through direct vasodilation of arterioles. 10-20 mg/dose PO q4-6h prn initially; increase to 40 mg/dose if necessary; change to PO as soon as possible Not established

Adult Dose Pediatric Dose

Contraindications Interactions Pregnancy Precautions

Documented hypersensitivity; mitral valve rheumatic heart disease MAOIs and beta-blockers may increase toxicity; indomethacin may decrease pharmacologic effects B - Usually safe but benefits must outweigh the risks. Has been implicated in myocardial infarction; caution in suspected coronary artery disease

Drug Category: Analgesics -- These agents help in pain


relief. Morphine sulfate (MSIR, Duramorph, Astramorph, MS Contin) -- Drug of choice for analgesia because of reliable and predictable effects, safety profile, and ease of reversibility with naloxone. Various IV doses used; commonly titrated until desired effect obtained. Starting dose: 0.1 mg/kg IV/IM/SC Maintenance dose: 5-20 mg/70 kg IV/IM/SC q4h Relatively hypovolemic patients: Start with 2 mg IV/IM/SC; reassess hemodynamic effects of dose Infants and children: 0.1-0.2 mg/kg dose IV/IM/SC q2-4h prn; not to exceed 15 mg/dose; can initiate at 0.05 mg/kg/dose

Drug Name

Adult Dose

Pediatric Dose

Documented hypersensitivity; hypotension; potentially compromised airway in which Contraindications establishing rapid airway control would be difficult Interactions Phenothiazines may antagonize analgesic effects; tricyclic antidepressants, MAOIs, and other CNS depressants may potentiate adverse effects C - Safety for use during pregnancy has not been established. Avoid in hypotension, respiratory depression, nausea, emesis, constipation, and urinary retention; use caution in atrial flutter and other supraventricular tachycardias; has vagolytic action and may increase ventricular response rate

Pregnancy

Precautions

Drug Category: Antiemetics -- These agents help in minimizing


nausea and vomiting. Prochlorperazine (Compazine) -- May relieve nausea and vomiting by blocking postsynaptic mesolimbic dopamine receptors through anticholinergic effects and depressing Drug Name reticular activating system. In addition to antiemetic effects, has advantage of augmenting hypoxic ventilatory response, acting as respiratory stimulant at high altitude. Adult Dose 5-10 mg PO/IM tid/qid; not to exceed 40 mg/d 2.5-10 mg IV q3-4h prn; not to exceed 10 mg/dose or 40 mg/d Alternatively, 25 mg PR bid 2.5 mg PO/PR q8h or 5 mg q12h prn; not to exceed 15 mg/d; IV dosing not recommended for children 0.1-0.15 mg/kg/dose IM and change to PO as soon as possible

Pediatric Dose

Documented hypersensitivity; bone marrow Contraindications suppression; narrow-angle glaucoma; severe liver or cardiac disease Interactions Pregnancy CNS depressants or anticonvulsants may cause additive effects; may cause hypotension with epinephrine C - Safety for use during pregnancy has not been established. Drug-induced Parkinson syndrome or pseudoparkinsonism occurs quite frequently; akathisia is most common extrapyramidal reaction in elderly patients; lowers seizure threshold; use caution in patients with history of seizures

Precautions

Drug Category: Antacids -- These agents help in relieving

gastrointestinal acid reflux. Ranitidine (Zantac) -- Inhibits stimulation of H2 receptor in gastric parietal cells, which in Drug Name turn reduces gastric acid secretion, gastric volume, and hydrogen-ion concentration. Adult Dose Pediatric Dose 150 mg PO bid; not to exceed 600 mg/d Alternatively, 50 mg/dose IV/IM q6-8h <12 years: Not established >12 years: 1.25-2.5 mg/kg/dose PO q12h; not to

exceed 300 mg/d 0.75-1.5 mg/kg/dose IV/IM q6-8h; not to exceed 400 mg/d Contraindications Documented hypersensitivity Interactions May decrease effects of ketoconazole and itraconazole; may alter serum levels of ferrous sulfate, diazepam, nondepolarizing muscle relaxants, and oxaprozin B - Usually safe but benefits must outweigh the risks. Use caution in renal or liver impairmentif changes in renal function occur during therapy, consider adjusting dose or discontinuing treatment

Pregnancy

Precautions

Drug Category: Stool softeners -- These agents help in

softening stools and minimizing straining. Docusate sodium (Colace, Dialox, Surfak, Regulax, Sulfalax) -- For patients who should Drug Name avoid straining during defecation; allows incorporation of water and fat into stool, causing stool to soften. Adult Dose Pediatric Dose Contraindications Interactions Pregnancy Precautions 50-500 mg/d PO qd or divided qid 3-6 years: 20-60 mg/d PO qd or divided qid 6-12 years: 40-150 mg/d qd or divided qid Documented hypersensitivity; nausea, vomiting, or acute abdominal pain Decreases effects of warfarin and increases effects of phenolphthalein C - Safety for use during pregnancy has not been established. Prolonged use may result in electrolyte imbalance

Vous aimerez peut-être aussi