Vous êtes sur la page 1sur 11

Diagnosis Banding Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas.

Pada hari-hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) yang disertai demam. Pada hari demam ke 3-4, kemungkinan diagnosis DBD akan lebih besar, apabila gejala klinis lain seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata. Kesulitan kadang-kadang dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis, dalam hal ini trombositopenia dan hemokonsentrasi di samping penilaian gejala klinis lain seperti tipe dan lama demam dapat membantu. Ensefalopati Dengue Dalam dua dekade terakhir, makin banyak laporan DBD yang disertai gejala ensefalopati dikemukakan dari berbagai negara dari berbagai negara di kawasaan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Kecuali kejang, gejala ensefalopati lain tidak/ jarang menyertai DBD. Dari beberapa contoh kasus ensefalopati dengue yang dilaporkan, ternyata kadangkala para dokter sangat terpukau oleh kelainan neurologis sehingga apabila tidak waspada, diagnosis DBD/ DSS tidak terpikirkan. Data itu juga memberikan suatu keyakinan bahwa pada DBD perlu dipikirkan diagnosis banding dengan ensefalitis virus lain. Contoh kasus ensefalopati dengue memperlihatkan betapa bervariasinya gejala klinis pasien DBD dan bahwa patokan klinis yang digariskan oleh WHO (1975) tidak selalu dijumpai. Tingginya persentase ensefalopati dengue pada golongan umur 1-4 tahun (yaitu pada golongan umur tersering terjadinya kejang demam pertama kali) memerlukan peningkatan kewaspadaan. Oleh karena itu di daerah endemis DBD perlu diperhatikan (1) pada setiap kasus demam disertai kejang dan pasien dengan diagnosis klinis ensefalitis perlu dicari kemungkinan adanya manifetasi perdarahan dan (2) sekiranya pasien jatuh dalam syok kita harus waspada terhadap kemungkinan DSS. Tatalaksana Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD

dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan edukasi untuk segera dirawat apabila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/ DSS terletak pada ketrampilan para dokter untuk mengatasi nasa peralihan dari fase demam je fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan dengan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan NaCL (0,9%):glukosa (5%) = 3:1. Untuk mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilkasis (kombinasi ampisilin 100 mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75 mg/ kgBB/ hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila diperlukan transfusi tukar, pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.

Demam Dengue Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, selama masih demam, obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi < 39oC, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/ salisilat tidak dianjurkan (kontraindikasi) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis. Pada pasien dewasa, analgetik atau sedatif ringan kadang-kadang diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri kepala, nyeri otot atau nyeri sendi. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, selain air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Tidak boleh dilupakan monitor suhu, jumlah trombosit serta kadar hematokrit sampai normal kembali. Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan poleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas pada saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyerii perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dan kulit dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi. Demam Berdarah Dengue Ketentuan Umum Perbedaan patofisiologik utama antara DD/ DBD/ DSS dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasa dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/ DSS sangat khas, yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagaimana mendeteksi

secara dini fase kritis, yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagakan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit dan penurunan jumlah trombosit. Fase kritis pada umumnya terjadi pada hari sakit ketiga. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/ ul atau < 1-2 trombosit/ LPB (rata-rata hitung pada 10 LPB) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Pemberian cairan awal sebagai pengganti volume plassma dapat diberikan larutan garam isotonik atau ringer laktat, yang kemudian dapat disesuaikkan dengan berat ringan penyakit. Pada DBD derajat I dan II, cairan intravena dapat diberikan selama 12-24 jam. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/ ul. Secara umum, pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit tipe D, C dan ruang rawat di rumah sakit A dan B.

Fase Demam Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan pleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di bawah 390C dengan dosis 1015 mg/kgBB/ kali. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu serta larutan oralit pasien perlu diberikan minum 50

ml/ kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/ kgBB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap harus diberikan di samping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam, di samping antipiretik diberikan antikonvulsif selama masih demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk monitor hasil pengobatan yang menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.

Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif.

Tabel kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5-8%) Berat waktu masuk (kg) <7 7-11 12-18 >18 Jumlah cairan ml/kgBB per hari 220 165 132 88

Penggantian Volume Plasma Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu (fase afebris, fase kritis, fase syok), maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walau demikian, penggantian

cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cauran aqak dihitung untuk 2 atau 3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-48 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit dan jumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan apabila (1) anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok, (2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurakan cairan glukosa 5% di dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis, dari jumlah cairan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl 0,9%+glukosa ditambah natrium bikarbonat). Apabila terdapat kenaikan hemokonsentrasi 20% atau lebih, maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan ditambah defisit 6% (5-8%). Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dariumur dan berat badan pasien, serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama. Tabel kebutuhan cairan rumatan Berat badan (kg) 10 10-20 >20 Jumlah cairan (ml) 100 per kg BB 1000 + 50 x kg (di atas 10 kg) 1500 + 50 x kg (di atas 20 kg) Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500 + (50 x 20) = 2500 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan untuk 24 jam. Oleh

karena kecepatan perembesan plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Perlu mendapat perhatian bahwa penggantian volume yang berlebihan dan terus menerus setelah perembesan plasma berhenti akan mengakibatkan distres pernafasan sebagai akibat udem paru. Demikian pula pada saat fase konvalesens terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular, akan menyebabkan edema paru dan distress pernafasan apabila cairan intravena tetap diberikan. Pasien harus dirawat dan segera diobati apabila dijumpai tanda-tanda syok, yaitu gelisah, letargi/ lemah, ekstremitas dingin, bibir sianosis, oliguria, dan nadi lemah, tekanan darah menyempit (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak kadar hematokrit atau kadar hematokrit yang menigkat terus menerus, walaupun telah diberi cairan intravena.

Jenis Cairan Larutan kristaloid yang direkomendasikan oleh WHO adalah larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), ringeer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali. Sedangkan larutan koloid adalah dekstran-40 dan plasma darah.

Sindrom Syok Dengue Syok merupakan kradaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Penggantian volume plasma segera Pengobatan awal cairan intravena dengan larutan kristaloid 20 ml/kg BB dengan teteesan secepatnya (diberikan secara bolus selama 30 menit). Apabila syok belum dapat teratasi dan/ atau keadaan klinis memburuk setelah 30 menit

pemberian cairan awal, cairan diganti dengan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10-20 ml/kg BB/ jam, dengan jumlah maksimal 30ml/ kgBB. Setelah terjadi perbaikan, segera cairan ditukar kembali dengan kristaloid dengan tetesan 20ml/ kgBB. Apabila setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kaddar hematokrit tetap >40 vol%, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/ kgBB/ jam), tetapi apabila terjadi perdarahan masif berikan 20 ml/ kgBB. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan cairan dikurangi bertahan sesuai dengan keadaan klinis dan kadar hematokrit. Kadar hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/ kgBB/ jam, dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP kadangkala diperlukan pada pasien DSS berat, untuk mengetahui kebutuhan cairan. Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar 40%. Jumlah urin 12 ml/ kgBB/ jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam sejak syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia, dengan akibat terjadi edema paru dan gagal jantung. Penurunan hemtokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi. Koreksi gangguan metabolik dan elektrolit Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/ DSS, maka pemeriksaan analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apanila asidosis tidak terkoreksi, akan memacu terjadinya DIC

(disseminated intravascular coagulation) sehungga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi pada asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat DIC tidak akan terjadi sehingga heparin tidak diperlukan. Sedatif Pada pasien yang gelisah dapat diberikan sedatif untuk menenangkan pasien. Diusahakan jangan memberikan obat yang bersifat hepatotoksik. Kloral hidrat diberikan per oral atau per rektal dengan dosis 12,5-50 mg/ kgBB (tidak melebihi 1 gram). Keadaan gelisah sebagai akibat dari keadaan perfusi jaringan yang kurang baik akan menghilang setelah pemberian cairan secara adekuat. Pemberian oksigen Terapi dengan 2 liter per menit harus selalu duberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi haru diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen. Transfusi darah Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% ke 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah. Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan masif. DIC biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif dan dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protrombin, dan fibrinogen degradation products (FDP) harus diperiksa padda pasien syok untuk mendeteksi

terjadinya dan berat ringannya DIC. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis. Kelainan ginjal Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/ kgBB/ jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhuan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/ kgBB dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya. Monitoring Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering sampai syok dapat teratasi, kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi, jumlah serta frekuensi diuresis. Kriteria memulangkan pasien Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit > 50.000/ ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis). Ruang rawat khusus untuk DBD Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar hemoglobin, hemtokrit, dan jumlah

trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat dibantu oleh orang tua pasien untuk mencatat jumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya.

Vous aimerez peut-être aussi